Anda di halaman 1dari 68

8

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Tumor Kaput Pankreas

1. Konsep Medis

a. Definisi

Tumor pankreas merupakan tumor yang relatif sering terjadi.

Lokasi timbulnya tersering pada daerah kaput pankreas, yaitu 60%

kemudian disusul kanker kaudal 30% dan kanker seluruh pankreas yaitu

10%. Ada banyak faktor resiko yang dapat menyebabkan kanker

pankreas, diantaranya merokok, obesitas, kronik pankreatitis, dan mutasi

gen (Mayer, 2015).

Karsinoma pankreas adalah salah satu bentuk keganasan pada

pankreas. Kanker pankreas ada 2 tipe : berasal dari kelenjar eksokrin

yaitu adenokarsinoma dan yang berasal dari kelenjar endokrin yaitu

neuroendokrin. Kanker yang berasal dari kelenjar eksokrin lebih sering

ditemukan yang berasal dari kelenjar endokrin (Setiati, 2017).

Kanker pankreas merupakan neoplasma ganas yang berasal dari

perubahan sel pada jaringan pankreas. Kanker pankreas dapat berasal

dari jaringan eksokrin maupun endokrin, sebagian besar (90%) kanker

pankreas berasal dari jaringan eksokrin, adenokarsinoma duktus

pankreas. Sekitar 70% terjadi pada kaput, 20% pada korpus, dan 10%

pada kauda pankreas (Tjokroprawiro, 2015).

Dari tiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tumor kaput

pankreas adalah suatu bentuk keganasan pada pankreas yang berasal dari

8
9

perubahan sel pada jaringan pankreas baik jaringan eksokrin maupun

jaringan endokrin.

b. Epidemiologi

Karsinoma pankreas di Amerika Serikat merupakan penyebab

kematian keempat akibat keganasan setelah kanker paru, kolon, dan

payudara, baik pada pria maupun wanita. Pada tahun 2018, American

Cancer Society memperkirakan terdapat sekitar 55.440 kasus baru

karsinoma pankreas yang terdiagnosis yaitu 29.200 pria dan 26.240

wanita dan 44.330 kasus yang meninggal karena karsinoma pankreas

(23.020 pria dan 21.310 wanita). Data Globocan (2015) karsinoma

pankreas di Indonesia disebutkan insidens kanker pankreas 5.829 dan

kematian karena kanker pankreas sebanyak 5.642. Insidensi kanker

pankreas sedikit lebih tinggi laki-laki daripada perempuan, dan 2/3 dari

kasus baru terjadi pada orang > 65 tahun, dan pada perokok dua kali lebih

tinggi dibanding dengan bukan perokok. Sebagian besar, pasien

meninggal dalam waktu 1 tahun setelah diagnosis penyakit. Secara

keseluruhan, angka kelangsungan hidup 1 tahun sekitar 12 % dan 5 tahun

sekitar 0,4%-4% .

c. Etiologi

Etiologi karsinoma pankreas masih belum jelas. Penelitian

epidemiologik menunjukkan hubungan karsinoma pankreas dengan

beberapa faktor predileksi. Faktor endogen yang berperan dalam

terjadinya karsinoma pankreas antara lain usia, penyakit pankreas

(pankreatitis kronik, diabetes melitus), dan mutasi gen (p16, p53).


10

Faktor eksogen yang berperan dalam terjadinya karsinoma pankreas

antara lain kebiasaan merokok, diet tinggi lemak, alkohol, kopi, dan

terpajan zat karsinogen industri (Irmayanti et al, 2018).

d. Anantomi Fisiologi

Gambar 2.1. Anatomi Pankreas (Tortora & Derrickson, 2010)

Pankreas adalah kelenjar berwarna abu-abu yang berada di

belakang lambung dalam perut beratnya sekitar 60 gram. Panjangnya

sekitar 12 hinga 15 cm, berada di region epigastrik dan hipokondria

rongga perut. Pankreas terdiri atas bagian kepala yang luas, badan, dan

ekor yang sempit. Kepala berada di lengkung duodenum, badan berada

di belakang lambung, sedangkan ekor berada di depan ginjal kiri dan

menyentuh limpa (Waught dan Grant, 2017). Pankreas adalah organ pada

sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama, yaitu menghasilkan

enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin.

Pankreas terletak pada bagian posterior perut belakang lambung dan

berhubungan erat dengan duodenum (Desen, Wan. 2013).


11

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki

dua fungsi utama, yaitu: Menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa

hormon penting seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior

perut dan berhubungan erat dengan duodenum (Desen, Wan, 2013).

Bagian ini berfungsi memproduksi dan melepaskan hormon

insulin, glucagon, dan somatostatin. Hormon ini masing – masing

produksi oleh sel-sel khusus yang berbeda di pancreas, yang di sebut

pulau langerhans. Elizabeth J. Corwin (2012). Pulau langerhans adalah

kumpulan sel berbentuk ovoid, berukuran 76 x 175 um. Pulau-pulau ini

tersebar di seluruh pancreas, walaupun lebih banyak di temukan di kauda

(ekor) dari pada kaput (kepala) dan korpus (badan) pancreas. Pulau-pulau

ini menyusun sekitar 2% volume kelenjar, sedangka bagian eksokrin

penkreas membentuk 80% serta duktus dan pembuluh darah membentuk

sisanya (W. F. Ganong , 2012).

Menurut W. F. Ganong 2012 diungkapkan bagian pankreas yang

menyekresi getah pancreas adalah kelenjar alveolus gabungan yang

bentuknya mirip dengan kelenjar saliva. Didalam sel ini terbentuk

granula berisi enzim pencernaan (granula zimogen) yang mengeluarkan

melalui eksositosis dari apeks sel ke dalam lumen duktus pankreatikus.

Cabang halus duktus bergabung menjadi sebuah duktus (duktus

pankreatikus wiring), yang biasanya menyatu dengan duktus koleduktus

untuk membentuk ampula vateri. Ampula membuka melalui papilla

dudenom, dan orifisiumnya dilingkari oleh sfingter Oddi. Beberapa


12

memiliki duktus pancreatikus asesori (duktus Santorini) yang juga masuk

ke dalam duodenum di bagian lebih proximal.

Fungsi bagian ini adalah sekresi enzim pancreas dan sekresi

natrium bikarbonat. Fungsi sekresi enzim pancreas berlangsung akibat

stimulasi pancreas kolesistokinin, suatu hormone yang dikeluarkan oleh

usus halus. Sedangkan natrium bikarbonat dikeluarkan dari sel asinus ke

dalam duktus pankreatikus lalu disalurkan ke usus halus, sebagai respon

terhadap terhadap hormon usus halus, sekretin. Tumor pankreas

merupakan jenis tumor yang dapat mengenai pankreas baik jaringan

eksokrin maupun endokrin, serta jaringan peyangganya yang dapat

terjadi jinak maupun ganas. Kebanyakan untuk jenis tumor eksokrin

pankreas berasal dari sel duktus dan sel asiner, 90% nya merupakan

tumor ganas jenis adenokarsinoma duktal pankreas yang merupakan

neoplasma primer dimana frekuensinya 80% dari semua keganasan

pankreas dan 90% dari keganasan tumor epithelial ( Elizabeth J. Corwin

2009).

e. Patofisiologi/Patologi

Kanker pankreas hampir 90 % berasal dari duktus, dimana 75 %

bentuk klasik adenokarsinoma sel duktal yang memproduksi musin.

Sebagian besar kasus (±70%) lokasi kanker pada kaput pankreas, 15-

20% pada badan dan 10% pada ekor. Pada karsinoma daerah kaput

pankreas dapat menyebabkan obstruksi pada saluran empedu dan ductus

pankreatikus daerah distal, hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinik

berupa ikterus (Sudoyo, 2015).


13

Kanker dimulai ketika sel-sel di bagian tubuh mulai tumbuh di

luar kendali. Ada berbagai jenis kanker, tetapi itu semua dimulai karena

out-of-control dari pertumbuhan sel yang abnormal. Pertumbuhan sel

kanker berbeda dari pertumbuhan sel normal. Bukannya mati, sel-sel

kanker terus tumbuh dan membentuk sel-sel abnormal baru. Sel-sel

kanker juga dapat menyerang dan tumbuh menjadi jaringan lain, hal yang

sel-sel normal tidak dapat lakukan. Tumbuh di luar kendali dan

menyerang jaringan lain adalah hal yang membuat sel menjadi sel

kanker.Begitu juga dengan karsinoma pankreas.

Sel-sel kanker sering melakukan perjalanan ke bagian tubuh

lainnya, di mana mereka mulai tumbuh dan membentuk tumor baru yang

menggantikan jaringan normal. Proses ini disebut metastasis. Hal ini

terjadi ketika sel-sel kanker masuk ke dalam aliran darah atau pembuluh

getah bening tubuh. Para peneliti masih belum mengetahui secara jelas

apa yang menjadi penyebab utama dari kanker pankreas, tapi mereka

menemukan beberapa faktor risiko yang dapat membuat seseorang

menjadi lebih mudah untuk mendapatkan penyakit ini. Penelitian terbaru

menunjukkan bahwa beberapa dari faktor risiko ini mempengaruhi DNA

dari sel pankreas, dimana dapat menghasilkan pertumbuhan sel yang

abnormal dan mungkin menyebabkan pembentukan tumor.

Biasanya, karsinoma pankreas pertama kali bermetastasis ke

kelenjar getah bening regional, lalu ke hati dan yang lebih jarang, ke

paru-paru. Hal ini juga dapat langsung menyerang sekitar organ visceral

seperti duodenum, perut, dan usus besar, atau dapat bermetastasis ke


14

permukaan dalam rongga perut melalui penyebaran peritoneal. Ascites

bisa terjadi, dan ini memiliki prognosis yang buruk. Kanker pankreas

dapat menyebar ke kulit sebagai metastasis nodular yang menyakitkan.

Metastasis ke tulang jarang terjadi. Kanker pankreas jarang menyebar ke

otak, tetapi bisa menghasilkan karsinomatosis meningeal.

Umumnya tumor meluas ke retroperitonel ke belakang pankreas,

melapisi dan melekat pada pembuluh darah. Secara mikroskopik terdapat

infiltrasi di jaringan lemak peripankreas, saluran limfe , dan perineural.

Pada stadium lanjut, kanker kaput pankreas sering bermetastasis ke

duodenum, lambung, peritonium, hati dan kandung empedu (Castillo. et.

al., 2016).

Karsinoma pankreas diyakini berasal dari sel-sel duktal dimana

serangkaian mutasi genetik telah terjadi di protooncogene dan gen

supresor tumor. Mutasi pada onkogen K-ras diyakini menjadi peristiwa

awal dalam perkembangan tumor dan terdapat lebih dari 90 % tumor.

Hilangnya fungsi dari beberapa gen supressor tumor (p16, p53, DCC,

APC, dan DPC4) ditemukan pada 40-60% dari tumor. Deteksi mutasi K-

ras dari cairan pankreas yang diperoleh pada endoskopik retrograde

cholangiopancreatography telah digunakan dalam penelitian klinis untuk

mendiagnosa kanker pancreas (Brand, 2015). Pada sebagian besar kasus,

tumor sudah besar (5-6 cm) dan atau telah terjadi infiltrasi dan melekat
15

pada jaringan sekitar, sehingga tidak dapat di reseksi, sedangkan tumor

yang dapat direseksi berukuran 2,5-3,5 cm (Sudoyo, 2016).

Gambar 2.2. WOCoyo, 2015)

Gambar 2.2. WOC (Sudoyo, 2015)


16

f. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pada kanker caput pankreas adalah berkaitan

dengan invasi atau kompresi dari struktur yang berdekatan. Gejala awal

penyakit ini seringkali tidak spesifik dan sering terabaikan,

sehingga pasien terlambat didiagnosis. Gejala paling khas karsinoma

kaput pankreas adalah ikterus obstruktif akibat penekanan tumor pada

duktus koledokus. Gejala klinis kembung, anoreksia, muntah, diare,

steatorea, dan badan lesu biasanya berlangsung lebih dari dua bulan

sebelum diagnosis. Ikterus, nyeri abdomen, dan penurunan berat badan

merupakan gejala klasik yang sering menjadi. Berikut merupakan

penjelasan terkait dengan manifestasi klinis pada kanker kaput pankreas.

1) Rasa penuh, kembung di ulu hati, anoreksia, mual, muntah, diare

(steatore), dan badan lesu. Keluhan tersebut tidak khas karena

dijumpai pada pancreatitis dan tumor intraabdominal. Keluhan awal

biasanya berlangsung >2 bulan sebelum diagnosis kanker. Keluhan

utama yang sering adalah sakit perut, berat badan turun (>75 % kasus)

dan ikterus (terutama pada kanker kaput pankreas).

2) Lokasi sakit perut biasanya di ulu hati, awalnya difus, selanjutnya

terlokalisir. Sakit perut biasanya disebabkan invasi tumor

pada pleksus coeliac dan pleksus mesenterikus superior. Dapat

menjalar ke punggung, disebabkan invasi tumor ke daerah

retroperitoneal dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf splanknikus.

3) Penurunan berat badan awalnya melambat, kemudian menjadi

progresif, disebabkan berbagai faktor: asupan makanan kurang,


17

malabsorbsi lemak dan protein, dan peningkatan kadar sitokin pro-

inflamasi (tumor necrosis factor-a dan interleukin-6).

4) Ikterus obstruktivus, dijumpai pada 80-90 % kanker kaput pankreas

berupa tinja berwarna pucat (feses akolik).

Selain itu tanda klinis lain yang dapat kita temukan antara lain,

pembesaran kandung empedu (Courvoisier’s sign), hepatomegali,

splenomegali (karena kompresi atau trombosis pada vena porta atau vena

lienalis, atau akibat metastasis hati yang difus), asites (karena infiltrasi

kanker ke peritoneum), nodul periumbilikus (Sister Mary Joseph’s

nodule), trombosis vena dan migratory thrombophlebitis (Trousseau’s

syndrome), perdarahan gastrointestinal, dan edema tungkai (karena

obstruksi VCI) serta limfadenopati supraklavikula sinistra (Virchow’s

node) (Padmomarono, 2016).

Tjokroprawiro (2015) mengatakan bahwa manifestasi kanker

atau tumor pankreas adalah :

1) Nyeri : 90% klien mengalami nyeri selama perjalanan penyakit. Nyeri

tumpul sering dirasakan pada bagian epigastrium yang menjalar ke

belakang dan nyeri ini lebih berat pada malam hari. Tergantung

pada letak tumor, nyeri dapat menjalar ke kuadran kanan ataupun kiri

atas.

2) Ikterus : dikeluhkan pada 30% klien, dan insidennya akan meningkat

dengan progresi penyakitnya. Keluhan ini dapat berkaitan dengan

nyeri maupun gatal. Ikterus lebih sering terjadi apabila yang terkena

adalah kaput pankreas, namun obstruksi maupun icterus dapat pula


18

terjadi akibat perluasan sekunder pada liver atau limfo-noduli sekitar

duktus biliaris.

3) Penurunan berat badan yang cepat merupakan keluhan paling sering

dari kanker pankreas dan ini tidak berkaitan dengan lokasi ataupun

luasnya tumor.

4) Keluhan lain yang tidak spesifik adalah kembung, mual dan muntah,

lesu, lelah serta diare.

Pemeriksaan fisik yang paling sering didapatkan pada tumor kaput

pankreas adalah ikterus, dengan nyeri tekan perut serta pembesaran liver,

tanda lain yang jarang adalah terabanya kandung empedu, massa perut

dan edema

g. Komplikasi

Adapun komplikasi dari karsinoma kaput pankreas adalah

(Buchler & Waldemar, 2014):

1) Ikterus Obstruktif

2) Obstruksi gastric outlet

3) Pankreatitis akut (5% sebagai tanda )awal karsinoma

4) Perdarahan traktus gastrointestinal (jarang)

5) Ascites

6) Splenomegaly/ varises esofagus

7) Diabetes melitus

8) Steatorrhea

9) Thrombophlebitis migrans

10) Thromboembolic disease


19

h. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui

keadaan pankreas yaitu:

1) Laboratorium

Pada sebagian besar pasien didapatkan tanda-tanda anemia

karena defisiensi nutrisi atau perdarahan per anal, atau akibat penyakit

menahun, peningkatan laju endap darah (LED), peningkatan dari

serum alkali fosfat, bilirubin, dan transaminase. Karena sebagian

besar kanker pankreas terjadi di kaput, maka obstruksi dari saluran

empedu sering ditemui. Obstruksi dari saluran empedu distal

menyebabkan tingginya serum alkali fosfat empat sampai lima kali di

atas batas yang normal, begitu pun dengan billirubin. Penanda tumor

CA 19-9 (antigen karbohidrat 19,9) sering meningkat pada kanker

pankreas. CA 19-9 dianggap paling baik untuk diagnosis kanker

pankreas, karena memiliki sensitivitas dan spesifivitas tinggi (80%

dan 60-70%), akan tetapi konsentrasi yang tinggi biasanya terdapat

pada pasien dengan besar tumor > 3 cm, dan merupakan batas reseksi

tumor . Beberapa pemeriksaan darah yang dapat diketahui yaitu

sebagai berikut (Irmayanti et al, 2018).

a) Serum amilase dan lipase meningkat

b) Tes faal hati meningkat, terutama pada kolestasis ekstrahepatik

(bilirubin, ALP, AST, ALT, hasil elektroforesis protein).

c) Kadar glukosa darah meningkat (±20%)


20

d) CEA (carcino-embryonic antigen). Merupakan glikoprotein yang

diberntuk di saluran gastrointestinal dan pankreas sebagai antigen

permukaan sel yang disekresikan ke dalam cairan tubuh. CEA

meningkat dapat mendeteksi karsinoma kaput pankreas, tetapi

tidak cukup sensitif untuk deteksi dini.

e) CA 19-9 (carbohydrate antigen 19-9), merupakan substansi yang

dihasilkan oleh sel-sel kanker kelenjar eksokrin pankreas dan dapat

dideteksi pada pemeriksaan darah. Penanda tumor CA 19-9

meningkat pada karsinoma kaput pankreas dan dianggap paling

baik untuk diagnosis dengan spesifisitas 60-70% dan sensitivitas

80%.

f) Dalam feses ditemukan tanda-tanda steatorea, yaitu tinja terapung

dan kadar lemak yang tinggi.

g) Dalam urin ditemukan hasil urinalisis bilirubin positif dalam urin

(bilirubinuria).

2) Gambaran Radiologi

a
21

d e
22

Gambar 2.3
Gambaran Radiologi
https://www.academia.edu/28901925/Lp_CA_Pankreas

a) Gastroduodenografi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi kelainan lengkung

duodenum akibat kanker pankreas. Kelainan yang dapat dijumpai

pada kelainan kanker pankreas dapat berupa pelebaran lengkung

duodenum, double contour, dan gambaran ‘angka 3 terbalik’

karena pendorongan kanker pankreas yang besar pada duodenum,

di atas dan di bawah papila vateri (Sudoyo, 2016).

b) Ultrasonografi

Karsinoma pankreas tampak sebagai suatu massa yang

terlokalisir, relatif homogen dengan sedikit internal ekho. Batas

minimal besarnya suatu karsinoma pankreas yang dapat dideteksi

secara ultrasonografi kira-kira 2 cm. Bila tumor lebih dari 3 cm

ketetapan diagnosis secara ultrasonografi adalah 80-95%. Suatu

karsinoma kaput pankreas sering menyebabkan obstruksi bilier.


23

Adanya pelebaran saluran bilier baik intra atau ekstrahepatik dapat

dilihat dengan pemeriksaan USG.

Tanda-tanda suatu karsinoma pankreas secara Ultrasonografi

adalah:

1) Pembesaran parsial pankreas

2) Konturnya ireguler, bisa lobulated

3) Struktur ekho yang rendah atau semisolid

4) Bisa disertai pendesakan vena kava ataupun vena mesenterika

superior. Mungkin disertai pelebaran saluran-saluran bilier atau

metastasis di hati (Boer, 2017).

c) CT-Scan

Pada masa kini pemeriksaan yang paling baik dan terpilih

untuk diagnostik dan menentukan diagnosis dan menentukan

stadium kanker pankreas adalah dengan dual phase multidetector

CT , dengan kontras dan teknik irisan tipis (3-5mm). Kriteria tumor

yang tidak mungkin direseksi secara CT antara lain: metastase hati

dan peritoneum, invasi pada organ sekitar (lambung, kolon),

melekat atau oklusi pembuluh darah peri-pankreatik. Dengan

kriteria tersebut mempunyai akurasi hampir 100% untuk predileksi

tumortidak dapat direseksi. Akan tetapi positif predictive value

rendah, yakni 25-50% tumor yang akan diprediksi dapat direseksi,

ternyata tidak dapat direseksi pada bedah laparotomi (Sudoyo,

2016).
24

Gambaran karsinoma kaput pankreas pada CT scan yang

dapat dinilai antara lain; pembesaran duktus pankreatikus dan

duktus biliaris, pembesaran kantung empedu. Selain itu kita juga

dapat melihat metastasis yang terjadi di sekitar pankreas (Ahuja et

al, 2016).

d) Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI secara jelas mencitrakan parenkim pankreas, pembuluh

darah sekitar pankreas dan struktur anatomis organ padat sekitar di

regio abdomen atas. Sangat berguna untuk diagnosis karsinoma

pankreas stadium dini dan penentuan stadium preoperasi.

Kolangiopankreatigrafi MRI (MRCP) menghasilkan gambar

serupa dengan ERCP (endoscopic retrograde cholangio-

pancreaticography), secara jelas mencitrakan saluran empedu intra

dan extrahepatik, serta saluran pankreas (Japaries, 2015).

e) ERCP (endoscopic retrograde cholangio- pancreaticography)

Manfaat dari ERCP dalam diagnosis kanker pankreas adalah

dapat mengetahui atau menyingkirkan adanya kelainan

gastroduodenum dan ampula vateri, pencitraan saluran empedu dan

pankreas, dapat dilakukan biopsi dan sikatan untuk pemeriksaan

histopatologi dan sitologi. Disamping itu dapat dilakukan

pemasangan stent untuk membebaskan sumbatan saluran empedu

pada kanker pankreas yang tidak dapat dioperasi atau direseksi

(Sudoyo, 2016).
25

f) EUS (Endoskopik Ultrasonografi)

EUS mungkin tes yang paling akurat dalam mendiagnosis

kanker pankreas. Beberapa studi membandingkan dengan CT telah

menunjukkan bahwa EUS memiliki sensitivitas yang lebih tinggi

dan spesifisitas untuk mendiagnosis, terutama mengevalasi tumor

kecil. Selain itu EUS sangat akurat untuk melihat invasi lokal dan

metastasis nodal dari kanker pankreas. Selain itu EUS juga dapat

membantu dalam proses biopsi tumor (Castillo. et. al., 2016).

i. Penatalaksanaan

Penanganan karsinoma pankreas terdiri atas 3 modalitas terapi

yaitu pembedahan, kemoterapi dan radioterapi. Pilihan untuk

pembedahan kuratif meliputi pankreatikoduodenektomi (prosedur

whipple), pankreatektomi distal, dan pankreatektomi total.

Pankreatektomi total merupakan terapi yang paling efektif, akan tetapi

hanya dapat dilakukan pada sekitar 10-20% kasus. Selain itu, angka

survival-5-tahun hanya 10-15% dengan median 11-18 bulan.

Kontraindikasi absolut operasi reseksi adalah metastasis pada hepar,

peritoneal maupun limfonodi jauh, atau pasien yang keadaan klinisnya

tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi mayor.

Pankreatikoduodenektomi dengan reseksi vena porta atau vena

mesenterika superior cukup aman dan bisa dilakukan, dengan mortalitas

dan morbiditas yang sama dengan pankreat ikoduodenektomi tanpa

reseksi vaskuler. Menurut Sudoyo (2016) penatalaksanaan yang dapat


26

dilakukan pada pasien dengan kanker kaput pankreas yaitu sebagai

berikut.

1) Bedah reseksi ‘kuratif’.

Mengangkat/mereseksi komplit tumor massanya. Yang paling

sering dilakukan adalah prosedur whipple. Operasi whipple

merupakan prosedur dengan pengangkatan kepala (kaput) pankreas

dan biasanya sekitar 20% pankreas dihilangkan.

2) Bedah paliatif.

Untuk membebaskan obstruksi bilier, pemasangan stent perkutan

dan stent per-endoskopik.

3) Kemoterapi.

Bisa kemoterapi tunggal maupun kombinasi. Kemoterapi tunggal

seperti 5-FU, mitomisin-C, Gemsitabin. Kemoterapi kombinasi yang

masih dalam tahap eksperimental adalah obat kemoterapi dengan

kombinasi epidermal growth factor receptor atau vascular

endothelial growth factor receptor. Pada karsinoma pankreas yang

telah bermetastasis memiliki respon buruk terhadap kemoterapi.

Secara umum kelangsungan hidup setelah diagnosis metastasis kanker

pankreas, kurang dari satu tahun. Pengobatan kemoterapi pada kanker

pankreas stadium lanjut masih jauh dari memuaskan. Kemoterapi

yang sering digunakan pada kanker pankreas adalah 5-fluorouracil (5-

FU) dan gemcitabine. 5-FU merupakan analog pirimidin yang dapat

menghambat sintesis DNA dan RNA. Gemcitabine merupakan analog

antimetabolit deoxisit idin, dan digunakan sebagai standar pilihan


27

kemoterapi untuk kanker pankreas. Selain kemoterapi tunggal,

pendekatan lain adalah dengan kombinasi kemoterapi. Penggunaan

kombinasi cisplat in, epirubicin, gemcitabin dan 5-FU memberikan

median survival yang lebih lama daripada kemoterapi tunggal, akan

tetapi hal ini masih dalam proses penelit ian lebih lanjut.

4) Radioterapi.

Biasanya dikombinasi dengan kemoterapi tunggal 5-FU (5-

Fluorouracil).

5) Terapi simtomatik.

Lebih ditujukan untuk meredakan rasa nyeri (obat analgetika):

golongan aspirin, penghambat COX-1 maupun COX-2, obat golongan

opioid.

2. Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Keperawatan

1) Identifikasi

a) Klien

Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status

perkawinan, jumlah anak, agama, kewarganegaraan, bahasa,

pendidikan, pekerjaan, alamat.

b) Penanggung jawab

Meliputi nama, alamat dan hubungan dengan klien

c) Data medik

Bagaimana cara pasien masuk ke IGD catat diagnose medik

saat masuk dan saat melakukan pengkajian


28

d) Keadaan Umum

Bagaimana keadaan umum saat pengkajian, kesadaran dan

tanda-tanda vital.

e) Pengukuran

Dilakukan pengukuran indeks masa tubuh dan disimpulkan.

f) Genogram

Buat tiga generasi, kaji yang tinggal serumah, meninggal dan

memberi kode laki-laki dan perempuan.

g) Pengkajian Pola Kesehatan (11 pola gordon)

 Pola Persepsi Kesehatan-Pemeliharaan Kesehatan

Kaji apakah klien pernah masuk rumah sakit, keluhan, berapa

hari dirawat, diperbolehkan pulang atas izin dokter atau

permintaan sendiri. Kaji mengapa klien masuk rumah sakit, apa

gejalanya, usaha apa saja yang sudah dilakukan.

 Pola Nutrisi-Metabolik

Kaji status nutrisi seblum dan sesudah sakit, kaji pola makan

klien

 Pola Eliminasi

Kaji pola eliminasi sebelum dan sesudah sakit, yaitu pola

BAB apakah lembek atau keras, warna feses kuning atau pucat.

kaji pola BAK klien apakah seperti teh atau tidak.

 Pola Aktivitas dan Latihan

Kaji pola kebiasaan klien sehari-hari baik sebelum sakit

maupun sesudah sakit.


29

 Pola Tidur dan Istrahat

Kaji pola tidur klien sebelum sakit atau sesudah sakit apakah

nyeri tumor mempengaruhi pola tidur klien.

 Pola Persepsi dan Kognitif

Kaji apakah klien menggunakan alat bantu penglihatan atau

pendengaran, kaji konsentrasi klien saat nyeri dan kaji nyeri

menggunakan PQRST.

 Pola Persepsi dan Konsep Diri

Kaji bagaimana peran klien dalam keluarga dan harapan

klien terhadap penyakit tumor yang dialami.

 Pola Peran dan Hubungan Sesama

Kaji hubungan klien dengan anggota keluarga dan

lingkungan sekitarnya.

 Pola Reproduksi-Seksualitas

Kaji pola seksualitas klien apakah ada masalah atau tidak.

 Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stres

Kaji apakah sakit tumor membuat klien stress, bagaimana

koping klien terhadap tumor yang diderita.

 Pola Sistem Nilai Kepercayaan

Kaji kepercayaan klien, bagaimana tanggapan kien terhadap

sakit tumornya terhadap nilai kepercayaan

h) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, dicari tanda-tanda karsinoma kaput

pankreas, yang paling sering adalah ikterus, gizi kurang, dan


30

tanda-tanda komplikasi dan metastasis, seperti hepatomegali,

edema, perdarahan, dan pembesaran kelenjar getah bening

(Irmayanti, 2018).

i) Pemeriksaan Penunjang

Lampirkan hasil pemeriksaan penunjang seperti hasil

laboratorium, CT Scan dan pemeriksaan penunjang lainnya.

j) Penatalaksanaan Medik

Catat semua obat-obatan, dosis, cara pemberian dan indikasi

pemakaian.

b. Analisa Data

Kaji keluhan klien berdasarkan data subjektif dan objektif dan

dikaitkan dengan masalah dan penyebab dari respon klien.

c. Diagnosa Keperawatan

Menurut SDKI (2017) masalah keperawatan yang mungkin muncul

pada pasien dengan tumor pankreas adalah :

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (tumor kaput

pankreas).

Diagnosa utama yang diangkat pada klien adalah nyeri akut di

tandai dengan pasien mengeluh sakit perut menjalar ke pinggang. Nyeri

akut dapat dideskripsikan sebagai nyeri yang terjadi setelah cedera akut,

penyakit atau intervensi bedah, dan memiliki awitan yang cepat, dengan

intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) serta berlangsung

singkat (kurang dari enam bulan) dan menghilang dengan atau tanpa

pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Nyeri akut
31

biasanya berlangsung singkat. Pasien yang mengalami nyeri akut

biasanya menunjukkan gejala perspirasi meningkat, denyut jantung dan

tekanan darah meningkat serta pallor (Mubarak et al, 2015).

2) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengarbsorbsi

nutrien.

Pada pasien kanker pankreas terjadi defisit kalori sebesar 300

kkal/hari. Defisit ini dikompensasi dengan memperbaiki asupan

suplemen kalori dan protein yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.

Beberapa penelitian terbaru merekomendasikan suplemen padat kalori

dan protein yang lebih tinggi. Karbohidrat yang diberikan berupa

karbohidrat kompleks. Asupan serat diusahakan paling tidak 25 gram

perhari. Disamping akan membantu menghambat penyerapan lemak,

makanan sumber serat seperti sayur dan buah kaya akan mineral dan

vitamin (Coreia, 2007; Komanduri, 2008; Kumar, 2011).

Suplemen enzim pankreas diperlukan karena dapat mengurangi

gejala-gejala gastro-intestinal pada kanker pankreas, meningkatkan

asupan makan dan memperbaiki status gizi (Keller J, 2005; Damerla,

2008; Friess, 1993) studi oleh Bruno dkk, 1998 menunjukkan bahwa

terapi pengganti enzim pankreas dapat memperbaiki penurunan berat

badan.

3) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

Hipovolemia adalah suatu kondisi akibat kekurangan volume

cairan ekstraseluler (CES), dan dapat terjadi karena kehilangan cairan

melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, perdarahan sehingga dapat


32

menimbulkan syok hipovolemia (Tarwoto & Wartonah, 2015).

Hipovolemia merupakan penurunan volume cairan intravaskular,

interstisial, dan/ atau intraselular (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

4) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.

Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu

terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya

yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi

ancaman (PPNI, 2017) diagnosa yang diperoleh pada klien ini adalah

ansietas berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi. Gejala dan

tanda mayor diagnosa ansietas yaitu merasa bingung, merasa khawatir

dengan akibat kondisi yang dihadapai, sulit berkonsentrasi, tampak

gelisah, tampak tegang dan sulit tidur (PPNI, 2017).

Menurut Hawari (2016), penatalaksanaan ansietas pada tahap

pencegahan maupun terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang

bersifat holistik, mencakup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik,

psikososia dan psikoreligius. Adapun penatalaksanaan ansietas

diantaranya yaitu psikoterapi, psikofarmaka, relaksasi nafas dalam,

distraksi, terapi musik klasik.

5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan restraint fisik

Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan

reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang dan dapat

dibangunkan kembali dengan stimulus dan sensori yang cukup. Selain

itu tidur juga dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif,

bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, melainkan


33

merupakan sesuatu urutan siklus yang berulang (Wahit Iqbal Mubarak

et al., 2015). Tidur merupakan suatu keadaan yang berulang-ulang,

dimana perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu

(Potter & Perry, 2016). Gangguan pola tidur merupakan gangguan yang

terjadi pada kualitas dan kuantitas waktu tidur seseorang akibat faktor

eksternal (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).


34

d. Intervensi

LUARAN
NO. DIAGNOSIS KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut (D.0007) Setelah dilakukan Manajemen nyeri I.08238 Manajemen nyeri I.08238
Definisi: intervensi keperawatan
Pengalaman sensorik atau emosional selama 3x24 jam, maka Observasi Observasi
yang berkaitan dengan kerusakan Tingkat Nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Nyeri berdasarkan lokasi sangat
jaringan aktual atau fungsional, dengan menurun, dengan frekuensi kualitas, intensitas berbeda tingkat nyerinya. Lokasi
onset mendadak atau lambat dan kriteria hasil : nyeri. di superfisial, nyeri bersifat tajam
berintensitas ringan hingga berat yang 1) Keluhan nyeri karena nyeri pada kulit, subcutis,
berlangsung kurang dari 3 bulan. meringis (4). dan terlokalisasi. Nyeri somatik
Penyebab: 2) Sikap protektif dlam, nyeri berasal dari otot,
1) Agen pencedera fisiologis (mis. (4). tendon, bersifat tumpul, dan
Inflamasi). 3) Gelisah (4). kurang terlokalisasi. Nyeri
2) Agen pencederaan fisik (mis. 4) Kesulitan tidur visceral atau organ
Abses, prosedur operasi, trauma). (4). pembungkusnya, seperti nyeri
Gejala dan tanda mayor: Keterangan: kolik gastrointestinal dan kolik
Subjektif 1. Menurun. ureter. Karakteristik nyeri
1) Mengeluh nyeri 2. Cukup menurun. menentukan apakah akut atau
Objektif 3. Sedang. kronis. Nyeri akut lamanya
1) Tampak meringis 4. Cukup dalam hitungan menit ditandai
2) Bersikap protektif (mis. Waspada, meningkat. peningkatan tekana darah, nadi,
posisi menghindari nyeri) 5. Meningkat. respirasi dan respon pasien
3) Gelisah biasanya manangis, mengerang,
4) Sulit tidur Setelah dilakukan dan menggosok bagian nyerinya.
Gejala dan tanda minor: intervensi keperawatan Nyeri kronis berlangsung lama
Objektif selama 3x24 jam, maka dan intensitasnya bervariasi,
1) Menarik diri Kontrol Nyeri biasanya berlangsung lebih dari
2) Berfokus pada diri sendiri Meningkat, dengan enam bulan. Nyeri kronis
Kondisi klinis terkait: kriteria hasil: biasanya membuat pasien depresi
35

Infeksi 1) Melaporkan nyeri psikologis. Penggunaan skala


terkontrol (4). intensitas nyeri adalah metode
2) Kemampuan yang mudah dan terpecaya untuk
mengenali menetukan insentisas nyeri
penyebab nyeri pasien. Skala nyeri yang
(4). digunakan biasanya rentang 0-5
3) Kemampuan atau angka 0-10. Kwalitas nyeri,
mengenali onset terkadang nyeri bias terasa
nyeri (4). seperti “dipukul-pukul” atau
Keterangan: “ditusuk-tusuk”. perawat perlu
1. Menurun. mencatat kata-kata yang
2. Cukup menurun. digunakan pasien untuk
3. Sedang. menggambarkan nyerinya karena
4. Cukup dapat berpengaruh besar pada
meningkat. diagnosis dan etiologi nyeri serta
5. Meningkat. pilihan tindakan yang diambil.
(Mubarak, 2016)

2. Identifikasi skala nyeri 2. Nyeri timbul akibat respon saraf


yang menerima rasa nyeri baik
dari dalam maupun dari luar
tubuh, lalu membawa sensais
tersebut kedalam tubuh. Nyeri
dapat dikaji dengan skala nyeri.
(Mubarak, 2016)

3. Identifikasi respon nyeri non 3. Respon nyeri non verbal


verbal ditujuakn untuk klien yagn tidak
mampu mengatakan intensitas
nyerinya, termasuk anak-nak
yang tidak mampu
36

berkomunikasi secara verbal


melalui Wong Baker Face Skala.
(Mubarak, 2016)

4. Monitor penggunaan efek 4. Efek samping yang bisa terjadi


samping anlgetik. selama mengkonsumsi analgesik
adalah sembelit, diare, mual,
muntah, mulut kering, kerusakan
lambung-usus dan juga reaksi
alergi kulit yang akan menambah
keluhan dan bisa memperburuk
keadaan kliern. (Sudoyono,
2017)

Terapeutik Terapeutik
5. Berikan terapi nonfarmakologik 5. Terapi non farmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri merupakan strategi
(misal terapi musik, kompres penyembuhan atau mengurangi
hangat/ dingin, terapi bermain). nyeri tanpa obat-obatan misalnya
terpi musik, kompres
hangat/dingin karena otak
mengeluarkan Beta Endhorpin
hormon. Hormon tersebut
muncul membuat saraf menjadi
rileks dan menimbulkan efek
penghilang rasa nyeri.
(Alifiyanti, 2017)
37

6. Kontrol lingkungan yang 6. Kebisingan dapat merangsang


memperberat rasa nyeri (mis. situasi reseptor vestibular telinga
Pencahayaan, kebisingan). yang dapat menimbulkan nyeri
daerah kepala atau pusing.
(Lifiyanti, 2017)

7. Fasilitasi istirahat dan tidur 7. Istirahat dan tidur dapat


membantu tubuh memulihkan
diri sendiri dikarenakan pada saat
istirahat dan tidur korteks insula
dan striatum pada otak akan
merekrut sistem penghilang rasa
sakit alami dengan memicu
pelepasan opoid endogen.
(Wartonah, 2015)

Edukasi Edukasi
8. Jelaskan strategi meredakan 8. Strategi meredakan nyeri bisa
nyeri. menggunakan tehnik
farmakologi dan non farmaklogi.
Teknik farmakologi yaitu
menggunakan obat-obatan
pereda nyeri yang akan
menghambat reseptor nyeri.
Teknik non farmakologi yaitu
dengan teknik nafas dalam, terapi
musik, pijatan, kompres akan
merangsang pengeluaran hormon
endorphin yang berfungsi
38

sebagai perelaksasi saraf.


(Fernando, 2020)

9. Anjurkan menggunakan analgetik 9. Obat pereda nyeri adalah jenis


secara secara tepat. obat yang digunakan untuk
meredakan nyeri. Obat ini
bekerja untuk mengurangi
peradangan atau merubah
persepsi otak dalam
mempengaruhi rasa sakit,
sehingga penggunaan obat nyeri
harus tepat sasaran agar target
organ tercapai. (Arif, 2019)
10. Ajarkan teknik non farmakologis 10. Teknik non farmakologis akan
untuk mengurangi rasa nyeri. merangsang susunan saraf pusat
yaitu otak dan sumsum tulang
belakang untuk memproduksi
hormon endorphin yang berperan
dalam mengurangi rasa sakit dan
memberikan perasaan senang
atau euphoria. (Fernando, 2020)

Kolaborasi Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian dosis dan 11. Analgetik harus sesuai indikasi
jenis analgesik, sesuai indikasi karena akan membantu proses
pemyembuhan dan mengurangi
rasa nyeri ke klien. (Arif, 2019)
2. Defisit Nutrisi (D.0019) Manajemen nutrisi Manajemen nutrisi
Kategori : fisiologi Observasi Observasi
Subkategori : nutrisi dan cairan. 1. Identifikasi status nutrisi 1. Status nutrisi merupakan ukuran
keberhasilan dalam pemenuhan
39

Definisi : asupan nutrisi tidak cukup nutrisi klien yang diindikasikan


untuk memenuhi kebutuhan oleh berat badan. Status nutrisi
metabolisme. baik dapat diperoleh seseorang
Penyebab jika keseimbangan antara jumlah
 Ketidakmampuan menelan energi yg masuk dan energi yang
makanan keluar sesuai dengan kebutuhan
 Ketidakmampuan mencerna tubuh. (Arora, 2016)
makanan
 Ketidakmampuan 2. Identifikasi makanan yang 2. Pemilihan makanan yang disukai
mengabsorbsi nutrisi disukai akan mempengaruhi dalam
 Peningkatan kebutuhan pemenuhan nutrisi klien.
metabolisme Makanan yang disukai akan
 Faktor ekonomi (mis. merangsang/memacu nafsu
Finansial tidak mencukupi) makan klien sehingga timbul
 Faktor psikologi (mis. Stres, keinginan untuk makan. (Arora,
keengganan untuk makan ) 2016)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif 3. Identifikasi kebutuhan kalori 3. Kalori adalah jumlah energi yang
(tidak tersedia) dan jenis nutrisi didapatkan dari makanan dan
Objektif minuman yang dikonsumsi. Pada
pria dewasa membutuhkan
a. Berat badan menurun minimal
minimal 2500 kkalori perhari.
10% dibawah rentang ideal
Jenis nutrisi yang dikonsumsi
Gejala dan tanda minor
harus memenuhi sumber
Subjektif
karbohidrat, protein dan lemak.
2. Cepat kenyang setelah makan
(Aulia, 2015)
3. Kram/nyeri abdomen
4. Nafsu makan menurun
4. Monitor berat badan 4. Memberikan informasi yang
Objektif
a. Bising usus hiperaktif memungkinkan intervensi gizi
yang preventif sedini mungkin
b. Otot pengunyah lemah
guna mengatasi kecenderungan
40

c. Otot menelan lemah penurunan atau peningkatan


d. Membran mukosa pucat berat badan yang tidak
e. Sariawan dikehendaki (tidak normal) yang
f. Serum albumin turun dilakukan dengan cara
g. Rambut rontok berlebihan menimbang berat badan. (Kumar,
h. Diare 2011)
Kondisi klinis terkait
a) Stroke 5. Monitor hasil pemeriksaan 5. Pemeriksaan laboraturium yang
b) Parkinson laboratorium digunakan untuk mempelajari
c) Mobius syndrome status nutrisi adalah protein
d) Cerebral palsy plasma, seperti albumin,
e) Cleft lip transferrin, retinol yang mengikat
f) Cleft palate protein, total kapasitas hati, zat
g) Amyotropic lateral sclerosis besi dan hemoglobin. (Coreia,
h) Kerusakan neuromuskular 2007)
i) Luka bakar
j) Kanker
k) Infeksi Terapeutik Terapeutik
l) AIDS 6. Berikan makanan tinggi 6. Tinggi kalori dan protein
m) Penyakit crohn’s kalori dan tinggi protein mempercepat proses
n) Enterokolitis penyembuha penyakit. Diit
o) Fibrosis kistik TKTP makanan yang
mengandung energi dan protein
diatas kebutuhan normal.
Komponen gizi utama Diit ini
adalah energi, protein, lemak dan
karbohidrat. (Coreia, 2007)

7. Berikan suplemen makanan, 7. Suplemen makanan digunakan


jika perlu untuk mempercepat dan
mendukung proses
41

penyembuhan. Suplemen
makanan mengandung satu atau
beberapa nutrisi tubuh seperti
vitamin, mineral, asam amino,
serat dan asam lemak. Produk ini
secara umum memnuhi
kebutuhan mikro dan makro
nutrien. (Damerla, 2008)

Kolaborasi Kolaborasi
8. Kolaborasikan dengan ahli 8. Kebutuhan kalori perhari perlu
gizi untuk menentukan dicukupi dengan pas.
jumlah kalori dan jenis nutrie Kekurangan kalori dapat
yang dibutuhkan, jika perlu. membahayakan kesehatan karena
tubuh kekurangan nutrisi,
sebaliknya jika berlebihan juga
dapat menyebabkan berat badan
berlebih dan rentan terhadap
penyakit kronis. Jenis makanan
sangat menentukan peningkatan
daya tahan tubuh dan proses
penyembuhan penyakit, oleh
karena itu, peran ahli gizi sangat
dibutuhkan. (Coreia, 2007)

3. Hipovolemia (D.0023) Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia


tindakan keperawatan Observasi Observasi
Definisi: selama 3 × 24 jam 1. Periksa tanda dan gejala 1. Hipovolemia Terjadi saat
masalah keperawatan hipovolemia(mis.frekuensi juimlah darah dan cairan
status cairan membaik nadi meningkat, nadi didalam tubuh berkurang
42

Penurunan volume cairan dengan kriteria hasil teraba lemah, tekanan secara drastis. Kondisi ini
intravaskuler, interstisiel, dan /atau sebagai berikut : darah menurun, tekanan menyebabkan oksigen dalam
intraseluler. nadi menyempit,turgor tubuh berkurang dan
1. Kekuatan nadi kulit menurun, membrane membuat fungsi organ
Penyebab meningkat mukosa kering, volume terganggu. Jika tidak segera
1. Kehilangan cairan aktif 2. Turgor kulit urine menurun, hematokrit ditangani akan berakibat fatal
2. Kegagalan mekanisme regulasi meningkat meningkat, haus dan seperti komplikasi ke ginjal,
3. Peningkatan pemeailitas kapiler 3. Output urine lemah) otak sampai kematian.
4. Kekurangan intake cairan meningkat (Ganong WF, 2012)
5. Evaporasi 4. Pengisi vena
meningkat
Gejala dan Tanda Mayor 5. Ortopnea menurun
Subjektif : - 6. Dispnea menurun
2. Monitor intake dan output 2. Keseimbangan cairan atau balance
Objektif: 7. Paroxysmal
cairan cairan sangat penting diketahui
1. Frekuensi nadi meningkat nocturnal dyspnea
(PND) menurun dan dimonitor agar mencegah
2. Nadi teraba lemah
menurun terjadinya komplikasi dan
3. Tekanan darah menurun tercapainya pemenuhan kebutuhan
4. Tekanan nadi menyempit 8. Ederna anarsarka
menurun sel dan jaringan. Keseimbangan
5. Turgor kulit menyempit cairan dapat dicapai jika input dan
9. Edema perifer
6. Membran mukosa kering menurun output seimbang agar proses
7. Volume urin menurun 10. Berat badan menurun metabolisme dapat berfungsi
8. Hemtokrit meningkat 11. Distensi vena engan baik. (Ganong WF, 2012)
jugularis menurun
Gejala dan Tanda Minor Subjektif 12. Suara napas
1. Merasa lemah tambahan menurun Teraupeutik
2. Mengeluh haus 13. Kongesti paru Terapeutik
menurun 3. Berikan posisi modified 3. Posisi modified trendelenburg
trendelenburg merupakan metode sederhana
Objektif 14. Perasaan lemah untuk memprediksi perbaikan
1. Pengisian vena menurun menurun hemodinamika pasien dalam
43

2. Status mental berubah 15. Keluhan haus pemberian resusitasi cairan.


3. Suhu tubuh meningkat menurun (Anne, 2017)
4. Konsentrasi urin 16. Konsentrasi urine
meningkat menurun 4. Tindakan pemberian asupan oral
17. Frekuensi nadi 4. Berikan asupan cairan oral
5. Berat badan turun tiba- bertujuan untuk memenuhi atau
tiba membaik menggantikan cairan tubuh yang
18. Tekanan darah hilang. Pemberian segera asupan
membaik cairan oral memungkinkan
Kondisi Klinis Terkait
19. Tekanan nadi dehidrasi yang diakibatkan diare
6. Penyakit Addison
membaik dapat mempengaruhi durasi diare
7. Trauma/pendarahan 20. Membran mukosa
8. Luika bakar sehingga defisit volume cairan
membaik teratasi segera dalam menghindari
9. AIDS 21. Jugular Venous shock hipovolemik. (Ganong WF,
10. Penyakit Crohn Pressure (JVP) 2012)
11. Muntah membaik
12. Diare 22. Kadar Hb membaik
23. Kadar Ht membaik Contoh perhitungan cairan tubuh
13. Kolitis ulseratif
24. Cenral Venous pada orang dewasa berdasarkan
14. Hipoalbuminemia
Pressure membaik rumus Holliday & Segard dengan
25. Refluks berat badan 63 kg.
hepatojugular BB 10 kg pertama = 1 L/hari cairan
membaik BB 10 kg kedua = 0,5 L/hari cairan
BB sisa x 20 ml
Diketahui BB pasien 63 kg
10 kg pertama = 1000 cc cairan
10 kg kedua = 500 cc cairan
Sisa BB 43 kg = 20 ml x 43 kg =
860
44

Total cairan/hari adalah:


1000cc+500cc+860cc = 2360
cc/hari

Edukasi Edukasi
5. Anjurkan memperbanyak 5. Asupan cairan oral dapat
asupan cairan oral membantu merehidrasi cairan
tubuh. Pada kondisi hipovolemia
sangat diperlukan asupan cairan
untuk mencegah terjadinya shock,
dimana cairan yang keluar lebih
banyak daripada cairan yang
masuk. Jadi aupan cairan oral
berperan dalam mengembalikan
keseimbangan cairan. (Ganong
WF, 2012)

6. Perubahan posisi mendadak dapat


6. Anjurkan menghindari
menyebabkan pusing dan pingsan,
perubahan posisi mendadak
dimana sistem cardiovascular
ataus sistem saraf gagal bereaksi
secara tepat terhadap perubahan
yang mendadak. (Ganong WF,
2012)

Kolaborasi Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian 7. Cairan issotonis diperuntukkan
cairan IV issotonis (mis. bagi penderita hipovolemia
45

Cairan NaCl, RL) dengan kondisi penurunan tekanan


darah terus menerus yang
mengakibatkan penurunan cairan
tubuh, dapat mengkoreksi
ketidakseimbangan elektrolit dan
menjaga tubuh terhidrasi dengan
baik. (Ganong WF, 2012)

8. Kolaborasi pemberian 8. Cairan koloid mengandung


cairan Koloid (mis. molekul lebih berat seperti
Albumin, Plasma) albumin jenis. Jenis cairan ini
umumnya lebih bertahan lama
dalam pembuluh darah sehingga
koloid dapat digunakan sebagai
cairan resusitasi pada pasien yang
mengalami kekurangan cairan
parah seperti shock hipovolemia.
(Ganong WF, 2012)
4. Gangguan Pola Tidur (D.0055) Setelah dilakukan Dukungan tidur
Kategori : Fisiologis tindakan keperawatan Definisi:
Subkategori : Aktivitas/istirahat pola tidur membaik Memfasilitasi siklus tidur dan terjaga
Definisi : Kriteria Hasil : yang teratur.
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu 1. Keluhan sulit tidur Observasi: Observasi:
tidur akibat faktor eksternal. menurun 1. Identifikasi pola aktifitas 1. Pengaturan siklus tidur melibatkan
Penyebab : 2. Keluhan sering tidur. mekanisme serebral secara
1. Hambatan lingkungan (mis. terjaga menurun bergantian agar mengaktifkan dan
kelembapan lingkungan sekitar, suhu 3. Keluhan tidak puas menekan pusat otak untuk dapat
lingkungan, pengcahayaan, tidur menurun tidur dan bangun. Pengaturan
kebisingan, bau tidak sedap, jadwal 4. keluhan pola tidur mekanisme tidur dan terjaga
pemantauan/pemeriksaan/tindakan). berubah menurun dipengaruhi oleh sistem aktivasi
46

2. Kurang kontrol tidur 5. Keluhan istirahat retikuler yang disingkat SAR.


Gejala dan Tanda Mayor : tidak cukup SAR berlokasi di batangg otak
Subjektif : menurun teratas yang terdiri dari sel khusus
1. Mengeluh sulit tidur 6. kemampuan yang mempertahankan
2. Mengeluh sering terjaga beraktivitas kewaspadaan dan terjaga.
3. Mengeluh istirahat tidak cukup meningkat (Triyono, 2011)
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif : 2. Identifikasi faktor 2. Faktor pengganggu tidur seperi
1. Mengeluh kemampuan beraktivitas pengganggu tidur. nyeri, stress dan psikologis
menurun karena adanya peningkatan
jumlah hormon kortisol yang
berperan dalam siklus tidur.
Kondisi Klinis Terkait : (Triyono, 2011)
1. Kecemasan
2. Kehamilan Terapeutik Terapeutik
3. Tetapkan jadwal tidur rutin 3. Menjalankan pola tidur yang
terjadwal membuat fungsi tubuh
seseorang berjalan dengan baik
sehingga mudah terhindar dari
penyakit degeneratif. Jadwal
tidur yang rutin akan
meningkatkan sistem kekebalan
tubuh dan meningkatkan
kemampuan otak dalam
mengolah, mengingat dam
mengurangi respon nyeri.
(Hidayat, 2008)

4. Fasilitasi menghilangkan 4. Meningkatnya denyut jantung


stress sebelum tidur adalah salah satu gejala yang
sering ditemukan saat stress
47

maupun keadaan tidak nyaman


(nyeri) ini juga berhubungan
dengan peningkatan jumlah
hormon kortisol yang diproduksi
tubuh saat stress dan keadaan
tidak nyaman, kelelahan fisik dan
rangsang otonom maka dari itu
penting untuk merileksasikan
otak menjelang tidur. (Hidayat
2008)

Edukasi Edukasi
5. Jelaskan pentingnya tidur 5. Tidur yang berkualitas
cukup selama sakit dibutuhkan oleh pasien agar
kondisi dan daya tahan tubuh
dapat dipertahankan optimal.
Saat tidur sel yang rusak akan
diperbaiki. Saat tidur produksi
sitokinin aktif untuk membantu
melawan bakteri dan virus dsalam
tubuh. Senyawa meningkatkan
sistem kekebalan tubuh.
(Alifiyanti, 2017)

5. Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan Reduksi ansietas


Kategori : Psikologis Subkatergori : tindakan keperawatan Observasi : Observasi :
Integritas Ego tingkat ansietas 1. Identifikasi saat tingkat 1. Perubahan ansietas harus
menurun ansietas berubah misalnya diketahui guna menentukan
Definisi : Kriteria Hasil : kondisi, waktu, stressor. tindakan yang dilakukan
Kondisi emosi dan pengalaman selanjutnya. Misal pada kondisi
subyektif individu terhadap obejk yang nyeri, mood tidak stabil dan lain-
48

tidak jelas dan spesifik akibat 1. Verbalisasi lain. Tubuh akan


antisipasi bahaya yang memungkinkan kebingungan mengeluarkakan hormon kortisol
individu melakukan tindakan untuk menurun guna menyeimbangkan
menghadapi ancaman. 2. Verbalisasi perubahan keadaan psikologis.
Penyebab : khawatir akibat (Hawari, 2016)
1. Krisis situasional kondisi yang
2. Kebutuhan tidak terpenuhi dihadapi menurun 2. Monitor tanda-tanda 2. Situasi ansietas akan
3. Krisis maturasional 3. Perilaku gelisah ansietas seperti tekanan mengaktifkan hipotalamus yang
4. Ancaman terhadap konsep diri menurun darah dan nadi meningkat, kemudian akan mengendalikan
5. Ancaman terhdapa kematian 4. Perilaku tegang insomnia, mudah sakit dan sistem korteks adrenal dan sistem
6. Kekhawatiran mengalami menurun gelisah saraf simpatis. Hormon stress
kegagalan 5. Keluhan utama meliputi kortisol, adrenalin
7. Disfungsi sistem keluarga pusing menurun dan tiroksin meningkat dan
8. Hubungan orang tua anak tidak 6. Anoreksia menurun berdampak substansial pada
memuaskan 7. Palpitasi menurun sistem hemeostatis. Adrenalin
9. Faktor keturunan (temperamen 8. Frekuensi bekerja secara sinergis untuk
mudah teragitasi sejak lahir) pemapasan meningkatkan denyut jantung
10. Penyalahgunaan zat menurun dengan sistem saraf simpatis.
11. Terpapar bahaya lingkungan 9. Frekuensi nadi Maka dari itu apabila denyut
(mis.toksin, polutan, dan lain- menurun jantung meningkat maka denyut
lain). 10. Tekanan darah nadi juga akan meningkat yang
12. Kurang terpapar informasi. menurun diikuti peningkatan tekanan
Gejala dan Tanda Mayor : 11. Diaforesis menurun darah. Cemas menyebabkan
Subjektif : 12. Tremor menurun kerja saraf berlebihan dan terlalu
1. Merasa khawatir dengan akibat dari 13. Pucat menurun aktif, sehingga ketika seseorang
kondisi yang dihadapi. 14. Konsentrasi mengalami cemas maka tubuh
2. Sulit untuk berkonsentrasi. membaik akan meningkatkan produksi
15. Pola tidur membaik adrenalin. Adrenalin merupakan
Objektif : zat kimia yang diproduksi otak
1. Tampak gelisah untuk meningkatkan
2. Sulit tidur. kewaspadaan yang membuat
49

seseorang tetap terjaga sehingga


Gejala dan tanda minor : gangguan insomnia terjadi. Saat
Subjektif : - cemas tubuh akan mengeluarkan
Objektif : hormon kortisol. Hormon kortisol
1. Frekuensi nadi meningkat. yang berlebihan bisa
menyebabkan peradangan dan
mematian sistem kekebalan
tubuh. Itu sebabnya orang yang
mengalami gangguan cemas
kronis rentan mengalami infeksi
dan mudah sakit. Keadaan
gelisah terjadi karena adanya
peningkatan sekresi hormon
kortisol yang berdampak
terhadap peningkatan denyut
jantung dan adanya perasaan
tidak nyaman dan gelisah. Oleh
karena itu monitoring perlu
dilakukan untuk menentukan
tindakan apakah perlu diberikan
terapi farmakologis atau non
farmakologis. (PPNI, 2017)

Terapeutik : Terapeutik :
3. Ciptakan suasana terapeutik 3. Dalam suasana terapeutik, pasien
untuk menumbuhkan terlibat penuh dalam komunikasi
kepercayaan sehingga suasana terapeutik
tercipta dan merupakan salah satu
bentuk dari berbagai komunikasi
yang dilakukan untuk proses
50

penyembuhan. (Damayanti,
2008)

4. Dengarkan dengan penuh 4. Mengetahui secara positif


perhatian terhadap perilaku pasien yang
berkaitan erat dengan kesehatan
dan tindakan keperawatan yang
menggunakan prinsip-prinsip
komunikasi. Dengan
mendengarkan penuh perhatian,
maka pasien merasa dihargai dan
akan menimbulkan kepercayaan
secara terapeutik. (Damayanti,
2008)

5. Memotivasi 5. Ketika cemas dan stress tubuh


mengidentifikasi situasi akan mengaktifkan Hypotallamus
yang memicu kecemasan Pituitary Adrenal (HPA) dan
menghasilkan kortisol. Semakin
tinggi tingkat kecemasan akan
semakin banyak kortisol yang
dieksresikan oleh kelenjar
adrenalin. Situasi yang memicu
kecemasan harus dihindari untuk
meminimalisir pemicu
kecemasan. (Hawari, 2016)

Edukasi: Edukasi
6. Informasikan secara aktual 6. Penjelasan yang benar akan
mengenai diagnosis, mengurangi tingkat kecemasan.
pengobatan, prognosis Penurunan kecemasan sangat
51

dipengaruhi oleh pemberi


informasi yang benar dimana
gangguan kecemasan akan
meningkat apabila penjelasan
yang kurang benar. Dengan
penjelasan yang baik klien akan
mempunyai mekanisme koping
yang baik pula untuk mengontrol
kecemasan. (Ayuni, 2022)

7. Anjurkan mengungkapkan 7. Mengungkapkan perasaan yang


perasaan dan konsepsi. sedang dirasakan klien akan
membuat perasaan lega yang
akan menurunkan tingkat cemas
dan stress sehingga akan
meningkatkan rasa nyaman, imun
tubuh dan meningkatkan proses
penyembuhan. (Novie Astari,
2012)

8. Latih kegiatan pengalihan 8. Teknik pengalihan adalah teknik


untuk mengurangi untuk mengatasi rasa cemas
ketegangan misalnya relaksasi pernafasan.
Teknik pengalihan dapat
meningkatkan kerja saraf
parasimpatisn dengan
mengurangi kerja saraf simpatis
sehingga dapat menekan rasa
tegang dam cemas klien.
(Hawari, 2016)
52

Kolaborasi : Kolaborasi :
9. Kolaborasi dalam 9. Pemberian obat anti ansietas
pemberian obat sangat penting karena golongan
obat ini akan meningkatkan
aktivitas reseptor serotonin dan
dopamin di saraf. Rangsangan
tersebut dapat mengubah pesan
yang diterima oleh saraf sehingga
mengurangi kecemasan.
(Damayanti, 2008)
53

e. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Dalam hal ini menggambarkan pelaksanaan tindakan yang dilakukan

serta evaluasi respon klien dari tindakan keperawatan yang dilakukan dan

didokumentasikan dalam bentuk SOAP

B. Konsep Nyeri

1. Pengertian Nyeri Akut

Nyeri merupakan kejadian yang tidak menyenangkan, mengubah

gaya hidup dan kesejahteraan individu. Perawat harus mengkaji hal-hal

berikut ini untuk mengetahui efek nyeri pada klien. Patricia A. Potter 2015

menyatakan nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah

mengalaminya, sedangkan menurut Wartonah (2015) nyeri merupakan

kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan bersifat sangat

subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal

skala atau tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat

menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan

adalah suatu kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak

menyenangkan yang terkadang dialami individu. Kebutuhan terbebas dari

rasa nyeri itu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang merupakan tujuan

diberikannya asuhan keperawatan pada seorang pasien di rumah sakit (Perry

& Potter, 2015).

Menurut PPNI (2016) Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik atau

emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional,


54

dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat

yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai nyeri yang terjadi setelah

cedera akut, penyakit atau intervensi bedah, dan memiliki awitan yang cepat,

dengsn intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) serta berlangsung

singkat (kurang dari enam bulan) dan menghilang dengan atau tanpa

pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Nyeri akut biasanya

berlangsung singkat. Pasien yang mengalami nyeri akut biasanya

menunjukkan gejala perspirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan darah

meningkat serta pallor (Mubarak et al, 2015).

2. Klasifikasi Nyeri Akut

Penting bagi seorang perawat untuk mengetahui tentang macam-

macam tipe nyeri. Dengan mengetahui macam-macam tipe nyeri diharapkan

dapat menambah pengetahuan dan membantu perawat ketika memberikan

asuhan keperawatan pada pasien dengan nyeri. Ada banyak jalan untuk

memulai mendiskusikan tentang tipe-tipe nyeri, antara lain melihat nyeri dari

segi durasi nyeri, tingkat keparahan dan intensitas, model transmisi, lokasi

nyeri, dan kausatif dari penyebab nyeri itu sendiri (Perry & Potter, 2015).

Nyeri Akut Dibagi Menjadi 2 bagian

a. Nyeri Somatik,jika organ yang terkena adalah organ soma seperti kulit,

otot, sendi, tulang, atau ligament karena di sini mengandung kaya akan

nosiseptor. Terminologi nyeri muskuloskeletal diartikan sebagai nyeri

somatik. Nosiseptor disini menjadi sensitif terhadap inflamasi, yang akan

terjadi jika terluka atau keseleo. Selain itu, nyeri juga bias terjadi akibat
55

iskemik, seperti pada kram otot. Hal inipun termasuk nyeri nosiseptif.

Gejala nyeri somatik umumnya tajam dan lokalisasinya jelas, sehingga

dapat ditunjuk dengan telunjuk. Jika kita menyentuh atau

menggerakanbagian yang cedera, nyerinya akan bertambah berat (Perry &

Potter, 2015).

b. Nyeri viseral, jika yang terkena adalah organ-organ viseral atau organ

dalam yang meliputi rongga toraks (paru dan jantung), serta rongga

abdomen (usus, limpa, hati dan ginjal), rongga pelvis (ovaruim, kantung

kemih dan kandungan). Berbeda dengan organ somatik, yang nyeri kalau

diinsisi, digunting atau dibakar, organ somatik justru tidak. Organ viseral

akan terasa sakit kalau mengalami inflamasi, iskemik atau teregang. Selain

itu nyeri viseral umumnya terasa tumpul, lokalisasinya tidak jelas disertai

dengan rasa mual - muntah bahkan sering terjadi nyeri refer yang dirasakan

pada kulit. (Perry & Potter, 2009).

3. Patofisiologi Nyeri

Reseptor nyeri merupakan organ tubuh yang berfungsi untuk

menerima rangsangan nyeri. Reseptor nyeri disebut juga dengan nosiceptif

merupakan ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya pada

stimulus yang kuat, yang secara potensial merusak (Ehde 2018). Reseptor

pada bagian kutaneus terbagi dalam dua komponen yaitu: serabut A delta

dan serabut C. Serabut A delta merupakan serabut komponen cepat yang

memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang, sementara

serabut C merupakan serabut komponen lambat yang terdapat pada daerah

yang lebih dalam, nyeri biasanya tumpul dan sulit dilokalisasi.


56

Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara

yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu

untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut yaitu: resepsi,

persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan implus melalui

serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani

salah satu dari beberapa rute saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula

spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya

sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat

pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah

stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan

ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka

otak menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang

pengalaman serta pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam

upaya mempersepsikan nyeri (Patricia A. Potter, 2015).

Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan.

Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung

saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin

yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian,

dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan

respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat

berupa zat kimiawi seperti histamin, bradikidin, prostaglandin, dan

macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan

akibat kekurangan oksigen (Smeltzer et al. 2015).


57

4. Efek Nyeri

Menurut Smeltzer et al (2015), efek membahayakan dari nyeri

dibedakan berdasarkan klasifikasi nyeri, yaitu nyeri akut dan nyeri kronis.

Nyeri akut mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan

yang disebabkannya, selain merasa ketidaknyamanan dan mengganggu,

nyeri akut yang tidak reda dapat mempengaruhi sistem pulmonari,

kardiovaskular, gastrointestinal, endokrin, dan imunologik. Pasien dengan

nyeri hebat dan stres yang berkaitan dengan nyeri tidak mampu untuk nafas

dalam dan mengalami peningkatan nyeri dan mobilitas menurun. Nyeri

kronis mempunyai efek yang membahayakan seperti supresi fungsi imun

yang berkaitan dengan nyeri kronis dapat meningkatkan pertumbuhan

tumor. Nyeri kronis juga sering mengakibatkan depresi dan

ketidakmampuan. Pasien mungkin tidak mampu untuk melanjutkan

aktivitas dan melakukan hubungan interpersonal. Ketidakmampuan ini

dapat berkisar dari membatasi keikutsertaan dalam aktivitas fisik sampai

tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pribadi, seperti berpakaian atau

makan.

5. Tanda dan Gejala Nyeri Akut

Gejala dan tanda menurut PPNI (2016) adalah sebagai berikut:

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : mengeluh nyeri

Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi

menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan sulit tidur. Gejala

dan Tanda Minor


58

Subjektif : tidak tersedia Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas

berubah, nafsu makan berubah, proses berfikir terganggu, menarik diri,

berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis.

6. Pengukuran Nyeri

b. Numeric Rating Scale ( NRS)

Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah divalidasi. Berat

ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan

mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik dari 0 hingga

10, di bawah ini, nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas nyeri,

sedangkan 1-3 adalah nyeri ringan, 4-6 adalah nyeri sedang, 7-9 adalah

nyeri berat terkontrol, dan 10 adalah nyeri berat tidak terkontrol

(Patricia A. Potter, 2015).

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2.4 Skala numeric rating scale (NRS)


Patricia A. Potter (2015)

c. Visual analog scale ( VAS )

Skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa

bebas mengekspresikan nyeri, ke arah kiri menuju tidak sakit, arah

kanan sakit tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang sedang

(Patricia A. Potter, 2015).


59

Gambar 2.5 Skala visual analog scale (VAS)


Patricia A. Potter (2015)

d. Skala Wajah Wong dan Barker

Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda,

menampilkan wajah bahagia hingga wajah sedih, digunakan untuk

mengekspresikan rasa nyeri. Skala ini biasanya dipergunakan mulai

anak usia 3 (tiga) tahun (Patricia A. Potter, 2015).

Gambar 2.6 Skala Wajah Wong dan Barker


Mubarak (2015)

7. Mekanisme Nyeri Akut

Antara suatu rangsang sampai dirasakannya sebagai persepsi nyeri

terdapat 5 proses elektrofisiologik yang jelas, dimulai dengan proses

transduksi, konduksi, modulasi, transmisi dan persepsi. Keseluruhan proses

ini disebut nosisepsi (nociception) (Perry & Potter, 2015). Mekanisme Nyeri

Akut melalui proses nosisepsis adalah sebagai berikut :

a. Transduksi adalah proses di mana suatu stimulus kuat dubah menjadi

aktivitas listrik yang biasa disebut potensial aksi. Dalam hal nyeri akut

yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan akan melepaskan


60

mediator kimia, seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin, substasi P,

dan histamin. Zat-zat kimia inilah yang mengsensitasi dan mengaktivasi

nosiseptor mengasilkan suatu potensial aksi (impuls listrik). Perubahan

zat-zat kimia menjadi impuls listrik inilah yang disebut proses transduksi.

b. Konduksi adalah proses perambatan dan amplifikasi dari potensial aksi

atau impuls listrik tersebut dari nosiseptor sampai pada kornu posterior

medula spinalis pada tulang belakang.

c. Modulasi adalah proses inhibisi terhadap impuls listrik yang masuk ke

dalam kornu posterior, yang terjadi secara spontan yang kekuatanya

berbeda- beda setiap orang, (dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan,

kepercayaan atau budaya). Kekuatan modulasi inilah yang membedakan

persepsi nyeri orang per orang terhadap suatu stimlus yang sama.

d. Transmisi adalah proses perpindahan impuls listrik dari neuron pertama ke

neuron kedua terjadi dikornu posterior medula spinalis, dari mana ia naik

melalui traktus spinotalamikus ke talamus dan otak tengah. Akhirnya, dari

talamus, impuls mengirim pesan nosiseptif ke korteks somatosensoris, dan

sistem limbik.

e. Persepsi adalah proses yang sangat kompleks yang sampai saat ini belum

diketahui secara jelas. Namun, yang dapat disimpulkan di sini bahwa

persepsi nyeri merupakan pengalaman sadar dari penggabungan antara

aktivitas sensoris di korteks somatosensoris dengan aktivitas emosional

dari sistim limbik, yang akhirnya dirasakan sebagai persepsi nyeri berupa

“unpleasant sensory and emotional experience”(Perry & Potter, 2015).


61

8. Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

a. Usia

Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap nyeri. Sebagai

contoh anak-anak kecil yang belum dapat mengucapkan kata-kata

mengalami kesulitan dalam mengungkapkan secara verbal dan

mengekspresikan rasa nyarinya, sementara lansia mungkin tidak akan

melaporkan nyerinya dengan alasan nyeri merupakan sesuatu yang harus

mereka terima (Patricia A. Potter, 2015).

b. Jenis kelamin

Secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak berbeda secara

bermakna dalam merespon nyeri. Beberapa kebudayaan mempengaruhi

jenis kelamin misalnya ada yang menganggap bahwa seorang anak laki-

laki harus berani dan tidak boleh menangis sedangkan seorang anak

perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama (Andari, 2017).

c. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengruhi individu mengatasi

nyeri. Individu mempelajari apa yang ajarkan dan apa yang diterima oleh

kebudayaan mereka (Andari, 2017).

d. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan

dengan nyeri yang meningkat. Sedangkan upaya pengalihan (distraksi)

dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan

salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk


62

menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing

(guided imaginary) dan mesase, dengan memfokuskan perhatian dan

konsentrasi klien pada stimulus yang lain, misalnya pengalihan pada

distraksi (Patricia A. Potter, 2015).

e. Ansietas

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri. Namun nyeri juga

dapat menimbulkan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem

limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas

(Patricia A. Potter, 2015).

f. Kelemahan

Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa

kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan

kemampuan koping (Patricia A. Potter, 2015).

g. Pengalaman sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Apabila individu sejak

lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh

maka ansietas atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya jika individu

mengalami jenis nyeri yang sama berulang-ulang tetapi nyeri tersebut

dengan berhasil dihilangkan akan lebih mudah individu tersebut

menginterpretasikan sensasi nyeri (Andari, 2017).

h. Gaya koping

Gaya koping mempengaruhi individu dalam mengatasi nyeri. Sumber

koping individu diantaranya komunikasi dengan keluarga, atau melakukan

latihan atau menyanyi (Andari, 2017).


63

i. Dukungan keluarga dan social

Kehadiran dan sikap orang-orang terdekat sangat berpengaruh untuk

dapat memberikan dukungan, bantuan, perlindungan, dan meminimalkan

ketakutan akibat nyeri yang dirasakan, contohnya dukungan keluarga

(suami) dapat menurunkan nyeri kala I, hal ini dikarenakan ibu merasa

tidak sendiri, diperhatikan dan mempunyai semangat yang tinggi (Patricia A.

Potter, 2015).

j. Makna nyeri

Individu akan berbeda-beda dalam mempersepsikan nyeri apabila

nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan hukuman dan

tantangan. Misalnya seorang wanita yang bersalin akan mempersepsikan

nyeri yang berbeda dengan wanita yang mengalami nyeri cidera kepala

akibat dipukul pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersepsikan

klien berhubungan dengan makna nyeri (Patricia A. Potter, 2015).

9. Managemen nyeri

Manajeman nyeri dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Manajemen farmakologis dengan menggunakan obat-obatan analgetik

atau anastesi untuk mengurangi nyeri, penggunaan analgetik bertujuan

untuk mengganggu penerimaan/ stimuli nyeri dan interpretasi dengan

menekan fungsi talamus dan kortek serebri.

b. Manajemen non farmakologi, manajemen non farmakologis ini tidak

mengunakan obat-obatan untuk mengurangi nyeri, sehingga sebagian

dapat digunakan mandiri oleh pasien. Berikut adalah beberapa

manajemen non farmakologis: sentuhan terapeutik, akupresur, guided


64

imagery, distraksi, anticipatory guidance, hypnoterapi, biofeedback,

stimulasi kutaneus, aspek spiritual dzikir (Tamsuri, 2016)

C. Konsep Musik Mozart

1. Pengertian Terapi Musik

Terapi musik merupakan penggunaan musik menjadi indera terapi

untuk memperbaiki, memelihara, menaikkan keadaan mental, fisik & emosi.

Bagi penderita hipertensi atau tekanan darah tinggi, musik bisa dijadikan

terapi yang efektif untuk menurunkan tekanan darah (Ismarina, Herliawati,

and Muharyani 2015).

Musik klasik Mozart merupakan musik klasik hasil karya seorang

komponis Wolfgang Amadeus Mozart (bahasa Jerman) yang bernama asli

Johannes Chrysostomus Wolfgangus Gottlieb Mozart. Wolfgang Amadeus

Mozart dianggap sebagai salah satu dari komponis musik klasik Eropa yang

terpenting dan paling terkenal dalam sejarah (Tanjung, 2014).

Musik merupakan bagian yang krusial menurut kebudayaan

masa lalu & sekarang. Sepanjang sejarah musik sudah mempengaruhi

& membangun respon sosial pada konteks yang berbeda-beda, contohnya

dalam kegiatan ritual, sosial & upacara politik. Secara tradisional, musik

dipercaya berdampak terhadap respon fisik & emosial. Lebih lanjut, musik

sudah banyak dimanfaatkan pada intervensi terapeutik dalam pertengahan

abad 20, yang sebelumnya sudah ada pada kebudayaan sepanjang abad.

Namun, musik untuk penyembuhan tidak sembarang musik, hanya lagu

yang sempurna yang mampu menyembuhkan. Pilih jenis musik yang


65

bersifat rileks menggunakan tempo kurang lebih 60 ketukan per menit

misalnya musik klasik karya Mozart (Yuliana, Pujiastuti, and Hartati 2020).

Terapi musik merupakan keahlian memakai musik atau elemen

musik seseorang terapis untuk menaikkan, mempertahankan dan

mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spritual. Dalam

kedokteran, terapi musik dianggap menjadi terapi pelengkap

(complementary medicine), Potter pula mendefinisikan terapi musik

menjadi teknik yang dipakai untuk penyembuhan suatu penyakit

menggunakan suara atau irama eksklusif. Jenis musik yang

dipakai pada terapi musik bisa disesuaikan dengan keinginan, misalnya

musik klasik, intrumentalia, slow musik, orchestra dan musik modern

lainnya. Namun beberapa pakar menyarankan untuk tidak memakai jenis

musik ekslusif seperti pop, disco, rock and roll dan musik berirama keras

(anapestic beat) lainnya, karena jenis musik menggunakan anapestic beat

(dua beat pendek, 1 beat panjang dan lalu pause) adalah irama yang

antagonis menggunakan irama jantung. Musik lembut dan teratur misalnya

intrumentalia dan musik klasik adalah musik yang seringkali dipakai untuk

terapi musik (Potter and Perry 2015).

Musik klasik merupakan esensi keteraturan dan membaca dalam

semua hal yang baik, adil dan indah. Musik klasik akhir-akhir ini mula

diperkenalkan dan dipopulerkan setelah banyak penelitian yang membahas

dan mempelajari lebih lanjut mengenai dampak positif musik klasik

terhadap kehidupan baik untuk kesehatan maupun juga pada pembelajaran.

Musik klasik misalnya karya Mozart, bach, bethoven dan vivaldi bisa
66

menaikkan kemampuan mengingat, mengurangi stress, meredakan

ketegangan, menaikkan energi dan meningkatkan daya ingat (Heryani dan

Utari 2017).

Terapi musik klasik merupakan penggunaan musik menjadi indera

terapis untuk memperbaiki, memelihara, berbagi mental, fisik dan kesehatan

emosi. Terapi musik adalah suatu bentuk terapi dibidang kesehatan yang

memakai musik & aktivitas musik untuk mengatasi banyak sekali kasus

pada aspek baik fisik, psikologis, kognitif dan kebutuhan sosial individu.

Terapi musik bisa dipakai pada lingkup klinis, pendidikan dan sosial bagi

pasien yang membutuhkan pengobatan atau intervensi dalam aspek sosial

dan psikologis (Gusti 2018).

2. Keistimewaan Mozart

Pada dewasa ini banyak jenis musik yang bisa diperdengarkan

tetapi musik yang menempatkan kelasnya menjadi musik bermakna medis

merupakan musik klasik Mozart. Musik ini mempunyai magnitude yang

luar biasa pada perkembangan ilmu kesehatan, antara lain mempunyai

nada yang lembut, nadanya menaruh stimulasi gelombang alfa,

kenyamanan dan menciptakan pendengarnya lebih rileks. Musik klasik

Mozart dianggap bisa memberikan pengaruh-pengaruh positif bagi

kehidupan manusia berkat alunan nadanya. Pengaruh musik klasik Mozart

menjadi entertaining effect, learning support effect dan menjadi enriching

mind effect. Lantaran musik klasik Mozart menggunakan irama lembut

yang bisa mempengaruhi denyut jantung sehingga menyebabkan

kenyamanan yang didengarkan melalui indera pendengaran akan masuk


67

sendiri ke otak dan diolah sehingga membentuk pengaruh yang sangat baik

terhadap kesehatan seseorang. Jenis musik klasik Mozart adalah musik

lambat atau sinkron menggunakan denyut jantung maka akan bereaksi

mengeluarkan hormon (serotonin) yang bisa menciptakan rasa nikmat dan

senang (Aini, N. dkk, 2017).

3. Manfaat Musik

Aizid (2017) menjelaskan terdapat beberapa manfaat musik yaitu :

a. Musik berguna untuk menjaga kesehatan dan kekebalan tubuh manusia,

lantaran musik ternyata bersifat terapeutik dan bisa menyembuhkan.

b. Musik bisa meningkatkan inteligensi, dikarenakan rangsangan ritmis

sanggup meningkatkan fungsi kerja otak manusia, mislanya

membentuk saraf-saraf otak bekerja dan membentuk rasa nyaman dan

tenang, sehingga fungsi kerja otak optimal.

c. Musik bisa mengakibatkan reaksi psikologis yang bisa mengubah

suasana hati dan kondisi emosi, sebagai akibatnya musik bermanfaat

menjadi relaksasi yang mampu menghilangkan stress, mengatasi

kecemasan, memperbaiki mood dan menumbuhkan kesadaran spiritual.

d. Musik bisa sebagai indera dan media komunikasi sesama manusia,

karena musik adalah bahasa universal yang sanggup memadukan

disparitas dan membentuk perdamaian dan solidaritas kemanusiaan.

4. Aplikasi Terapi Musik dalam Dunia Kesehatan

Musik memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan

meningkatkan kemampuan pikiran seseorang. Musik dapat meningkatkan,

memulihkan, dan memelihara kesehatan fisik, mental, emosional, social,


68

dan spiritual. Musik memiliki pengaruh besar terhadap pikiran. Hal ini

tersebut terbukti dari efek yang tercipta dari musik tersebut, ada musik

membuat gembira, sedih, terharu, terasa sunyi, mengingat masa lalu,

meningkatkan konsentrasi, dan lain – lain. Musik memiliki 3 bagian yang

penting, yaitu bit (beat), ritme, dan harmonis. Beat dapat mempengaruhi

roh. Setiap musik yang kita dengarkan walaupun hal tersebut tidak sengaja

didengarkan, akan berpengaruh pada otak. Terdapat 3 sistem saraf yaitu

sebagian berikut (Yanuarita, 2012) :

a. Sistem otak yang memproses perasaan

Musik adalah bahasa jiwa yang mampu membawaa perasaan

kearah mana saja. Musik yang didengarkan akan merangsang sistem

saraf, sehingga menghasilkan perasaan.

b. Sistem otak kognitif

Aktivasi sistem ini bisa terjadi walaupun seseorang tidak

mendengarkan atau memperhatikan musik yang sedang diputar. Musik

akan merangsang system ini secara otomatis walau tanpa disimak atau

memperhatikan. Jika sistem ini dirangsang maka seseorang dapat

meningkatkan memori, daya ingat, konsentrasi, kemampuan belajar,

kemampuan matematika, analisis, logika, intelegensi, kemampuan

memilah disamping itu juga adanya perasaan bahagia dan timbulnya

keseimbangan sosial

c. Sistem otak yang mengontrol kerja otak

Secara langsung dalam mempengaruhi otak detak jantung dan

pernafasan bisa melambat tergantung alunan musik didengarkan.


69

Berbagai penelitian yang dilakukan para ahli telah membuktikan bahwa

musik dapat mempengaruhi dalalm mengembangkan imajinasi dan

pikiran kreatif.

D. Pendekatan Teori Keperawatan Yang Digunakan

Dalam kasus tumor kaput pankreas kemungkinan masalah yang akan

timbul sesuai dengan perjalanan penyakit adalah seperti nyeri akut, defisit nutrisi,

hipovolemi, pola tidur dan ansietas. Salah satu dari masalah tersebut yaitu nyeri

akut yang dimana ini masuk menjadi salah satu hal pion ke tiga dalam konsep

kolaba yaitu penilaian kebutuhan kenyamanan.

Menurut Wirastri, dikembangkan dari Kolcaba, teori comfort merupakan

middle range theory, karena memiliki batasan konsep dan proposisi, tingkat

abstraksinya rendah dan mudah diterapkan pada pelayanan keperawatan. Teori

ini lebih mengedepankan kenyamanan sebagai kebutuhan semua manusia.

Kenyamanan ialah kebutuhan yang diperlukan pada rentang sakit hingga sehat

dan kenyamanan merupakan label tahap akhir dari tindakan terapeutik perawat

kepada pasien (Risnah & Irwan, 2021).

Menurut Alligood (2014), Kolcaba menjelaskan kenyamanan adalah

suatu yang menguatkan, dan dari ergonomis berkaitan langsung dengan

penampilan dalam bekerja. Namun, arti ini tidak secara implisit, ada konteks

lainnya dan masih bersifat ambigu. Konsep tersebut dapat diartikan sebagai kata

kerja, kata benda, kata sifat, kata keterangan, proses dan hasil. Alligood (2014),

menyatakan bahwa, terdapat beberapa asumsi yang mendasari teori Kolcaba

yaitu:
70

1. Setiap individu menunjukkan respons holistik terhadap stimulus kompleks

yang diterima.

2. Kenyamanan adalah hasil holistik yang ingin dicapai oleh setiap individu

dan erat kaitannya dengan disiplin keperawatan.

3. Kenyamanan adalah kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan dan harus

dipenuhi oleh setiap individu. Hal ini merupakan usaha aktif.

4. Pencapaian kenyamanan seorang individu memberikan kekuatan bagi

pasien dalam membentuk setiap kesadaran terkait kesehatan dirinya.

5. Pasien yang menunjukan kesadaran terkait kesehatan dirinya yang tinggi

cenderung memiliki kepuasan tersendiri dengan asuhan yang diperoleh.

6. Integritas institusi didasari oleh orientasi siswa nilai penerima asuhan. Sama

pentingnya orientasi terhadap promosi kesehatan, asuhan holistik dalam

konteks keluarga dan pemberi asuhan. Perawat memiliki fungsi unik dalam

membantu individu, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Sebagai

anggota dari tim kesehatan, perawat memiliki fungsi independen di dalam

penanganan perawatan. Perawat harus memiliki pengetahuan biologis

maupun sosial, untuk menjalankan fungsinya (Risna & Irwan, 2021).

E. Evideance Based Nursing

Dampak nyeri akut pada pasien tumor kaput pankreas adalah tumor

yang besar akan menekan lingkungan sekitar saraf, menimbulkan rasa sakit di

punggung atau perut yang terkadang bisa menjadi hebat. Lokasi sakit perut

biasanya di ulu hati, awalnya difus, selanjutnya terlokalisir. Sakit perut biasanya

disebabkan invasi tumor pada pleksus coeliac dan pleksus mesenterikus

superior. Dapat menjalar ke punggung, disebabkan invasi tumor ke daerah


71

retroperitoneal dan terjadi infiltrasi pada pleksus saraf splanknikus (Desen,

2013).

Sejalan dengan penelitian Endarto (2014) terapi non farmakologi

berperan besar dalam menurunkan nyeri. Jenis terapi ini meliputi terapi musik

klasik, tehnik relaksasi dan gaya hidup yang lebih sehat. Salah satu cara yang

dilakukan untuk mengatasi nyeri secara non farmakologi yaitu dengan

mendengarkan musik klasik Mozart.

Terapi musik merupakan intervensi keperawatan, dimana musik

dijadikan sebagai media untuk aktifitas terapeutik dengan tujuan untuk

memelihara, memperbaiki serta pengembangan kesehatan mental, kesehatan

fisik, dan kesehatan emosi (Padila et al., 2020). Adapun praktik keperawatan

berbasis bukti yang berkembang menunjukkan kemajuan dalam membantu

pasien menurunkan kecemasan yaitu terapi musik (Li et al., 2020).

Terapi musik mampu meningkatkan mutu dan kualitas hidup pasien

kanker yang dirawat di rumah, dimana akan berdampak pada situasi fisik serta

psikologi pasien yang dirawat. Dengan intervensi ini, penurunan komsumsi

obat untuk masalah kecemasan, rasa sakit serta susah tidur, mampu

meningkatkan suasana hati, mengurangi ketegangan sehingga meningkatkan

mutu kehidupan dan kepuasan pasien (Valero-Cantero et al., 2020).

Musik memiliki efek psikologis, fisik, sosial, dan spiritual yang dapat

meningkatkan dukungan perawatan serta mampu meningkatkan mood dan

meningkatkan kualits hidup pasien kanker (Nuwa & Kiik, 2020). Meskipun

dampak positif dari terapi musik ini masih diperdebatkan, namun hasil

penelitian yang dilakukan oleh Li et al., 2020 membuktikan bahwa terapi musik
72

efektif menurunkan kecemasan pasien kanker, di mana terapi musik dan seni

merupakan metode yang digunakan untuk mengelola keadaan psikologi pasien.

Musik memiliki nada yang memberikan stimulasi gelombang alfa

ketenangan dan membuat pendengarnya lebih rileks karena bertempo 60

ketukan permenit. Musik yang paling efektif dalam manajemen nyeri yaitu

menggunakan musik klasik karya Mozart, bila dibandingkan musik yang

lainnya melodi dan frekuensi yang tinggi menimbulkan mood yang positif,

menurunkan rasa nyeri, dan memotivasi diotak (Astuti, 2016).

Hasil penulisan Endarto, Ismonah dan Wulandari (2014) penelitian

dilakukan pada dua kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok yang

diberikan perlakuan terapi musik dan kelompok kedua merupakan kelompok

kontrol dengan gangguan pendengaran. Prosedur yang dilakukan adalah dengan

mengukur nyeri sebelum diberikan terapi musik. Setelah itu, musik Mozart

diperdengarkan menggunakan headset selama 15 menit dan dilakukan

pengukuran kembali. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala nyeri

tingkat wajah dari Wong-Beker. Sebelum dilakukan terapi intensitas nyeri

pasien kanker tidak sakit 0, sedikit sakit 0, agak mengganggu 6, mengganggu

aktivitas 9, sangat mengganggu 1, tak tertahankan 0. Setelah dilakukan terapi

didapatkan hasil tidak sakit 9, sedikit sakit 4, agak mengganggu 0, mengganggu

aktivitas 3, sangat mengganggu 0, tak tertahankan 0. Dari penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa terapi musik klasik Mozart efektif untuk menurunkan nyeri

dan membuktikan bahwa sampel berasal dari suku, usia dan jenis kelamin yang

berbeda tetap diterima dan dinikmati.


73

Hasil penulisan Suwardi dan Rahayu (2019), Manullang dan Silvia

(2018) serta Murtisari, dkk (2014) yang menyatakan bahwa terapi musik

merupakan aktivitas terapeutik karena mampu memperbaiki, memelihara,

mengembangkan mental, fisik, dan kesehatan emosi. Musik klasik dengan

frekuensi alfa dan betha 5000-8000 Hz dapat merangsang tubuh dan pikiran

menjadi rileks sehingga merangsang otak menghasilkan hormon serotonin dan

endorphin yang akan berdampak menjadikan tubuh rileks dan membuat detak

jantung menjadi stabil. Peningkatan kadart serotonin menjadi hormon

melatonin memiliki efek regulasi terhadap relaksasi tubuh sehingga dapat

memperbaiki suasana hati (mood), baik itu menciptakan suasana tenang, rileks,

aman, maupun menyenangkan, sehingga mampu membuat pasien merasa

nyaman

Hasil penulisan Boyde, Linden, Boehm, & Ostermann (2012) dengan

judul The use of music therapy during the treatment of Cancer patients: A

Collection of evidence terdapat 12 studi klinis yang dilakukan antara tahun 2001

dan 2011 terdiri dari total 922 pasien. Delapan studi secara acak uji coba

terkontrol RCT (Randomized Controlled Trial), dan empat studi observasional.

Empat penelitian dilakukan di bidang onkologi pediatrik, yang menunjukkan

bahwa terdapat perbedaan pada perbaikan jangka pendek dalam suasana hati,

relaksasi pasien, kelelahan, serta kecemasan dalam menghadapi nyeri kanker.

Hasil penulis Aulia dkk, tahun 2015 yang berjudul “ Karakteristik

Penderita kanker pankreas di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang tahun 2009-2013” hasil penelitian menyatakan bahwa

penderita paling banyak berusia 55-64 tahun dan lebih banyak pada laki-laki,
74

salah satu faktornya adalah laki-laki lebih banyak mengonsumsi rokok dari pada

perempuan.

Hasil penulisan Sesrianty et al (2018) yaitu Melalui musik Hipothalamus

dimanipulasi agar tidak bereaksi terlalu kuat terhadap stressor yang

diterimanya. Proses secara fisiologis terjadi akibat adanya rangsangan suara

yang melepaskan hormone endorphine membuat tubuh menjadi relaks dan

pikiran menjadi tenang.

Hasil penulisan Heryani dan Utari (2017) mengatakan bahwa Terapi

Musik Mozart merupakan salah satu tehnik distraksi dalam bentuk perubahan

kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang, dan waktu. Musik harus didengarkan

minimal 15 menit agar dapat memberikan efek terapeutik. Efektifitas pemberian

terapi musik telah terbukti dalam menurunkan skala nyeri pada saat pasien

mendapatkan perawatan.

Pemberian terapi musik Mozart ini dilakukan selama 3 hari, dalam sehari

diberikan 1 kali dengan durasi lebih kurang 28 menit dengan menggunakan

headset (Fernando dkk, 2020), serta dapat merangsang peningkatan hormon

endorfin yang merupakan substansi jenis morfin yang disuplai oleh tubuh.

Hasil penulisan Arif (2019) menyebutkan bahwa intensitas skala nyeri

pada anak yang diberikan distraksi terapi musik Mozart skala nyerinya lebih

rendah dibandingkan dengan anak yang tidak diberikan distraksi musik Mozart.

Hal ini sesuai juga dengan terapi musik Mozart dapat menurunkan nyeri.

Hasil penulisan Joke Brad (2015) menyebutkan bahwa

musik meningkatkan manajemen gejala, mewujudkan harapan untuk bertahan

hidup dan membantu terhubung dengan diri sebelum sakit, tetap


75

juga dapat mengakses kenangan kehilangan dan trauma.

Hasil penulisan Purba (2017) adanya penurunan tingkat kecemasan

dengan hasil penelitian menunjukkan perubahan tingkat kecemasan yang

signifikan didapatkan rata-rata penurunan kecemasan pada kelompok intervensi

sebesar 12,61. Terapi musik sangat efektif diberikan selama 10-30 menit, hal

tersebut dikarenakan durasi 10-30 menit lebih efektif dan tidak menyebabkan

munculnya rasa kebosanan (Purba, 2017)

Anda mungkin juga menyukai