PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 1
Semester VI / 1 SKS
Pengampu:
apt. Ambar Yunita Nugraheni, M.Sc
apt. Tri Yulianti, M.Si
apt. Hidayah Karuniawati, M.Sc
apt. Tista Ayu Fortuna, M.Clin Pharm
apt. Lilla Prapdhani A.H, M.Clin Pharm
apt. Siti Nurjanah, S.Farm
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
Pharmacotherapy I
Farmakoterapi Gangguan Sistem Endokrin dan Reumatologi
PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI I
MODUL 5
FARMAKOTERAPI GANGGUAN SISTEM
PENCERNAAN DAN GINJAL
Semester VI / 1 SKS
Pharmacotherapy I
Farmakoterapi Gangguan Sistem Pernafasan
MODUL V
FARMAKOTERAPI GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN (DIARE,
GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD), PEPTIC ULCER
DISEASE (PUD) DAN GINJAL)
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa mampu melakukan seleksi terapi obat rasional berdasarkan
kondisi pasien pada penyakit diare, GERD, Peptic Ulcer Disease (PUD), serta
monitoring terapi dan konselingnya sesuai perkembangan bidang kesehatan dan
kefarmasian terkini.
B. PENDAHULUAN
Infeksi gastrointestinal merupakan sindrom yang luas dari gastroenteritis
hingga infeksi yang bisa mengakibatkan terjadinya kematian. Beberapa macam
infeksi yang terjadi pada gastrointestinal (sistem pencernaan), antara lain : diare,
GERD dan Peptic Ulcer Disease (PUD).
1. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Gastroesophageal reflux disease terjadi pada semua orang dengan segala
usia, tetapi pada umumnya terjadi pada orang dengan usia lebih dari 40 tahun.
Walaupun mortalitas yang berkaitan dengan GERD jarang, tetapi gejala GERD
mempengaruhi kualitas hidup pasien secara signifikan. Faktor terjadinya GERD
disebabkan karena ketidaknormalan reflux isi lambung menuju esophagus. Pada
beberapa kasus, GERD disebabkan karena gangguan pada lower esophageal
sphincter (LES).
Terapi farmakologi terdiri dari patient-directed therapy dengan obat-obat
non resep seperti antacid, H2 bloker, atau proton pump inhibitor dan prescription-
strength acid suppression therapy atau promotility medication.
urease. Tes non invasif meliputi uji pernafasan urea dan tes deteksi antibodi. Uji
pernafasan urea, berdasarkan produksi urease oleh H. pylori. Deteksi antibodi
berguna untuk mendeteksi IgG yang mengatasi H. pylori, tetapi test tidak biasa
dilakukan untuk mengetahui teratasi H. pylori, karena titer antibodi memerlukan
waktu 0,5 – 1 tahun untuk kembali ke kisaran tidak terinfeksi. Untuk diagnosis
ulkus tergantung visualisasi dari lubang tukak melalui radiografi saluran cerna atas.
Jika penyakit tukak ditemukan pada radiografi, maka keganasan harus dipastikan
dengan visualisasi endoskopik langsung dan histologi.
Sasaran terapi adalah menghilangkan nyeri tukak, mengobati ulkus,
mencegah kekambuhan dan mengurangi komplikasi yang berkaitan dengan tukak.
Pada penderita dengan H. pylori positif , tujuan terapi adalah mengatasi mikroba
dan menyembuhkan penyakit dengan obat yang efektif secara ekonomi. Pengobatan
pada pasien dengan H. pylori positif harus diawali dengan regimen 3 obat-PPI. Obat
ini lebih efektif, memiliki toleransi yang lebih baik, lebih simple dan akan membuat
pasien lebih patuh dalam menjalani pengobatan. 14 hari lebih dipilih daripada 10
hari karena durasi yang lama menyebabkan pengobatan berhasil. Pengobatan 7 hari
secara teratur tidak dianjurkan.
Pharmacotherapy I
Farmakoterapi Gangguan Sistem Pernafasan
Pharmacotherapy I
Farmakoterapi Gangguan Sistem Pernafasan
Dialisis
Pada pasien dengan gagal ginjal kronik jika fungsi faal ginjal sudah sangat
minimal sehingga usaha konservatif seperti diet, pembatasan asupan minum, obat-
obatan dan pertolongan lain sudah tidak bisa tertolong lagi maka diberikan terapi
lain untuk menggantikan fungsi ginjal. Terapi pengganti fungsi ginjal yang dapat
digunakan adalah dialisis dan transplantasi ginjal.
Dialisis pada pasien terbagi menjadi dua yaitu peritonial dialisis dan
hemodialisis. Pada hemodialisis dilakukan dengan cara mengalirkan darah kedalam
suatu ginjar buatan (dialiser). Darah pasien dialirkan ke kompartemen darah yang
dibatasi oleh selaput semipermiabel buatan.
Indikasi dilakukannya dialisis pada kondisi End stage renal disease (ESRD)
jika laju filtrasi glumerolus kurang dari 30 ml/menit. Menurut The National Kidney
Foundation’s Kidney Disease Outcomes Qualitative Initiative (NKF-K/DOQI)
pasien non diabetes bisa memulai dialisis jika klirens kreatininnya diantara 9 – 14
ml/menit. Sedangkan untuk pasien yang diabetes bisa lebih tinggi nilainya untuk
memulai dialisis.
Komplikasi hemodialisis yang sering terjadi adalah hipotensi, kram otot,
mual muntah, dan trombosis sehingga perlu penanganan lebih lanjut dengan terapi
nonfarmakologi dan farmakologi. Sedangkan pada peritonial dialisis yang sering
terjadi adalah komplikasi peritonitis.
Mengetahui jumlah obat yang meningkat dalam tubuh pada pasien dengan
gangguan ginjal adalah hal yang penting untuk dapat menyusun terapi yang spesifik
untuk pasien dengan gangguan ginjal ini. Kebanyakan pasien dalam kondisi ini
diterapi dengan obat-obatan yang banyak sehingga diperlukan penyesuaian dosis
karena eliminasi utama tubuh adalah di ginjal. Tanpa penyesuaian dosis dan
monitoring terapi yang dilakukan secara hati-hati pada pasien kondisi ini dapat
menyebabkan berkembangnya adverse drug event.
Gangguan ginjal dapat menyebabkan perubahan farmakokinetik begitu juga
dengan farmakodinamik obat. Sebagai contoh, jika pasien uremia akan terjadi
perubahan pada absorpsi obat, ikatan protein, distribusi atau eliminasi yang tidak
bisa diprediksikan.. Perubahan fisiologik ini nantinya akan mempengaruhi
konsentrasi obat di dalam plasma dan aktivitas pada reseptor di jaringan dan
akhirnya akan mempengaruhi efikasi obat dan toksisitasnya.
Eliminasi obat dari ginjal biasanya dengan cara filtrasi atau sekresi aktif.
Obat-obat dengan berat molekul yang rendah biasanya lebih mudah di filtrasi
dibandingkan dengan obat yang memiliki berat molekul yang tinggi. Proses filtrasi
ini dipengaruhi oleh kemampuan glumerolus dalam melakukan filtrasi. Maka,
kemampuan ginjal dalam memfiltrasi obat pada pasien dengan gangguan ginjal
dapat diukur dengan menilai hasil creatinine atau klirens kreatinin.
Untuk menghitung klirens kreatinin dapat digunakan rumus Cockroft
Gault, yaitu :
Clcr ( ml/menit) = (140-umur) x BB(kg) xF
72 x serum kreatinin (mg/dl)
Pada wanita:
Clcr ( ml/menit) = (140-umur) x BB(kg) xF
72 x serum kreatinin (mg/dl)
Keterangan:
BB = berat badan
F = faktor perkalian yang besarnya untuk laki-laki = 1; untuk wanita = 0,85
Clcr = Clearence creatine
Kerugiannya : Jika digunakan dalam jangka waktu > 24 jam obat bisa
menjadi subterapeutik.
b. Merubah dosis
Dosis obat diturunkan, interval obat sama.
Keuntungan : Interval dosis akan sama
Kerugian : Konsentrasi obat puncak akan turun, bisa menyebabkan sub
teraputik. Jika konsentrasi minimum turun dapat menyebabkan ketoksikan.
5. Diare
Diare merupakan buang air besar dengan feses yang tidak berbentuk (unformed
stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Diare dapat
disebabkan oleh infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensidan
lainnya. Diare dibagi menjadi 2, diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah
diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, sementara diare persisten atau diare
kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
Dehidrasi pada diare dibagi menjadi 3, diare tanpa dehidrasi, diare dehidrasi
ringan/sedang, diare dehidrasi berat.
Pharmacotherapy I
Farmakoterapi Gangguan Sistem Pernafasan
Pemeriksaan fisik :
TD : 100/70 mmHg
HR : 95 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 37.9°C.
Pemeriksaan laboratorium :
Hb 10.2 g/dL
Hct 27.2%
WBC 9.4 × 103/mm3
Pemeriksaan penunjang:
Hasil endoskopi terlihat adanya ulcer
Tes terhadap H. Pylori : positif
Urea breath test : positif
Diagnosa : PUD
Terapi pasien :
Omeprazole 20 mg 2x sehari,
Klaritromisin 500 mg 1x sehari
Amoxicillin 1 g 2x sehari
Domperidon 10mg 3x sehari
TUGAS MAHASISWA :
1. Lakukan assesmen terhadap terapi obat yang diterima oleh pasien dengan
menggunakan metode SOAP!
Pharmacotherapy I
Farmakoterapi Gangguan Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Laboratorium :
Albumin 4,5 gr/dL
Natrium 141 mmol/L
Kalium 4,6 mmol/L
Kalsium 6,8 mg/dL
Klorida 110 mmol/L
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan feses makroskopis : Didapatkan warna abu-abu, konsistensi cair, bau
khas, lendir (+), darah (-)
Hasil kultur feses : Ditemukan bakteri batang gram negatif (Enterobacter sp)
TUGAS MAHASISWA :
1. Lakukan assesmen terhadap terapi obat yang diterima oleh pasien dengan
menggunakan metode SOAP!
Pharmacotherapy I
Farmakoterapi Gangguan Sistem Pernafasan
Pemeriksaan fisik:
TD : 120/80 mmHg
HR : 85x/menit
RR : 22x/menit
T : 37 Co
Diagnosis: GERD
TUGAS MAHASISWA :
1. Lakukan assesmen terhadap terapi obat yang diterima oleh pasien dengan
menggunakan metode SOAP!
Pharmacotherapy I
Farmakoterapi Gangguan Sistem Pernafasan
mEq dalam 500 cc Nacl 0,9% dihabiskan dalam 6 jam dan menggunakan D40 50
cc ditambah 10 IU insulin. Urin output 100 cc/24 jam. Saat ini kondisi umum masih
lemah.
Pharmacotherapy I
Farmakoterapi Gangguan Sistem Pernafasan
Tugas Mahasiswa :
1. Lakukan evaluasi drug related problem (DRP) kasus diatas dengan metode
SOAP!
Pharmacotherapy I
Farmakoterapi Gangguan Sistem Pernafasan
Pharmacotherapy I