Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN KEGIATAN KEPESERTAAN

“Pelatihan Pemantauan Terapi Obat (PTO) bagi Apoteker di Rumah Sakit”

Waktu pelaksanaan : Senin – Jumat, 4-8 Maret 2024


Tempat : Aula Diklat RSUP Dr. KARIADI – Semarang
Penyelenggara : Bagian Diklit RSUP Dr. KARIADI -Semarang

RESUME MATERI SIMPOSIUM DAN WORKSHOP


SIMPOSIUM I, 20 Agustus 2016, pukul 09.30 – 11.00
Aspek Kefarmasian dalam pelayanan ginjal
Pembicara :
 DR. Budi Suprapti, M.Si., Apt (Aspek Farmakokinetik dan Farmakodinamik)
 Prof. Dr. Moch. Thaha, Sp.PD-KGH., Ph.D (Aspek toksisitas obat)
Hasil :
1. Keberhasilan terapi pada pasien dengan gangguan ginjal tidak hanya ditentukan oleh
tepat obat (jenis dan produk) tetapi regimen obat harus menjadi suatu perhatian, terutama
memperhatikan aspek farmakikinetika dan farmakodinamika obat.
2. Faktor yang berpengaruh secara farmakokinetika pada gangguan ginjal, diantaranya
biovailabilitas, ikatan obat protein-volume distribusi, eliminasi.
3. Target regimen suatu obat spesifik
4. Monitoring klinis akan terget terapi dan efek yang tidak diinginkan perlu dilakukan
5. Untuk keamanan dan kemanjuran terapi diperlukan kolaborasi antar profesi
6. Polifarmasi dan beberapa penyakit merupakan faktor terhadap nefrotoksisitas
7. Pemahaman patofisiologi nefrotoksisitas akibat obat sangat diperlukan sebagai langkah
preventif
8. Diperhatikan untuk obat golongan NSAID (anti-inflamasi nonsteroid) bersifat
nefrotoksik tergantung pada jenis, dosis, durasi, dan kombinasi obat yang digunakan.
9. Patofisiologi nefrotoksisitas akibat obat melalui mekanisme, hemodinamik
intraglomerular, toksisitas sel tubular, inflmasi, nefropati kristal, rhabdomyolysis,
mikroangiopati trombotik, dan osmotik diuretik.
10. Nefritis interstitial akut dikaitkan pada penggunaan obat allopurinol, antibiotik (Beta
laktam, kuinolon, rifampin, sulfonamid, vankomisin), antivirus (aciyclovir, indinavir),
diuretik, NSAID, phenitoin, PPI (omeprazole, lansoprazole, pantoprazole), dan ranitidin
dengan mekanisme reaksi alergi.
11. Nefritis interstitial kronik ditemukan pada penggunaan analgesik seperti acetaminophen,
aspirin dan NSAID pada penggunaan jangka panjang dan dosis tinggi (lebih dari satu
gram setiap hari selama lebih dari dua tahun)
12. Nefropati kristal disebabkan antara lain antibiotik (ampisilin, ciprofloxacin,
sulfoanamid), antivirus, methotrexate, dan triamterene. Terutama berisiko tinggi pada
pasien kekurangan volume cairan dan riwayat insufisensi ginjal.
13. Rhabdomyolisis dapat disebabkan karena penggunaan statin (kecil), kokain, heroin,
ketamine, metadon, dan methamphetamine.
14. Mikroangiopati trombotik sering dihubungkan dengan penggunaan antara lain
antiplatelet (clopidogrel, tiklopidin), siklosporin, mitomycin-c, dan kina.
15. Osmotik nefrosis terjadi karena penggunaan manitol, dan IVIG.

SIMPOSIUM II, pukul 11.15 – 12.45


Penyakit ginjal dan tata laksana
Pembicara :
 Dr. Nunuk Mardiana, Sp.PD-KGH (Penyakit ginjal akut (sindroma nefrotik dan Acute
Kidney Injury)
 Dr. Artaria Tjempakasari, Sp.PD-KGH (Penyakit ginjal kronik)
Hasil :
1. Penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara kronis dikelompokkan penyakit ginjal kronis
(PGK).
2. Penyebab PGK antara lain diabetes melitus, hipertensi, dan obstruksi saluran kemih.
3. Tata laksana ditujukan untuk mencegah progesivitas penurunan fungsi ginjal, meliputi
pengobatan penyakit dasar, pengendalian tekanan darah dan gula darah, mengatasi
proteinuria, terapi simptomastis (asidosis metabolik, edema paru, hiperkalemia,
enselopati uremik), pemberian nutrisi, terapi anemia, terapi metabolisme kalsium dan
tulang.
4. Tata laksana medis gagal ginjal dapat dilakukan terapi hemodialisis, peritoneal dialisis,
dan terapi pengganti ginjal.
5. AKI (acute kidney injury) disebabkan oleh iskemia, obat-obatan bersifat toksik atau
kombinasi keduanya.
6. Prognosis AKI disertai dengan oliguria (< 0,3 ml/kg/BB/jam selama 24 jam atau < 0,5
ml/kg/BB dalam waktu 2 jam)
7. Penegakan diagnosa AKI dapat dihitung dari kadar kreatinin dan urea dalam darah.
8. Risiko terjadinya AKI dapat berupa karena sepsis, penyakit kritis, luka bakar, trauma,
pembedahan jantung, obat nefrotoksik, radiokontras, pembedahan besar bukan jantung,
dan suseptabilitas berupa dehidrasi, usia lanjut, faktor gender (wanita), ras kulit hitam,
penyakit kronis (liver, jantung, paru), diabetes, kanker, anemia.
9. Strategi pencegahan dan pengobatan AKI pada penderita di rumah sakit dengan
memperhatikan status hemodinamik untuk menghindari hipoperfusi, hindari obat
nefrostoksik, dan hindari bahan kontras bersifat nefrotoksik.
10. Tidak dianjurkan menggunakan diuretik kecuali volume overload
SIMPOSIUM III, pukul 13.45-15.30
Aspek kefarmasian dalam terapi pengganti ginjal
Pembicara :
 Dr. Aditiawardana, Sp.PD-KGH (Hemodialisis - continous ambulatory peritoneal
disease)
 Dr. Nunuk Mardiana, Sp.PD-KGH (Obat imunosupresif pada transplantasi ginjal)
Hasil :
1. Dialisis salah satu cara terapipengganti ginjal akibat menurunnya atau tidak berfungsinya
organ ginjal.
2. Indikasi dialisis dibagi menjadi dua yaitu dialisi pada gangguan ginjal akut (anuria > 48
jam, hiperkalemia > 7 meq/L tidak terkoreksi, asidosis metabolik terkoreksi, stabiliasi
pasien kondisi tertentu, eliminasi bahan kimia)) dan ginjal kronik (LFG < 15 ml/menit
per 1,73m2 (std 5).
3. Tindakan hemodialisis dan peritoneal dialisis bukan suatu pengobatan untuk penyakit
ginjal, merupakan usaha perawatan mengeluarkan toksin uremik dan cairan yang tidak
dapat dikeluarkan akibat menurunnya fungsi ginjal.
4. Hemodialisis adalah tindakan dialisis dengan menggunakan membran semipermeabel
buatan.
5. Peritoneal dialisis adalah metode dialisis dengan memanfaatkan rongga peritoneum.
6. Tranplantasi ginjal merupakan pilihan akhir terapi PGK.
7. Obat imunosupresif berperan penting dalam keberhasilan transplantasi ginjal
8. Terapi pemeliharaan imunosupresan menggunakan kombinasi CNIs dan obat
antiproliferatif dengan atau tanpa kortikostreroid.

MATERI WORKSHOP, 21 Agustus 2016, pukul 08.00 -16.15


Pembicara: tim HISFARSI Jawa Timur
Hasil :
1. Pada saat memberikan assesment dengan metode SOAP jangan sampai terjebak dalam
diagnosa, karena kewenangan klinisi.
2. Tahapan implikasi farmasi klinik:
 Pahami patofisiologi diagnosanya
 Pahami farmakoterapi diagnosanya
 Pahami problema medik yang terjadi pada pasien
 Pharmaceutical care
3. Tahapan SOAP:
 Subjektif
Riwayat penyakit dahulu, riwayat pemakaian obat dan suplement lainnya, keluhaan,
riwayat efek samping obat.
 Objektif
Pengambilan objektif harus terukur, meliputi: data klinik, TTV, kondisi klinik, data
lab, uji diagnosis, USG, obat yang dikonsumsi, diagnosa
 Assesment
Identifikasi DRP’s, kesesuaian farmakoterapi (problem medik, data subyek), menilai
terapi terkait outcome.
 Plan
Rekomendasi : solusi terkait DRP’s, jurnal.
Monitoring : efektivitas dan efek samping obat, data kliniknya
Konseling : farmakologi dan non farmakologi

Purwodadi, 24 Agustus 2016


Pegawai pelaksana tugas Pegawai pelaksana tugas

Wahyu Ismoyojati, S.Farm., Apt. Dessy Aryani, S

Anda mungkin juga menyukai