Anda di halaman 1dari 25

Penyesuaian dosis

individu pasien
gangguan fungsi ginjal

Fuji teca
lestari
1201058
Ginjal

Ginjal merupakan organ penting dalam


pengaturan kadar cairan tubuh,keseimbangan
elektrolit dan pembuangan metabolit-metabolit
sisa dan obat dari tubuh
Kerusakan atau degenerasi fungsi ginjal akan
mempunyai pengaruh pada farmakokinetika
obat
Penyebab yang umum dari kegagalan ginjal
yaitu penyakit,cidera dan intoksikasi obat.
Kondisi yang dapat menimbulkan kegagalan
ginjal kronik atau akut antara lain :
pielonefritis,hipertensi,diabetes melitus,obat-obat
nefrotoksik,hipovolemia dan alergen nefron.
Kondisi dimana filtrasi glomerulus terganggu
dapat menyebabkan akumulasi cairan dan
produk-produk nitrogen darah dalam tubuh
yang berlebihan disebut dengan uremia.
Efek Penyakit Ginjal
terhadap Distribusi

 kegagalan ginjal dapat menyebabkan perubahan pada volume 
distribusi obat.
Perubahan ikatan obat protein juga dapat mempengaruhi 
volume distribusi obat
Pada kondisi uremia,ikatan protein sebagian besar obat-obat 
asam lemah menurun sedangkan ikatan basa lemah kurang 
dipengaruhi
Penurunan ikatan obat protein mengakibatkan kenaikan volume 
distribusi dan juga memudahkan biotransformasi dan ekskresi 
obat dalam tubuh. 
Efek Penyakit Ginjal Terhadap Eliminasi Obat

•      Clearens total (CLE) dan dosis obat mempengaruhi


konsentrasi steady-state (Css) dalam darah
•      Penurunan nilai Clearens total (CLE) akan
meningkatkan konsentrasi steady-state (Css) dalam
darah
•      Clearens total terdiri dari Clearens renal dan
clearens non renal
•      Clearens renal digambarkan oleh clearens
creatinin. 

Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan cara


(1).  Memperkecil dosis
(2).  Memperpanjang jarak interval
Efek Penyakit Ginjal terhadap Absorbsi
Obat

Secara umum bioavailabilitas pada kebanyakan 
obat tidak terpengaruh oleh keruskkan ginjal. 
Namun demikian, ada penelitian lain yang 
menyebutkan adanya penurunan kecepatan 
absorbsi d-xylosa (0.555/jam) pada pasien dengan 
gagal ginjal kronis dan 1.03/jam pada pasien 
normal.  Jumlah d-xylosa yang diabsorpsi juga lebih 
sedikit (48.6% Vs. 69.4%). Penelitian lain lagi juga 
menyebutkan terjadinya pengurangan 
bioavailabilitas furosemid dan pindolol pada pasien 
yang mengalami penurunan fungsi ginjal.
Penyesuaian Dosis pada Penderita Gangguan Ginjal

•      Terapi obat secara individual harus dilakukan pada penderita 
dengan gangguan ginjal. Umumnya, penyesuaian dosis di 
dasarkan pada clearence creatinin.

•      Penyesuaian dosis lebih kompleks untuk obat yang terlalu 
cepat dimetabolisme atau obat-obatan yang mengalami 
perubahan pada ikatannya dengan protein akibat keadaan gagal 
ginjal.

•      Penyesuaian regiment dosis yang optimal tergantung pada 
keakuratan hubungan parameter farmakokinetik obat dan 
parameter fungsi ginjal dan juga tergantung pada penilaian yang 
akurat terhadap sisa fungsi ginjal yang masih baik.
Penyesuaian
dosis
Berdasarkan
klirens obat

Klirens tubuh total merupakan parameter yang berguna untuk


menetapkan dosis obat yang tepat. Pada metoda ini
mempertahankan Cav yang diinginkam setelah dosis oral ganda
atau IV bolus ganda bila klirens tubuh total, ClT berubah

Perhitungan untuk Cav  adalah


Con’d

Untuk penderita dengan kondisi uremia atau kerusakan ginjal


persamaan berikut :

N dan u yang ditulis tersebut masing-masing menyatakan kondisi


normal uremia
Berdasarkan perubahan
tetapan laju eliminasi

Keseluruhan tetapan laju eliminasi untuk beberapa obat menurun pada penderita
uremia.suatu aturan dosis dapat dirancang untuk penderita uremia sbb :
Menurunkan dosis normal obat
Menjaga frekuensi pemberian obat yang konstan atau dengan menurunkan
frekuensi pemberian dosis (memperpanjang jarak waktu pemberian dosis/interval
dosis diperpanjang)
Menjaga dosis konstan
Terutama untuk obat-obat indeks terapeutik sempit hendaknya diturunkan terutama
jika obat terakumulasi pada penderita,sebelum memperburuk fungsi ginjal.
Bila tetapan laju eliminasi suatu obat pada penderita uremia tidak bisa ditentukan
secara langsung,tersedia metode tidak langsung,aturan dosis ini dihitung berdasarkan
anggapan yang meliputi :
1. Tetapan laju eliminasi menurun secara proporsional bila fungsi ginjal menurun
2. Rute eliminasi bukan ginjal (terutama,tetapan laju metabolisme) tidak berubah
3. Perubahan klirens ginjal dari obat dicerminkan oleh perubahan klirens kreatinin
Klirens ginjal merupakan
hasil perkalian Vd dengan  
tetapan laju ekskresi ginjal

Penyususnan kembali
persamaan

Sehingga

Dari persamaan diatas terlihat bahwa klirens ginjal yang disebabkan oleh kerusakan ginjal akan
dicerminkan oleh perubahan keseluruhan tetapan laju eliminasi K.karna perubahan klirens obat
penderita uremia tidak dapat ditentukan secara langsung tetapi dihubungkan dengan GFR yang
diperkirakan dari perubahan klirens kreatinin penderita
Pengukuran GFR

Penggunaan suatu obat untuk mengukur GFR harus memenuhi beberapa kriteria berikut :
Obat harus difiltrasi bebas pada glomerulus
Obat tidak direabsorpsi,juga tidak disekresi aktif oleh tubulus ginjal
Obat tidak dimetabolisme
Obat tidak berikatan secara bermakna dengan protein plasma
Obat tidak mempengaruhi laju filtrasi juga tidak mengubah fungsi ginjal
Obat tidak toksik
Obat dapat dimasukkan dalam dosis yang cukup yang memungkinkan pengukuran sederhana dan teliti
dalam plasma dan urine.
Rancangan aturan dosis untuk penderita
gangguan fungsi ginjal didasarkan atas perubahan
farmakokinetik yang terjadi sehubungan dengan
kondisinya,pada umumnya obat-obat pada penderita
kerusakan ginjal akan mengalami perpanjangan
waktu paruh eliminasi dan perubahan volume
distribusi. Oleh karena itu, metode-metode untuk
penyesuaian dosis pada penderita uremia didasaran
atas perkiraan yang teliti klirens obat pada
penderita.
[  ] kreatinin serum dan klirens 
kreatinin

Dalam keadaan normal produksi kreatinin sama dengan ekskresi


kreatinin,sehingga kadar kreatinin serum konstan. Pada penderita
filtrasi glomerulus menurun maka kreatinin serum akan terakumulasi
sesuai dengan derajat hilangnya filtrasi glomerulus di ginjal.[ ] serum
sering digunakan untuk menentukan klirens kreatinin,yang
merupakan cara pemantauan fungsi ginjal yang sesuai.
Persamaan berikut digunakan untuk menghitung klirens kreatinin
dalam ml/menit bila konsentrasi kreatinin serum diketahui :
Metode Cockroff
Perhitungan and Gault
klirens kreatinin

Metode Jellife

Pada metode ini melibatkan umur, BB


dan jenis kelamin penderita.
Nilai klirens kreatinin adalah
gambaran kemampuan ginjal untuk 
membersihkan plasma dari kreatinin 
per satuan waktu.

Dengan mengukur klirens kreatinin seorang pasien dengan 
gangguan fungsi ginjal, maka fungsi ginjal 
(RF = renal function) dari pasien tersebut dapat dihitung sebagai 
berikut:

                                       CLkreatinin pasien
                           RF = ---------------------------------
                                      CLkreatinin normal

Dengan mendapatkan nilai RF, maka dosis obat dapat disesuaikan, 
dengan mengalikan dosis lazim dengan nilai RF
tersebut.
Perhatian perlu diberikan untuk obat-obat
yang mengalami akumulasi karena gangguan
fungsi ginjal ini, terutama
untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapi
sempit. Contoh yang paling dikenal adalah
golongan aminoglikosida

Sebagai contoh obat yang diekskresikan terutama


melalui ginjal dan mempunyai indeks terapi sempit
adalah
amikacin, suatu antibiotika golongan
aminoglikosida.
Penurunan fungsi ginjal akan menyebabkan T 1/2
nya memanjang, sehingga pada
pemberian dosis berulang akan diperoleh kadar
tunak yang jauh lebih tinggi dari pada semestinya,
bila diberikan
dengan interval pemberian yang lazim. Keadaan ini
disebut akumulasi (lihat Gambar 8). Karena itu,
pada pasienpasien
dengan gangguan fungsi ginjal, regimen dosis
amikasin, dan juga aminoglikoda lainnya harus
diubah, yaitu
dengan mengurangi dosis atau memperpanjang
interval pemberian sesuai perkiraan T 1/2 nya.
Kesimpulan :

Parameter kerusakan ginjal adalah klirens kreatinin dimana


klirens kreatinin normal 120-130 ml/menit
Bila seseorang dengan klirens kreatinin 60 ml/menit,sehingga
perlu penyesuaian dosis:
 dosis diturunkan setengah dari dosis semula
 Interval dosis diperpanjang
 Menjaga dosis constan

Dua pendekatan farmakokinetik untuk penyesuaian dosis pada


penderita kerusakan ginjal meliputi metode yang didasarkan atas
klirens obat dan metode berdasarkan waktu paruh eliminasi
  Penggunaan obat pada pasien dengan fungsi ginjal 
menurun dapat memperburuk kondisi penyakit karena beberapa 
alasan :

- Kegagalan untuk mengekskresikan obat atau metabolitnya 
dapat menimbulkan toksisitas
- Sensitivitasterhadap beberapa obat meningkat, meskipun 
eliminasinya tidak terganggu
- Banyak efek samping yang tidak dapat ditoleransi oleh pasien 
gagal ginjal
- Beberapa obat tidak lagi efektif jika fungsi ginjal menurun
Sebagian besar masalah ini dapat dihindari dengan mengurangi 
dosis atau dengan menggunakan alternatif obat lain.   
RINSIP PENYESUAIAN DOSIS PADA GANGGUAN FUNGSI GINJAL

  Batas fungsi ginjal yang mengharuskan dosis suatu obat dikurangi 
bergantung pada apakah obat tersebut dieliminasi seluruhnya lewat 
ginjal atau sebagian dimetabolisme, dan seberapa besar toksisitasnya.
Pada sebagian  besar obat yang efek sampingnya tidak berhubungan 
atau sedikit hubungannya dengan dosis, modifikasi regimen dosis 
secara tepat tidak diperlukan dan cukup dilakukan perencanaan 
pengurangan dosis secara sederhana.
Pada obat yang lebih toksik dengan batas keamanan yang sempit, 
sebaiknya digunakan regimen dosis yang didasarkan atas laju filtrasi 
glomerulus. Pada obat yang efikasi dan toksisitasnya berkaitan erat 
dengan kadar plasma, anjuran regimen hanya dapat dijadikan sebagai 
pedoman pengobatan awal; pengobatan selanjutnya harus disesuaikan 
dengan respon klinis dan kadar plasma.
  Dosis pemeliharaan total  per hari suatu obat dapat dikurangi baik 
dengan cara mengurangi dosis tiap kali pemberian atau dengan 
memperpanjang interval pemberian antar dosis. Untuk beberapa obat, jika 
dosis pemeliharaan dikurangi, perlu diberikan suatu dosis muatan jika 
dibutuhkan efek segera. Hal ini disebabkan apabila pasien diberi obat 
apapun dengan dosis lazim, diperlukan waktu lebih dari lima kali waktu 
paruh untuk mencapai kadar plasma steady state. Karena waktu paruh obat 
yang diekskresikan  melalui ginjal menjadi lebih lama pada keadaan gagal 
ginjal, maka diperlukan beberapa hari agar dosis yang telah dikurangi dapat 
mencapai kadar plasma terapetik. Dosis muatan ini biasanya sama besarnya 
dengan dosis awal untuk pasien yang fungsi ginjalnya normal.
Penggunaan Tabel Dosis

Dosis yang dianjurkan ditetapkan berdasarkan tingkat keparahan 
gangguan fungsi ginjal.
Fungsi ginjal dinyatakan dalam Laju Filtrasi Glomerulus (GFR) yang 
dihitung berdasarkan formula yang berasal dari penelitian mengenai 
modifikasi diet pada penyakit ginjal (‘Formula MDRD’ / Modification
of Diet in Renal Disease yang menggunakan kreatinin serum, umur, 
jenis kelamin, dan ras) atau dapat juga dinyatakan sebagai bersihan 
kreatinin (yang paling baik diperoleh dari urin yang dikumpulkan 
selama 24 jam namun seringkali dihitung berdasarkan formula atau 
nomogram yang menggunakan kreatinin serum, berat badan, jenis 
kelamin, dan usia).
Kadar kreatinin serum kadang-kadang juga digunakan sebagai 
ukuran fungsi ginjal namun hanya sebagai panduan kasar
Penting….!
Diperlukan perhatian khusus saat menginterpretasikan 
anjuran penyesuaian dosis yang didasarkan pada 
bersihan kreatinin (misalnya dihitung berdasarkan 
formula Cockroft dan Gault) karena fungsi ginjal saat ini 
sering dilaporkan berdasarkan perkiraan kecepatan 
filtrasi glomerulus normal pada luas permukaan tubuh 
1,73 m2 dan diperoleh dari formula MDRD. Dua jenis 
ukuran fungsi ginjal tidak dapat saling dipertukarkan 
penggunaannya
Reference
Bauer,L.A.,Clinical Pharmacokinetics Handbook,Int,McGraw Hill,2006

Rowland, M. & Tozer, T.N. Clinical Pharmacokinetics: Concepts and Applications,


2nd edition. Lea & Febiger,
Philadelphia,1989
Shargel, L and Yu, A, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 4th ed.,
Appleton & Lange, 1999
Thank’s 4 ur attention..

Wassalam

Anda mungkin juga menyukai