Anda di halaman 1dari 8

Pengertian  Peradangan

            Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cidera atau mati, selama hospes tetap hidup, ada
respon yang mencolok pada jaringan hidup disekitarnya, respon tersebut itulah yang dinamakan
dengan peradangan.

Secara khusus, peradangan adalah reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-
zat terlarut pada sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial pada daerah cidera atau
nekrosis.

                                                     

B.     Gambaran Mikroskopis Peradangan Akut

            Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap cideraatau kematian sel.
Gambaran mikroskopis peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau dan masih dikenal
sebagai tanda-tanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri
(dolor), dan pembengkakan (tumor).

Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad sekarang ini, yaitu perubahan fungsi

(function laesa).

1.      Rubor (kemerahan)

            Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai daerah daerah
tersebut melebar, dengan demikian lebih bannyak darah mengalir kedalam mikrosirkulasi local.
Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat akan terisi
oleh darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal
karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh
tubuh, baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine.

2.      Kalor (panas)

            Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Sebenarnya panas
merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan
normal lebih dingin dari 370 C, yaitu suhu dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih
panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 370  C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah
yang terkena lebih lebih banyak dari pada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal
ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh didalam tubuh, karena jaringan-
jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 370 C dan hyperemia tidak menimbulkan perubahan.

3.      Dolor (nyeri)

            Dolor dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya, bahan pH lokal
atau kongesti lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat kimia
tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya juga dapat merangsang sel-sel saraf. Selain
itu, pembengkakan jaringan yang meradang juga dapat mengakibatkan penigkatan tekanan lokal
yang tanpa diragukan lagi juga dapat menimbulkan nyeri.

4.      Tumor (pembengkakan)

            Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal (tumor).
Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan-
jaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun paada daerah peradangan disebut
eksudat, pada keadaan dini reaksi peradangan , sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang
terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau
leukosit meninggalkan aliaran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.

5.      Function laesa (perubahan fungsi)

            Adalah reaksi peradangan yang telah dikenal, sepintas lalu mudah dimengerti, mengapa
bagian yang bengkak, nyeri disertai denagn sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi yang
abnormal, berfungsi juga secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara
mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu.

C.    Aspek Cairan pada Peradangan

            Biasanya dinding saluran darah yang terkecil (kapiler dan venula) memungkinkan molekul-
molekul kecil lewat, tetapi akan menahan molekul-molekul yang besar seperti protein plasma untuk
tetap didalam lumen pembuluh. Sifat pembuluh yang semipermeabel ini menyebabkan gaya osmotik
yang cenderung untuk menahan cairan dalam pembuluh. Hal ini juga diimbangi oleh dorongan
keluar dari tekanan hidrostatik didalam pembuluh. Pergeseran cairan dalam reaksi peradangan
sangat cepat. Eksudat dari peradangan luka bakar akibat cidera termal mengandung protein plasma
yang cukup berarti. Jadi, peristiwa penting dari peradangan akut adalah perubahan permeabilitas
pembuluh-pembuluh yang sangat kecil yang menyebabkan kebocoran protein dan diikuti pergeseran
keseimbangan osmotik dan air keluar bersama protein, sehingga menimbulkan pembengkakan
jaringan. Dilatasi arteriol yang menimbulkan hiperemia lokal dan kemerahan juga mengakibatkan
kenaikan tekanan intravaskuler lokal, karena pembuluh darah penuh.

            Dalam sistem limfatik, biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran
limfe jaringan dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan bergabung kembali
kedarah vena. Daerah yang terkena radang biasanya terjadi kenaikan yang mencolok pada aliran
limfe daerah tersebut. Selama peradangan akut, tidak hanya aliran limfe yang bertambah, tetapi
kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama seperti pada
sistem vaskuler darah.

Tetapi sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan,


karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan
sebagian dari eksudat.

Bila pembuluh limfe terkena radang, disebut dengan limfangitis dan jika kelenjar limfe yang terkena
radang, maka disebut dengan limfadenitis. Limfadenitis regional sering menyertai peradangan, salah
satu contoh yang terkenal adalah pembesaran kelenjar limfe servikal, yang nyeri terlihat pada
tonsillitis.

D.    Aspek Seluler pada Peradangan

1.      Marginal dan Emigrasi

Pada awal peradangan akut, waktu arteriol berdilatasi, aliran darah radang bertambah, namun
sifat aliran darah segera berubah. Hal ini disebabkan karena cairan bocor keluar dari mikrosirkulasi
yang permeabilitasnya bertambah. Sejumlah besar dari eritrosit, trombosit dan leukosit ditinggalkan,
dan viskositas naik, sirkulasi didaerah yang terkena radang menjadi lambat. Hal menyebabkan
leukosit akan mengalami marginasi, yaitu bergerak kebagian arus perifer sepanjang aliran pembulh
darah, dan mulai melekat pada endotel. Akibatnya pembuluh darah tampak seperti jalan berbatu,
peristiwa ini disebut dengan emigrasi.

2.      Kemotaksis
Pergerakan leukosit pada interstisial dari jaringan yang meradang, waktu mereka sudah
beremigrasi, merupakan gerakan yang bertujuan. Hal ini disebabkan adanya sinyal kimia. Fenomena
ini disebut dengan kemotaksis.

3.      Mediator peradangan

Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen, yang dikenal dengan substansi dari
peradangan.

Mediator dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok:

·         Amina vasoaktif

·         Substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma

·         Metabolit asam arakhidona

·         Berbagai macam produk sel

4.      Histamine

Amina vasoaktif yang terpenting adalah histamin, yang mampu menghasilkan vasodilatasi dan
penigkatan permeabilitas vaskuler. Sebagian besar histamin disimpan dalam sel mast yang tersebar
luas dalam tubuh.

5.      Factok-faktor plasma

Plasma darah adalah sumber yang kaya akan sejumlah mediator penting. Agen utama yang
mengatur sistem ini adalah faktor Hageman (faktor XII), yang berada dalam plasma, dalam bentuk
tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh berbagai cidera.

6.       Metabolit asam arakhidonat

Berasal dari banyak fosfolipid membrane sel, ketika fosfolipid diaktifkan oleh cidera atau
mediator lain. Asam arakhidonat dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda, yaitu jalur
siklooksigenase dan jalur lipoksigenase, menghasilkan sejumlah prostaglandin, trombokson dan
leukotrin.
E.     Jenis dan Fungsi Leukosit

a.      Granulosit

Granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil, masing-masing memiliki granula dalam
sitoplasma.

Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar didalam eksudat adalah netrofil. Netrofil mampu
bergerak aktif seperti amoeba dan mampu menelan berbagai zat (fagositosis).

      Eosinofil memberikan respon terhadap  rangsangan kemotaktik khas tertentu pada reksi alergi
dan mengandung zat-zat yang toksik terhadap parasi-parasit tertentu dan zat-zat yang
memperantarai peradangan.

      Basofil berasal dari sumsum tulang seperti granulosit lainnya. Basofil darah dan sel mast jaringan
dirangsang untuk melepaskan kandungan granulanya kedalam lingkungan sekitarnya pada berbagai
keadaan cidera, baik rekasi imunologis maupun reaksi nonspesifik.

b.      Monosit

Merupakan bentuk monosit yang berbeda dari granulosit, karena susunan morfologi intinya dan
sift sitoplasmanya yang relatif agranular. Sel yang sama, yang terdapat dalam pembuluh darah
disebut juga dengan monosit, dan jika terdapat dalam eksudat, disebut dengan makrofag.

Makrofag mempunyai fungsi yang sama denganfugsi netrofil polimorfonuklear, dimana


makrofag adalah sel yang bergerak aktif yang memberi respon terhadap rangsang kemotaksis,
fagosit aktif dan mampu mematikan serta mencerna berbagai agen.

c.       Limfosit

Umumnya terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat kecil, dalam waktu yang cukup
lama, yaitu sampai reaksi peradangan menjadi kronik.

Leukosit yang telah dimobilisasi tidak hanya menangkap mikroba yang menyerbu, tetapi juga
menghancurkan sisa jaringan hingga proses perbaikan dapat dimulai.

F.     Bentuk Peradangan

1.      Eksudat nonseluler

·         Eksudat serosa
Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa, yang pada dasarnya terdiri
dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah saat radang. Contoh eksudat serosa adalah
cairan luka melepuh. Pengumpulan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik, bukan disebabkan
oleh peradangan, disebut dengan transudat.

·         Eksudat fibrinosa

Terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada daerah peradangan
yang mengandung banyak fibrinogen. Eksudat fibrinosa sering dijumpai diatas permukaan serosa
yang meradang.

·         Eksudat misinosa

Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membrane mukosa, dimana terdapat sel-sel yang
dapat mensekresi musin. Eksudat ini merupakan sekresi sel, bukan dari bahan yang keluar dari
pembuluh darah. Contoh eksudat ini adalah pilek yang disertai berbagai infeksi pernapasan bagian
atas.

2.      Eksudat seluler

·         Eksudat netrofilik

Disebut juga dengan purulen yang terbentuk akibat infeksi bakteri. Infeksi bakteri sering
menyebabkan konsentrasi netrofil yang luar biasa tingginya didalam jaringan, banyak dari sel-sel ini
mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis yang kuat kesekitarnya.

·         Eksudat campuran

Campuran eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai dengan campurannya. Misalnya,
eksudat fibrinopurulen terdiri dari fibrin dan netrofil polimorfonuklear.

3.      Peradangan granulamatosa

Jenis radang ini ditandai dengan pengumpulan makrofag dalam jumlah besar dan
pengelompokannya menjadi gumpalan nodular yang disebut granuloma.
G.    Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan Penyembuhan

Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang utuh kedaerah yang terkena.
Jadi, jika ada defisiensi suplai darah kedaerah yang terkena, maka proses peradangannya sangat
lambat, infeksi yang menetap dan penyembuhan yang jelek.

Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau daerah cidera atau daerah
peradangan lainnya, salah satunya adalah bergantung pada poliferasi sel dan aktivitas sintetik,
khususnya sensitif terhadap defisiensi suplai darah lokal dan juga peka terhadap keadaan gizi
penderita.

Penyembuhan juga dihambat oleh adanya benda asing atau jaringan nekrotik dalam luka, oleh
adanya infeksi luka dan immobilisasi yang tidak sempurna.

Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi saat proses penyembuhan luka. Jaringan
parut mempunyai sifat alami untuk memendek dan menjadi lebih padat, dan kompak setelah
beberapa lama. Akibatnya adalah kontraktur yang dapat membuat dareah menjadi cacat dan
pembatasan gerak pada persendian.

Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai adalah amputasi atau neuroma


traumatik, yang secara sederhana merupakan poliferasi regeneratif dari serabut-serabut saraf
kedalam daerah penyembuhan dimana mereka terjerat pada jaringan parut yang padat.

H.    Aspek Sistemik dari Peradangan

Demam adalah fenomena umum yang sering terjadi sejajar dengan proses peradangan lokal,
yang manular maupun yang tidak manular. Penyebab demam adalah dilepaskannya pirogen
endogendari netrofil dan makrofag. Zat-zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu
dihipotalamus. Hal lain yang mencolok yang mengikuti proses peradangan lokal adalah perubahan-
perubahan hematologis yang biasa ditemukan.

Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan yang mempengaruhi proses pendewasaan
(maturasi) dan pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan kenaikan jumlah suatu
leukosit, kenaikan ini disebut dengan leukositas. Pada cidera yang hebat, gejala berupa malaise,
anoreksia dan ketidakmampuan melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-beda, bahkan sampai
tidak berdaya melakukan apapun.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dapat kita simpulkan bahwa radang bukanlah suatu penyakit, melainkan manifestasi dari
suatu penyakit.  Dimana radang merupakan respon fisiologis lokal terhadap cidera jaringan. Radang
dapat pula mempunyai pengaruh yang menguntungkan, selain berfungsi sebagai penghancuran
mikroorganisme yang masuk dan pembuatan dinding pada rongga akses, radang juga dapat
mencegah penyebaran infeksi. Tetapi ada juga pengaruh yang merugikan dari radang, karena secara
seimbang radang juga memproduksi penyakit. Misalnya, abses otak dan mengakibatkan terjadinya
distori jaringan yang permanen dan menyebabkan gangguan fungsi.

Anda mungkin juga menyukai