Anda di halaman 1dari 9

LIMFOGRANULOMA VENEREUM

DEFINISI Limfogranuloma Venereum (LGV) adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotipe L1, L2, L3, bersifat sistemik, mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar limfe, terutama pada daerah genital, inguinal, anus dan rektum, dengan perjalanan klinis akut, sub-akut, atau kronis tergantung pada keadaan imunitas penderita. SINONIM Limfogranuloma inguinal, Limfogranuloma tropikum, Limfopatia venereum, tropikal bubo, Climatic bubo, Strumous bubo, Paradenitis inguinal, Durand-Nicolas-Favre disease EPIDEMIOLOGI LGV bersifat sporadis tersebar di seluruh dunia terutama pada negara-negara beriklim tropis dan subtropis, seperti di Amerika Utara, Eropa, Australia dan prevalensi tinggi terdapat di Asia dan Amerika Selatan. LGV merupakan penyakit endemis di timur dan barat Afrika, India, sebagian besar Asia tenggara, Amerika utara dan kepulauan Karibia. Pada daerah nonendemis ditemukan pada pelaut, tentara, dan wisatawan yang mendapat infeksi pada saat berkunjung atau pernah tinggal di daerah endemis. LGV merupakan penyakit yang lebih sering dijumpai pada daerah-daerah rural dan orang-orang berperilaku promiskus serta golongan sosial ekonomi rendah. Penyakit ini dijumpai pada usia antara 20-40 tahun, lebih sering pada laki-laki dibanding perempuan dengan rasio 5:1. Kejadian akut LGV berhubungan erat dengan usia dan tingginya aktivitas seksual.

PATOGENESIS Chlamydia trachomatis tidak dapat menembus membran atau kulit yang utuh, tetapi masuk melalui abrasi atau laserasi di kulit, kemudian mengadakan penyebaran secara limfogen untuk bermultiplikasi ke dalam fagositosis mononuklear pada kelenjar limfe regional kemudian akan menimbulkan peradangan di sepanjang saluran limfe (limfangitis dan perilimfangitis), seterusnya mencapai kelenjar limfe terdekat sehingga terjadi peradangan kelenjar limfe dan jaringan di sekitarnya. Jadi LGV adalah penyakit yang terutama mengenai jaringan limfatik. Proses patologis yang penting adalah trombolimfangitis dan perilimfangitis, dengan penyebaran proses inflamasi dari kelenjar limfe ke jaringan sekitarnya. Limfangitis ditandai oleh proliferasi sel endotel sepanjang pembuluh limfe dan saluran penghubung dalam kelenjar limfe. Pada tempat infeksi kelenjar limfe cepat membesar, dan pada daerah tersebut dikelilingi oleh daerah yang nekrosis yang terdiri atas kumpulan sel endotel yang padat. Area yang nekrosis diserbu oleh sel lekosit polimorfonuklear dan mengalami pembesaran yang khas berbentuk segitiga atau segi empat disebut sebagai stelata abses. Pada peradangan lanjut absesabses bersatu dan pecah membentuk lokulasi abses, fistel, atau sinus. Proses inflamasi dapat berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan. Penyembuhan yang berlangsung mengakibatkan fibrosis, yang akan menghancurkan struktur nodus limfatikus yang normal dan menyebabkan obstruksi pembuluh limfe. Edema kronis dan sklerosa fibrosis menyebabkan indurasi dan pembesaran bagian yang terpengaruh. Fibrosis juga berperan dalam menyediakan darah untuk membran mukosa atau kulit, dan terjadinya ulserasi. Pada rektum mengakibatkan pembinasaan dan ulserasi mukosa, inflamasi transmural pada dinding bowel, obstruksi saluran limfatik dan pembentukan fibrotik. Pembentukan adhesi yang menentukan bagian yang lebih rendah dari sigmoid dan rektum terhadap dinding dari tulang panggul dan organ yang berdekatan. Meskipun proses patologi primer pada limfogranuloma venereum biasanya hanya

terlokalisir pada satu atau dua bagian kelenjar limfe, organisme ini juga dapat menyebar secara sistemik melalui aliran darah dan dapat memasuki sistem saraf pusat. Penyebaran

lokal penyakit ini dibatasi oleh imunitas hospes yang akan membatasi multiplikasi Chlamydia. Delayed hypersensitivity (dapat dibuktikan melalui skin tes) dan LGVspesifik Chalmydia anitbodi dapat terlihat 1-2 minggu setelah infeksi. Imun hospes ini mungkin juga tidak dikeluarkan dari tubuh sehingga terjadi infeksi laten. Chlamydia yang hidup dapat diisolasi dari lesi lama selama 20 tahun setelah infeksi awal. Kebanyakan kerusakan yang disebabkan oleh LGV mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas yang diperantarai oleh sel antigen terhadap Chlamydia. Persisten LGV di jaringan atau infeksi ulang oleh serovarians yang berhubungan dengan Chlamydia trachomatis mungkin berperan dalam perkembangan penyakit sistemik. MANIFESTASI KLINIS LGV merupakan penyakit sistemik primer yang meyerang sistem limfatik, dengan manifestasi klinis dapat akut, sub-akut, atau kronis dengan komplikasi pada stadium lanjut. Terdapat perbedaaan gambaran klinis pada pria dan wanita. Pada wanita jarang didapatkan lesi primer genital dan bubo inguinal. Perjalan penyakit LGV secara umum dapat dibagi dalam 2 stadium: 1. Stadium dini, yang terdiri atas: Lesi primer genital Sindrom inguinal Sindrom anorektal Elefantiasis genital

2. Stadium lanjut, dapat berupa:

Lesi primer genital Setelah masa inkubasi antara 3-12 hari atau bisa lebih. Akan terjadi lesi primer di genital yang bersifat tidak khas, tidak sakit dan cepat menghilang (sembuh) tanpa pembentukan jaringan parut (scar). Biasanya berupa papulo vesikel kecil, berdiameter 2-3 cm, dalam waktu singkat mudah pecah menjadi erosi. Pada pria biasanya terletak pada daerah glans penis, preputium, sulkus koronarius. Sedangkan pada wanita terletak pada vulva, vagina

atau serviks. Lesi primer pada pria dapat pula disertai limfangitis pada bagian dorsal penis dan membentuk nodul limfangial yang lunak atau abses-abses kecil (bubonuli). Bubonuli dapat pecah dan membentuk drainase sinus, fistel, dan fibrosis uretra sehingga terbentuk sikatriks pada dasar penis. Limfangitis sangat sering berhubungan dengan edema lokal dan regional yang menyebabkan phimosis pada pria dan pembengkakan pada wanita dengan derajat yang bervariasi. Sindrom Inguinal Biasanya terjadi beberapa hari sampai beberapa minggu setelah lesi primer menghilang. Pada dua per tiga kasus timbul limfadenitis inguinal yang unilateral. Dimulai sebagai sesuatu massa, agak sakit menetap 1-2 minggu. Bubo inguinal pertama kali ditemukan oleh William Wallace tahun 1833 yang terdiri atas: kulit menjadi merah dan kemudian ditemukan tumor yang melekat pada permukaan kulit tersebut, mulanya dapat digerakkan, bubo kemudian mengalami kemjauan cepat sehingga menyebabkan rasa sakit yang berdenyut denyut, demam tinggi diikuti dengan takikardi, hilangnya nafsu makan, dan gangguan tidur. Kelainan ini lebih sering pada pria daripada wanita, karena wanita lokasi primer terletak di bagian dalam dan aliran limfe kearah kelenjar limfe daerah pelvis. Masa inkubasi untuk gejala ini berkisar 10-30 hari, tapi mungkin lebih lambat 4-6 bulan setelah infeksi. Gejala sistemik yang sering menyertai adalah demam, menggigil, nausea, anoreksia, dan sakit kepala. Gejala konstitusi ini mungkin kemungkinan berhubungan dengan penyebaran sistemik dari Chlamydia. Beberapa bentuk spesifik dapat terjadi seperti pembesaran kelenjar di atas dan di bawah ligamentum pouparti sehingga terbentuk celah disebut sign of groove (Greenbalatts sign). Terjadinya pembesaran kelenjar femoralis, inguinalis superfisial dan profundus menyebabkan bentuk seperti anak tangga sehingga disebut ettge bubo. Pada penyembuhan fistel akan terjadi jaringan parut yang khas di daerah inguinal.

Sindrom Anorektal Pada laki-laki mukosa rektal dapat diinokulasi secara langsung oleh Chlamydia selama hubungan seks secara anal atau melalui penyebaran limfatik dari uretra posterior. Gejala awal dari infeksi rektal adalah pruritus anal diikuti duh anal yang purulen yang disebabkan karena edema lokal atau difus mukosa anorektal. Mukosa menjadi hiperemis dan mudah berdarah karena trauma, juga sering terdapat ulserasi superfisial, multipel dan diskrit dengan batas yang ireguler yang akhirnya diganti dengan jaringan parut. Proses peradangan kronis menyerbu masuk ke dalam dinding usus dan membentuk granuloma nonkaseosa dan abses, jika terjadi infeksi sekunder sekret menjadi mukopurulen. Selanjutnya bila tidak diberi pengobatan proses granulomatous akan mengenai seluruh lapisan dinding usus, lapisan otot akan diganti dengan jaringan fibrosis. Pada wanita karena penyebaran langsung dari lesi primer di posterior dinding vagina dan serviks ke kelenjar limfe perirektal. Pada wanita septum rektovagina mungkin akan terkikis dan terbentuk fistula rektovagina. Kontraksi yang berlebihan pada jaringan fibrosis selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun akan menyebabkan hambatan (striktur) atau stenosis dari rektum. Mayoritas terbanyak pasien dengan sindroma anorektal adalah wanita atau pria homoseksual. Sindrom Genital ( Esthiomene ) Esthiomene berasal dari bahasa Yunani yang artinya eating away. Infeksi primer mengenai kelenjar limfe dari skrotum, penis atau vulva yang mungkin menyebabkan limfangitis kronis dan progresif, edema kronis dan akhirnya terjadi pembentukan fibrosklerosis jaringan subkutan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya indurasi dan pembesaran bagian yang terkena dan akhirnya terjadi ulserasi. Pada awalnya ulserasi hanya superfisial namun kemudian menjadi lebih invasif dan destruktif. Pasien dengan Esthiomene kebanyakan adalah wanita. Ulserasi kronis ini sangat sakit. Pada wanita terjadi kebanyakan di permukaan labia mayora, pada lipatan genitokruris, pada bagian lateral dari perineum. Anus dan klitoris bisa terjadi edemam tetapi dapat berfungsi

normal. Pada wanita cenderung terjadi pembentukan papiler pada mukosa meatus uretra, yang berupa tumor poliploid pada permukaan elefantiasis yang disebabkan akibat tekanan paha yang disebut buchblatt condiloma, pertumbuhan ini menyebabkan disuria, poliuria, dan inkontinensia uri. Dapat pula terjadi fistel akibat ulserasi yang destruktif dan pecah ke vagina atau vesika urinaria. Bila derajat kerusakan pembuluh dan kelenjar limfe cukup luas dapat terjadi elefantiasis satu atau kedua tungkai. PEMERIKSAAAN PENUNJANG Tes Frei Merupakan metode diagnosis pertama yang dilakukan untuk mediagnosis LGV. Tes ini berdasarkan pada imunitas seluler terhadap virus LGV. Cara kerja : 1. Caranya dengan menyuntikkan 0,1 ml antigen intradermal pada lengan bawah dengan kontrol pada lengan lainnya. 2. Reaksi dibaca setelah 48-72 jam, hasil positif bila tampak papul eritematosa dikelilingi daerah infiltrat dengan diameter >6mm dan daerah kontrol negatif. 3. Hasil positif dalam waktu 2 sampai beberapa minggu (bahkan sampai 6 bulan) setelah infeksi dan akan tetap positif untuk jangka waktu lama bahkan seumur hidup. Reaksi ini merupakan delayed intradermal yang spesifik terhadap golongan Chlamydia sehingga dapat memberi hasil positif semu pada penderita dengan infeksi Chlamydia yang lain. Tes Serologi Tes serologis yang digunakan dalam pemeriksaan ini meliputi: 1. Complement Fixation Test (CFT) 2. Radio Isotop Presipitation (RIP) 3. micro Imunofluorescence (micro-IF) antibody test

Kultur Jaringan Dilakukan dalam yolk sac embrio ayam atau dalam biakan sel dengan bahan pemeriksaan dari aspirasi pus bubo yang belum pecah dapat memberi konfirmasi diagnosis. Sitologi Dipakai untuk menemukan badan inklusi Chlamydia yang khas dari koloni virus, baik intraseluler maupun ekstraseluler. Polymerase Chain Reaction (PCR) Digunakan untuk melihat asam nukleat spesifik Chlamydia trachomatis pada kasus-kasus yang disebabkan organisme ini. Biopsi-Histopatologi Biopsi digunakan untuk menyingkirkan diagnosa banding yang tersering yaitu infeksi atipik dan neoplasia. Tes GPR Tes GPR ini berdasarkan peningkatan globulin dalam darah. Dilakukan dengan cara memberikan beberapa tetes (1-2 tetes) formalin 40% pada 2 cc serum penderita dan dibiarkan 24 jam. Hasil positif bila terjadi penggumpalan (serum jadi beku). Tes ini tidak spesifik oleh karena dapat positif pada penyakit lain. DIAGNOSIS Diagnosis LGV umumnya berdasarkan atas anamnesis adanya koitus suspektus disertai gambaran klinis yang khas, dan hasil pemeriksaan penunjang antara lain: 1. Tes frei positif 2. Tes fiksasi komplemen atau tes serologi lain untuk LGV positif 3. Isolasi Chlamydia dari jaringan yang terinfeksi pada kultur jaringan 4. Pemeriksaan PCR untuk Chlamydia 5. Pemeriksaan histology ditemukan Chlamydia dalam jaringan yang terinfeksi

DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding penyakit LGV dilakukan berdasarkan stadium penyakit, yaitu: Stadium primer genital Herpes genital Sifilis Ulkus mole Granuloma inguinalis Limfadenopati inguinal TBC kulit

Sindrom inguinal

PENATALAKSANAAN Penderita LGV akut dianjurkan untuk istirahat total dan diberikan terapi untuk gejala sistemik yang timbul. Terapi medikamentosa yang direkomendasikan adalah: 1. Doksisiklin yang merupakan pilihan pertama pengobatan LGV dosis 2x100 mg/hari selama 14-21 hari atau tetrasiklin 2 gr/hari atau minosiklin 300 mg diikuti 200 mg 2x/hari. 2. Sulfonamid dosis 3-5 gr/ hari selama 7 hari 3. Eritromisin dosis 4x500 mg/hari selama 21 hari, terutama pada kasus-kasus alergi obat golongan tetrasiklin pada wanita hamil dan menyusui. 4. Erithromycin ethylsuccinate 800 mg 4x/hari selama 7 hari. 5. Kotrimoksasol ( Trimetoprim 400 mg dan sulfametoksasol 80 mg ) 3x2 tablet selama 7 hari. 6. Ofloxacin 400 mg 2x/hari selama 7 hari 7. Levofloxacin 500 mg 4x/hari selama 7 hari 8. Azythromycin 1 gr dosis tunggal

PROGNOSIS Jika diobati secara dini, prognosisnya baik, tetapi jika terjadi komplikasi lanjut dapat menyebabkan kematian. Reinfeksi dan relaps mungkin terjadi, terutama pada pasien HIV, pada pasien ini dapat berkembang dengan multipel abses, sehingga memerlukan terapi yang lebih lama karena resolusinya terlambat.

Anda mungkin juga menyukai