Anda di halaman 1dari 25

ACE INHIBITOR

Obat dalam golongan ini menghambat enzim pengubah angiotensin (ACE) yang nantinya akan
menghambat pembentukan angiotensin II (vasokonstriktor) dan menghambat pelepasan
aldosteron. Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Jika aldosteron
dihambat, natrium diekskresikan bersama-sama dengan air. Katopril, enalapril dan lisinopril
adalah ketiga antagonis angiotensin.
Penggunaan: ACE Inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang maupun berat. Bahkan
beberapa diantarnya dapat digunkaan pada krisis hipertensi seperti kaptopril dan enalaprilat .
Obat ini efektif pada sekitar 70 % pasien. Kombinasi dengan -blocker memberikan efek aditif.
Kombinasi dengan vasodilator lain, termasuk prazosin dan antagonis kalsium, memberi efek
yang baik. Tetapi pemberian bersama penghambat edrenergik lain yang menghambat respons
adrenergik dan (misalnya klonidin, metildopa, labetalol, atau kombinasi dengan blocker
sebaiknya dihindari karena dapat menimbulkan hipotensi berat dan berkepanjangan
ACE-Inhibitor terpilih untuk hipertensi dengan gagal jantung kongestif. Obat ini juga
menujukkan efek positif terhadap lipid darah dan mengurangi resistensi insulin sehingga sangat
baik untuk hipertensi pada diabetes, dislipidemia dan obesitas. Obat ini juga sering digunakan
untuk mengurangi proteiunuria pada sindrom nefrotik dan nefropat DM. Selain itu ACE-inhibitor
juga sangat baik untuk hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner dan
lain-lain.
Farmakokinetik:
Kaptopril diabsorpsi dengan baik pada pemberian oral dan bioavailabilitas 70-75%. Pemberian
bersama makanan akan mengurangi absorpsi sekitar 30 %, oleh karena itu obat ini harus
diberikan 1 jam sebelum makan. Sebagian besar ACE-inhibitor mengalami metabolisme di hati,
kecuali lisinopril yang tidak dimetabolisme. Eliminasi umumnya melalui ginjal, keculai
fosinopril yang mengalami eliminasi di ginjal dan bilier.
Efek samping: Pada awal pemberian dapat menimbulkan hipotensi. Batuk kering merupakaan
efek samping yang paling sering terjadi dengan insiden 5-20%, lebih sering pada wanita dan
lebih sering terjadi pada malam hari, diduga efek samping ini ada kaitannya dengan peningkatan
kadar bradikinin dan substansi P, dan / atau prostaglandin. Efek samping ini bergantung pada
besarnya dosis dan bersifat reversibel bila obat dihentikan. Dapat menyebabkan hiperkalemia
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau pada pasien yang juga mendapati diuretic hemat
kalsium, AINS, suplemen kalium atau -blocker.
Perhatian dan Kontraindikasi: ACE Inhibitor dikontraindikasikan pada wanita hamil karena
bersifat teratogenik. Pemberian pada ibu menyusui juga kontraindikasi karena ACE inhibitor
diekskresi melalui ASI dan berakibat buruk terhadap fungsi ginjal bayi.Pemberian bersama
diuretic hemat kalium dapat menimulkan hiperkalemia. Pemberian bersama antasida akan
mengurangi absorpsi, sedangkan kombinasi dengan AINS akan mengurangi efek
antihipertensinya dan menambah resiko hiperkalemia.
DAFTAR PUSTAKA:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2011. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI
Kee, L. joyce & Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC

Kaptopril adalah obat ACE inhibitor / penghambat ACE yang pertama ditemukan. Sejak itu telah
dikembangkan banyak obat ACE inhibitor lain, dan obat ACE inhibitor yang telah resmi beredar
di Indonesia adalah benazepril, cilazapril, dellapril, enalapril, fosinopril, imidapril, kuinapril,
lisinopril, perindopril, ramipril dan trandolapril.
Secara umum obat ACE inhibitor dapat dibedakan atas :
1. Obat ACE inhibitor yang bekerja langsung yaitu ; kaptopril dan lisinopril
2. Obat ACE inhibitor yang bekerja tidak langsung (merupakan prodrug) yaitu semua yang
lain.


Gambar. Cara Kerja ACE Inhibitor
Obat ACE inhibitor efektif untuk hipertensi yang ringan, sedang maupun berat.
Sebagai monoterapi, obat ACE inhibitor sama efektivitasnya dengan golongan antihipertensi
lainnya. Obat ACE inhibitor efektif sebagai antihipertensi pada sekitar 70% penderita.
Penurunan tekanan darah sekitar 10/5 sampai 15/12 mm HG. Besarnya penurunan tekanan darah
ini sebanding dengan tingginya tekanan darah sebelum pengobatan.
Obat ACE inhibitor terutama efektif pada hipertensi dengan PRA (aktivitas renin plasma) yang
tinggi, yaitu pada kebanyakan hipertensi maligna dan hipertensi renovaskuler, dan pada kira-kira
1/5 populasi hipertensi esensial, tetapi obat ini juga efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin
plasma (PRA) yang normal dan yang rendah, karena itu penentuan aktivitas renin plasma (PRA)
tidak berguna untuk individualisasi terapi.
hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila tidak diobati, akan
menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan.
Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita hipertensi.
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan penurunan tekanan
darah dengan cara melebarkan arteri.
Obat ini efektif diberikan kepada:
orang kulit putih
usia muda
penderita gagal jantung
penderita dengan protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit ginjal
menahun atau penyakit ginjal diabetik
pria yang menderita impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain.
Pada hipertensi berat, obat ACE inhibitor dapat ditambahkan sebagai obat ke tiga pada
kombinasi obat diuretik dan beta bloker.
Kombinasi dengan obat diuretik memberikan efek antihipertensi yang sinergistik (kira-kira 85%
penderita tekanan darahnya terkendali dengan kombinasi ini), sedangkan efek
hipokalemiadiuretik dicegah atau dikurangi.
Kombinasi dengan obat beta bloker memberikan efek yang aditif/memperkuat.
Kombinasi dengan vasodilator , termasuk prazosin dan nifedipin, memberikan efek yang baik
tetapi pemberian bersama penghambat adrenergik lainnya yang menghambat respon adrenergik
alfa dan beta (misalnya metildopa, klonidin, latalol, prazosin + beta bloker), sebaiknya
dihindarkan karena dapat menimbulkan hipotensi yang berat dan berkepanjangan.
Obat ACE inhibitor lebih efektif pada penderita yang lebih muda bila digunakan sendiri. Obat
ACEinhibitor ini terpilih untuk penderita hipertensi dengan gagal jantng kongestif yang juga
merupakan indikasi obat ACE inhibitor.
Obat ACE inhibitor oral dapat digunakan untuk hipertensi mendesak, sedangkan Obat ACE
inhibitor untuk intravena/injeksi (enalaprilat) digunakan pada hipertensi darurat.
Untuk pemilihan obat ACE inhibitor yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan
konsultasi ke dokter spesialis jantung.
Di apotik online medicastore anda dapat mencari obat ACE inhibitor dengan merk yang berbeda
dengan isi yang sama secara mudah dengan mengetikkan di search engine medicastore. Sehingga
anda dapat memilih dan beli obat ACE inhibitor sesuai dengan kebutuhan anda.


PERANAN ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME
(ACE) INHIBITOR DALAM PENGOBATAN
GAGAL JANTUNG
BAB I
PENDAHULUAN
Sindrom klinis gagal jantung mengakibatkan penurunan kualitas hidup, intoleransi terhadap
aktivitas, seringnya keluar masuk rumah sakit, dan peningkatan angka mortalitas. Semua itu
adalah persoalan yang penting bagi pasien gagal jantung. Pengobatan yang ideal untuk gagal
jantung harus dapat memberikan solusi untuk persoalan tersebut. Saat ini muncul disosiasi antara
efek farmakologis jangka pendek dan jangka panjang. Misalnya, baik enoximone dan milrinone
dapat memperbaiki gejala jangka pendek, namun mengakibatkan peningkatan angka mortalitas
karena kemungkinan terjadinya aritmia. Akibat disosiasi ini dan dominasi pengobatan terkait
angka survival, studi efek obat terhadap penurunan gejala, kualitas hidup, dan aktivitas sangat
sedikit. Namun, perbaikan gejala, peningkatan kualitas hidup, dan kemampuan untuk beraktivitas
menjadi prioritas yang lebih utama dibandingkan survival pada pasien gagal jantung terutama
usia lanjut. ACE inhibitor merupakan contoh obat yang baik dalam mengkontribusi perbedaan
tersebut. ACE inhibitor terbukti meningkatkan angka survival dan juga meningkatkan
kemampuan beraktivitas
1
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gagal jantung
1. Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis dimana jantung gagal mempertahankan
sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung
merupakan suatu sindrom dimana disfungsi jantung berhubungan dengan penurunan toleransi
latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup
2
.
2. Etiologi
Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti yang terjadi
pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati. Namun, pada kondisi tertentu, bahkan
miokard dengan kontraktilitas yang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan darah sistemik ke
seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Kondisi ini disebabkan misalnya
masalah mekanik seperti regurgitasi katub berat, dan lebih jarang, fistula arteriovena, defisiensi
tiamin (beri-beri), dan anemia berat. Keadaan curah jantung yang tinggi ini sendiri dapat
menyebabkan gagal jantung, tetapi bila tidak terlalu berat dapat mempresipitasi gagal jantung
pada orang-orang dengan penyakit jantung dasar
2
.
3. Patofisiologi
Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard primer atau beban hemodinamik berlebih diberikan
kepada ventrikel normal, jantung akan mengadakan sejumlah mekanisme adaptasi untuk
mempertahankan curah jantung dan tekanan darah
2
.
a. Mekanisme Adaptif
Mekanisme adaptif meliputi hipertrofi miokard, neurohormonal, aktivasi sistem renin-
angiotensin aldosteron, aktivasi sitem saraf simpatik, peptida natriuretik, anti diuretik hormon
dan endotelin, dan mekanisme Frank-Starling
2
.
Hipertrofi miokard meningkatkan massa elemen kontraktil dan memperbaiki kontraksi sistolik,
namun juga meningkatkan kekakuan dinding ventrikel, menurunkan pengisian ventrikel dan
fungsi diastolik
2
.
Penurunan perfusi ginjal menyebabkan stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA)
yang menyebabkan peningkatan kadar renin, angiotensin II plasma, dan aldosteron. Angiotensin
II merupakan vasokonstriktor kuat pada arteriol eferen (dan sistemik) ginjal, yang menstimulasi
pelepasan norepinefrin (noradrenalin) dari ujung saraf simpatik, menghambat tonus vagal, dan
membantu pelepasan aldosteron dari adrenal, menyebabkan retensi natrium dan air serta ekskresi
kalium di ginjal. Gangguan fungsi hati pada gagal jantung dapat menurunkan metabolisme
aldosteron, sehingga meningkatkan kadar aldosteron lebih lanjut
2
.
Aktivasi sistem saraf simpatik pada gagal jantung kronis melalui baroreseptor, menghasilkan
peningkatan kontraktilitas miokard pada awalnya, namun kemudian pada aktivasi sistem RAA
dan neurohormonal berikutnya menyebabkan peningkatan tonus vena (preload jantung) dan
arteri (afterload jantung), meningkatkan norepinefrin plasma, retensi progresif garam dan air, dan
edema. Stimulasi simpatik kronis menghasilkan regulasi-turun reseptor- jantung, menurunkan
respons jantung terhadap stimulasi. Kejadian ini bersama dengan gangguan baroreseptor,
kemudian akan menyebabkan peningkatan stimulasi simpatik lebih lanjut
2
.
Peptida natriuretik memiliki berbagai efek pada jantung, ginjal, dan system saraf pusat. Peptida
natriuretik atrial (atrial natriuretic peptide/ANP) dilepaskan dari atrium jantung sebagai respons
terhadap peregangan, menyebabkan natriuresis dan dilatasi. Pada manusia, peptide natriuretik
otak (brain natriuretic peptide/BNP) juga dilepaskan dari jantung, terutama dari ventrikel dan
dengan kerja yang serupa dengan ANP. Peptida natriuretik bekerja sebagai antagonis fisiologis
terhadap efek angiotensin II pada tonus vaskular, sekresi aldosteron, dan reabsorbsi natrium
ginjal
2
.
Kadar hormon antidiuretik (vasopresin) juga meningkat, yang menyebabkan vasokonstriksi dan
berperan dalam retensi air dan hiponatremia
2
.
Endotelin merupakan peptida vasokonstriktor poten yang disekresikan oleh sel endothelial
vaskular yang membantu retensi natrium di ginjal
2
.
Konstriksi vena sistemik dan retensi natrium serta air meningkatkan tekanan atrium dan tekanan
serta volume akhir diastolik ventrikel, pemanjangan sarkomer, dan kontraksi myofibril diperkuat
(mekanisme Frank-Starling)
2
.
Dengan interaksi kompleks dari faktor-faktor yang saling mempengaruhi ini, curah jantung pada
keadaan istirahat merupakan indeks fungsi jantung yang relative tidak sensitif, karena
mekanisme kompensasi ini bekerja untuk mempertahankan curah jantung ketika miokard gagal,
namun tipa mekanisme kompensasi ini memiliki konsekuensinya. Misalnya, konstriksi yang
diinduksi katekolamin dan angiotensin akan meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan
cenderung mempertahankan tekanan darah namun meningkatkan kerja jantung dan konsumsi
oksigen miokard
2
.
b. Kelainan Non Jantung
Endotelium vaskular berperan penting dalam regulasi tonus vaskular, secara lokal melepaskan
faktor konstriksi dan relaksasi. Peningkatan tonus vaskular perifer pada pasien dengan gagal
jantung kronis disebabkan peningkatan aktivitas simpatik, aktivasi sitem RAA, dan gangguan
pelepasan faktor relaksasi dari endothelium (endothelium derived relaxing factor/EDRF atau
nitrat oksida). Beberapa efek tambahan dari latihan dan terapi obat tertentu (ACE inhibitor)
mungkin disebabkan karena perbaikan fungsi endothelial
2
.
c. Disfungsi Miokard Diastolik
Gangguan relaksasi miokard, karena peningkatan kekakuan dinding ventrikel dan penurunan
komplians, menghasilkan gangguan pengisian diastolik ventrikel. Fibrosis iskemik miokard
(penyakit jantung koroner) dan left ventrikel hypertrophy/LVH (hipertensi, kardiomiopati
hipertrofik) merupakan penyebab tersering, tetapi dapat juga disebabkan oleh infiltrasi miokard,
misalnya amiloid. Disfungsi diastolik sering timbul bersama gagal sistolik namun juga bisa
berdiri sendiri pada 20%-40% pasien gagal jantung
2
.
d. Remodeling miokard, hibernasi, dan stunning
Setelah infark miokard luas, proses remodeling terjadi dengan hipertrofi regional dari segmen
non infark serta penipisan dan dilatasi daerah yang infark. Akibat dari proses remodeling terjadi
perubahan bentuk dan ukuran ventrikel kiri. Hal ini paling terlihat ketika arteri koroner yang
terkait infark tetap teroklusi dan tidak mengalami rekanalisasi. Bahkan setelah reperfusi yang
berhasil, pemulihan miokard dapat tertunda (stunning miokard). Hal ini berlawanan dengan
hibernasi miokard, yang mendiskripsikan disfungsi miokard lebih persisten saat istirahat,
sekunder karena penurunan perfusi miokard, bahkan bila miosit jantung tetap viabel dan
kontraktilitas membaik dengan revaskularisasi. Miokard yang mengalami stunning atau hibernasi
tetap responsif terhadap stimulasi inotropik
2
.
4. Diagnosis Gagal Jantung
Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan berdasarkan kriteria Framingham.
Tabel 1. Kriteria Framingham untuk diagnosis gagal jantug kongestif
Kriteria Mayor Kriteria Minor
- Paroksismal nocturnal dispnea
- Distensi vena jugularis
- Ronkhi
- Kardiomegali
- Edem pulmo akut
- Gallop S3
- Tekanan vena sentral > 16 cm H2O
- Waktu sirkulasi 25 detik
- Refluks hepatojugular
- Edem pulmo, kongesti visceral, atau
kardiomegali pada otopsi
- Penurunan berat badan 4,5 kg dalam 5
hari setelah mendapat pengobatan untuk
gagal jantung kongestif
- Edema kaki bilateral
- Batuk malam hati
- Dyspnea on ordinary exertion
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Penurunan kapasitas vital sepertiga dari
nilai normal
- Takikardi ( 120 kali/menit)
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan jika terdapat dua kriteria mayor atau satu kriteria
mayor dan dua kriteria minor. Kriteria minor diterima jika tanda tersebut tidak terkait dengan
kondisi medis lain
3
.
Gagal jantung dapat mempengaruhi jantung kiri, jantung kanan, atau keduanya (biventrikel),
namun dalam praktek jantung kiri sering terkena. Gagal jantung kanan terisolasi dapat terjadi
karena embolisme paru mayor, hipertensi paru, atau stenosis pulmonal. Dengan adanya septum
interventrikel, disfungsi salah satu ventrikel potensial dapat mempengaruhi fungsi yang lain.
Pasien sering datang dengan campuran gejala dan tanda yang berkaitan dengan kedua ventrikel
2
.
Tabel 2. Gambaran klinis gagal jantung kiri
Gejala Tanda
- Penurunan kapasitas aktivitas
- Dispnea (mengi, orthopnea, PND)
- Kulit lembab
- Tekanan darah (tinggi, rendah atau
normal)
- Batuk (hemoptisis)
- Letargi dan kelelahan
- Penurunan nafsu makan dan berat badan
- Denyut nadi (volume normal atau
rendah) (alternans/takikardia/aritmia)
- Pergeseran apeks
- Regurgitasi mitral fungsional
- Krepitasi paru
- ( efusi pleura)
Tabel 3. Gambaran klinis gagal jantung kanan
Gejala Tanda
- Pembengkakan pergelangan kaki
- Dispnea (namun bukan orthopnea atau
PND)
- Penurunan kapasitas aktivitas
- Nyeri dada
- Denyut nadi (aritmia takikardia)
- Peningkatan JVP
- Edema
- Hepatomegali dan ascites
- Gerakan bergelombang parasternal
- S3 atau S4 RV
- Efusi pleura
Penurunan curah jantung dan penurunan perfusi organ seperti otak, ginjal, dan otot skelet, baik
disebabkan oleh gagal jantung kiri atau gagal jantung kanan berat, menyebabkan gejala umum
seperti kebingungan mental, rasa lelah dan cepat capek, serta penurunan toleransi aktivitas. The
New York Heart Association (NYHA) telah mengklasifikasikan batasan fungsional
2
.
Tabel 4. Klasifikasi fungsional gagal jantung (NYHA)
Klasifikasi Fungsional Gagal Jantung (NYHA)
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Tidak ada batasan aktivitas fisik
Sedikit batasan pada aktivitas (rasa lelah, dispnea)
Batasan aktivitas bermakna (nyaman saat istirahat namun sedikit
aktivitas menyebabkan gejala)
Gejala saat istirahat
Gambar 1. Algoritma diagnosis untuk pasien dengan kecurigaan congestive heart failure (CHF)
4

B. Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) I nhibitors
Pada tahun 1956 Skeggs menemukan suatu enzim yang dapat mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II yang dikenal dengan narna angiotensin-coverting enzyme (ACE). Selanjutnya oleh
Cushman dan Ondetti ditemukan obat yang dapat menghambat aktifitas ACE yaitu angiotensin-
converting enzyme inhibitor (ACE-I) yang pada awalnya digunakan untuk pengobatan hipertensi.
Selain digunakan untuk pengobatan hipertensi, ACE-I juga berperan dalam pengobatan gagal
jantung, dan mempunyai efek lain yang penting yaitu dapat mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Pemaharnan mengenai manfaat ACE-I untuk pengobatan hipertensi, gagal jantung
dan proteksi terhadap terjadinya disfungsi endotel didasarkan pada pengetahuan tentang sistem
renin-angiotensin aldosteron (RAA). Renin dihasilkan oleh ginjal sebagai respon terhadap
adanya katekolamin, penurunan kadar natrium plasma, dan penurunan aliran darah ginjal. Renin
selanjutnya mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang merupakan dekapeptida
yang tidak aktif. Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh ACE. Angiotensin mempunyai
banyak efek yang berperan terhadap terjadinya hipertensi, gagal jantung dan proses
aterosklerosis. Angiotensin II berefek vasokonstruktor kuat, meningkatkan aktifitas sistem saraf
simpatis, merangsang produksi aldosteron, sebagai faktor pertumbuhan (growth factor),
meningkatkan agregasi trombosit dan adhesi monosit, merangsang terbentuknya plasminogen
activator inhibitor (PAI), memacu terbentuknya endotelin dan meningkatkan produksi radikal
bebas. Di samping berperan pada sistem RAA, ACE-I juga berpengaruh pada sistem kinin-
kalikkrein. Angiotensin converting enzyme yang identik dengan kininase II menyebabkan
penginaktifan bradikinin, sehingga pernberian ACE-I dengan sendirinya akan menyebabkan
peningkatan kadar bradikinin. Selain berefek vasodilator langsung, bradikinin juga menyebabkan
rangsangan produksi dan pelepasan nitric oxide (NO/endothelium-derived relaxing factor
(EDRF), prostasiklin, dan endothelium-derived hyperpolarizing factor (EDHF) dari endotelium
vaskular
5
.
ACE inhibitor dapat dibagi menjadi tiga golongan berdasarkan struktur molekul-nya, yaitu
golongan sulfhydryl-containing agent, dicarboxylate-containing agent, dan phosphonate
containing agent
3
.
Tabel 5. Obat-obatan Golongan ACE Inhibitor
sulfhydryl-containing
agent
dicarboxylate-containing agent Phosphonate-
containing agent
Captopril
(Capoten)
Zofenopril
Enalapril (Vasotec/Renitec)
Ramipril (Altace/Tritace/Ramace/Ramiwi)
Quinapril (Accupril)
o Perindopril (Coversyl/Aceon)
o Lisinopril
(Lisodur/Lopril/Novatec/Prinivil/Zes
tril)
Benazepril (Lotensin)

Fosinopril (Monopril)
BAB III
PEMBAHASAN
A. Cardiac Remodeling
Remodeling ventrikel kiri merujuk kepada perubahan massa, ukuran ruangan, dan geometris
yang diakibatkan oleh, injury miokard, overload tekanan atau volume. Perubahan ultrastruktural
pada ventrikel yang mengalami remodeling merupakan akibat langsung dari hipertrofi miosit,
proliferasi fibroblast, dan penumpukan abnormal dari matriks ekstraseluler. Beberapa data klinis
dan eksperimental menunjukkan bahwa renin-angiotensin system (RAS) berperan dalam proses
seluler ini
6
.
RAS terdiri dari kompartemen jaringan lokal dan yang bersirkulasi, aktivasinya menyebabkan
pembentukan angiotensin II, mediator hormonal primer dari RAS. Pada RAS yang bersirkulasi,
penurunan perfusi ginjal menyebabkan pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerular.
Angiotensinogen yang dilepaskan oleh hati dipecah oleh renin menjadi dekapeptida-nya,
angiotensin I. Angiotensin I kemudian dipecah menjadi oktapeptida-nya, angiotensin II, oleh
angiotensin converting enzyme (ACE) yang terdapat pada anyaman endothelial. Angiotensin II
kemudian mengaktivasi reseptornya sehingga terjadi vasokonstriksi, retensi cairan, dan aktivasi
simpatik. Efek kardiovaskuler dari angiotensin II dimediasi oleh reseptor angiotensin II tipe I
(AT 1). Aktivasi reseptor AT 1 juga berpengaruh pada cell growth promoting effect dari
angiotensin II. Reseptor angiotensin II lainnya yang diketahui adalah reseptor AT 2 dan AT 4.
AT 4 ditemukan dalam sel endothelial dan mungkin memicu pelepasan substansi prokoagulan
seperti plasminogen activator inhibitor-I
6
.
B. Mekanisme Aksi ACE I nhibitor
Beberapa bukti menunjukkan bahwa ACE jaringan berkontribusi signifikan pada respon seluler
remodeling ventrikel, dan inhibisi pada ACE jaringan penting kaitannya dengan efek anti
remodeling ACE inhibitor. Pada tikus, aktivitas ACE jaringan miokard dan level ACE mRNA
post miokard infark meningkat dua kali lipat. Karena ACE inhibitor memiliki kemampuan yang
beragam dalam menghambat ACE lokal dan jaringan, beberapa agen mungkin tidak secara
adekuat menekan peningkatan lokal dari angiotensin II, sehingga mengurangi kemampuannya
sebagai anti remodeling. Salah satu studi melaporkan bahwa prevensi dari hipertrofi ventrikel
kiri pada tikus dengan volume overload tergantung dari inhibisi ACE lokal (miokard). Pada tikus
dengan miokard infark, ditemukan bahwa inhibisi poten dari aktivitas ACE jaringan terkait
peningkatan survival dan reduksi massa ventrikel kiri dan ekspresi gen ANP ventrikel yang lebih
besar. Studi ini menunjukkan bahwa derajat dari inhibisi ACE jaringan penting untuk prevensi
remodeling pada beberapa hewan percobaan
6
.
ACE inhibitor merupakan obat pertama yang secara konsisten dan substansial sukses berperan
dalam terapi gagal jantung kronik. ACE inhibitor berperan dalam pengobatan gagal jantung
melalui mekanisme pencegahan remodeling yang dimediasi oleh angiotensin II
3
.
ACE: cardiac myocytes, fibroblasts, sel otot polos vaskular, jaringan endothelial
Chymase: sel mast, sel interstitial lainnya
Gambar 2. Jalur pembentukan angiotensin II. ACE = angiotensin-converting enzyme; Ang-1 =
angiotensin I; AT 1 R = angiotensin II type receptor; NE = norepinephrine
3
.
Gambar 2 menunjukkan jalur pembentukan angiotensin II, yang terjadi secara sistemik maupun
lokal pada jaringan vaskular dan jantung. Pembentukan angiotensin II terjadi melalui dua jalur
yaitu dengan converting enzyme yang banyak terdapat pada endotel dan dengan protease
chymase yang banyak terdapat di sel interstitial
3
.
Menurut studi dari ELITE II (Evaluation of Losartan in the Eldery Study II) jalur ACE
merupakan jalur yang lebih dominan dalam pembentukan angiotensin II pada jantung manusia.
Pada penggunaan ACE inhibitor, peningkatan level bradikinin perlu diperhatikan. Studi pada
gagal jantung menunjukkan bahwa gen ACE, ekspresi protein ACE, dan aktivitas enzim ACE
meningkat, namun ekspresi gen chymase tidak meningkat. Ventrikel pada jantung yang gagal
akan mengambil renin sistemik yang meningkat dalam jumlah yang lebih banyak daripada
ventrikel yang sehat. Jantung yang gagal juga menunjukkan level protein angiotensinogen yang
lebih rendah, sesuai dengan penurunan substrat. Akhirnya, pada gagal jantung, reseptor
angiotensin II tipe 1 (AT 1) secara selektif mengalami downregulation pada level protein dan
mRNA, mungkin karena paparan terhadap peningkatan angiotensin II. Hal ini mengindikasikan
bahwa local myocardial renin-angiotensin system (RAS) pada gagal jantung terinduksi, sehingga
terjadi aktivasi sistemik. Induksi ini tidak terjadi pada sistem chymase. Peningkatan level
angiotensin II memiliki beberapa efek pada system kardiovaskular, meliputi hipertrofi cardiac
myocyte, apoptosis myocyte, fasilitasi pelepasan norepinefrin presinaps, dan efek mitogenik pada
fibroblast. Kebanyakan dari efek biologis angiotensin II ini berkontribusi pada terjadinya
hipertrofi dan remodeling
3
.
ACE inhibitor dipertimbangkan sebagai terapi mandatory pada gagal jantung dan disfungsi
sistolik ventrikel kiri asimptomatik. Menurut studi trial pada gagal jantung dan post mikard
infark, dosis yang dipakai harus dosis rata-rata untuk menurunkan angka kematian. Satu-satunya
efek samping yang menetap pada penggunaan ACE inhibitor adalah sedikit peningkatan
terjadinya batuk ( 5% lebih tinggi daripada plasebo), pada pasien semacam ini dapat diganti
dengan angiotensin II AT 1 receptor blocker
3
.
Tabel 6. Target dosis ACE inhibitor
Drug Starting Dose Target Maintenance Dose
Benazapril 2.5mg daily 20mg daily
Captopril 6.25mg twice daily 50mg three times daily
Cilazapril 0.5mg daily 1-2.5mg daily
Enalapril 2.5mg daily 10-20mg twice daily
Lisinopril 2.5mg daily 20-40mg daily
Perindopril 2mg daily 4mg daily
Quinapril 2.5mg daily 20-40mg daily
Ramipril 1.25mg daily 5-10mg daily
Trandolapril 0.4mg daily 4mg daily
B. Kontribusi Bradikinin Terhadap Efek Anti Growth ACE I nhibitor
ACE juga berperan sebagai suatu kininase dan berkontribusi secara signifikan terhadap degradasi
bradikinin pada level jaringan ataupun lokal. Sehingga, inhibisi ACE meningkatkan level
bradikinin endogen lokal. Beberapa studi menunjukkan bahwa bradikinin berkontribusi pada
efek anti remodeling ACE inhibitor. Pada tikus dengan tekanan overload yang diberi antagonis
reseptor bradikinin tipe 2 (B2 kinin), HOE140, menunjukkan hilangnya efek ACE inhibitor
dalam mengurangi hipertrofi miokard. Pada tikus dengan miokard infark yang diberi ACE
inhibitor dan antagonis B2 kinin terjadi penghentian penurunan fibrosis interstitial dibandingkan
tikus yang diberi ACE inhibitor saja. Studi percobaan ini menunjukkan bahwa penurunan
bradikinin lokal memediasi efek anti growth ACE inhibitor pada level miosit dan fibroblast pada
ventrikel yang mengalami remodeling
6
.

Obat ACE Inhibitors
(Angiotensin Converting
(Enzyme Inhibitors)

Definisi ACE Inhibitors, Dan Cara Kerja Mereka
Angiotensin II adalah kimia yang sangat kuat yang menyebabkan otot2 yang mengelilingi
pembuluh2 darah untuk berkontraksi, dengan demikian menyempitkan pembuluh2. Penyempitan
pembuluh2 meningkatkan tekanan dalam pembuluh2 yang menyebabkan tekanan darah tinggi
(hipertensi). Angiotensin II dibentuk dari angiotensin I dalam darah oleh enzim angiotensin
converting enzyme (ACE). ACE inhibitors adalah obat2 yang memperlambat (menghalangi)
aktivitas dari enzim ACE, yang mengurangi produksi dari angiotensin II. Sebagai hasilnya,
pembuluh2 darah melebar atau membesar, dan tekanan darah berkurang. Tekanan darah yang
lebih rendah ini membuat jantung lebih mudah untuk memompa darah dan dapat memperbaiki
fungsi dari jantung yang gagal. Sebagai tambahan, kemajuan dari penyakit ginjal yang
disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi atau diabetes diperlambat.
Untuk Kondisi2 Apa ACE Inhibitors Digunakan ?
ACE inhibitors are used for controlling blood pressure, treating heart failure, preventing strokes,
and preventing kidney damage in people with hypertension or diabetes. They also improve
survival after heart attacks. In studies, individuals with hypertension, heart failure, or prior heart
attacks who were treated with an ACE inhibitor lived longer than patients who did not take an
ACE inhibitor. Because they prevent early death resulting from hypertension, heart failure or
heart attacks, ACE inhibitors are one of the most important group of drugs. Some individuals
with hypertension do not respond sufficiently to ACE inhibitors alone. In these cases, other drugs
are used in combination with ACE inhibitors.
Adakah Perbedaan2 Diantara Tipe2 Yang Berbeda Dari
ACE Inhibitors ?
ACE inhibitors are very similar. However, they differ in how they are eliminated from the body
and their doses. Some ACE inhibitors need to be converted into an active form in the body
before they work. In addition, some ACE inhibitors may work more on ACE that is found in
tissues than on ACE that is present in the blood. The importance of this difference or whether
one ACE inhibitor is better than another has not been determined.
Efek2 Sampingan Dari ACE Inhibitors
ACE inhibitors are well-tolerated by most individuals. Nevertheless, they are not free of side
effects, and some patients should not use ACE inhibitors.
ACE inhibitors usually are not prescribed for pregnant patients because they may cause birth
defects.
Individuals with bilateral renal artery stenosis (narrowing) may experience worsening of kidney
function, and people who have had a severe reaction to ACE inhibitors probably should avoid
them.
The most common side effects are:
cough,
elevated blood potassium levels,
low blood pressure, dizziness,
headache,
drowsiness,
weakness,
abnormal taste (metallic or salty taste), and
rash.
It may take up to a month for coughing to subside, and if one ACE inhibitor causes cough it is
likely that the others will too. The most serious, but rare, side effects of ACE inhibitors are
kidney failure, allergic reactions, a decrease in white blood cells, and swelling of tissues
(angioedema).
Dengan Obat2 Apa ACE Inhibitors Berinteraksi ?
ACE inhibitors have few interactions with other drugs. Since ACE inhibitors may increase blood
levels of potassium, the use of potassium supplements, salt substitutes (which often contain
potassium), or other drugs that increase the body's potassium may result in excessive blood
potassium levels. ACE inhibitors also may increase the blood concentration of lithium (Eskalith)
and lead to an increase in side effects from lithium. There have been reports that aspirin and
other non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDS) such as ibuprofen (Advil, Children's
Advil/Motrin, Medipren, Motrin, Nuprin, PediaCare Fever etc.), indomethacin (Indocin, Indocin-
SR), and naproxen (Anaprox, Naprelan, Naprosyn, Aleve) may reduce the effects of ACE
inhibitors.
Contoh2 Dari ACE Inhibitors
Berikut adalah daftar dari ACE inhibitors yang tersedia di Amerika :
benazepril (Lotensin),
captopril (Capoten),
enalapril (Vasotec),
fosinopril (Monopril),
lisinopril (Prinivil, Zestril)
moexipril (Univasc), and
perindopril (Aceon),
quinapril (Accupril),
ramipril (Altace),
trandolapril (Mavik).

Pengertian ACE Inhibitor

Obat-obatan penghambat ACE (ACE inhibitor) adalah segolongan obat
yang menghambat kinerja angiotensin-converting enzyme (ACE), yakni enzim yang
berperan dalam sistem renin-angiotensin tubuh yang mengatur volume
ekstraseluler (misalnya plasma darah, limfa, dan cairan jaringan tubuh), dan
vasokonstriksi arteri.
ACE memiliki dua fungsi utama di tubuh, fungsi pertama adalah sebagai
katalisator angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II merupakan
senyawa vasokonstriktor kuat. Sedangkan fungsi ACE yang kedua adalah sebagai
pengurai bradikinin, yang merupakan vasodilator kuat.
Kedua fungsi ACE tersebut menjadikan penghambatan ACE penting
perannya dalam perawatan penyakit tekanan darah tinggi, gagal jantung, dan
diabetes mellitus tipe 2. Penghambatan ACE akan berakibat menurunnya
pembentukan angiotensin II dan menurunnya metabolisme bradikinin, dengan
demikian akan terjadi dilasi (pelebaran) sistematik pada arteri dan vena, serta
penurunan tekanan darah arteri.
Akan tetapi penghambatan ACE, yang juga secara langsung akan
menghambat pembentukan angiotensin II dapat menyebabkan pengurangan
sekresi aldosteron (yang dimediasi angiotensin II) dari korteks adrenal. Hal ini
akan mengakibatkan penurunan penyerapan kembali air dan natrium, serta
pengurangan volume ekstraseluler.


B. Fungsi ACE Inhibitor

ACE memiliki dua fungsi utama di tubuh, fungsi pertama adalah sebagai
katalisator angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II merupakan
senyawa vasokonstriktor kuat. Sedangkan fungsi ACE yang kedua adalah sebagai
pengurai bradikinin, yang merupakan vasodilator kuat.
Kedua fungsi ACE tersebut menjadikan penghambatan ACE penting
perannya dalam perawatan penyakit tekanan darah tinggi, gagal jantung, dan
diabetes mellitus tipe 2. Penghambatan ACE akan berakibat menurunnya
pembentukan angiotensin II dan menurunnya metabolisme bradikinin, dengan
demikian akan terjadi dilasi (pelebaran) sistematik pada arteri dan vena, serta
penurunan tekanan darah arteri.
ACE-inhibitor yang baik adalah yang memiliki trough to peak ratio 50-
66%. Perindopril memenuhi syarat tersebut karena memiliki trough to peak ratio
mendekati 75-100%. Selain itu, perindopril juga memiliki ikatan yang cukup baik
dalam plasma dan jaringan, yakni sebesar 17%. Dalam pengobatan sehari-hari,
peredaran ACE dalam plasma hanya 10% dan efek ACE yang utama adalah dalam
jaringan. Inilah kenyataan yang cukup penting, yakni kadar ACE dalam jaringan
yang sangat tinggi. Tercatat ACE terdapat diberbagai jaringan seperti vaskulatur
(endotel), adrenal, jantung, ginjal, paru, dan organ reproduktif.

C. Manfaat ACE Inhibitor

1. Mengurangi Moralitas dan mordabilitas pada semua pasien gagal jantung sistolik
(semua derajat keparahan, termasuk yang asistomatik).
2. ACE-inhibitor sangat berpengaruh positif pada penderita hipertensi. Pada
penderita hipertensi, kelainan utama akan terlihat pada media dinding pembuluh
darah.

D. Kelompok Obat Penghambat ACE

Terdapat 3 kelompok obat penghambat ACE, yang dibagi berdasarkan
struktur molekulnya, yakni:
1. Kelompok yang mengandung sulfidril, contohnya kaptopril dan zofenopril
2. Kelompok yang mengandung dikarboksilat, contohnya enalapril, ramipril,
quinapril, perindopril, lisinopril, dan benazepril.
3. Kelompok yang mengandung fosfonat, contohnya adalah fosinopril.
Secara umum obat ACE inhibitor dapat dibedakan atas :
1. Obat ACE inhibitor yang bekerja langsung yaitu ; kaptopril dan lisinopril
2. Obat ACE inhibitor yang bekerja tidak langsung (merupakan prodrug) yaitu semua
yang lain.

E. Farmakodinamik dan Farmakokinetik Kelompok Obat Kardiovaskuler

- Katopril : CAPTOPRIL-12,5 DAN CAPTOPRIL-25
a. Farmakodinamik

Captopril adalh D-3 mercaptomethyl-propionyl-L-proline. Captopril
mempunyai efek yang menguntungkan pada hipertensi dan gagal jantung, yaitu
penekanan sistem renin-angiotensin-aldosterone.
Captopril mencegah perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II oleh inhibisi
ACE (angiotensin Converting Enzym) .



b. Farmakokinetik

Setelah pemberian secara oral captopril secara cepat diabsorpsi dan adanya
makanan dalam saluran gastrointestinal berkurang 30-40%. Dalam periode 24 jam
lebih dari 95% dosis yang diabsorpsi dieliminasi ke dalam urin dan 40-50%nya
dalam bentuk tidak berubah.

- Zefenopril
a. Farmakodinamik
Kalsium Zofenopril (CAS 81938-43-4) adalah angiotensin baru converting
enzyme (ACE) inhibitor, yang selain kegiatan khas kelas, terbukti memiliki efek
kardioprotektif spesifik karena juga untuk kehadiran kelompok sulfhidril. Dalam
kalsium zofenopril percobaan dan maleat enalapril (CAS 76095-16-4) diberikan
kepada 20 sukarelawan sehat dari kedua jenis kelamin di resimen dosis diulang
pada dua tingkat dosis: 30 mg dan 60 mg kalsium zofenopril dan 10 mg dan 20 mg
enalapril maleat.
Penelitian dilakukan sesuai dengan jangka waktu dua, dua-urutan, desain
crossover, dengan washout. ACE aktivitas di serum dan zofenopril, zofenoprilat,
enalapril dan konsentrasi plasma enalaprilat ditentukan selama dan pada hari
terakhir dari dua periode studi. Kedua zofenopril dan enalapril secara luas
dikonversi melalui hidrolisis untuk aktif metabolit zofenoprilat dan enalaprilat,
masing-masing. Zofenopril dipamerkan lengkap dan tingkat hidrolisis lebih cepat
dibandingkan dengan enalapril, yang tercermin oleh tinggi untuk rasio metabolit
orangtua obat Cmax dan AUCss, tau ditunjukkan oleh senyawa ini. Meskipun
hanya dua tingkat dosis diselidiki dalam sidang ini, farmakokinetik kedua obat
tampaknya linear.
Sejalan dengan percobaan sebelumnya, kedua senyawa pada kedua tingkat
dosis diselidiki menghasilkan inhibisi lengkap atau hampir lengkap dari aktivitas
ACE dalam serum, untuk periode yang berlangsung 6-8 jam setelah pemberian,
penghambatan yang masih relevan 24 jam setelahnya. The tolerabilitas dua obat
pada kedua tingkat dosis terbukti sangat baik seperti yang ditunjukkan oleh gejala
subyektif dan obyektif, dengan tidak adanya efek samping yang relevan, dan
dengan parameter laboratorium biokimia dan tanda-tanda vital dievaluasi
sebelum dan setelah sidang. Tekanan darah menunjukkan tren penurunan yang
cukup dengan kedua obat, sistolik dan nilai tekanan darah diastolik yang namun
dalam batas normal dalam semua mata pelajaran. Dalam hal tidak ada gejala
hipotensi yang dialami. Dalam kesimpulan, zofenopril kalsium dan maleat
enalapril menunjukkan toleransi yang sangat baik dan tampaknya mengerahkan
kegiatan serupa di ACE serum. Perbedaan utama dalam farmakokinetik dua
senyawa adalah konversi dari pro-obat untuk metabolit aktif yang lebih cepat
dengan zofenopril.
b. Farmakokinetik
Zofenopril adalah obat yang sekali di absorpsi mengalami hidrolisis yang
cepat dan lengkap dengan zofenoprilat sulfhidril yang mengandung metabolit
aktif. Pada orang sehat, dosis oral tunggal zofenopril 10mg akan cepat dihidrolisis,
dengan bioavailabilitas rata-rata 93%. Berarti memerlukan waktu 3,3 jam, berarti
waktu absorpsi 1,4 jam dan waktu untuk puncak konsentrasi plasma (tmax)
selama 0.4 jam.
Setelah pemberian oral obat zofenoprilat, untuk ginjal adalah 0,19 L / h / kg
(3,1 ml / menit / kg), non-ginjal izin 0.5 L / h / kg (8,3 ml / menit / kg), volume
distribusi pada steady state ( Vdss) 1.3L/kg, eliminasi paruh (t1 / 2) 5,5 jam dan
rata-rata waktu tinggal 1,9 jam. Bioavailabilitas mutlak zofenoprilat adalah 78%
jika dihitung dari area di bawah konsentrasi plasma-time curve (AUC) nilai darah
dan 65% jika dihitung dari nilai ekskresi urin. Zofenopril dan zofenoprilat secara
luas terikat dengan protein plasma, dan eliminasi adalah baik hati dan ginjal.
Dalam studi lain dosis tunggal pada pasien, administrasi zofenopril 60mg
mengakibatkan nilai waktu maksimal dari 1,19 dan 1,36 jam untuk zofenopril dan
zofenoprilat, Esterases memediasi biotransformasi zofenopril ke zofenoprilat.
ACE-hambat efek zofenopril, melalui zofenoprilat, ditemukan in vitro dan in
vivo menjadi 3 sampai 10 kali lebih tinggi pada basis molar daripada kaptopril.
Mungkin., Properti yang paling relevan adalah zofenopril lipofilisitas tinggi (
oktanol-air koefisien distribusizofenopril 3,5, zofenoprilat 0,22), yang
memungkinkan penetrasi jaringan yang luas dan berkepanjangan, dan mengikat
jaringan ACE.

- Ramipril
a. Farmakokinetik
Ramipril adalah kerja lama angiotensin converting bukan golongan sudrifil.
enzyme (ACE) inhibitor diperkenalkan untuk penggunaan klinis sekitar satu
dekade lalu. Ramipril adalah obat yang mengalami de-esterifikasi dalam hati
untuk membentuk ramiprilat, metabolit aktif. Ramipril cepat mendistribusikan ke
seluruh jaringan, dengan ginjal hati, dan paru-paru menunjukkan konsentrasi
nyata lebih tinggi dari obat dari darah. Setelah penyerapan dari saluran
pencernaan, hidrolisis cepat ramipril terjadi di hati. Dalam rentang konsentrasi
terapeutik, protein pengikatan ramipril dan ramiprilat adalah 73 dan 56%, masing-
masing. Ramiprilat mengikat ACE dengan afinitas tinggi pada konsentrasi yang
sama dengan enzim dan menetapkan keseimbangan perlahan. Meskipun ramipril
dimetabolisme oleh hati dan mekanisme ginjal untuk kedua konjugat glucuronate
dan turunan diketopiperazine, sebagian besar obat diekskresikan dalam urin
sebagai ramiprilat dan konjugat glucuronate dari ramiprilat. Eliminasi dari tubuh
ditandai dengan fase awal yang relatif cepat dengan waktu paruh dari 7 jam dan
fase akhir dengan waktu paruh sekitar 120 jam. Tidak ada interaksi farmakokinetik
klinis signifikan antara obat ramipril dan lainnya telah dilaporkan. Obat telah
umum ditoleransi dengan efek samping yang paling umum menjadi pusing (3,4%),
sakit kepala (3,2%), kelemahan (1.9%) dan mual (1,7%). Ramipril adalah obat yang
efektif dan ditoleransi dengan baik untuk pengobatan hipertensi dan gagal
jantung kongestif pada semua pasien, termasuk mereka dengan ginjal atau
disfungsi hati, dan orang tua.
b. Farmakodinamik
Ramipril adalah jenis obat yang disebut ACE (angiotensin converting enzyme)
inhibitors yang bekerja dengan cara mengendurkan pembuluh darah. Hal ini
membantu mengecilkan tekanan darah.

Indikasi:
Untuk mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi), gagal jantung, dan untuk
meningkatkan kemampuan bertahan setelah serangan jantung.

Dosis:
1. Pemberian dosis melalui mulut (per oral) 2.5 mg sehari saru kali.
2. Dosis lanjutan: 10 mg melalui mulut (per oral) sehari satu kali.

Efek Samping:
Efek CV (hipotensi, angioedema); Efek CNS (kelelahan, sakit kepala); Efek GI
(gangguan perasa); Efek berturut-turut (batuk tidak berdahak; upper resp tract
symptoms); Efek Dermatologis (ruam, erythema multiforme, toxic epidermal
necrolysis); reaksi hipersensitivitas; Efek ginjal (kerusakan ginjal); Gangguan
electrolyte (hiperkalemia, hiponatremia,); gangguan darah.

Instruksi Khusus:
1. Pasien dengan HF dan mereka yang kekurangan gula atau air (melakukan diuretic
atau dialysis) mungkin mengalami hipotensi selama tahapan pemberian dosis
dalam terapi ACE inhibitor. (Mulai pengobatan atas pengawasan medis; pada
pasien ini gunakan dosis rendah dan lakukan dengan posisi terlentang)
2. Hindari pada pasien dengan aortic stenosis atau outflow tract obstruction dan
harus terhindar dari penyakit actual renovascular.
3. Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat keturunan atau idiophatic
angioedema.
4. Fungsi ginjal harus diukur sebelum pemberian ACE inhibitor dan harus diawasi
selama terapi. (Pasien dengan penyakit ginjal atau yang menggunakan dosis tinggi
harus diawasi secara reguler untuk mencegah proteinuria)

Anda mungkin juga menyukai