Anda di halaman 1dari 16

Pertanyaan

Kelompok 1
Moh .Arifudin 22072 : Bagaimana cara kerja obat diuretik pada pasien yg mengalami gagal
ginjal kronis, apakah membutuhkan obat lain atau kombinasi obat lain seperti Ace inhibitor
Menjawab : afifah islamia, Nur Kurnia ,Nadyah Mulyani,Putri Sintya,Nur haliza,Nurhaliza,
Apriani,Sylvana mokale.

Ummyl 22042 : Bagaimana mekanisme kerja obat HCT dalam tubuh sehingga dia tidak bisa
digunakan untuk pasien gangguan ginjal berat
Menjawab : Dewinda , Alya magfira, Nurhaliza, Sufianti ,sarah

Kelompok 3
Syahra 2212 : Bagaimana mekanisme kerja bisa terjadinya gagal ginjal pada kontraindikasi
antidiuretik
Menjawab ; Afifah islamia,Apriani,Sufianti,Risda

Shara 22049 : DIURETIK HEMAT KALIUM terdapat penjelasan mengenai mekanisme


kerjanya, kemudian diberikan 2 contoh yaitu amiloride dan spironolactone, apakah keduanya
memiliki perbedaan dalam mekanisme kerjanya?
Menjawab : Nadya mulyah,Putri sintya,Karina,Marina,Syahrah

Kelompok 4
Alya 22067 : pyuria itu termasuk dalam kontradiksi antidiuretik tidak? terus kenapa bisa
kadar sel darah putih dalam darah dapat meningkat?
Menjawab : Andi Marzinal,Fatiah zulfa, Sarah

Dolfi 22062 : Apa kandungan dari lamtoro yang memiliki efek antidiuretik, dan bagaimana
mekanisme kerjanya?
Menjawab : Niluh deviana, Apriani, Anisa Eka putri
Diskusi Materi

1. Moh Arifuddin 22072 (Kel: 1)


Bagaimana cara kerja obat diuretik pada pasien yang mengalami gagal ginjal
kronis, apakah membutuhkan obat lain atau kombinasi obat lain seperti Ace
Inhibitor?
Penjawab:
1. Afifah Islamia 22090 (Kel: 2)
Diuretik adalah obat yang bekerja dengan cara meningkatkan produksi
urine. Hal ini dilakukan dengan cara menghambat reabsorpsi air dan
elektrolit di ginjal. Obat diuretik dapat digunakan untuk mengobati
berbagai kondisi, termasuk gagal ginjal kronis. Pada pasien gagal ginjal
kronis, fungsi ginjal untuk menyaring darah dan membuang limbah
menurun. Akibatnya, kadar cairan tubuh dapat meningkat secara
berlebihan. Pemberian obat diuretik pada pasien gagal ginjal kronis dapat
membantu mengurangi kelebihan cairan tubuh, sehingga dapat mencegah
atau mengobati berbagai komplikasi, seperti edema (pembengkakan),
hipertensi (tekanan darah tinggi), dan gagal jantung. Ada dua jenis obat
diuretik yang umum digunakan pada pasien gagal ginjal kronis, yaitu:
1. Diuretik kuat, seperti furosemid (Lasix) dan bumetanide (Bumex).
Obat-obatan ini bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi natrium
di ginjal.
2. Diuretik hemat kalium, seperti spironolakton (Aldactone) dan
amiloride (Moduretic). Obat-obatan ini bekerja dengan cara
menghambat kerja hormon aldosteron, yang berperan dalam mengatur
keseimbangan natrium dan kalium di tubuh.
Obat diuretik dapat digunakan secara tunggal atau dikombinasikan dengan
obat lain. Kombinasi obat diuretik dan ACE inhibitor (ACEI) atau
angiotensin receptor blocker (ARB) dapat membantu meningkatkan
efektivitas pengobatan gagal ginjal kronis. Berikut adalah beberapa
manfaat kombinasi obat diuretik dan ACEI atau ARB pada pasien gagal
ginjal
kronis: Menurunkan tekanan darah, mencegah atau memperlambat
perkembangan kerusakan ginjal, menurunkan risiko komplikasi jantung.
Obat diuretik dan ACEI atau ARB dapat menyebabkan berbagai efek
samping, termasuk:
1. Hiponatremia (kadar natrium darah yang rendah)
2. Hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi)
3. Hipotensi (tekanan darah rendah)
4. Kelemahan otot
5. Gangguan keseimbangan
Oleh karena itu, pemberian obat diuretik dan ACEI atau ARB harus
dilakukan dengan hati-hati dan di bawah pengawasan dokter. Amiloride
dan spironolactone adalah dua jenis obat diuretik hemat kalium yang
bekerja dengan cara menghambat kerja hormon aldosteron. Aldosteron
adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar adrenal yang berperan dalam
mengatur keseimbangan natrium dan kalium di tubuh. Perbedaan utama
antara amiloride dan spironolactone adalah pada tempat kerja obat
tersebut. Amiloride bekerja langsung pada reseptor aldosteron di ginjal,
sedangkan spironolactone bekerja dengan cara menghambat produksi
aldosteron oleh kelenjar adrenal. Secara umum, amiloride memiliki efek
samping yang lebih ringan daripada spironolactone. Namun, amiloride
juga memiliki efektivitas yang lebih rendah daripada spironolactone.
2. Nur Kurnia Ilahi 22078 (Kel: 2)
Secara umum, terapi diuretik pada gagal ginjal kronikdigunakan untuk
mengontrol ekspansi cairan ekstraseluler dan juga karena efeknya yang
dapat menurunkan tekanan darah. Obat ini dapat meningkatkan efek dari
ACE Inhibitor (ACEI), Angiotensin Receptor Blocker (ARB) atau agen
antihipertensi lainnya. Oleh karena itu,standar dari NKF-K/DOQI
merekomendasikan diuretik dalam kombinasi dengan ACEI atau ARB
untuk penyakit ginjal diabetik dan penyakit ginjal nondiabetik. Selain itu,
diuretik juga dapat digunakan dalam kombinasi dengan obat antihipertensi
lainnya pada pasien transplantasi ginjal.
3. Nadiah Mulya 22006 (Kel: 2)
Secara umum formal terapi diuretik pada gagal ginjal koronik digunakan
untuk mengontrol ekspansi cairan ekstraseluler dan juga karena efeknya
yang dapat menurunkan tekanan darah titik obat ini dapat meningkatkan
efek dari ACE inhibitor (ACEI). Angiotensin reseptor blocker (ARB) atau
agen antihipertensi lainnya. Oleh karena itu, standar dari NKF-K/DOQI
merekomendasikan diuretik dalam kombinasi dengan ACEI dan ARB
untuk penyakit ginjal diabetik dan penyakit ginjal non diabetik selain itu
diuretik juga dapat digunakan dalam kombinasi dengan obat antihipertensi
lainnya pada pasien transplantasi ginjal terdapat berbagai pertimbangan
penggunaan obat pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal titik
pertimbangan tersebut antara lain adanya penurunan ekskresi obat lewat
ginjal sehingga berpotensi menimbulkan peningkatan konsentrasi obat
dalam darah. Idealnya, dosis obat yang diberhentikan perlu disesuaikan
dengan indeks fungsi ginjal atau GFR penderita. Selain itu, gangguan
ginjal juga diasosiasikan dengan perubahan penting dalam ikatan protein
plasma dengan obat. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan kadar serum
albumin pada gagal ginjal kronik, perubahan struktural dari tempat ikatan
maupun penggantian obat dengan molekul organik yang terakumulasi pada
keadaan uremia.
4. Putri Shintya Sari 22087 (Kel: 2)
Obat diuretik bekerja dengan cara meningkatkan jumlah urine yang
dikeluarkan oleh ginjal. Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi
penyerapan natrium dan air di tubulus ginjal. Natrium adalah mineral yang
berperan penting dalam mengatur keseimbangan cairan tubuh. Dengan
mengurangi penyerapan natrium, maka jumlah cairan tubuh juga akan
berkurang. Pada pasien gagal ginjal kronis, fungsi ginjal akan menurun
seiring dengan perkembangan penyakit. Hal ini menyebabkan ginjal tidak
dapat menyaring cairan tubuh dengan baik. Akibatnya, tubuh akan
mengalami penumpukan cairan. Penumpukan cairan ini dapat
menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti edema, hipertensi, dan
gagal jantung. Obat diuretik yang sering digunakan pada pasien gagal
ginjal kronis adalah diuretik loop, seperti furosemide. Diuretik loop
bekerja dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium di tubulus ginjal. Selain diuretik loop,
diuretik tiazid juga dapat digunakan pada pasien gagal ginjal kronis.
Diuretik tiazid bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan
klorida di tubulus ginjal. Obat diuretik dapat digunakan secara tunggal
atau dikombinasikan dengan obat lain, seperti ACE inhibitor atau
angiotensin receptor blocker (ARB). ACE inhibitor dan ARB bekerja
dengan cara menurunkan tekanan darah. Kombinasi diuretik dan ACE
inhibitor atau ARB dapat memberikan efek yang lebih baik dalam
menurunkan tekanan darah dan mengurangi penumpukan cairan pada
pasien gagal ginjal kronis.
5. Nur Haliza 22010 (Kel: 2)
Pertama-tama dalam penggunaan obat itu harus yang namanya tepat dosis,
tepat indikasi, tepat pasien dan tepat obat. Kelainan yang dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi pada pasien GGK diantaranya adalah
hipertensi esensial yang memang telah terjadi sebelumnya pada pasien,
kenaikan volume CES, stimulasi sistem renin-angiotensin, dan
meningkatnya aktivitas saraf simpatis. Pasien GGK seringkali memerlukan
pemberian eritropoeitin yang dapat mengakibatkan efek samping
hipertensi Diuretik tunggal yang paling sering digunakan pada pasien
GGK adalah furosemid. Diuretik thiazid tidak efektif pada rentang GFR
ini sehingga diuretik pilihan bagi penderita GGK tahap 5 adalah loop
diuretik. Menurut NKF-K/DOQI, loop diuretik merupakan diuretik yang
paling umum . Kombinasi diuretik yang ditemukan pada penelitian ini
adalah kombinasi antara furosemid dengan spironolakton (1 kasus;
2.22%). Penggunaan kombinasi diuretik digunakan untuk meningkatkan
efektivitas dan mencegah terjadinya resistensi. Loop diuretik dan diuretic
spironolakton bekerja di ginjal pada tempat yang berbeda sehingga
kombinasinya akan bersifat sinergis. Pemberian loop diuretik saja dalam
jangka waktu lama dapat menimbulkan hipertrofi pada tubulus distal yang
mengakibatkan kenaikan reabsorpsi natrium. Hal ini dapat dicegah dengan
menggunakannya bersama-sama dengan diuretik spironolakton. Adapun
kombinasi pada pasien antihipertensi yang menggunakan obat antiduretik
pada pasien GGK:Diuretik : Furosemid, Diuretik + ACEI : Furosemid +
Captopril, Diuretik + CCB : Furosemid + Amlodipin, Diuretik + ACEI +
CCB: Furosemid + Captopril + Amlodipin, Diuretik + ACEI + CCB + β-
blocker :Furosemid + Captopril + Lisinopril + Diltiazem + Bisoprolol.
6. Apriani 22044 (Kel: 3)
Diuretik bekerja dengan meningkatkan pengeluaran air seni dari tubuh,
mengurangi retensi cairan yang mungkin terjadi pada pasien dengan gagal
ginjal kronis. Ini membantu mengendalikan tekanan darah dan mengurangi
beban pada ginjal. Namun, diuretik saja mungkin tidak cukup. Pada pasien
gagal ginjal kronis, seringkali diperlukan pendekatan terpadu. ACE
inhibitor, atau inhibitor enzim konversi angiotensin, dapat diresepkan
untuk membantu mengontrol tekanan darah dan melindungi ginjal. ACE
inhibitor bekerja dengan merelaksasi pembuluh darah, mengurangi
tekanan pada sistem peredaran darah, dan mengurangi kerusakan ginjal.
Kombinasi diuretik dan ACE inhibitor dapat memberikan manfaat sinergis
dalam mengelola gagal ginjal kronis, mengoptimalkan kontrol tekanan
darah dan melibatkan mekanisme yang berbeda untuk melindungi fungsi
ginjal. Namun, perlu dicatat bahwa setiap rencana pengobatan harus
disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan individu pasien dan harus
diawasi oleh dokter.
7. Sylvana Vindah Mokale 22079 (Kel: 1)
Selain ACE Inhibitor, Angiotensine Reseptore Blockers yang baik untuk
pasien gagal jantung. ACEI dan ARBs merupakan antihipertensi pilihan
pertama yang direkomendasikan pada pasien gagal jantung, diabetes dan
gagal ginjal kronik. Selain ACEI dan ARBs yang diberikan secara
tunggal,pemberian CCB, diuretik dan B-Blocker juga dapat
dipertimbangkan sebagai terapi kombinasi. Mekanisme kerja ARBs yaitu
dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini merelaksasi
otot polos sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan ekskresi garam
dan air di ginjal, menurunkan volume plasma dan mengurangi hipertrofi
sel. Antagonis reseptor angiotensin II secara teoritis juga mengatasi
beberapa kelemahan ACE inhibitor. Tidak seperti pada ACE inhibitor, obat
ini tidak menghambat degradasi bradikinin, sehingga efek samping batuk
menahun tidak terjadi. Penggunaan ARBs sebagai antihipertensi, memiliki
efikasi
yang hampir sama dengan antihipertensi lain. Penambahan CCB atau
antihipertensi diuretik golongan tiazid secara signifikan dapat
meningkatkan keefektivitasannya sebagai antihipertensi, merupakan salah
satu obat golongan ARBs. Berlainan dengan penghambat ACE inhibitor,
zat ini tidak menghambat enzim ACE yang menghambat angiotensin I
menjadi angiotensi II namun memblok reseptor angiotensin II dengan efek
vasodilatasi. Efek samping yang paling sering terjadi yaitu; pusing, jarang
terjadi hipotensi ortostatis dan hiperkalemia. Kombinasi dengan diuretik
golongan tiazid dapat memperkuat efek hipotensinya. ARBs memiliki efek
samping yang lebih rendah dibandingkan antihipertensi golongan ACE
inhibitor seperti diantaranya; dapat menyebabkan insufisiensi ginjal,
hiperkalemia, dan hipotensi ortostatik. Selain itu, ARBs
dikontraindikasikan pada ibu hamil.
8. Nurhaliza 22082 (Kel: 3)
Obat diuretik bekerja dengan cara meningkatkan ekskresi natrium dan air
dari tubuh melalui urine. Hal ini dapat membantu mengurangi edema
(penumpukan cairan) dan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronis.
Obat diuretik dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu: Obat
diuretik loop, seperti furosemide dan torsemide. Obat diuretik loop bekerja
dengan cara menghambat kerja enzim yang mengatur reabsorpsi natrium
di tubulus ginjal. Obat diuretik tiazid, seperti hydrochlorothiazide dan
chlorthalidone. Obat diuretik tiazid bekerja dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium di tubulus ginjal.

2. Ummyl Azmi 22042 (Kel: 1)


Bagaimana mekanisme kerja obat HCT dalam tubuh sehingga dia tidak bisa di
gunakan untuk pasien gangguan ginjal berat?
Penjawab:
1. Dewinda (Kel: 2)
Hydrochlorotiazid adalah diuretik tiazid yang digunakan untuk mengobati
tekanan darah tinggi, edema, dan preeklampsia. Diuretik bekerja dengan
cara meningkatkan produksi urine, yang dapat membantu mengurangi
retensi cairan. Hydrochlorotiazid tidak boleh digunakan oleh pasien
gangguan gagal ginjal karena dapat menyebabkan dehidrasi dan gangguan
keseimbangan elektrolit. Hydrochlorotiazid juga dapat menyebabkan
gangguan keseimbangan elektrolit, seperti hiponatremia (kadar natrium
darah rendah), hipokalemia (kadar kalium darah rendah), dan hiperkalemia
(kadar kalium darah tinggi). Gangguan keseimbangan elektrolit dapat
menyebabkan gejala seperti kram otot, kelelahan, dan perubahan mental.
Gagal ginjal adalah kondisi di mana ginjal tidak dapat berfungsi secara
normal untuk menyaring limbah dari darah. Hal ini dapat menyebabkan
penumpukan cairan, elektrolit, dan racun di dalam tubuh. Pada pasien
dengan gangguan gagal ginjal, fungsi ginjal sudah menurun. Penggunaan
hydrochlorotiazid dapat memperburuk kondisi ginjal dan menyebabkan
gagal qinjal permanen.
2. Alya Magfirah 22067 (Kel: 4)
Hidroklorotiazid (HCT) adalah diuretik tiazid yang bekerja dengan
meningkatkan pengeluaran air dan garam dari tubuh melalui urine.
Mekanisme kerjanya melibatkan penghambatan reabsorpsi natrium dan
klorida di tubulus ginjal. Meskipun dapat efektif untuk menurunkan
tekanan darah, HCT sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien
dengan gangguan ginjal berat. Pada pasien dengan gangguan ginjal berat,
fungsi ginjal untuk menyaring dan mengekskresi zat-zat tertentu dapat
terganggu. Pemberian HCT pada kondisi ini dapat menyebabkan
penumpukan elektrolit dan cairan yang berlebihan dalam tubuh,
menyebabkan masalah keseimbangan elektrolit dan tekanan darah. Oleh
karena itu, dokter perlu menyesuaikan dosis atau memilih alternatif obat
untuk menghindari komplikasi pada pasien dengan gangguan ginjal berat.
3. Nurhaliza 22082 (Kel: 3)
Obat Hydrochlorothiazide (HCT) bekerja sebagai diuretik yang
mengurangi reabsorpsi natrium dan cairan pada ginjal, sehingga
meningkatkan pengeluaran natrium dan cairan melalui urin. Namun, obat
ini tidak dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan ginjal berat
karena dapat memperparah kondisi ginjal. Hal ini disebabkan oleh fakta
bahwa absorpsi
obat ini menurun pada pasien dengan gagal ginjal, dan waktu paruh
plasma obat ini memanjang pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
Oleh karena itu, pasien dengan gangguan ginjal berat termasuk dalam
kontraindikasi penggunaan obat Hydrochlorothiazide. Pasien dengan
gangguan ginjal sebaiknya berkonsultasi dengan dokter untuk pengobatan
yang sesuai dengan kondisinya.
4. Sufianti 22131 (Kel: 3)
Hidroklorotiazid (HCT) adalah diuretik thiazide yang bekerja dengan
menghambat reabsorpsi natrium dan klorida di tubulus distal ginjal. Ini
menyebabkan peningkatan ekskresi air dan elektrolit, terutama natrium,
dalam urine. Peningkatan diuresis ini menyebabkan pengurangan volume
darah dan penurunan tekanan darah. Pada pasien dengan gangguan ginjal
berat, ginjal mungkin mengalami penurunan fungsi, termasuk dalam
mengatur keseimbangan elektrolit. Penggunaan HCT pada kondisi ini
dapat meningkatkan risiko gangguan elektrolit, terutama hiperkalemia
(kadar kalium yang tinggi dalam darah). Ginjal yang sudah rusak mungkin
tidak dapat mengatasi peningkatan ekskresi natrium dan klorida secara
efektif, menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit yang berpotensi
berbahaya. Oleh karena itu, penggunaan HCT pada pasien dengan
gangguan ginjal berat harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan
mungkin tidak dianjurkan.
5. Syahra Elfi Syaher 22112 (Kel: 3)

3. Syahra Elfi Syaher 22112 (Kel: 3)


Bagaimana mekanisme kerja bisa terjadinya gagal ginjal pada kontraindikasi
antidiuretik?
Penjawab:
1. Afifah Islamia 22090 (Kel: 2)
Antidiuretik adalah obat yang bekerja dengan cara meningkatkan
penyerapan air di ginjal. Hal ini menyebabkan berkurangnya produksi
urine dan peningkatan volume cairan tubuh. Kontraindikasi antidiuretik
adalah kondisi-kondisi yang dapat memperburuk efek samping obat ini,
salah
satunya adalah gagal ginjal. Pada pasien gagal ginjal, fungsi ginjal untuk
menyaring darah dan membuang limbah menurun. Akibatnya, kadar cairan
tubuh dapat meningkat secara berlebihan. Pemberian antidiuretik pada
pasien gagal ginjal dapat memperburuk kondisi ini, karena obat ini akan
meningkatkan penyerapan air di ginjal, sehingga volume cairan tubuh akan
semakin meningkat. Mekanisme kerja gagal ginjal pada kontraindikasi
antidiuretik dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Peningkatan volume cairan tubuh
Antidiuretik bekerja dengan cara meningkatkan sintesis hormon
antidiuretik (ADH) di hipotalamus. ADH kemudian dilepaskan ke
dalam aliran darah dan bekerja di ginjal untuk meningkatkan
penyerapan air. Pada pasien gagal ginjal, fungsi ginjal untuk
menyaring darah dan membuang limbah menurun. Akibatnya, kadar
cairan tubuh dapat meningkat secara berlebihan. Pemberian
antidiuretik pada pasien gagal ginjal dapat memperburuk kondisi ini,
karena obat ini akan meningkatkan penyerapan air di ginjal, sehingga
volume cairan tubuh akan semakin meningkat.
b. Peningkatan tekanan darah
Peningkatan volume cairan tubuh dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Hal ini karena jantung harus bekerja lebih keras untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Peningkatan tekanan darah dapat
memperburuk kondisi gagal ginjal, karena dapat menyebabkan
kerusakan pada ginjal.
c. Hiponatremia
Hiponatremia adalah kondisi yang ditandai dengan kadar natrium
darah yang rendah. Hal ini dapat terjadi karena antidiuretik
meningkatkan penyerapan air di ginjal, sehingga kadar natrium dalam
darah akan menurun. Hiponatremia dapat menyebabkan berbagai
komplikasi, termasuk kejang, koma, dan bahkan kematian.
d. Kelainan elektrolit
Antidiuretik juga dapat menyebabkan kelainan elektrolit lainnya,
seperti hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi) dan
hipofosfatemia
(kadar fosfor darah yang rendah). Kelainan elektrolit ini dapat
menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk gangguan jantung,
gangguan otot, dan gangguan saraf.
Oleh karena itu, pemberian antidiuretik pada pasien gagal ginjal harus
dilakukan dengan hati-hati dan di bawah pengawasan dokter.
2. Sufianti 22131 (Kel: 3)
Gagal ginjal terkait dengan antidiuretik biasanya terjadi pada kondisi di
mana ada gangguan pada sistem pengaturan air dan elektrolit dalam tubuh.
Antidiuretik, seperti vasopressin (ADH), bertanggung jawab untuk
meningkatkan reabsorpsi air oleh ginjal, mengurangi volume urine yang
diproduksi. Kontraindikasi antidiuretik dapat berkontribusi pada gagal
ginjal melalui beberapa mekanisme:
1. Retensi air berlebihan: Jika antidiuretik digunakan secara berlebihan
atau tidak sesuai, dapat menyebabkan retensi air yang berlebihan
dalam tubuh. Ini meningkatkan beban kerja ginjal untuk
menghilangkan kelebihan air dan elektrolit. Pada gilirannya, hal ini
dapat menyebabkan stres pada jaringan ginjal dan memperburuk fungsi
ginjal.
2. Gangguan elektrolit: Antidiuretik, saat digunakan secara tidak tepat,
dapat menyebabkan gangguan keseimbangan elektrolit. Misalnya,
peningkatan reabsorpsi air tanpa keseimbangan yang sesuai dalam
reabsorpsi elektrolit dapat mengganggu proporsi normal elektrolit
dalam tubuh, yang dapat merugikan fungsi ginjal.
3. Penurunan perfusi ginjal: Antidiuretik yang tidak sesuai dapat
menyebabkan vasokonstriksi yang berlebihan, mengurangi perfusi
(aliran darah) ke ginjal. Penurunan aliran darah ke ginjal dapat
menyebabkan kerusakan jaringan dan berkontribusi pada terjadinya
gagal ginjal.
Penting untuk menggunakan antidiuretik sesuai dengan indikasi medis dan
dosis yang diresepkan oleh dokter. Kontraindikasi dan efek samping yang
mungkin timbul perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi,
termasuk gagal ginjal.
3. Risda 22054 (Kel: 4)
Antidiuretik adalah obat yang berfungsi untuk mengurangi produksi urine.
Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan reabsorpsi air di ginjal.
Kontraindikasi antidiuretik adalah kondisi-kondisi di mana penggunaan
obat ini dapat membahayakan pasien. Salah satu kontraindikasi
antidiuretik adalah gagal ginjal. Pada pasien gagal ginjal, fungsi ginjal
sudah menurun. Ginjal tidak dapat menyaring darah dengan baik, sehingga
terjadi penumpukan racun dan cairan di dalam tubuh. Penggunaan
antidiuretik pada pasien gagal ginjal dapat memperburuk kondisi ginjal.
Obat ini dapat menyebabkan ginjal menyerap terlalu banyak air, sehingga
terjadi edema (pembengkakan). Edema dapat menyebabkan tekanan darah
meningkat, yang dapat memperburuk kerusakan ginjal. Mekanisme kerja
terjadinya gagal ginjal pada kontraindikasi antidiuretik adalah sebagai
berikut:
1. Obat antidiuretik meningkatkan reabsorpsi air di ginjal.
2. Pada pasien gagal ginjal, fungsi ginjal sudah menurun.
3. Ginjal tidak dapat menyaring darah dengan baik, sehingga terjadi
penumpukan racun dan cairan di dalam tubuh.
4. Penggunaan antidiuretik pada pasien gagal ginjal dapat memperburuk
kondisi ginjal.
5. Obat ini dapat menyebabkan ginjal menyerap terlalu banyak air,
sehingga terjadi edema (pembengkakan).
6. Edema dapat menyebabkan tekanan darah meningkat, yang dapat
memperburuk kerusakan ginjal.

4. Shara Wardhani 22049 (Kel: 3)


Di bagian DIURETIK HEMAT KALIUM terdapat penjelasan mengenai
mekanisme kerjanya, kemudian diberikan 2 contoh yaitu amiloride dan
spironolactone, apakah keduanya memiliki perbedaan dalam mekanisme
kerjanya?
Penjawab:
1. Nadiah Mulya 22006 (Kel: 2)
Keduanya memiliki perbedaan pada mekanisme kerjanya dimana
spirinolactone bekerja dengan cara menghambat kerja reseptor aldosteron
di tubulus distal ginjal yang akan mengurangi efek aldosteron terhadap
reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium.sedangkan amilorode bekerja
dengan cara menghambat aksi aldosteron di tubulus distal ginjal yang akan
mengurangi reabsorpsi natrium dan meningkatkan ekskresi kalium.
2. Putri Shintya Sari 22087 (Kel: 2)
Ya, amiloride dan spironolactone memiliki perbedaan dalam mekanisme
kerjanya. Amiloride bekerja dengan cara menghambat aksi aldosteron di
tubulus distal ginjal. Aldosteron adalah hormon yang berperan dalam
reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium di tubulus distal. Dengan
menghambat aksi aldosteron, amiloride akan mengurangi reabsorpsi
natrium dan meningkatkan ekskresi kalium. Spironolactone bekerja
dengan cara menghambat kerja reseptor aldosteron di tubulus distal ginjal.
Reseptor aldosteron adalah protein yang berperan dalam mengikat
aldosteron dan mengaktifkannya. Dengan menghambat kerja reseptor
aldosteron, spironolactone akan mengurangi efek aldosteron terhadap
reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium.
3. Karina Faradibah 22063 (Kel: 4)
Iya berbeda, tetapi meskipun keduanya merupakan diuretik (obat yang
meningkatkan pembuangan air dari tubuh), mereka memiliki beberapa
perbedaan dalam mekanisme kerja dan efek farmakologis. Namun,
keduanya dapat digunakan untuk mengurangi retensi natrium dalam tubuh
dan membantu mengatur tekanan darah. Mekanisme kerja keduanya
berbeda: Amiloride bekerja dengan menghambat reabsorpsi natrium di
ginjal, sedangkan Spironolactone bekerja sebagai antagonist aldosteron,
menghambat reseptor aldosteron dan mengurangi retensi natrium serta
mengurangi pelepasan kalium dalam tubuh.
4. Syahra Elfi Syaher 22112 (Kel: 3)

5. Alya Magfirah 22067 (Kel: 4)


Pyuria itu termasuk dalam kontradiksi antidiuretik tidak? terus kenapa bisa
kadar sel darah putih dalam darah dapat meningkat?
Penjawab:
1. Andi Marzainal 22107 (Kel: 2)
Tidak, dikarenakan antidiuretik bekerja dengan cara menghambat produksi
urin. Hal ini dapat memperburuk kondisi pyuria dengan menyebabkan
penurunan aliran darah ke saluran kemih. Penurunan aliran darah ke
saluran kemih dapat menyebabkan konsentrasi leukosit dalam urin
meningkat. Selain itu, pyuria juga dapat disebabkan oleh infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Bakteri dapat menyebabkan kerusakan pada
ginjal. Antidiuretik dapat memperburuk kerusakan ginjal yang disebabkan
oleh bakteri. Oleh karena itu, penggunaan antidiuretik pada pasien dengan
pyuria dapat memperburuk kondisi pyuria dan meningkatkan risiko
komplikasi.
2. Fatiyah Zulfa Khazanah 22057 (Kel: 4)
Pyuria merupakan kondisi dimana urine mengandung jumlah sel darah
putih (leukosit) yang abnormal tinggi. Pyuria sendiri tidak termasuk
kontraindikasi terhadap antidiuretik. Kadar sel darah putih dalam darah
yang meningkat (leukositosis) dapat terjadi sebagai respons terhadap
infeksi, peradangan, atau kondisi medis lainnya. Kondisi seperti infeksi
saluran kemih (ISK), batu ginjal, atau gangguan prostat dapat
menyebabkan pyuria. Peningkatan jumlah sel darah putih ini mungkin
terlihat dalam analisis urine, yang dapat memberikan petunjuk terkait
dengan kondisi kesehatan ginjal dan saluran kemih. Antidiuretik, seperti
desmopressin, biasanya digunakan untuk mengurangi produksi urine dan
dapat diresepkan dalam kondisi seperti diabetes insipidus. Jika ada
kecurigaan adanya infeksi atau gangguan pada saluran kemih, pemberian
antidiuretik harus disesuaikan atau dikonsultasikan dengan dokter untuk
memastikan keselamatan dan efektivitas pengobatan.
3. Shara Wardhani 22049 (Kel: 3)
Pyuria tidak termasuk dalam kontradiksi antidiuretik, keduanya
merupakan subjek yang berbeda.

6. Dolfi Agustian Lataena 22062 (Kel: 4)


Apa kandungan dari lamtoro yang memiliki efek antidiuretik, dan bagaimana
mekanisme kerjanya?
Penjawab:
1. Andi Marzainal 22107 (Kel: 2)
Kandungan dari lamtoro yang memiliki efek antidiuretik adalah asam
amino arginin. Arginin adalah asam amino esensial yang berperan penting
dalam berbagai fungsi tubuh, termasuk regulasi tekanan darah dan
pengeluaran urine. Mekanisme kerja arginin sebagai antidiuretik adalah
dengan meningkatkan produksi hormon antidiuretik (ADH) oleh kelenjar
pituitari. ADH adalah hormon yang berfungsi untuk meningkatkan
reabsorpsi air di ginjal, sehingga mengurangi jumlah urine yang
dikeluarkan. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak lamtoro
dapat meningkatkan kadar ADH dalam darah dan mengurangi jumlah
urine yang dikeluarkan. Efek antidiuretik ini dapat bertahan hingga 24 jam
setelah pemberian ekstrak lamtoro.
2. Ni Luh Deviana Arianti 22102 (Kel: 2)
Daun lamtoro diketahui mengandung metabolit sekunder yang berupa
alkaloid, saponin, flavonoid dan tannin. Flavonoid berperan sebagai
analgetik yang mekanisme kerjanya menghambat kerja enzim
siklooksigenase. Dengan demikian akan mengurangi produksi
prostaglandin oleh asam. Flavonoid berperan sebagai analgetik, yang
mekanisme kerjanya adalah menghambat kerja enzim siklooksigenase,
dengan demikian akan mengurangi produksi prostaglandin oleh asam
arakidonat sehingga mengurangi rasa nyeri, selain itu flavonoid juga
menghambat degranulasi neutrophil sehingga akan menghambat
pengeluaran sitokin, radikal bebas, serta enzim yang berperan dalam
peradangan.
3. Apriani 22044 (Kel: 3)
Lamtoro, atau Leucaena leucocephala, mengandung senyawa aktif yang
disebut tanin. Tanin ini memiliki potensi sebagai agen antidiuretik, artinya
dapat mengurangi pembentukan urine. Mekanisme kerjanya melibatkan
interaksi dengan ginjal. Tanin berinteraksi dengan membran sel di ginjal,
mengurangi permeabilitas dan menahan air dalam tubuh dengan
menghambat reabsorpsi air oleh ginjal. Ini mengakibatkan pengurangan
volume urine dan dapat bermanfaat dalam situasi di mana perlu
mengurangi pengeluaran air seni. Namun, efek antidiuretik dari tanin
dalam lamtoro masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk
pemahaman yang lebih mendalam. Sebelum menggunakan lamtoro atau
produk berbasis lamtoro untuk tujuan kesehatan, sebaiknya berkonsultasi
dengan profesional kesehatan untuk memastikan keamanan dan
efektivitasnya.
4. Annisa Eka Putri 22061 (Kel: 3)
Daun lamtoro (Leucaena leucocephala) mengandung berbagai senyawa
yang berperan dalam efek antidiuretik dan memiliki mekanisme kerja yang
menarik, yakni diantaranya:

▪ Alkaloid: Senyawa ini berperan sebagai anti mikroba. Mekanisme

kerja: Beberapa alkaloid dapat menghambat reseptor ADH (hormon


antidiuretik) di tubulus ginjal, sehingga mengurangi reabsorpsi air.

▪ Saponin: Berfungsi memicu pembentukan kolagen dan memiliki efek

antibakteri. Mekanisme kerja: Saponin dapat menghambat reabsorpsi


air di tubulus ginjal, sehingga mengurangi volume urine yang
dikeluarkan. Ini membantu mempertahankan cairan dalam tubuh.

▪ Flavonoid: Berperan sebagai antioksidan dan antiinflamasi.

Mekanisme kerja: Flavonoid memiliki sifat antiinflamasi dan dapat


mempengaruhi fungsi sel-sel ginjal. Beberapa flavonoid juga dapat
menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme air dan elektrolit.

▪ Tannin: Mengecilkan pori-pori kulit dan membentuk jaringan baru.

Mekanisme kerja: Tannin memiliki efek astringen, yang berarti dapat


mengurangi permeabilitas membran sel di tubulus ginjal. Ini
mengurangi kehilangan air melalui urine.

Anda mungkin juga menyukai