Anda di halaman 1dari 9

Jawaban Modul Praktikum Idk

“Respons Radang & Pemulihan Jaringan”


Oleh Lisa Qothrunnada, 1906400633

a) Pemeriksaan darah tepi adalah sebuah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
jumlah komponen dan bentuk darah yaitu trombosit, eritrosit, dan leukosit. Sedangkan
Hitung Darah Lengkap (HDL) adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui
kadar komponen darah dalam volume darah tertentu. Dengan mengevaluasi sel-sel
yang ada di dalam darah, kedua pemeriksaan tersebut memiliki tujuan untuk
mendeteksi adanya infeksi/penyakit. Melalui kedua pemeriksaan tersebut, kita dapat
mengetahui apakah suatu jaringan sedang mengalami proses peradangan atau tidak.
Contohnya, apabila hasil pemeriksaan HDL menunjukkan adanya jumlah eosinofil
yang tinggi, dapat diindikasikan bahwa sedang terjadi proses radang atau pemulihan
jaringan.

b) 1. Marginasi. Pada proses ini, leukosit (terutama neutrofil dan monosit) melekat pada
jaringan yang mengalami cedera, dibantu dengan peningkatan permeabilitas vaskular.
Peningkatan permeabilitas tersebut menyebabkan cairan ke luar dari pembuluh darah,
lalu memperlambat sirkulasi darah.

2. Rolling. Ketika leukosit melekat pada jaringan endotel, baik leukosit maupun
endotel mensekresikan reseptor selektin. Hal ini ditandai dengan adanya daerah
ekstraseluler yang mengikat gula tertentu.

3. Adhesi. Setelah itu, pelekatan leukosit dan jaringan endotel pun semakin kuat
(adhesi). Adhesi ini diperantarai oleh interaksi antara molekul immunoglobin yang
ada pada sel endotel dengan integrin yang ada pada permukaan leukosit.

4. Diapedesis. Leukosit yang semula melekat dengan kuat pada jaringan endotel pun
merembes keluar melalui endhotelial junction. Proses ini diperantarai oleh molekul
adhesi CD31. Setelah itu, leukosit menembus membran basalis dengan cara
mendegradasinya.
5. Kemotaksis. Setelah itu, leukosit menuju ke tempat jejas mendekati gradien
kimiawi. Leukosit pun berikatan dengan reseptor protein di membran plasma sel
fagositik. Hal ini menyebabkan meningkatnya pemasukan ion kalsium (Ca2+) ke
dalam sel. Ion kalsium meningkatkan pergerakan sel dengan cara mengaktifkan
perangkat kontraktil sel.

6. Fagositosis. Sel-sel yang melakukan fagositosis disebut dengan sel fagositik. Di


dalam sel fagositik, terdapat banyak lisosom yang mengandung enzim hidrolitik.
Ketika sel fagositik telah berhasil menangkap benda sasaran, akan terjadi fusi antara
lisosom dalam sel fagositik dengan membran benda sasaran. Pada fusi tersebut,
lisosom dari sel fagositik akan mensekresikan enzim hidrolitik ke dalam vesikel
benda sasaran yang terbungkus membran, sehingga benda tersebut akan terurai atau
terdegradasi.

7. Killing. Proses ini didahului dengan oksidasi. Oksidasi ini akan membuat lisozim
dari granul neutrofil mampu membentuk lubang di dalam membran mikroba.

c) Dalam proses inflamasi, benang-benang fibrin akan membuat anyaman yang terisi
keping darah, sehingga terjadi penyumbatan, dan darah pun bisa membeku (Lestari dan
Kristinah, dikutip dari repository.unpas.ac.id). Selain itu, benang-benang fibrin juga
dapat berfungsi untuk membatasi perluasan radang, melapisi permukaan tubuh yang
mengalami radang, dan berperan dalam penyembuhan serta pembentukan jaringan ikat.

d) Radang Akut, penanda paling sederhana suatu radang dikatakan radang akut adalah
adanya peningkatan Neutrofil, berlangsung beberapa jam atau hari, adanya eksudat dan
edema. Yang ada pada slide tersebut merupakan gambar neutrofil abnormal atau
tersegmentasi. Penanda paling sederhana dari radang akut adalah adanya peningkatan
jumlah sel darah putih dalam darah perifer. Hal ini dapat diindikasikan dengan adanya
jumlah PMN yang meningkat.

e) Menurut Effendi (2003) dikutip dari respository.ipb.ac.id, granula neutrofil jenis


azurofilik mengandung enzim lisosom, enzim peroksidase, serta asam amino D oksidase.
Sedangkan, granula neutrofil jenis spesifik mengandung fosfatase alkali dan protein
kationik. Karena kandungan yang ada di dalamnya, granula-granula neutrofil tersebut
memiliki beberapa manfaat. Sebagai contoh, granula neutrofil azurofilik mengandung
asam amino D oksidase yang berperan penting dalam mencerna dinding sel bakteri yang
mengandung asam amino D. Contoh lainnya, granula neutrofil spesifik mengandung
protein kationik yang berfungsi mencegah tumbuh kembang bakteri, memicu terjadinya
mekanisme kemotaksis monosit, serta meningkatkan permeabilitas vaskuler.

f) Pada inflamasi akut, khususnya di dalam mekanisme fagositosis. Persentase jumlah


PMN mampu meningkat hingga 20% pada radang akut, khususnya radang akut yang
disertai nanah. Karena itu pula, peningkatan PMN menjadi indikator adanya inflamasi
yang bersifat akut.

g) Makrofag teraktivasi akan mensekresi mediator-mediator inflamasi. Contoh dari


mediator inflamasi adalah sitokin. Sitokin yang dihasilkan makrofag meliputi TNF
(Tumor Necrosis Factor) yang berperan sebagai mediator utama dalam respons terhadap
bakteri gram negatif dan mikroogranisme lain, IL-1 yang memiliki fungsi utama sama
dengan TNF, IL-6 yang berfungsi pada imunitas spesifik dan imunitas non-spesifik, serta
IL-12 yang memiliki fungsi sebagai mediator utama dalam imunitas non-spesifik dini.

h) Berdasarkan pengamatan pada gambar serta dikaitkan dengan peradangan, gambar


mikroskopik tuba falopi diatas dilihat dari lapisan mukosa, lumen, dan tuba falopi tidak
terjadi inflamasi pada sel karena tidak ditemukan adanya cardinal signs, yaitu rubor,
dolor, kalor, tumor, serta fungsio laesa (perubahan fungsi dari jaringan yang mengalami
infeksi) (Rubin, 2008). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jaringan tersebut adalah
jaringan yang sehat dan normal.

i) Cardinal signs  adalah tanda yang muncul bila terjadi peradangan. Cardinal signs 
yang mungkin dirasakan oleh penderita adalah rubor (kemerahan), dolor (nyeri), kalor
(terasa panas), tumor (pembengkakan), serta adanya fungsio laesa (perubahan fungsi).
Cardinal signs yang tampak pada gambar adalah terjadinya tumor (pembengkakkan)
yang ditandai dengan pembengkakan tuba falopi, serta adanya rubor (kemerahan) yang
nampak pada  tuba falopi dikarenakan meningkatnya aliran darah di sekitar daerah
peradangan. Cardinal signs adalah tanda-tanda terjadinya inflamasi. Mediator utama
yang berperan dalam peningkatan aliran darah ke area radang adalah Histamin,
prostaglandin (diikuti PGI2, PGE, dan PGD2), dan oksida nitrat.
Robbins. dkk. (2007). Buku Ajar Patologi. ed 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
(EGC)

j) Tuba-ovarium memanjang dan tidak beraturan karena adanya pembengkakan yang


diakibatkan aliran darah yang tertuju pada daerah peradangan. Mekanisme yang terjadi
dimulai dnegan terjadinya vasodilatasi pada awal peradangan menyebabkan
meningkatnya aliran darah sehingga terjadi penumpukan cairan dan sel darah pada
daerah tersebut.

k) Pindahnya neutrofil dari plasma menuju area radang diakibatkan oleh sinyal-sinyal
kimia yang diberikan oleh bakteri atau penyebab patologi lainnya sehingga memancing
neutrofil untuk berpindah dari plasma menuju area radang

l) -

m) Adanya sel plasma menunjukkan peradangan yang kronis. Radan kronik berdurasi
lama, berbeda dengan radang akut yang berdurasi sebentar. Peradangan kronis bisa
disebabkan karena kegagalan respon dari radang akut.

n) Paru-paru tersebut mengalami efusi pleura. Efusi pleura adalah penumpukan atau
akumulasi cairan pada rongga serosa. Mekanisme yang mendasari hal tersebut karena
adanya perubahan dalam cairan homeostasis. Jumlah cairan di rongga-rongga serosa
dikendalikan oleh beberapa faktor: tekanan hidrostatik dan onkotik dalam sirkulasi,
tekanan negatif di rongga serous, permeabel kapiler di membran, dan kapasitas
penyerapan limfatik. Gangguan di mikrosirkulasi, kemacetan pada pembuluh darah,
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan pemblokiran saluran limfa dapat
menyebabkan cairan masuk ke rongga serosa.

o) Efusi pleura dapat terjadi pada klien yang tidak memiliki keseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Penyebab dari efusi pleura antara lain gagal
ginjal, kadar protein rendah, sirosis, pneumonia, emboli paru, cidera di dada, dan
sebagainya.

p) Eksudat: penimbunan cairan ekstravaskuler yang kaya akan protein dan sel, dimana
cairan terlihat berwarna keruh. Eksudat terjadi akibat proses radang.
Transudat: penimbunan cairan ekstravaskuler yang sudah mengalami filtrasi oleh plasma
sehingga hanya mengandung sedikit protein dan sel sehingga terlihat jernih. Transudat
terjadi akibat adanya gangguan sirkulasi (ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau
osmotik).

Jenis-jenis eksudat

-  Serosa: Eksudat jernih, mengandung sedikit protein akibat radang yang ringan.

Eksudat jenis ini berasal dari serum atau hasil sekresi sel mesotel yang melapisi

peritoneum, pleura, dan perikardium. Contoh: luka bakar, efusi pleura

-  Fibrinosa: Eksudat yang kaya protein, dapat berakibat perlengketan. Eksudar

fibrinosa terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh darah terkumpul

pada daerah peradangan yang mengandung banyak fibrinogen

-  Purulenta: Eksudat yang mengandung nanah, merupakan campuran leukosit

yang rusak, jaringan neokrotik, serta mikroorganisme yang musnah

-  Seroaguinosa: Eksudat yang mengandung darah

q) Proses tersebut ialah proses inflamasi fibrinosa yang dapat berdampak pada fungsi
organ dan pada klien penderita yang termasuk ke dalam perikarditis fibrinosa. Jumlah
eksudat biasanya hanya sedikit dan ada pada daerah yang kecil atau tersebar luas. Jika
eksudatnya banyak, fibrin mungkin akan berlapis-lapis dan jantung secara kasar terlihat
seperti berambut. Penderita perikarditis fibrinosa mungkin akan mengalami demam
disertai perasaan nyeri yang dapat teralihkan ke bahu atau dada.

r) Meningitis purulenta adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat
berupa nanah dan tidak disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Proses
terbentuknya eksudat, yaitu mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan
sedang mengalami hiperemi, dalam waktu singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
plimorfnuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam
beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam munggu kedua sel-
sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung
PMN dan fibrin, sedangkan lapisan dalam terdapat makrofag. Adanya eksudat purulenta
di bawah selaput meninges dapat menjadikan jaringan otak dan medulla spinalis
membengkak yang dapat menyebabkan timbulnya rasa mual, muntah, dan demam.
Purulenta peritonitis terjadi akibat adanya infeksi pada organ abdomen. Organisme yang
menginfeksi biasanya yang terdapat di kolon, seperti Escherichia coli. Reaksi awal
invasi bakteri biasanya berupa keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk abses pada
perlekatan fibrinosa yang menjadi satu permukaan untuk membatasi infeksi. Perlekatan
biasanya akan menghilang bila infeksi menghilang, tetapi jika tidak, akan menetap
sebagai pita-pita fibrosa yang kemudian dapat memicu obstruksi usus. Dampak yang
akan muncul pada pasien biasanya berupa demam, muntah, leukositosis, nyeri abdomen,
dan abdomen yang tegang.

s) Abses adalah penumpukan nanah yang terkubur dalam jaringan, organ atau ruang
tubuh yang tertutup. Abses merupakan suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat
suatu infeksi bakteri. Jika bakteri, organisme, atau benda asing menyusup ke dalam
jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi yang menyebabkan sebagian sel mati dan
hancur sehingga meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi.
Sel-sel darah putih yang merupakan pertahan tubuh dalam melawan infeksi, terpicu
untuk bergerak ke dalam jaringan atau sel yang terinfeksi kemudian menelan bakteri dan
akan ikut mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi
rongga pada jaringan atau sel yang terinfeksi.

t) Ulserasi atau ulkus. Ulserasi dapat disebabkan karena virus, contohnya virus HIV;
ulserasi lambung terjadi karena adanya kerusakan lokal sehingga sel-sel yang rusak
terlepas dan terbentuklah ulkus. Terjadinya ulkus dipengaruhi oleh produksi mukus yang
terlalu sedikit atau karena terlalu banyak asam yang diproduksi atau dikirimkan ke
saluran cerna. Efek yang mungkin akan diderita adalah panas, rasa perut kosong, lapar
dan nyeri di lambung.

u) Ulkus kaki diabetes dapat terjadi melalui mekanisme kerusakan saraf yang mengenai
mengenai serat motorik, sensorik, dan otonom. Neuropati motorik menyebabkan
kelemahan otot, atrofi, dan paresis. Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya sensasi
nyeri, tekanan, dan panas yang protektif. Neuropati otonom yang menyebabkan
vasodilatasi dan pengurangan keringat juga bisa menyebabkan kehilangan integritas
kulit, yang membentuk lokasi ideal untuk invasi mikrobial. Keterbatasan mobilitas sendi
pada sendi subtalar dan metatarsalphalangeal sangat sering terjadi pada pasien DMT2
berhubungan dengan glikosilasi kolagen yang menyebabkan penebalan struktur
periartikuler, seperti tendon, ligamen, dan kapsul sendi. Hilangnya sensasi karena
neuropati pada sendi menyebabkan artropati kronik, progresif, dan destruktif. Glikosilasi
kolagen ikut memperburuk penurunan fungsi tendon Achilles pada pasien DMT2
sehingga pergerakan tendon Achilles menyebabkan deformitas. Pada keadaan di atas bila
kaki mendapat tekanan yang tinggi maka memudahkan terjadinya ulserasi pada pasien
DMT2. UKD juga dapat terjadi oleh karena adanya gangguan pada aliran darah
pembuluh darah tungkai yang merupakan manifestasi dari penyakit arteri perifer.
Penyakit arteri perifer pada pembuluh darah tungkai didasari oleh hiperglikemia kronik,
kerusakan endotel dan terbentuknya plak aterosklerosis.

v)-

w) Jaringan granulasi adalah jaringan fibrosa yang dibentuk dari bekuan darah dalam
proses penyembuhan luka sampai menjadi skar. Ditandai dengan pembentukan pembuluh
darah baru. Proses ini termasuk proses fisiologis karena menguntungkan.

x) Proses terbentuknya Skar merupakan proses pemulihan luka. Proses pemulihan skar
berdasarkan dapat digolongkan jenis pemulihan primer dan sekunder, tergantung luka
yang ada disembuhkan dengan bantuan seperti jahitan atau tidak. Jika menggunakan
bantuan maka disebut pemulihan primer, scar yang dihasilkan akan minimal atau sedikit.
Namun jika tidak menggunakan alat bantu maka disebut pemulihan sekunder yang akan
menimbulkan scar yang lebih luas.

y) Proses pelebaran dan pembentukan skar. Jaringan skar tersusun dari serat kolagen
yang berfungsi menutup luka, agar dapat kembali seperti semula.
REFERENSI
Budi, H.S. dkk. 2017. Gambaran Histopatologi Penyembuhkan Luka Pencabutan Gigi
Pada Makrofag dan Neovaskular Dengan Pemberian Getah Batang Pisang Ambon.
Surabaya: Departemen Biologi Oral, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Airlangga.
Decroli, E. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Repository IPB. Bab II : Tinjauan Pustaka. [cited 27th of February 2020]. Retrieved
from: https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/63604/4/BAB%20II
%20Tinjan %20Pustaka.pdf.
Repository UMY. Bab II : Tinjauan Pustaka. [cited 27th of February 2020]. Retrieved
from:http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/6040/f.%20BAB%20I
pdf?sequ ence=6&isAllowed=y.
Rizkika, N. (2013). Mekanisme Aksi Neutrofil pada Radang Akut. [cited 27th of February
27, 20202020]. Retrieved from:
https://id.scribd.com/document/120125334/Mekanisme-Aksi-Neutrofil- Pada-
Proses-Radang-Akut.
Robbins, Stanley L., Kumar, Vinay. (1995). Buku Ajar Patologi I. Ed 4. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Rubin, R. (2008). Rubin's Pathology. Philadelphia: Lippincoet williams & Wilkins.
Spiritia. (2014). Hitung Darah Lengkap. [cited 27th of February 2020]. Retrieved from:
http://spiritia.or.id/informasi/detail/64.
Universitas Diponegoro. Bab II : Tinjauan Pustaka. [cited 27th of February 2020].
Retrieved from: http://eprints.undip.ac.id/35607/3/Bab_2.pdf.
Wikipedia. (2017). Sediaan Apus Darah. [cited 27th of February 2020]. Retrieved from:
https://id.wikipedia.org/wiki/Sediaan_apus_darah.

Anda mungkin juga menyukai