Anda di halaman 1dari 3

1.

Ranitidine
a. Farmakokinetik
Biovailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada
pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira 1,7 – 3 jam pada orang dewasa dan
memanjang pada orang tua dan pasien gagal ginjal. Pada pasien penyakit hati masa
paruh ranitidin juga memanjang meskipun tidak sebesar pada gagal ginjal. Kadar
puncak pada plasma dicapai dalam 1 – 3 jam setelah penggunaan 150 mg ranitidin
secara oral dan yang terikat protein plasma hanya 15%. Ranitidin mengalami
metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral.
Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal sisanya melalui tinja.
Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan intravena dan 30% dari yang diberikan secara
oral diekskresikan dalam urin dalam bentuk asal. Pada hati terdapat enzim gut-
associated cytochrom p-450. Aktivitas enzim ini dapat mempengaruhi biovaibilitas
obat yang masuk per-oral. Beberapa obat mengalami destruksi saat penyerapan dan
metabolisme awal di hepar (first pass metabolism di hepar); obat-obat ini lebih sensitif
terhadap perubahan biovailabilitas akibat proses menua. Sebagai contoh sebuah obat
yang akibat aktivitas enzim tersebut mengalami destruksi sebanyak 95% pada first pass
metabolism sehingga yang masuk ke sirkulasi hanya 5%; jika karena proses menua
destruksi obat mengalami penurunan (hanya 90%) maka yang tersisa menjadi 10% dan
sejumlah tersebut yang masuk ke sirkulasi. Jadi akibat penurunan aktivitas enzim
tersebut maka destruksi obat berkurang dan dosis yang masuk ke sirkulasi meningkat 2
kali lipat.
b. Farmakodinamik
Ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan
reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung sehingga sekresi asam lambung
dihambat. Walaupun tidak sebaik penekanan sekresi asam lambung pada keadaan basal,
ranitidin dapat menghambat sekresi asam lambung akibat perangsangan obat
muskarinik, stimulasi vagus atau gastrin. Ranitidin juga mengganggu volume dan kadar
pepsin cairan lambung. Sensitivitas jaringan terhadap obat juga mengalami perubahan
sesuai pertambahan umur seseorang. Perubahan farmakodinamik dipengaruhi oleh
degenerasi reseptor obat di jaringan yang mengakibatkan kualitas reseptor berubah atau
jumlah reseptor berkurang.
c. Jenis, golongan terapi dan efek samping :
- Jenis : Antihistamin
- Golongan terapi : Antagonis Reseptor H2 (AH2). Bekerja menghambat sekresi asam
lambung melalui dengan cara menghambat reseptor H2
- Efek samping : insiden efek samping ranitidin rendah dan umumnya berhubungan
dengan penghambatan terhadap reseptpr H2; beberapa efek samping lain tidak
berhubungan dengan penghambatan reseptor. Efek samping ini antara lain nyeri
kepala, pusing, malaise, myalgia, mual, diare, konstipasi, ruam kulit, pruritus.
Ranitidin tidak berefek antiadrogenik sehingga tidak menyebabkan impotensi dan
ginekomastia. Berdasarkan skenario pasien memiliki keluhan mual muntah, sakit
kepala. Sehingga pemberian ranitidin dapat memberikan efek samping yang
memperparah keluhan-keluhan tersebut.
d. Interaksi Obat
Ranitidin lebih jarang berinteraksi dengan obat lain, akan tetapi makin banyak obat
dilaporkan berinteraksi dengan ranitidin. Nifedipin, walvarin, teofilin dan metaprolol
dilaporkan berinteraksi dengan ranitidin. Ranitidin dapat menghambat adsorbsi
diazepam dan mengurangi kadar plasmanya sejumlah 25%. Obat-obat ini diberikan
dengan selang waktu 1 jam. Penggunaan ranitidin bersama antasid atau antikolinergik
sebaiknya diberikan dengan selang waktu 1 jam.
2. Omeprazole
a. Farmakokinetik
b. Farmakodinamik
c. Jenis, golongan terapi dan efek samping :
- Jenis : obat penghambat sekresi asam lambung
- Golongan Terapi : penghambat pompa proton
- Efek samping : efek samping yang umum terjadi yaitu mual, nyeri perut, konstipasi,
flatulens dan diare. Dilaporkan pula terjadi myopati subakut, artralgia, sakit kepala
dan ruam kulit. Keadaan hipergastrinemia lebih sering terjadi dan lebih berat pada
penggunaan PPI dibandingkan dengan H2 antagonis.
d. Interaksi obat :
PPI dapat mempengaruhi eliminasi beberapa obat yang memiliki jalur metabolisme
yang sama dengannya. Antara lain warfarin, diazepam dan siklosporin. Diantara PPI
hanya omeprazol yang dapat menghambat aktivitas enzim CYP2C19 (sehingga
menurunkan klirens disulfiram, fenitoin, kopidogrel dan beberapa obat lain yang
dimetabolisme oleh enzim tersebut) serta menginduksi CYP1A2 (sehingga
meningkatkan klirens imipramin, beberapa obat antipsikotik, takrin dan teofilin)
3. Simvastatin
a. Farmakokinetik
Simvastatin merupakan pro-drug dalam bentuk lakton dan harus dihidrolisis lebih
dahulu menjadi bentuk aktif, asam Beta-hidroksi. Simvastatin diabsorbsi sekitar 40-
75% dan mengalami metabolisme lintas pertama di hati. Waktu paruh berkisar sekitar
1-3 jam. Simvastatin terikat protein plasma dan sebagian besar diekskresi oleh hati
kedalam cairan empedu dan sebagian kecil lewat ginjal. Simvastatin terutama
dimetabolisme oleh CYP3A4.
b. Farmakodinamik
Simvastatin berkerja dengan cara menghambat sintesis kolesterol dalam hati dengan
menghambat enzim HMG CoA reduktase. Akibat penurunan sintesis kolesterol ini,
maka SREBP yang terdapat pada membran dipecah oleh protease lalu diangkut ke
nukleus. Faktor-faktor transkripsi kemudian akan berikatan dengan gen reseptor LDL
sehingga terjadi peningkatan sintesis reseptor LDL. Peningkatan jumlah reseptor LDL
pada membran sel hepatosit akan menurunkan kadar kolesterol darah lebih besar lagi.
Selain LDL, VLDL dan IDL juga menurun sedangkan HDL meningkat.
c. Jenis, Golongan Terapi dan Efek Samping :
- Jenis : Obat penurun lipoprotein plasma
- Golongan Terapi : penghambat HMG CoA reduktase
- Efek Samping : umumnya simvastatin ditoleransi baik oleh pasien. Pada kira-kira 1-
2% pasien terjadi peningkatan kadar transaminase hingga melebihi 3 kali kadar
normal. Efek samping simvastatin yang potensial berbahaya adalah miopati dan
rabdomiolisis. Insiden miopati rendah (<1%), tetapi meningkat bila diberikan
dengan obat-obat tertentu seperti fibrat dan asam nikotinat dan mempengaruhi
metabolisme statin. Efek samping lainnya antara lain : gangguan saluran cerna,
sakit kepala, rash, neuropati perifer dan sindrom lupus.
d. Interaksi Obat : simvastatin akan berakumulasi dalam plasma bila diberikan bersama
obat yang menghambat atau berkompetisi untuk CYP3A4, seperti antibiotik makrolid,
siklosporin, ketokonazol, penghambat protease HIV, takrolimus, nefazodon, fibrat, dll.
Sebaliknya obat-obat yang menstimulasi CYP3A4 seperti fenitoin, barbiturat,
griseofulvin, dan rifampin akan mengurangi kadar plasma simvastatin.

Anda mungkin juga menyukai