Anda di halaman 1dari 4

Resume Kuliah Narasumber: Rangsangan Meningeal, Skrining Menelan, dan Lumbal

Pungsi
Riana Khairunnisa (1906400444), Praktikum Keperawatan Medikal Bedah III

Rangsangan Meningeal

Pertama-tama, dilakukan pemeriksaan rangsangan meningeal terlebih dulu. Setelah itu


jika ada tanda-tanda yang mengindikasikan meningitis, bisa dikonfirmasi dengan pemeriksaan
diagnostik.

1) Kaku kuduk → tangan non-dominan pemeriksa berada di bawah leher pasien, dan
tangan dominan berada di atas dada. Setelah itu, pemeriksa memfleksikan kepala pasien
hingga dagu menyentuh tangan dominan pemeriksa yang ada di dada. Jika dagu pasien
dapat menyentuh tangan pemeriksa, maka hasil pemeriksaan kaku kuduk negatif alias
normal. Tetapi jika pasien kesulitan ketika memfleksikan kepala, maka hasil
pemeriksaan kaku kuduk positif.
2) Kernig sign → menekuk persendian panggul pasien sampai 90 derajat, kemudian
ekstensikan hingga membentuk sudut 135 derajat. Kernig sign positif jika ekstensi tidak
dapat mencapai sudut 135 derajat, dan negatif jika ekstensi dapat mencapai sudut 135
derajat.
3) Laseque sign → memfleksikan lutut ke arah sendi panggul sampai 70 derajat. Hasil
pemeriksaan Laseque sign negatif jika pasien mampu memfleksikan lutut sampai 70
derajat, dan positif jika tidak mampu mencapai hingga 70 derajat.
4) Brudzenski I → fleksikan kepala pasien seperti saat pemeriksaan kaku kuduk,
kemudian periksa apakah ada refleks involunter pada sendi lutut. Hasil pemeriksaan
Brudzenski I positif apabila saat kepala pasien difleksikan, tampak adanya refleks
involunter pada sendi lutut. Sementara itu, hasil pemeriksaan Brudzenski I negatif jika
saat kepala pasien difleksikan tidak terjadi refleks involunter pada sendi lutut.
5) Brudzenski II → lutut difleksikan ke arah sendi panggul sampai 90 derajat, kemudian
ekstensikan sampai membentuk sudut 135 derajat. Jika terjadi fleksi involunter pada
lutut kontralateral (lutut di ekstremitas sisi lainnya) saat lutut difleksikan lalu
diekstensikan, maka hasil pemeriksaan Brudzenski II positif. Sementara itu, hasil
pemeriksaan Brudzenski II negatif jika tidak terjadi apapun.
6) Brudzenski III → pemeriksa menekan pelan bagian os zygomatikum (tulang pipi)
pasien, kemudian lihat apakah ada fleksi involunter pada sendi siku. Hasil pemeriksaan
positif jika terjadi fleksi involunter pada sendi siku.
7) Brudzenski IV → menekan pelan area simfisis pubis pasien menggunakan tangan area
ulnaris, lalu amati adanya fleksi involunter pada sendi lutut. Hasil pemeriksaan positif
apabila terjadi fleksi involunter di sendi lutut.

Skrining Menelan

• Proses menelan → terjadi secara cepat dan gerakan dikendalikan secara neurologis
melibatkan otot-otot rongga mulut, faring, laring, kerongkongan, dan lambung
• Fisiologi menelan → fase prepatori oral, fase oral, fase pharyngeal, fase esophageal
- Fase prepatori oral → fungsinya mengubah konsistensi makanan supaya mudah
ditelan. Yang berperan saraf nervus XII (hypoglossal) dan nervus V (trigeminus)
- Fase oral → lidah mendorong makanan dari mulut ke faring. Berlangsung selama
1-1.5 detik
- Fase pharyngeal → inisiasi reflek menelan terjadi ketika tongue base melewati tepi
bawah mandibula
- Fase esophageal → makanan dibawa melalui esofagus oleh gerakan peristaltic
(gerakan tidak sadar). Waktu transitnya dari 8-20 detik
• Gangguan menelan → disfagia (kesulitan menelan) dan afagia (ketidakmampuan
menelan secara total)
➢ Penyebab disfagia:
- Neuromuscular problems → muscular dystrophy, stroke, Parkinson’s disease,
multiple sclerosis
- Penyempitan esofagus → kanker tenggorokan, esophageal cancer, sacs/rings di
esofagus, GERD
➢ Komplikasi yang paling besar dari disfagia adalah aspirasi/makanan masuk ke
saluran pernafasan
➢ Treatments untuk disfagia: latihan otot, perubahan posisi kepala/leher, makanan
yang lembut, operasi
➢ Pengaruh gangguan menelan terhadap kualitas hidup → aspirasi, dehidrasi,
malnutrisi, penurunan berat badan
• Kalau ada pasien yang mengalami gangguan menelan, perawat perlu kaji proses
menelan yang terganggu yang mana (apakah oral, faringeal, atau esofageal)
• Skrining menelan → SWAL-QOL dan SWAL-Care, The MD Anderson Dysphagia
Inventory (MDADI), The EAT 10
• Skrining disfagia → Burke Dysphagia Screening test (BDST), The Dye test (evans blue
dye test)
• Skrining merupakan cara untuk mengidentifikasi apakah pasien memiliki kemungkinan
masalah menelan

Lumbal Pungsi

• Untuk akses ke area subarachnoid untuk mendapatkan sampel cairan serebrospinal


(CSF), mengukur tekanan CSF, drain CSF, infuse medikasi atau agen kontras atau
menempatkan CSF drainage
• Prosedur lumbal pungsi bersifat invasif. Lumbal pungsi dilakukan pada L3, L4, L5
• Interpretasi
➢ CSF normal → tekanan pembukaan 0 – 15 mmHg, jumlah sel darah putih kurang
dari 5/mm, glukosa 60% hingga 70%, protein 15 – 45 g/dL, cairan tidak berwarna,
hasil kultur negatif
• Hal-hal yang perlu dikaji sebelum lumbal pungsi → catatan riwayat pasien, penilaian
neurologis termasuk penilaian tekanan intrakranial, kaji koagulopati dan pengobatan
menggunakan heparin, kaji tanda iritasi meningeal (kaku kuduk, Brudzinski, kernig,
demam, sakit kepala, mual atau muntah, nistagmus)
• Persiapan dan prosedur
➢ Persiapan pasien → identifikasi pasien, pasien dan keluarga memahami prosedur,
informed consent, kaji riwayat alergi, identifikasi penggunaan analgesik
- Sebagai perawat, kita perlu bertanya dulu seberapa tahu pasien tentang prosedur
yang akan dilakukan. Kalau belum tahu, maka kita lakukan edukasi tentang
prosedur. Edukasi juga tentang komplikasi/efek samping yang mungkin terjadi
setelah lumbal pungsi
- Pasien berhak menolak jika tidak bersedia dilakukan lumbal pungsi
➢ Prosedur → pasien diposisikan lateral rekumben dengan lutut menyentuh dada,
lakukan teknik aseptik, berikan anestesi local, gunakan jarum dengan gauge 20-22.
Biasanya durasi prosedurnya 30 menit
➢ Kondisi pasca lumbal pungsi → sakit kepala, tidak ada perubahan status neurologis
setelah prosedur
- Hasil yang tidak terduga → herniasi otak, cedera periosteum, meningitis
menular karena tidak benar teknik aseptiknya, nyeri ekstremitas bawah
sementara, kebocoran CSF, tidak mendapatkan spesimen CSF
➢ Monitoring pasca lumbal pungsi → monitoring status neurologis, monitor adanya
sakit kepala, monitor drainase pada area penusukan, monitor status neurologis
minimal 4 jam sekali dalam 24 jam pertama

Anda mungkin juga menyukai