Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang
banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal
perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan
yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma
dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat
tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting
dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial
budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu
daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan
sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya,
sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan
dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau
kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit
dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting
bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga
membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana
meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
Maka dari itu makalah ini akan sedikit membahas mengenai pengaruh
budaya masyarakat di Indonesia maupun luar negeri terhadap kesehatan.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Berikut rumusan masalah pada makalah ini:
1. Apakah pengertian kebudayaan ?
2. Apakah pengertian kesehatan ?
3. Bagaimana hubungan kebudayaan dan kesehatan ?
4. Bagaimana hubungan kebudayaan dengan pengobatan tradisional ?
5. Bagimana konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat ?
6. Bagaimana perkembangan kebudayaan di Indonesia maupun luar negeri
yang berhubungan dengan kesehatan ?
7. Apa contoh kebudayaan Indonesia yang berhubungan dengan kesehatan ?
8. Apa saja faktor yang mempengaruhi perilaku pengobatan dalam
masyarakat?

1.3 Tujuan Penulisan


Berikut ini tujuan penulisan makalah:
1. Untuk mengetahui pengertian kebudayaan.
2. Untuk mengetahui pengertian kesehatan.
3. Untuk mengetahui hubungan kebudayaan dan kesehatan.
4. Untuk mengetahui hubungan kebudayaan dengan pengobatan tradisional.
5. Untuk mengetahui konsep sehat dan sakit menurut budaya masyarakat.
6. Untuk mengetahui perkembangan kebudayaan di Indonesia maupun luar
negeri yang berhubungan dengan kesehatan.
7. Untuk mengetahui contoh kebudayaan Indonesia yang berhubungan
dengan kesehatan.
8. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perilaku pengobatan dalam
masyarakat.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kebudayaan


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.
Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
· Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
· Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun
dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut
sebagai superorganic.
· Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian
nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur
sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan
artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
· Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat.
· Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai

3
4

kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan


meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

2.2 Pengertian Kesehatan


Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan
termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu
sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk
membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang
mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.
Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para
koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi
pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudah adaptasi sukarela
terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan. Data terakhir menunjukkan bahwa
saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapat jaminan
kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti
Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan'
dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan
pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung
dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok
manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri.
UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif
secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat
sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan
5

di dalamnya kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.

2.3 Hubungan Kebudayaan dengan Kesehatan

Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat


dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Dari berbagai
definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan
itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan
benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan
hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan
untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Mengacu pada esensi budaya, nilai budaya sehat merupakan bagian yang
tak terpisahkan akan keberadaanya sebagai upaya mewujudkan hidup sehat dan
merupakan bagian budaya yang ditemukan secara universal. Dari budaya pula,
hidup sehat dapat ditelusuri. Yaitu melalui komponen pemahaman tentang sehat,
sakit, derita akibat penyakit, cacat dan kematian, nilai yang dilaksanakan dan
diyakini di masyarakat, serta kebudayaan dan teknologi yang berkembang di
masyarakat.

2.4 Hubungan Kebudayaan dengan Pengobatan Tradisional


Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk
penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran
yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman, kemudian diberi obat
antibiotika dan obat tersebut dapat mematikan kuman penyebab penyakit. Pada
masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu disebabkan oleh penyebab
6

biologis. Kadangkala mereka menghubung-hubungkan dengan sesuatu yang gaib,


sihir, roh jahat atau iblis yang mengganggu manusia dan menyebabkan sakit.
Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat
guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta
pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia memiliki dukun atau tetua adat
sebagai penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan
juga berbeda-beda masing-masing suku. Begitu pula suku-suku di dunia, mereka
menggunakan pengobatan tradisional masing-masing untuk menyembuhkan
anggota sukunya yang sakit.
Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika anggota
sukunya jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan biasa dan dia
terkena penyakit tuberkulosis maka dia dianggap terkena serangan sihir. Penyakit
itu disebabkan oleh serangan tukang sihirdan korban tidak akan sembuh sampai
serangan itu berhenti.
Orang Kwakuit di bagian barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat
disebabkan oleh dimasukkannya benda asing ke dalam tubuh dan yang terkena
dapat mencari pertolongan ke dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman. Dengan
suatu upacara penyembuhan makaShaman akan mengeluarkan benda asing itu dari
tubuh pasien.

2.5 Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Masyarakat


Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal
karena ada faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis yang mempengaruhinya
terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan
pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran, dan lain-
lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang
konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan
7

sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan


manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun
sosio budaya.
Definisi sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit
menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas
kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari -hari) seperti
masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya,
maka ia di anggap tidak sakit.
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang merupakan
resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun masalah
buatan manusia, social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan
sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio
somatic health well being , merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dan kedua dihubungkan
dengan ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi
penduduk, dan sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif.

Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan


faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat
kesehatan masyarakat. Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat
dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas social, perbedaan suku bangsa dan
budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis),
bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda
di kalangan pasien.
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, social dan pengertian
8

profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat
kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah
sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari
berbagai aspek. WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan
sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Sebatas
mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya?
Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin
biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya
dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya
sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit.
Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena penyakit merupakan
pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya
secara wajar.
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran
modern, mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat.
Baginya, arti sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda
penyakit di badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja,
sulit makan, tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau
istirahat saja.
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah
yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada
dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi kejadian penyakit yang
berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat
turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini
masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok
penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa,
tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut
9

beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum setiap
orang yang melanggar ketentuannya.
Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah
pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala
demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara
minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu,
dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam
beberapa hari penderita akan sembuh.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari
penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat
kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa,
binatang, dan sebagainya. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita
demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang
telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang
disegani digunakan sebagai obat malaria.

2.6 Perkembangan Kebudayaan di Indonesia Maupun Luar Negeri yang


Berhubungan dengan Kesehatan
Budaya adalah hasil cipta, karya, dan karsa manusia. Budaya lahir akibat
adanya interaksi dan pemikiran manusia. Manusia akan selalu berkembang seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka hasilkan.
Budaya manusia pun juga akan ikut berkembang dan berubah dari waktu ke waktu.
Hal yang sama terjadi budaya kesehatan yang ada di masyarakat. Budaya
kesehatan akan mengalami perubahan. Dengan kemajuan ilmu pengethuan yang
pesat dan teknologi yang semakin canggih, budaya kesehatan di masa lalu berbeda
dengan kebudayaan kesehatan di masa sekarang dan mendatang.
Salah satu contoh budaya kesehatan adalah tentang cara menjaga kesehatan
personal, seperti mandi, keramas, atau sikat gigi. Pada zaman dahulu sebelum
10

ditemukannya formula untuk membuat sabun oleh Al-Razi, kimiawan Persia,


manusia di berbagai daerah di belahan bumi ini memiliki cara yang berbeda dalam
membersihkan badan. Penggunaan yang lazim pada masa itu diantaranya
adalah minyak, abu, atau batu apung sesuai dengan kebudayaan mereka.
Masyarakat Mesir Kuno melakukan ritual mandi dengan menggunakan
kombinasi minyak hewani dan nabati ditambah garam alkali. Ini adalah bahan
pengganti sabun. Ramuan ini pun berfungsi untuk menyembuhkan penyakit kulit
sekaligus untuk membersihkan. Orang Yunani Kuno mandi untuk alasan kecantikan
dan tidak menggunakan sabun. Mereka membersihkan tubuh dengan menggunakan
balok lilin, pasir, batu apung dan abu. Mereka juga mengoleskan tubuh dengan
minyak dan kadang dicampur abu. Sedangkan orang Sunda kuno biasa
menggunakan tanaman wangi liar sebagai alat mandi mereka.
Ketika peradaban Romawi mulai maju, penduduk jadi sering mandi. Tempat
mandi Romawi yang pertama sangat terkenal. Di pemandian yang dibangun tahun
312 SM itu terdapat saluran air. Sejak saat itu mandi menjadi hal yang mewah dan
populer.
Di abad-ke 2 Masehi, dokter Yunani, Galen menganjurkan sabun untuk
pengobatan dan pembersih. Akhirnya, mandi dengan memnggunakan sabun
menjadi sebuah kegiatan rutin hingga saat ini.
Bukan hanya cara mandi yang berbeda dari masa dahulu dan sekarang, tapi
juga budaya gosok gigi. Pada zaman dahulu masyarakat Jazirah Arab menggunakan
kayu siwak untuk menggosok gigi. Orang Roma menggunakan pecahan kaca halus
sebagai bagian dari pembersih mulut mereka. Sedangkan masyarakat Indonesia
menggunakan halusan genting dan bata. Namun saat ini manusia beralih
menggunakan pasta gigi untuk menggosok gigi. Begitu juga dengan shampoo yang
secara luas digunakan. Dahulu, secara luas masyarakat menggunakan merang untuk
keramas.
Tidak hanya tentang budaya kesehatan individu atau personal yang
11

mengalami perubahan. Budaya kesehatan masyarakat pun saat ini telah mengalami
perubahan jika dibandingkan dengan masa lalu. Dahulu masyarakat lebih ke arah
paradigma sakit. Namun saat ini seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat
cenderung berparadigma sehat dalam memaknai kesehatan mereka. Penilaian
individu terhadap status kesehatan merupakan salah satu faktor yang menentukan
perilakunya, yaitu perilaku sakit jika mereka merasa sakit dan perilaku sehat jika
mereka menganggap sehat.
Perilaku sakit yaitu segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan, contohnya mereka akan pergi ke
pusat layanan kesehatan jika sakit saja, karena mereka ingin sakitnya menjadi
sembuh. Sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatannya, misalnya: pencegahan
penyakit, personal hygiene, penjagaan kebugaran dan mengkonsumsi makanan
bergizi. Masyarakat akan selalu menjaga kesehatannya agar tidak menjadi sakit.
Masyarakat menjadi rajin berolah raga, fitness, chek up ke pusat layanan kesehatan,
membudayakan cuci tangan menggunakan sabun, menghindari makanan
berkolesterol tinggi dan lain-lain.
Perkembangan teknologi menjadi salah satu faktor perubahan budaya
kesehatan dalam masyarakat. Contohnya masyarakat dahulu saat persalinan minta
bantuan oleh dukun bayi dengan peralatan sederhana, namun saat ini masyarakat
lebih banyak yang ke bidan atau dokter kandungan dengan peralatan yang serba
canggih. Bahkan mereka bisa tahu bagaimana keadaan calon bayi mereka di dalam
kandungan melalui USG.
Saat ini masyarakat lebih memaknai kesehatan. Banyaknya informasi
kesehatan yang diberikan melalui penyuluhan dan promosi kesehatan membuat
masyarakat mengetahui pentingnya kesehatan. Dengan kesehatan kita bisa
melakukan berbagai macam kegiatan yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri
maupun orang lain.
12

Sekarang pola pikir masyarakat kebanyakan lebih ke arah preventif terhadap


adanya suatu penyakit. Yaitu pola pikir bahwa mencegah datangnya penyakit itu
lebih baik daripada mengobati penyakit.

2.7 Contoh Kebudayaan Indonesia yang Berhubungan dengan Kesehatan


Budaya Suku Sasak dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan
 BANGUNAN SUKU SASAK

Dari segi bangunan Masyarakat Sasak di Dusun Sade masih menggunakan


bangunan asli dari jaman dahulu, meski sekitar Desa Sade sudah termasuk modern.
Atap bangunan menggunakan ilalang yang telah disusun sedemikian rupa.
Sehingga meski hujan lebat air tetap tidak bisa masuk ke dalam rumah. Ruangan di
dalam rumah adat Sasak sendiri dipisahkan oleh 2 – 3 anak tangga yang
menghubungkan ruangan bagian depan dan belakang. . Hanya ada satu pintu unuk
masuk dan keluar, rumah tersebut juga tidak memiliki jendela. Lantai berupa tanah
liat, sebagian memang sudah menggunakan semen. Yang Unik adalah lantai tanah
liat dalam beberapa waktu sekali di pel menggunakan kotoran kerbau.
 BUDAYA ADAT

1. Upacara Rebo
Dimaksudkan untuk menolak bala (bencana/penyakit), dilaksanakan setiap
tahun sekali tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar. Menurut
kepercayaan masyarakat Sasak bahwa pada hari Rebo Bontong adalah merupakan
puncak terjadi Bala (bencana/penyakit), sehingga sampai sekarang masih dipercaya
untuk memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada hari Rebo Bontong. Rebo
Bontong ini mengandung arti Rebo dan Bontong yang berarti putus sehingga bila
diberi awalan pe menjadi pemutus. Upacara Rebo Bontong ini sampai sekarang
masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Pringgabaya.

2. Periseian
13

Adalah kesenian bela yang sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di


Lombok, awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat
ke medan pertempuran. Pada perkembangannya hingga kini senjata yang dipakai
berupa sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan kaca yang dihaluskan,
sedangkan perisai (Ende) terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Setiap
pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain panjang. Kesenian ini
tak lepas dari upacara ritual dan musik yang membangkitkan semangat untuk
berperang. Pertandingan akan dihentikan jika salah satu pepadu mengeluarkan
darah atau dihentikan oleh juri. Walaupun perkelahian cukup seru bahkan tak jarang
terjadi cidera hingga mengucurkan darah didalam arena. Tetapi diluar arena sebagai
pepadu yang menjunjung tinggi sportifitas tidak ada dendam diantara mereka

 UPACARA ADAT

Masyarakat Sasak menyelenggarakan beberapa upacara yang berhubungan


dengan daur / lingkaran hidup (life cycle) manusia dimulai dari peristiwa kelahiran
hingga kematian.
1. Kelahiran

Wanita Sasak apabila hendak melahirkan, maka suaminya segera mencari be


lianyang merupakan orang yang mengetahui seluk beluk pristiwa tersebut. Dalam
melahirkan anaknya, calon ibu mengalami kesulitan maka be lian menafsirkan hal
tersebut sebagai akibat tingkah laku sang ibu sebelum hamil. Hal tersebut biasanya
ditafsirkan akibat berlaku kasar terhadap ibu atau suaminya. Untuk itu diadakan
upacara, seperti menginjak ubun-ubun, meminum air bekas cuci tangan, dan
sebagainya yang kesemuanya tadi dimaksudkan agar mempercepat kelahiran sang
bayi. Sesudah lahir, maka ari – ari diperlakukan sama seperti orang memperlakukan
sang bayi, karena menurut mereka ari – ari merupakan saudara bayi, yang oleh
orang Lombok disebut adi kaka berarti bayi dan ari – arinya adalah adik – kakak.
Oleh sebab itu, ari – ari mendapat perawatan khusus, setelah dibersihkan lalu
14

dimasukkan ke dalam periuk atau kelapa setengah tua yang sudah dibuang airnya.
Kemudian ditanam di muka tirisan rumah dengan diberi tanda gundukan tanah
seperti kuburan serta batu nisan dari bambu kecil dan diletakkan lekesan pada
tempat tersebut.
2. Menjelang dewasa

Menjelang dewasa, anak laki-laki harus menjalani suatu upacara untuk


mengantarkan kedewasaannya. Upacara tersebut adalah bersunat atau berkhitan
(nyunatang) yang merupakan hal yang wajib dilakukan oleh pemeluk Islam. Pada
upacara ini dilakukan naglu’ ai’, padakemali mata air denagn diiringi gamelan serta
menggunakan pakaian adat. Air yang diambil dari kemali kemudian dikelilingi
sembilan kali di tempat paosenli atau berupa pajangan. Air tersebut digendong oleh
seorang wanita yang dipayungi. Setelah itu air diserahkan kepada inen beru.
Anak yang dikhitan biasanya harus berendam terlebih dahulu. Waktu pergi
serta pulang berendam diirngi dengan gamelan serta diusung di atas juli yang
disebut peraja. Khitan dilaksanakan oleh dukun sunat yang disebut tukang sunat.
Selain upacara di atas, bagi seorang yang menjelang dewasa, juga dilakukan
upacara potong gigi yang pelaksanaannya biasa bersamaan dengan upacara lain,
seperti bersunat dan perkawinan. Upacara potong gigi disebut juga rosoh oleh suku
Sasak. Hanya saja upacara ini jarang dilakukan.

PENYAKIT YANG TIMBUL AKIBAT BUDAYA SUKU SASAK

Terkait budaya Masyarakat Suku Sasak yang melapisi rumah mereka


dengan kotoran sapi dan kerbau, maka secara tidak langsung penyakit yang
mungkin timbul dari kebiasaan ini antara lain, diare, cacingan, gatal – gatal, sesak
napas, keracunan yang diakibatkan dari gas metana yang dihasilkan oleh kotoran
sapi dan kerbau. Seperti yang kita ketahui, kotoran hewan, khususnya sapi dan
kerbau mengandung cacing pita (taenia solium dan taenia saginata) sehingga tidak
menutup kemungkinan masyarakat tersebut menderita penyakit cacingan.
15

Pada tradisi pemberian nasi papah, yaitu nasi papah juga dapat menjadi
media penyebaran penyakit antara si ibu dengan bayi, dimana jika seorang ibu
menderita penyakit-penyakit infeksi menular tertentu yang berhubungan dengan
gigi dan mulut serta pernapasan maka akan sangat mudah untuk ditularkan pada
bayinya. Misalnya Tuberculosis. Dari segi kebersihan dan keamanan pangan nasi
papah masih perlu dipertanyakan juga, karena anak bisa tertular penyakit yang
diderita ibu melalui air liur, sedangkan dari segi kuantitas dan kualitas nilai gizi
jelas merugikan bayi, karena ibu-ibu akan mendapatkan sari makanan sedangkan
bayinya akan mendapatkan ampasnya.

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pengobatan dalam Masyarakat


 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pengobatan dalam
Masyarakat

Perilaku yang dinyatakan di atas adalah berkaitan dengan upaya atau


tindakan individu ketika sedang sakit atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini
bisa melalui dengan cara mengobati sendiri sehingga mencari pengobatan ke luar
negeri.
Menurut Blum(1974) yang dipetik dari Notoadmodjo(2007), faktor
lingkungan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kesehatan individu,
kelompok, atau masyarakat manakala faktor perilaku pula merupakan faktor yang
kedua terbesar. Disebabkan oleh teori ini, maka kebanyakan intervensi yang
dilakukan untuk membina dan meningkatkan lagi kesehatan masyarakat melibatkan
kedua faktor ini. Menurut Notoadmodjo juga mengatakan mengikut teori
Green(1980), perilaku ini dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
1. Faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianuti masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat
sosial ekonomi dan sebagainya.
16

2. Faktor pemungkin yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau


fasilitas kesehatan bagi masyarakat contohnya fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Faktor penguat pula mencakup pengaruh sikap dan perilaku tokoh yang
dipandang tinggi oleh masyarakat contohnya tokoh masyarakat dan tokoh agama,
sikap dan perilaku para petugas yang sering berinteraksi dengan masyarakat
termasuk petugas kesehatan. Selain itu, faktor undang-undang dan peraturan-
peraturan yang terkait dengan kesehatan juga termasuk dalam faktor ini.[4]
Aspek sosial (mitos) yang berkembang di masyarakat yang berkaitan dengan
kesehatan anak :
1. Dukun sebagai penyembuh

Masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang


mengalami kejang-kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan dipercaya
hanya dukun yang dapat menyembuhkannya.
2. Timbulnya penyakit sebagai pertanda

Contoh Demam atau diare yang terjadi pada bayi dianggap pertanda bahwa bayi
tersebut akan bertambah kepandaiannya, seperti sudah bisa untuk berjalan.
3. Kesehatan anak juga dipengaruhi oleh faktor budaya dan sosial.

Dimana hingga kini masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan masih


menjalankan kepercayaan tersebut. Hal tersebut disebabkan karena kebiasaan yang
telah turun temurun terjadi .
Tetapi ada baiknya jika masyarakat juga mempertimbangkan dengan
pemahaman menurut para medis karena para medis lebih memahami tentang mana
yang baik dalam tumbuh kembang kesehatan anak.
17

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mengingat kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan, konsep


kesehatan sekarang ini, tidak saja berorientasi pada aspek klinis dan obat-obatan,
tetapi lebih berorientasi pada ilmu-ilmu lain yang ada kaitannya dengan kesehatan
dan kemasyarakatan, yaitu seperti ilmu sosiologi, antropologi, psikologi, perilaku,
dan lain-lain.
Di negara berkembang seperti Indonesia, unsur-unsur kebudayaan yang
ada kurang menunjang pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur
tersebut antara lain; ketidaktahuan, pendidikan yang minim sehingga sulit
menerima informasi-informasi dan tekhnologi baru.
Mengingat keadaan tersebut, kita perlu memperhatikan aspek sosial
budaya masyarakat dalam kaitannya dengan keadaan kesehatan di Indonesia.
Sehingga kita dapat melihat penyakit atau masalah kesehatan bukan saja dari
sudut gejala, sebab-sebabnya, wujud penyakit, obat dan cara menghilangkan
penyakit, tetapi membuat kita untuk berfikir tentang bagaimana hubungan sosial
budaya, geografi, demografi, dan persepsi masyarakat dengan masalah yang
sedang dihadapi.
3.2 Saran
Pembuatan makalah ini adalah untuk menginformasikan atau
memberitahukan kepada teman-teman mengenai aspek sosial budaya yang
berhubungan dengan kesehatan. Sebagai seorang tenaga kesehatan, kita
harus selalu berusaha membangun interaksi yang baik, komunikasi yang efektif
dengan masyarakat dan memahami sosial budayanya pada saat memberikan
pelayanan kesehatan.

17
10
18

DAFTAR RUJUKAN
Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press.
Notoatmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Rineka Cipta
Aspek Sosial Budaya yang Berhubungan,
(file:///G:/semester%202%20new/Semester%202/Ilmu%20Dasar%20Sosial/aspek
-sosial-budaya-yang-berhubungan.html), diakses pada 3 Februari 2018
Faktor Pendorong dan Penghambat, (http://muslimah-
isbd.blogspot.com/2010/11/12faktor-pendorong-dan-penghambat.html), diakses 3
Februari 2018
Multiply.com. Aspek Sosial Budaya Dalam Pembangunan Kesehatan,
(http://catatancalonperawat.multiply.com/journal/item/6/Aspek_Sosial_Budaya_D
alam_Pembangunan_Kesehatan), diakses 3 Februari 2018
Pakarbangsa.com. Aspek Sosial Budaya yang Berkaitan,
(http://www.pakar-bangsa.com/2011/12/aspek-sosial-budaya-yang-
berkaitan.html), diakses 3 Februari 2018
Wordpress.com. Determinan yang Mempengaruhi Status Kesehatan,
(http://catatansafira.wordpress.com/2011/10/19/determinan-yang-mempengaruhi-
status-kesehatan-2/), diakses pada 3 Februari 2018

18

Anda mungkin juga menyukai