Anda di halaman 1dari 6

Kesimpulan Hasil Diskusi Praktikum II

Topik: Respons Radang dan Pemulihan Jaringan


Kelompok: HG 2
Kelas: Ilmu Dasar Keperawatan (IDK) Kelas B

 Radang

Secara sederhana, radang merupakan respon fisiologis terhadap infeksi dan cedera
jaringan. Radang juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh tubuh
untuk menginaktivasi organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, serta
mengatur pemulihan jaringan. Secara lebih rinci, proses peradangan memiliki beberapa
tujuan, yakni (1) menetralisir serta menghancurkan agen asing berbahaya, (2) membatasi
penyebaran agen asing ke daerah/jaringan lain, (3) mempersiapkan pemulihan jaringan.
Proses peradangan dapat terindikasi melalui beberapa pemeriksaan, yakni :

 Pemeriksaan Darah Tepi, merupakan pemeriksaan hematologi yang meliputi


perhitungan Hemoglobin, Leukosit, Eritrosit, Hitung Jenis Leukosit, dan
Trombosit. Tujuan pemeriksaan darah tepi adalah untuk melihat morfologi dari
eritrosit, leukosit, trombosit, beserta kelainan-kelainan yang ada. Selain itu,
pemeriksaan ini juga bertujuan untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit
darah.
 Hitung Darah Lengkap (HDL), merupakan perhitungan jumlah, ukuran, dan
kematangan sel-sel darah yang tidak normal, dalam volume darah tertentu. Tujuan
pemeriksaan ini adalah untuk menunjang diagnosis yang ada pada suatu penyakit,
serta untuk melihat bagaimana respon tubuh seseorang terhadap suatu penyakit.
Selain itu, melalui pemeriksaan ini dapat diketahui kemajuan atau respon terapi
yang dialami oleh pasien yang menderita suatu infeksi tertentu. Pemeriksaan ini
juga bisa digunakan untuk mengetahui perbandingan jumlah sel darah normal
dengan jumlah sel yang telah melalui proses pemeriksaan.

Berdasarkan gejala klinisnya, terdapat dua macam radang, yakni radang akut dan
radang kronis. Salah satu hal yang membedakan radang akut dengan radang kronis adalah
waktu berlangsungnya. Radang akut memiliki durasi yang lebih sebentar dari radang
kronis, yakni selama beberapa jam hingga hari. Pada peradangan akut, terdapat
mekanisme aksi neutrofil (salah satu jenis leukosit) yang terdiri dari :
1. Marginasi. Pada proses ini, leukosit (terutama neutrofil dan monosit) melekat
pada jaringan yang mengalami cedera, dibantu dengan peningkatan permeabilitas
vaskular. Peningkatan permeabilitas tersebut menyebabkan cairan ke luar dari
pembuluh darah, lalu memperlambat sirkulasi darah.
2. Rolling. Ketika leukosit melekat pada jaringan endotel, baik leukosit maupun
endotel mensekresikan reseptor selektin. Hal ini ditandai dengan adanya daerah
ekstraseluler yang mengikat gula tertentu.
3. Adhesi. Setelah itu, pelekatan leukosit dan jaringan endotel pun semakin kuat
(adhesi). Adhesi ini diperantarai oleh interaksi antara molekul immunoglobin yang
ada pada sel endotel dengan integrin yang ada pada permukaan leukosit.
4. Diapedesis. Leukosit yang semula melekat dengan kuat pada jaringan endotel
pun merembes keluar melalui endhotelial junction. Proses ini diperantarai oleh
molekul adhesi CD31. Setelah itu, leukosit menembus membran basalis dengan
cara mendegradasinya.
5. Kemotaksis. Setelah itu, leukosit menuju ke tempat jejas mendekati gradien
kimiawi. Leukosit pun berikatan dengan reseptor protein di membran plasma sel
fagositik. Hal ini menyebabkan meningkatnya pemasukan ion kalsium (Ca2+) ke
dalam sel. Ion kalsium meningkatkan pergerakan sel dengan cara mengaktifkan
perangkat kontraktil sel.
6. Fagositosis. Sel-sel yang melakukan fagositosis disebut dengan sel fagositik. Di
dalam sel fagositik, terdapat banyak lisosom yang mengandung enzim hidrolitik.
Ketika sel fagositik telah berhasil menangkap benda sasaran, akan terjadi fusi antara
lisosom dalam sel fagositik dengan membran benda sasaran. Pada fusi tersebut,
lisosom dari sel fagositik akan mensekresikan enzim hidrolitik ke dalam vesikel
benda sasaran yang terbungkus membran, sehingga benda tersebut akan terurai
atau terdegradasi.
7. Killing. Proses ini didahului dengan oksidasi. Oksidasi ini akan membuat lisozim
dari granul neutrofil mampu membentuk lubang di dalam membran mikroba.

Terjadinya radang akut dapat pula diamati tanda-tandanya. Peningkatan PMN


(Leukosit polimorfonukleus) merupakan indikator paling sederhana dari peradangan akut.
Pada radang akut, khususnya di dalam mekanisme fagositosis, persentase jumlah PMN
mampu meningkat hingga 20%.

Di dalam proses peradangan, leukosit memang memegang peranan penting.


Leukosit yang paling peka terhadap terjadinya injury adalah neutrofil. Neutrofil memiliki
granula yang berisi histamin, heparin, protein dasar utama, dan defensin. Histamin dan
heparin berperan dalam reaksi hipersensivitas, protein dasar utama mengandung
sitotoksitas yang kuat terhadap parasit, sedangkan defensin merupakan peptida yang
berperan membunuh mikroba dengan membentuk lubang pada membran mikroba
tersebut. Selain dari neutrofil, terdapat jenis leukosit lain yang berperan dalam proses
peradangan, salah satunya adalah makrofag. Makrofag teraktivasi akan mensekresi
mediator-mediator inflamasi. Contoh dari mediator inflamasi adalah sitokin. Sitokin yang
dihasilkan makrofag meliputi TNF (Tumor Necrosis Factor) yang berperan sebagai
mediator utama dalam respons terhadap bakteri gram negatif dan mikroogranisme lain,
IL-1 yang memiliki fungsi utama sama dengan TNF, IL-6 yang berfungsi pada imunitas
spesifik dan imunitas non-spesifik, serta IL-12 yang memiliki fungsi sebagai mediator
utama dalam imunitas non-spesifik dini.

Peningkatan jumlah leukosit menandakan adanya peradangan atau pemulihan


jaringan. Jumlah leukosit ini dapat diketahui melalui serangkaian pemeriksaan yang
sudah dibahas pada bagian sebelumnya. Namun, kita juga dapat mengetahui adanya
proses peradangan tersebut melalui tanda-tanda secara umum atau yang biasa disebut
dengan istilah cardinal sign. Cardinal signs  yang mungkin dirasakan oleh penderita
adalah sebagai berikut :

1. Rubor (kemerahan), terjadi karena adanya vasodilatasi atau pelebaran


pembuluh darah. Vasodilatasi ini menyebabkan pembuluh darah yang
meradang terisi oleh darah yang jumlahnya lebih banyak dari biasanya.
2. Dolor (nyeri), disebabkan oleh zat kimia yang dapat merangsang saraf. Ketika
terjadi peradangan, seseorang akan mengalami tingkat sensitivitas yang tinggi.
3. Kalor (terasa panas), tubuh merasa panas ketika terjadi peradangan, karena
terjadi peningkatan aliran darah di daerah radang. Selain itu, hal ini dapat pula
disebabkan oleh zat kimia pyrogen dalam leukosit yang memicu hipotalamus
untuk meningkatkan pengaturan suhu, dalam rangka melawan infeksi.
4. Tumor (pembengkakan), disebabkan adanya penumpukan cairan
ekstravaskuler.
5. Functio laesa, merupakan hilangnya fungsi organ. Sebagai contoh, sendi yang
meradang seringkali tidak dapat digerakkan dengan benar.

 Eksudat

Eksudat merupakan penimbunan cairan ekstravaskuler yang kaya akan protein


dan sel, dimana cairan terlihat berwarna keruh kekuningan dan disebabkan oleh
peradangan atau infeksi. Eksudat berbeda dengan transudat, karena transudat hanya
mengandung sedikit protein dan sel sehingga merupakan cairan yang jernih, serta
transudat terjadi akibat gangguan sirkulasi (ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau
osmotik). Eksudat terdiri dari beberapa jenis, yakni:
1. Eksudat Serosa, merupakan eksudat jernih, mengandung sedikit protein akibat
radang yang ringan. Eksudat serosa berasal dari serum atau hasil sekresi sel
mesotel yang melapisi peritoneum, pleura, perikardium. Contoh: luka bakar, efusi
pleura.
2. Eksudat Fibrinosa, merupakan eksudat kaya protein, dapat berakibat
perlengketan.Eksudat fibrinosa yang terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari
pembuluh dan terkumpul pada daerah peradangan yang mengandung banyak
fibrinogen. Karena mengandung banyak fibrin maka akan mudah membeku.
3.Eksudat Purulenta, merupakan eksudat yang mengandung nanah (pus),
campuran leukosit yang rusak, jaringan neokrotik serta mikroorganisme yang
musnah.
4.Eksudat Seroaguinosa, merupakan eksudat yang mengandung sel darah merah.

Beberapa contoh gangguan yang berkaitan dengan eksudat adalah :


1. Efusi Pleura, penumpukan cairan yang berlebiihan di dalam rongga pelura.
Efusi ini dapat terjadi pada klien yang tidak memiliki keseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Contohnya pada klien dengan
masalah gagal jantung kongestif, pneumonia (empyema), karsinoma paru,
metastasis paru, mesothelioma, emboli paru atau sindrom nefrotik.
2. Perikarditis Fibrinosa, peradangan pada perikardium (kantung selaput
jantung), yang dimulai secara tiba-tiba dan sering menyebabkan nyeri.Peradangan
menyebabkan cairan dan produk darah (fibrin, sel darah merah dan sel darah putih)
memenuhi rongga perikardium.
3. Meningitis Purulenta, meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat
berupa pus (nanah) serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus.

 Abses

Abses merupakan suatu penimbunan nanah (eksudat purulen) pada suatu rongga,
diakibatkan adanya respons infeksi dalam tubuh. Secara harfiah, abses merupakan lubang
berisi nanah yang terdapat di jaringan yang terinfeksi oleh bakteri. Menurut fisiologis,
abses merupakan lesi yang sulit diatasi oleh tubuh, karena memiliki kecenderungan untuk
membesar dengan pencairan yang lebih luas, serta kecenderungan untuk membuat lubang
dan resistensinya terhadap penyembuhan.

Mekanisme Abses : bakteri, organisme ataupun benda asing memasuki jaringan


yang sehat dan terjadilah proses infeksi. Pada saat proses infeksi, sebagian sel akan mati
dan hancur, meninggalkan rongga serta digantikan oleh sel-sel yang telah terinfeksi.
Leukosit mendeteksi adanya bakteri dan menjalankan tugasnya, setelah itu mati. Leukosit
yang mati ini yang akan membentuk nanah dan mengisi rongga yang sebelumnya
berisikan jaringan sehat. penimbunan nanah, menyebakan jaringan disekitarnya
terdorong. Sebagai antisipasi tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi berkelanjutan,
jaringan baru tumbuh disekitar abses dan membentuk dinding pembatas. Jika abses pecah
didalam maka infeksi dapat menyebar didalam tubuh maupun dipermukaan kulit,
bergantung pada lokasi abses.

 Ulkus

Ulkus merupakan peradangan yang terjadi pada permukaan epitel yang


mengalami nekrosis atau terkikis. Ulkus menyebabkan rusaknya lapisan atas jaringan/
organ yang mengakibatkan terlepasnya sel – sel yang rusak dan neokrotik, sehingga
terbentuk ulkus.

Ulkus merupakan suatu keadaan patologis yang menimbulkan kerusakan seluruh


lapisan epitel dan jaringan dibawahnya, dilapisi oleh jendalan ( teskstur gel) fibrin
sehingga berwarna putih kekuningan. Ulkus bisa terjadi di seluruh bagian tubuh
manusia. Ulkus merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan hilangnya
kontinuitas epitel dan lamina propia dan membentuk kawah. Kadang secara klinis tampak
edema sehingga terjadi pembengkakan pada jaringan sekitarnya. Konsekuensi yang
mungkin terjadi pada pasien ialah nyeri lambung, perih, panas, sakit, rasa perut kosong
dan lapar.

Beberapa contoh ulkus adalah sebagai berikut :


1. Ulkus pada mukosa lambung, konsekuensi yang mungkin terjadi pada klien dengan
ulkus ini ialah nyeri lambung, perih, panas, sakit, rasa perut kosong dan lapar.Nyeri
cenderung dirasakan pada saat perut kosong. Keluhan biasanya tidak timbul pada saat
bangun tidur pagi, tetapi baru dirasakan beberapa saat kemudian.Nyeri dirasakan terus
menerus, sifatnya ringan atau agak berat dan terlokalisir di tempat tertentu (tepat dibawah
tulang dada).
2. Ulkus diabetikum, mekanismenya meliputi neuropati (hilang perasaan nyeri dan
sensasi tekanan), penyakit vaskuler perifer (menyebabkan ulkus dan masa penyembuhan
memakan waktu lama), lalu penurunan imunitas tubuh (hiperglikemia akan mengacau
leukosit dalam melakukan perannya yaitu untuk menghancurkan bakteri).
3. Ulkus dekubitus, cedera terlokalisasi pada kulit atau jaringan yang ada di bawahnya;
biasanya di daerah yang memiliki tonjolan tulang, sebagai dampak dari tekanan yang
berlebihan.Ulkus debitus terjadi akibat klien berbaring terlalu lama sehingga
menyebabkan ukselari.
 Jaringan Granulasi

Jaringan granulasi merupakan jaringan regenerasi yang baru terbentuk dalam


menanggapi sebuah benda asing lembam ditempatkan di jaringan subkutan. Jaringan
granulasi merupakan  fenomena perbaikan dengan mengerut untuk mengurangi lebar
luka, yang akhirnya akan mengalami penyempitan. Jaringan granulasi merupakan proses
fisiologis. Jaringan granulasi merupakan tanda khas dari proses penyembuhan, dan
merupakan proses fisiologis.

 Jaringan Skar

Jaringan skar atau parut adalah suatu tanda yang tersisa setelah penyembuhan
luka/proses penyakit lain yang biasa terjadi pada radang kronis. Jaringan skar terbentuk
setelah jaringan granulasi, dan berfungsi untuk mengutuhkan kembali bentuk organ
dengan menutup lubang yang ada. Meski begitu, fungsi daerah parut akan berkurang,
bahkan hilang.

Komposisi protein yang dimiliki jaringan parut sama dengan jaringan kulit yang
digantikan. Akan tetapi, komposisi serat dari protein tersebut berbeda. Dalam rangka
menggantikan jaringan yang terluka, jaringan parut akan membentuk suatu formasi
menyerupai anyaman keranjang dari serat protein.

Anda mungkin juga menyukai