BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat
kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah
sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari
berbagai aspek. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan
sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas
mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya?
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin
biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya
dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya
sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit.
Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan
pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya
secara wajar.
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran
modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat.
Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda
penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja,
sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau
istirahat saja.
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah
yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada
dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang
berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat
turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini
masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok
penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa,
tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut
9
beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum setiap
orang yang melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah
pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala
demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara
minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu,
dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam
beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari
penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat
kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa,
binatang, dan sebagainya. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita
demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang
telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang
disegani digunakan sebagai obat malaria.
mengalami perubahan. Budaya kesehatan masyarakat pun saat ini telah mengalami
perubahan jika dibandingkan dengan masa lalu. Dahulu masyarakat lebih ke arah
paradigma sakit. Namun saat ini seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat
cenderung berparadigma sehat dalam memaknai kesehatan mereka. Penilaian
individu terhadap status kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan
perilakunya, yaitu perilaku sakit jika mereka merasa sakit dan perilaku sehat jika
mereka menganggap sehat.
Perilaku sakit yaitu segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan, contohnya mereka akan pergi ke
pusat layanan kesehatan jika sakit saja, karena mereka ingin sakitnya menjadi
sembuh. Sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, misalnya: pencegahan
penyakit, personal hygiene, penjagaan kebugaran dan mengkonsumsi makanan
bergizi. Masyarakat akan selalu menjaga kesehatannya agar tidak menjadi sakit.
Masyarakat menjadi rajin berolah raga, fitness, chek up ke pusat layanan kesehatan,
membudayakan cuci tangan menggunakan sabun, menghindari makanan
berkolesterol tinggi dan lain-lain.
Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor perubahan budaya
kesehatan dalam masyarakat. Contohnya masyarakat dahulu saat persalinan minta
bantuan oleh dukun bayi dengan peralatan sederhana, namun saat ini masyarakat
lebih banyak yang ke bidan atau dokter kandungan dengan peralatan yang serba
canggih. Bahkan mereka bisa tahu bagaimana keadaan calon bayi mereka di dalam
kandungan melalui USG.
Saat ini masyarakat lebih memaknai kesehatan. Banyaknya informasi
kesehatan yang diberikan melalui penyuluhan dan promosi kesehatan membuat
masyarakat mengetahui pentingnya kesehatan. Dengan kesehatan kita bisa
melakukan berbagai macam kegiatan yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri
maupun orang lain.
12
1. Upacara Rebo
Dimaksudkan untuk menolak bala (bencana/penyakit), dilaksanakan setiap
tahun sekali tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar. Menurut
kepercayaan masyarakat Sasak bahwa pada hari Rebo Bontong adalah merupakan
puncak terjadi Bala (bencana/penyakit), sehingga sampai sekarang masih dipercaya
untuk memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada hari Rebo Bontong. Rebo
Bontong ini mengandung arti Rebo dan Bontong yang berarti putus sehingga bila
diberi awalan pe menjadi pemutus. Upacara Rebo Bontong ini sampai sekarang
masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Pringgabaya.
2. Periseian
13
UPACARA ADAT
dimasukkan ke dalam periuk atau kelapa setengah tua yang sudah dibuang airnya.
Kemudian ditanam di muka tirisan rumah dengan diberi tanda gundukan tanah
seperti kuburan serta batu nisan dari bambu kecil dan diletakkan lekesan pada
tempat tersebut.
2. Menjelang dewasa
Pada tradisi pemberian nasi papah, yaitu nasi papah juga dapat menjadi
media penyebaran penyakit antara si ibu dengan bayi, dimana jika seorang ibu
menderita penyakit-penyakit infeksi menular tertentu yang berhubungan dengan
gigi dan mulut serta pernapasan maka akan sangat mudah untuk ditularkan pada
bayinya. Misalnya Tuberculosis. Dari segi kebersihan dan keamanan pangan nasi
papah masih perlu dipertanyakan juga, karena anak bisa tertular penyakit yang
diderita ibu melalui air liur, sedangkan dari segi kuantitas dan kualitas nilai gizi
jelas merugikan bayi, karena ibu-ibu akan mendapatkan sari makanan sedangkan
bayinya akan mendapatkan ampasnya.
Contoh Demam atau diare yang terjadi pada bayi dianggap pertanda bahwa bayi
tersebut akan bertambah kepandaiannya, seperti sudah bisa untuk berjalan.
3. Kesehatan anak juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan sosial.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
17
10
18
DAFTAR RUJUKAN
Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press.
Notoatmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Rineka Cipta
Aspek Sosial Budaya yang Berhubungan,
(file:///G:/semester%202%20new/Semester%202/Ilmu%20Dasar%20Sosial/aspek
-sosial-budaya-yang-berhubungan.html), diakses pada 3 Februari 2018
Faktor Pendorong dan Penghambat, (http://muslimah-
isbd.blogspot.com/2010/11/12faktor-pendorong-dan-penghambat.html), diakses 3
Februari 2018
Multiply.com. Aspek Sosial Budaya Dalam Pembangunan Kesehatan,
(http://catatancalonperawat.multiply.com/journal/item/6/Aspek_Sosial_Budaya_D
alam_Pembangunan_Kesehatan), diakses 3 Februari 2018
Pakarbangsa.com. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan,
(http://www.pakar-bangsa.com/2011/12/aspek-sosial-budaya-yang-
berkaitan.html), diakses 3 Februari 2018
Wordpress.com. Determinan yang Mempengaruhi Status Kesehatan,
(http://catatansafira.wordpress.com/2011/10/19/determinan-yang-mempengaruhi-
status-kesehatan-2/), diakses pada 3 Februari 2018
18