Anda di halaman 1dari 21

Referat

Anestesi umum pada gagal ginjal

Nama kelompok :
Afif Hammadi
Deskafiani Putri
Lola Nanda
Puji Lestari
Yulfhita Wahyu Rinaldi

PEMBIMBING : DR. DINO IRAWAN, SP. AN, MM


Kepaniteraan Klinik Bagian Anestesiologi dan terapi intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Riau
2018
Gagal ginjal

 Gagal ginjal akut : suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan


fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak yang menyebabkan
retensi sisa metabolisme nitrogen dan non nitrogen, dengan atau
tanpa oliguria
 Penyakit ginjal kronik :
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
strukturak atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus
2. GFR < 60ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal
Anatomi ginjal
Penatalaksanaan anestesi umum
pada gagal ginjal
 Evaluasi pre-operatif
Beberapa hal yang harus diperhatikan ;
1. Pasien dengan GGK semua manifestasi reversibel dari uremia harus
dikontrol. Dialisis pre operatif pada hari pembedahan atau hari
sebelumnya dibutuhkan.
2. Evaluasi pemeriksaan fisik dan laboratorium
3. Data hemodinamik dan foto rontgen
4. AGD : mendeteksi hipoksemia dan mengevaluasi status asam dan
basa pada pasien dengan keluhan sesak nafas
5. Transfusi jika hb < 7 g/dl
6. PT, APTT, INR
7. Terapi obat preoperatif diberikan secara hati-hati pada obat yang
dieliminasi di ginjal.
Premedikasi
 Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anesthesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari
anestesi. Obat-obatan untuk premedikasi antara lain:

 Barbiturat
Kini barbiturat jarang digunakan untuk premedikasi, kecuali phenobarbital
yang masih dipakai pada pasien epilepsi anak-anak dan dewasa.
Sebanyak 24 persen phenobarbital di eksresi dalam urin tanpa mengalami
perubahan
 Belladonna Alkaloid (beserta substitusinya)
Sekitar 20-50 persen dosis atrofin ditemukan tanpa mengalami perubahan
di urin atau dalam bentuk metabolit aktif. Hal yang sama juga ditemukan
pada glycopyrrolat. Sehingga dapat terjadi akumulasi obat-obat tersebut
pada pasien dengan gagal ginjal, pada dosis tunggal tidak
menyebabkan masalah klinis
 Senyawa Phenothiazin dan Benzodiazepin
Phenothiazin dan derivat benzodiazepine dimetabolime di hepar sebelum
dieksresi. Kerugian dari derivat phenotiazin adalah blokade alpha
adrenergik, sehingga dapat menyebabkan ketidak stabilan kardiovaskular
pada pasien yang baru menjalani dialisa yaitu terjadi hipovolemi
 Opioid
Morfin hampir seluruhnya dimetabolisme dihepar menjadi bentuk inaktif
yaitu glukoronida, yang diekstresikan lewat urin.Sehingga pemberian
pada pasien dengan gagal ginjal terutama pada dosis analgesia tidak
menyebabkan depresi yang memanjang
Fentanyl juga dimetabolisme dihepar, hanya 7 % dieksresi tanpa
mengalami perubahan diurin. Ikatan dengan protein plasma moderat
(fraksi bebas, 19 persen) dan volume distribusinya besar. Sehingga fentanyl
cocok untuk premedikasi pada pasien dengan gagal ginjal.
 Promethazin, 12.5-25 mg intra muskular, berguna sebagai
tambahan sedasi dan anti emetika. Profilaksis untuk aspirasi
diberikan H2 blocker diindikasikan pada pasien mual, muntah atau
perdarahan saluran cerna. Metoclopramide, 10 mg secara oral
atau tetes lambat intravena juga berguna dalam mempercepat
pengosongan lambung, mencegah mual dan menurunkan resiko
aspirasi. Pengobatan preoperatif terutama obat anti hipertensi
harus dilanjutkan sampai pada saat pembedahan
Intraoperatif

 Posisi
Pada pasien nepherektomi posisi pasiennya adalah posisi Flank. Posisi
flank adalah posisi berbaring lateral dimana tungkai yang terletak
dibawah di fleksikan dan tungkai yang letak diatas flekstensikan. Pada
pasien dengan nephrektomi kiri, posisi pasien adalah dengan miring ke
kanan dengan ekstremitas yang di fleksi lateral pada pinggul adalah
kanan.
Fiksasi tubuh pasien pada pembedahan ginjal
Mointoring

 Pemantauan rutin parameter kardiovaskular dan pernapasan


sangat penting karena risiko masalah terjadi karena posisi pasien
saat operasi.
 Monitoring tekanan darah intra-arteri secara langsung diindikasikan
pada pasien yang hipertensi yang tidak terkontrol.
 Monitoring invasif yang agresif diindikasikan khususnya pada pasien
diabetes dengan penyakit ginjal berat yang sedang menjalani
pembedahan mayor, pasien jenis ini mungkin memiliki tingkat
morbiditas 10 kali lebih banyak pada pasien diabetes tanpa
penyakit ginjal.
Induksi

1) Obat-obat anestesi inhalasi


 Agen-agen volatile
Agen anastetik volatile hampir ideal untuk pasien-pasien dengan
disfungsi renal karena tidak tergantungnya pada eliminasi ginjal,
kemampuan untuk mengkontrol tekanan darah dan biasanya
mempunyai efek langsung minimal pada aliran darah ginjal.

 Nitrous Oxide
Banyak klinisi tidak menggunakan atau membatasi penggunaan NO2
sampai 50% pada pasien-pasien dengan gagal ginjal dalam tujuan
untuk meningkatkan penggunaan O2 arteri pada keadaan anemia.
2. Obat-obat anestesi intravena
 Propofol & Etomidate
Farmakokinetik baik propofol dan etomidate tidak mempunyai efeknya
secara signifikan pada gangguan fungsi ginjal. Penurunan ikatan protein
dari etomidate pada pasien hipoalbuminemia bisa mempercepat efek–
efek farmakologi
 Barbiturat
Pasien-pasien dengan penyakit ginjal sering terjadi peningkatan
sensitivitas terhadap barbiturat selama induksi walaupun profil
farmakokinetik tidak berubah. Mekanismenya dengan peningkatan
barbiturat bebas yang bersirkulasi karena ikatan dengan protein yang
berkurang. Asidosis bisa menyebabkan agen-agen ini lebih cepat
masuknya ke otak dengan meningkatkan fraksi non ion pada obat
 Ketamin
Farmakokinetik ketamin berubah sedikit karena penyakit ginjal.
Beberapa metabolit yang aktif di hati tergantung pada ekskresi ginjal
dan bisa terjadi potensial akumulasi pada gagal ginjal. Hipertensi
sekunder akibat efek ketamin bisa tidak diinginkan pada pasien-
pasien hipertensi ginjal
 Benzodiazepin
Benzodiazepin menyebabkan metabolisme hati dan konjugasi karena
eliminasi di urin. Karena banyak yang terikat kuat dengan protein,
peningkatan sensitivitas bisa terlihat pada pasien-pasien
hipoalbuminemia. Diazepam seharusnya digunakan berhati-hati pada
gangguan ginjal karena potensi akumulasi metabolit aktifnya
 Opioid
Banyak opioid yang biasanya digunakan pada manajemen anestesi
(morfin, meperidin, fentanil, sufentanil dan alfentanil) di inaktifasi oleh
hati, beberapa metabolitnya nantinya diekskresi di urin
Farmakokinetik remifentanil tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal karena
hidrolisis ester yang cepat di dalam darah, kecuali morfin dan
meferidin, akumulasi metabolit biasanya tidak terjadi pada agen-agen
ini.
Akumulasi morfin (morfin-6-glucuronide) dan metabolit meperidine
pernah dilaporkan memperpanjang depresi pernafasan pada
beberapa pasien dengan gagal ginjal
3) Obat-obat pelumpuh otot dan antagonisnya
Anastesi umum dengan pelumpuh otot biasa digunakan pada
pembedahan ginjal terbuka atau laparaskopi.
 Succinyl choline
SC bisa digunakan secara aman pada gagal ginjal, dengan
konsentrasi serum kalium kurang dari 5 mEq/L pada saat induksi. Bila K
serum lebih tinggi, pelumpuh otot nondepol sebaiknya digunakan
.Walaupun penurunan level pseudocholinesterase pernah dilaporkan
pada beberapa pasien uremik yang mengikuti dialisis, perlamaan
signifikan dari blokade neuromuscular jarang terlihat
 Cisatracurium, Atracurium, dan Mivacurium
Mivacurium tergantung secara minimal pada ginjal untuk eliminasi.
Efek yang sedikit memanjang dapat dilihat karena menurunnya
pseudokolinesterase plasma. Cisatracurium dan atracurium
didegradasi di plasma oleh eliminasi enzim hidrolisis ester dan
nonenzim Hofmann. Agen-agen tersebut mungkin merupakan obat
pilihan untuk pelumpuh otot pada pasien-pasien dengan gagal ginjal
 Vecuronium dan Rucoronium
Eliminasi dari vecuronium secara primer ada di hati, tapi lebih dari 20%
dari obat dieliminasi di urine. Efek dari dosis besar vecuronium (> 0,1
mg/kg) hanya di perpanjang sedikit pada pasien-pasien renal
insufisiensi. Rocuronium secara primer dieliminasi di hati, tapi
perpanjangan kerja pada penyakit ginjal berat pernah dilaporkan
4) Obat antihipertensi
Pasien dengan penyakit ginjal biasanya hipertensi dan beresiko terjadi
ketidak stabilan kardiovaskular selama operasi. Hipertensi dapat
menjadi masalah terutama pada nephrektomi bilateral yang dapat
menyebabkan hipertensi yang tidak terkontrol1. Lebih dari 90 persen
thiazid dan 70 persen furosemid dieksresi oleh ginjal dan durasinya
diperpanjang pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Propranolol hampir seluruhnya dimetabolisme dihepar dan esmolol di


biodegradasi oleh estarase di sitosil sel darah merah, sehingga
efeknya tidak diperpanjang pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal
Post operatif

 Tujuan management postoperative adalah pemeliharaan


normovolemia, kestabilan sistem kardiovaskular, oksigen tambahan
untuk mengimbangi kadar hemoglobin yang rendah, dan analgesik
yang tepat.
 Operasi terbuka biasanya berhubungan secara signifikan dengan
nyeri postoperatif. (ringan-sedang).
 Infus dengan campuran dosis rendah anastesi lokal dan opioid
memberikan pengurangan nyeri yang terbaik, meskipun pemberian
secara bolus dapat juga dilakukan.
 Fentanyl merupakan obat yang cocok untuk pasien dengan gagal
ginjal dimana fentanyl dimetabolisme di hepar.
 Morfin dapat dipakai dengan hati-hari, pengurangan pada dosis
dan interval waktu diantara dua dosis harus dibuat pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal (biasanya 0,5 mg bolus dengan
interval waktu 10 menit).
 NSAIDs harus dihindari pada pasien ini disebabkan potensial renal
toxicity dan erosi traktus gastrointestinal
Kesimpulan

 Ginjal adalah organ ekskresi pada sebagian besar produk sisa


metabolisme termasuk beberapa agen anestesi. Banyak obat-
obatan yang biasanya digunakan selama anestesia yang
setidaknya sebagian tergantung pada ekskresi ginjal untuk eliminasi.
Semua obat anestetik baik abar (volatil) atau suntikan berpotensi
mengganggu fungsi ginjal baik secara langsung atau tidak
langsung akibat perubahan tekanan darah sistemik, curah jantung,
lepasan hormon anti diuretik (ADH), jenis cairan infus yang sedang
digunakan, gangguan sistem renin-angiotensin-aldosteron. Dengan
adanya kerusakan ginjal, modifikasi dosis harus dilakukan untuk
mencegah akumulasi obat atau metabolit aktif.

Anda mungkin juga menyukai