Anda di halaman 1dari 15

FARMAKOTERAPI LANJUT

Pengaruh Penyakit Terhadap Respon Obat

KELOMPOK 5
Sisilia Ekalisti Mareoli 23340151
Zeinhara Enggar Andira Fana 23340152
Ayu Wandira 23340153
Nurul Khotimah Anzar 23340154
Nadiyah Napa Lingga 23340155
Grenshannya Anasthasya Pua 23340156
ADME

Absropsi

Distribusi

Metabolisme

Eksresi
ADME
Pengaruh Penyakit Terhadap Respon Obat

sebagian besar penelitian mengenai obat-obatan dilakukan oleh sukarelawan dan


hasilnya kemudian diterapkan pada pasien yang mungkin memiliki berbagai penyakit
seringkali cukup berbeda dari fungsi obat yang sebenarnya. Dalam beberapa kasus
adanya penyakit dapat mengubah respon jaringan terhadap obat
misalnya, hipokalemia meningkatkan toksisitas digitalis, obat seperti morfin memiliki
efek depresan yakni Central Nervous System (CNS) yang lebih tinggi pada pasien
dengan sirosis hati.
Pengaruh Absorpsi Obat Pada Penyakit
Absorpsi penyerapan obat adalah proses yang sangat menentukan tercapainya efek
farmakologi obat. Proses absorpsi obat biasanya sangat efisien sehingga tingkat
penyakit memiliki pengaruh besar.Jika pengosongan lambung tertunda, maka
kecepatan penyerapan obat melambat, tetapi jumlah obat yang di serap tidak
berubah.
Pengosongan lambung yang tertunda dapat menyebabkan kegagalan dalam terapi.
Pada levodopa sebagian obat dimetabolisme di dinding lambung sehingga lebih
sedikit diserap oleh transport aktif usus kecil.
Pengaruh Absorpsi Obat Pada Penyakit

Contohnya : 1. Pada penderita sindrom malabsorpsi absorpsi obat mungkin


tertunda.Kasus sindrom malabsorpsi karena penyakit celiac dapat menyebabkan
peningkatan penyerapan obat dan toksisitas yang jauh lebih besar.
2. Ethinyloestradiol berinteraksi dengan sulfat didinding usus tetapi interaksi ini
berkurang pada penyakit coeliac sehingga dapat menyebabkan peningkatan
bioavailabitas sistemik
Pengaruh Distribusi Obat Pada Penyakit

Distribusi obat meliputi proses, penyimpanan atau


pemisahnya/eliminasi yang dipengaruhi oleh
karakteristik dari fisikokimia obat dan aliran darah
regional

Faktor yang mempengaruhi Distribusi obat


meliputi kecepatan aliran darah regional, ukuran
molekul, polaritas dan ikatan dengan protein
serum membentuk kompleks.
Pengaruh Distribusi Obat Pada Penyakit
Pengaruh polaritas pada distribusi obat yakni
perubahan pH plasma yang mengakibatkan
perubahan ionisasi obat untuk mengubah
Pengikatan protein juga dipengaruhi
distribusi obat yang pKa-nya mendekati
oleh penyakit. hypoalbumin berat
plasma. Hal ini menjadi penyebab pada
penurunan efek dan serapan lignokain oleh
misalnya, pasien dengan sindrom
miokard dalam keadaan asidosis nefrotik (kerusakan ginjal) atau dengan
sirosis. Pengikatan obat asam dalam
plasma darah akan berkurang pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal
yang berakibat senyawa endogen
Kecepatan aliran darah regional yang jika bertahan pada plasma dan bersaing
mengalami penurunan berakibat gagal jantung dengan obat yang berikatan dengan
atau infark miokard albumin plasma, seperti fenitoin,
. warfarin, fenilbutazon, sulfonamida dan
salisilat
Pengaruh Distribusi Obat Pada Penyakit
Implikasi yang ditemukan yakni Interpretasi
data konsentrasi plasma. Fenitoin diukur
dalam plasma sebagai konsentrasi total
(terikat + bebas) dimana konsentrasi bebas
adalah bagian yang aktif secara
farmakologis. Pada keadaan inflamasi obat-
obatan (misalnya propanolol,
klorpromazin, quinidin atau
Konsentrasi plasma total pada kondisii normal
imipramin) akan menjadi lebih
yang diinginkan adalah 15 µg / ml, maka
konsentrasi bebas akan menjadi sekitar 1 µg / ml. terikat secara ekstensif karena
Pada gangguan fungsi ginjal konsentrasi bebas peningkatan konsentrasi a-
1 µg / ml dapat dicapai pada konsentrasi glikoprotein dalam plasma.
plasma total hanya 7,5 µg / ml atau kurang.
Dalam keadaan ini, maka penting untuk
mengurangi dosis yang diberikan.
Metabolisme Obat Pada Penyakit
Hati adalah organ utama metabolisme, apabila terjadi gangguan pada fungsi hati
maka metabolisme obat akan terpengaruhi, besar kecilnya pengaruh ini bergantung
pada sifat farmakokinetik obat tersebut. Dalam hal ini, klirens hepatik obat bisa
lebih tinggi atau lebih rendah. Obat dengan klirens yang tinggi memiliki rasio
ekstraksi dan kemampuan untuk eliminasi yang besar di hati.
Tabel 11. obat yang klirensnya bisa diturunkan pada penyakit liver

Obat dengan klirens tinggi Obat dengan klirens rendah


Lignokain Diazepam
Labetalol Prednisolone
Klormetiazol Ampicillin
propanolol Teofilin
Pethidine
Metabolisme Obat Pada Penyakit

Kemampuan hati untuk mengalirkan darah ke vena lebih besar dibandingkan


kemampuan untuk memetabolismenya. Dengan demikian, penurunan aliran
darah dari hati seperti pada kasus gagal jantung akan menyebabkan klirens
obat menurun, sehingga untuk obat-obat tertentu seperti lignokain dan
propanolol sebaiknya diberikan secara IV. Sebaliknya, obat dengan klirens yang
rendah lebih mengandalkan kemampuan metabolisme di hati dan lebih
terpengaruh oleh penyakit parenkim hati daripada perubahan aliran darah hati.
Beberapa contoh perubahan ini ditunjukkan pada Tabel. 11
Eksresi Obat pada Penyakit

Ekresi merupakan proses pengeluaran zat – zat sisa metabolism yang sudah tidak digunakan lagi oleh
tubuh. Ginjal merupakan salah satu organ yang berperan dalam ekskresi.

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal proses ekskresi obat dari tubuh melalui ginjal memiliki waktu
paruh yang lama. Fungsi ginjal dapat berkurang bukan hanya karena penyakit tetapi juga karena
bertambahnya usia.

Pada pasien gagal ginjal metabolit polar akan sulit diekresikan karena setiap
aktivitas metabolit akan terlihat sebagai peningkatan efek terapeutik dan toksik.

Metabolit aktif utama yaitu procainamide, N-acetyl procainamide dapat


berkumpul dalam plasma pasien gagal ginjal dan menyebabkan aritmia.
Eksresi Obat pada Penyakit

Misalnya :
Norpetidin yang memetabolit petidine akan susah di ekresikan pada pasien
gangguan gagal ginjal. Norpetidin memiliki :
Sedikit efek analgesic
Dapat menyebabkan iritabilitas dan kejang otot.

Untuk mencapai konsentrasi tunak plasma dalam keadaan pasien gangguan gagal
ginjal, terdapat 3 poin utama :
1. Jika dosis utama diberikan, maka dosis dan volume distribusi tidak diubah
dalam keadaan sakit.
2. Batas waktu pemeliharaan obat harus lebih kecil dan/atau diberikan lebih
jarang.
3. Waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi tunak plasma, efek terapi
yang optimal lama.
Eksresi Obat pada Penyakit
Tabel 12 Eliminasi waktu paruh (jam) beberapa obat dalam fungsi
ginjal normal dan anuria.
Pada Tabel 12 menunjukan perubahan
waktu paruh dari beberapa obat pada
Drug Normal Anuria
pasien anuria dan normal. Sehingga
dapat membantu dalam pemilihan dosis Penicillin G 0.5 23
obat untuk pasien dengan gangguan
fungsi ginjal. Cephaloridine 1.7 23

Gentamicin 2.5 35

Vancomycin 5.8 230

Tetracycline 8.5 90

Doxycycline 23 23

Digoxin 30 100

Digitoxin 170 170


Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai