DISUSUN OLEH:
LAILATUL ULYA
21220032
Dosen Pembimbing:
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2020-2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Kanker kolorektal merupakan suatu tumor malignan yang terdiri dari
jaringan epitel dari kolon atau rektum. Kanker kolorektal adalah keganasan
yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang
dari usus besar) dan/atau rektum (bagian kecil terakhir dari usus besar
sebelum anus) (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2014).
Kanker rektum adalah salah satu dari keganasan rektum yang khusus
menyerang bagian rektum yang terjadi akibat gangguan poliferasi sel epitel
yang tidak terkendali. Karsinoma rektum merupakan salah satu dari
keganasan pada kolon dan rektum yang khusus menyerang bagian rektum
yang terjadi akibat timbulnya mukosa/epitel dimana lama kelamaan timbul
nekrosis dan ulkus (Nugroho, 2011).
Rektum merupakan bagian dari usus besar, yang berawal dari perbatasan
rekstosigmoid sampai ke cincin puborektum, dengan panjang sekitae 12-15
cm. Secara umum, rektum dibagi lagi menjadi tiga bagian dan masing-masing
sepanjang 5 cm. Bagian yang pertama yaitu rektum sepertiga atas yang
dibungkus oleh peritoneum dibagian anterior dan kedua sisinya. Sepertiga
tengah rektum yang terletak lebih menjorok kedalam pelvis, hanya bagian
anteriornya yang terbungkus peritoneum, membentuk batas posterioir dari
rongga rektovesikal atau kantung rektouteri. Sementara, sepertiga bawah
rektum tidak dilapisi oleh peritoneum dan terletak sangat dekat dengan
struktur-struktur di sekitarnya, terutama tulang pelvis. Tumor yang terletak
dibagian distal ini tidak memiliki barrier/ penghalang serosa yang dapat
menghambat invasi ke jaringan sekitarnya, sehingga reseksi sulit untuk
dilakukan (Indarti, 2015).
Pendarahan rektum disuplai dari arteri rektal superior, media di inferior
yang saling beranastomosis. Drainase limfatik regional dari tumor di rektum
meliputi perirektum, presakral dan iliaka interna (Indarti, 2015).
D. KOMPLIKASI
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi
segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah
perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling
umum. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahui
penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan, dan keletihan (Suratun &
Lusianah, 2014).
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri
dangkal abdomen dan melena (feses berwarna hitam). Gejala yang sering
dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan
obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi)
serta adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungkan
dengan lesi rektum adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi,
konstipasi, diare bergantian, tenesmus, feses berdarah, serta nyeri hebat pada
lipat paha, labia, skrotum, tungkai atau penis (Lusianah & Suratun, 2014).
E. PATOFISIOLOGI
Kanker rektum terutama (95%) adenokarisinoma (muncul dari lapisan
epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan
menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas kedalam struktur
sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas, sehis dari tumor primer dan
menyebar kebagian tubuh yang lain (paling sering ke hati) (Brunner &
Suddarth, 2013).
Dari faktor predisposisi pada ca rektum dapat menyebabkan BAB
mengeras sehingga terjadi pengendapan feses di usus besar yang terlalu
lama, lama kelamaan akan terjadi pertumbuhan sel yang tidak normal
(adenoma) yang dapat bermetastatis ke organ lain sehingga terjadi
kesalahan replika DNA dan mutasi genetik. Penyebaran tumor dapat
terjadi ke organ lain.
F. Pathway
Pathway
Riwayat Penyakit Riwayat Penyakit Gaya Hidup Polip di Kolon Kolitis Ulceratif
Terdahulu Keluarga
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan ca rektum, antara lain:
a. Endoskopi
Endoskopi merupakan prosedur dignostik utama dan dapat dilakukan
dengan sigmoidoskopi (>35% tumor terletak di rektosigmoid) atau
dengan kolonoskopi total.
b. Enema barium dengan kontras ganda
Pemeriksaan enema barium yang dipilih adalah dengan kontras ganda
karena memberikan keuntungan seperti tingkat kberhasilanya sangat
tinggi.
c. CT Colonography (Pneumocolon CT)
Keunggulan CT colonography adalah:memiliki sensifitas tinggi di dalam
mendiagnosis kanker kolorektal dan dapat memberikan informasi keadaan
diluar kolon, termasuk untuk menentukan stadium melalui penilaian
invasi lokal, metastasis hepar, dan kelenjar getah bening.
I. Komplikasi
Karsinoma Rektum dapat bermetastase dengan beberapa cara, yaitu:
a. Langsung perkontinuitatum dinding usus dan organ disekitarnya
b. Hematogen
c. Linefogen
Metastasis sering terjadi ke kelenjar getah benih dan organ lain, misal ke hati,
paru dan otak. Komplikasi lainnya:
a. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus partial atau
lengkap
b. Pertumbuhan dan ulserasi dapat menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yang menyebabkan hemoragik
c. Perforasi dapat terjadi yang menyebabkan pembentukan abses
d. Peritonitis/sepsis yang dapat menimbulkan syok
J. Pengkajian
1. Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, Medical Record,
Pekerjaan, dst.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Memiliki riwayat merokok, minum alkohol, masalah TD (tekanan
darah), perdarahan pada rektal, perubahan feses.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya alopesia, lesi, mual-muntah, nyeri ulu hati, perut begah, dan
pusing
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga dengan riwayat kanker
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Inspeksi: Kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
Palpasi: Dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari
tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk
kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
b. Mata
Inspeksi : Hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan,
adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar, adakah cuping
hidung, funsi penciuman
Palpasi : Lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri,
massa dan nyeri, massa dan penyimpangan bentuk, ada
pembengkakan sertapalpasi sinus-sinus hidung.
c. Hidung
d. Telinga
Inspeksi : Kesimetrisan dan letak telinga, ukuran, bentuk, warna,
dan adanya lesi.
Palpasi : Tarik daun teinga secara perlahan ke atas dan ke
belakang, daun telinga ditarik ke bawah, kemudian amati liang
telinga adanya kotoran, serumen, cairan, dan peradangan, fungsi
pendengaran.
e. Mulut
Inspeksi : Warna dan mukosa bibir, adanya karies, kelengkapan gigi,
lesi, dan kelainan, peradangan, tonsil, fungsi pengecapan
f. Leher
Inspeksi : Bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembengkakakn, jaringan parut atau massa, gerakan leher ke kanan
dan ke kiri, kelenjar tiroid
Palpasi : Kelenjar limfe/kelenjar getah bening, kelenjar tiroid
g. Thorax
Paru – paru
Inspeksi : Kesimetrisan paru
Palpasi :Bandingkan paru kanan dan kiri, pengembangan paru dengan
meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan
minta pasien bernapas panjang.Ukur pergeseran kedua ibu
jari.
Perkusi : Dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari
pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi:
sonor/hipersonor/redup.
Auskultasi : Bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler,
bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal:
whezzing, ronchi, krekles.
Jantung
Inspeksi : Titik impuls maksimal, denyutan apical.
Palpasi : Area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada
interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4
kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri.
Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis
midklavikula kiri (denyut apikal), raba kekuatan denyut nadi
Perkusi : Untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung),
dan adanya bunyi jantung tambahan.
h. Abdomen
Inspeksi : Dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar,
cekung, kebersihan umbilicus), pemeriksaan turgor kulit, apakah
terdapat bekas luka post op laparatomy, apakah terdapat colonostomy
Auskultasi : 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit,
bising usus)
Palpasi: Epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
Perkusi :4 kuadran timpani, hipertimpani, pekak)
i. Genitalia
Inspeksi: Anus ( kebersihan, lesu, massa, perdarahan, cairan, bau,
varises, hemorrhoid
j. Integumen
Inspeksi: warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi, turgor
kulit, tekstur kulit, edema, massa, adanya kelainan
k. Ekstemitas
Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa, tonus
otot, kekuatan otot, pergerakan sendiri, akral dingin/hangat, warna
kulit, capillary refill time, dan edema.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PERTANYAAN KLINIS
Apakah Terapi Distraksi Visual Dengan Media Virtual Reality
berpengaruh terhadap Intensitas nyeri pasien post operasi laparatomi?
2. PICO
P: Klien dengan keluhan nyeri pada pasien post operasi laparatomi
I: Terapi Distraksi Visual Dengan Media Virtual Reality
C: -
O: Menurunkan tingkat nyeri
4. VIA
A. Validity
1) Desain: Desain penelitian ini pra eksperimen dengan rancangan
one group pretest-posttest.
2) Sampel: menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah
sampel sebanyak 11 responden
3) Kriteria inklusi dan ekslusi:
Kriteria inklusi: Seluruh pasien post operasi laparatomi yang
mengalami nyeri
Kriteria eksklusi: Tidak di cantumkan
4) Randomisasi: Tidak dilakukan randomisasi
B. Importance dalam Hasil
1) Karakteristik subjek: Seluruh pasien post operasi laparatomi yang
mengalami nyeri
2) Beda proporsi: -
3) Beda mean:
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa distribusi rata-
rata nyeri post operasi sebelum diberikan terapi distraksi visual
dengan media virtual reality adalah 5,18. Pada pengukuran distribusi
rata-rata nyeri setelah diberikan terapi distraksi visual dengan media
virtual reality didapatkan rata-rata nyeri post operasi adalah 3,55.
Nilai perbedaan mean antara nyeri sebelum dan sesudah diberikan
terapi distraksi visual dengan media virtual reality adalah 1,63. Hasil
ststistik dengan uji wilcoxon didapatkan hasil p value sebesar
(0,002).
Dalam diskusi : Menurut Andre KP, (2010). Virtual Reality adalah
teknologi yang membuat pengguna berinteraksi
dengan suatu lingkungan yang disimulasikan oleh
komputer (computer-simulatedenvironment).
Teknologi virtual reality (VR) tak hanya digunakan
untuk menikmati game. Teknologi ini
dikembangkan untuk mengurangi rasa sakit dan
kecemasan pasien.Peneliti Inggris ingin melihat
apakah virtual reality (VR) mampu meringankan
rasa sakit dan kecemasan pasien.Efek analgesik
nonfarmakologi ini muncul saat pasien
menggunakan virtual reality (VR) dengan simulasi
lingkungan bersalju bersamaan dengan medikasi
luka oleh dokter (Listiyani, 2017).
Fasilitas : Instrumen yang digunakan pada penelitian ini
adalah lembar observasi dan lembar pengukuran
skala nyeri menggunakan Numeric Rating Scale
(NRS). Di tambah dengan alat dan bahan berupa
handphone dan box virtual reality.
Biaya : Tidak dicantumkan biaya yang digunakan
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa rata-rata skala nyeri responden
menurun setalah diberikanterapi distraksi visual dengan media virtual reality dari
skala 5,18 menjadi 3,55. Hasil analisis lebih lanjut menunjukan adanya perbedaan
penurunan rata-rata skala nyeri sebelum diberikan terapi distraksi visual dengan
media virtual realitypada pasien post operasi laparatomi dengan p value 0,002 (p
value < 0,05).
Hasil tersebut merekomendasikan kepada rumah sakit agar dapat
memfasilitasi sarana dan prasarana yang diperlukan untuk terapi distraksi visual
sebagai salah satu terapi nonfarmakologi untuk mangatasi masalah nyeri.
Selanjutnya bagi perawat diharapkan mau dan mampu untuk memberikan terapi
distraksi visual dengan media virtual reality pada pasien dengan masalah nyeri
khususnya pada pasien post operasi laparotomi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah edisi 12. Jakarta: EGC