Anda di halaman 1dari 4

Studi Kasus Hipertensi_Erihka Silvia Siregar_102019138

Tn. S berusia 63 tahun datang ke Klinik dengan keluhan pusing, sakit kepala, mata kabur, dan
tengkuk terasa tegang. Keluhan sudah dirasakan setiap bangun tidur pagi hari selama beberapa hari
belakangan. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 200/100 mmHg. Pasien
diberikan obat antihipertensi golongan calcium channel blocker yaitu amlodipine diminum malam
hari. Dalam kesehariannya pasien mengaku sering mengkonsumsi makanan bergaram, merokok dan
minum alkohol. Tn. S tidak mengkonsumsi makanan berlemak seperti tetelan atau gorengan, tetapi
setiap hari mengkonsumsi ikan dan sayuran saja. Makanan yang telah disajikan sebelum dikonsumsi
akan ditaburi garam kembali agar terasa lebih gurih. Sehari Tn. S dapat menghabiskan 2 bungkus
rokok, dan selalu mengkonsumsi alkohol. TN. S tidak berolahraga karena merasa pekerjaan yang
ditekuni saat ini yaitu sebagai petani sudah membuat pasien beraktivitas berat. Tn. S tidak pernah
mengalami keluhan serupa sebelumnya. Tn. S juga tidak memiliki riwayat penyakit lain. Ayah dan
ibu pasien menderita keluhan serupa. Ayah pasien meninggal karena penyakit hipertensi dan ibu
pasien sebagai penderita hipertensi kronis.

Tn. S mengeluhkan keluhan yang ia dirasakan secara tiba-tiba sejak bangun tidur pada
pagi hari. Sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat hipertensi atau memiliki keluhan serupa. Pada
saat dilakukan pemeriksaan tekanan darah ditemukan 200/100 mmHg. Saat itu juga pasien diberikan
Captopril subliungual untuk menurunkan tekanan darah secara cepat. Pasien diistirahatkan untuk
menunggu tekanan darah menurun. Satu jam setelah pemberian obat tersebut, dilakukan pemeriksaan
tekanan darah kembali. Pada pemeriksaan ditemukan tekanan darah 180/100 sehingga diperbolehkan
untuk pulang kerumah. Pasien juga diberikan obat pulang yaitu amlodipin.

Mekanisme kerja captopril menurut farmakodinamika antara lain ;


Captopril masuk dalam golongan Angiotension-Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), yang
memiliki aktivitas antihipertensi, dan antineoplastik. Captopril adalah analog dari prolin yang
mengandung sulfhidril, suatu inhibitor poten dan spesifik dari Peptidil-peptidase. Captopril, ACE-
Inhibitor, antagonis efek RAAS. RAAS adalah mekanisme homeostasis untuk mengatur
hemodinamik, air dan keseimbangan elektrolit. Selama stimulasi simpatis atau ketika tekanan darah
ginjal atau aliran darah berkurang, renin dilepaskan dari sel-sel granular juxtaglomerular di ginjal.
Dalam aliran darah, renin membelah dan menyebarkan angiotensinogen untuk ATI, yang
kemudian dibelah untuk ATII oleh ACE-Inhibitor. ATII meningkatkan tekanan darah dengan
menggunakan sejumlah mekanisme. Pertama, merangsang sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron perjalanan ke tubulus distal secara pelan dan tersendat-sendat (DCT) dan mengumpulkan
tubulus nefron di mana meningkatkan natrium dan air reabsorpsi dengan meningkatkan jumlah
saluran natrium dan ATPase natrium-kalium pada membran sel. Kedua, ATII merangsang sekresi
vasopresin (juga dikenal sebagai hormon antidiuretik atau ADH) dari kelenjar hipofisis posterior.
ADH merangsang reabsorpsi air lebih dari ginjal
melalui penyisipan aquaporin-2 saluran pada permukaan apikal sel-sel DCT dan mengumpulkan
tubulus. Ketiga, ATII meningkatkan tekanan darah melalui vasokonstriksi arteri langsung. Stimulasi
Tipe 1 ATII reseptor pada sel-sel otot polos pembuluh darah menyebabkan kaskade kejadian yang
mengakibatkan kontraksi miosit dan vasokonstriksi. Selain efek utama, ATII menginduksi respon
haus melalui stimulasi neuron hipotalamus. ACE-Inhibitor menghambat konversi yang cepat dari ATI
untuk ATII dan memusuhi meningkat Raas-diinduksi tekanan darah. ACE-Inhibitor (juga dikenal
sebagai kininase II) juga terlibat dalam penonaktifan enzimatik bradikinin, vasodilator. Menghambat
deaktivasi bradikinin meningkatkan kadar bradikinin dan dapat mempertahankan efek dengan
menyebabkan peningkatan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
Interaksi obat captopril :
 Dapat menurunkan absorbsi dari captopril di pencernaan jika diberikan bersamaan dengan
antasit.
 OAINS menghambat sintesis prostaglandin sehingga mengurangi kemampuan captopril untuk
menurunkan tekanan darah.
 Dapat meningkatkan efek senyawa diuretik jika diberikan bersamaan dengan diuretik.

Dosis captopril yang sesuai dosis yang dianjurkan pada penderita hipertensi
adalah 12,5 mg, 25 mg, 50 mg, dan 100 mg dengan dosis maksimum 100 mg/hari. Dengan dosis
demikian, penurunan tekanan darah sistolik sebesar ≥20 mmHg akan terjadi pada 60-90 menit setelah
obat tersebut dikonsumsi per oral, artinya penurunan tekanan darah tidak terjadi terlalu rendah dan
cepat. Sedangkan untuk frekuensi pemberian captopril sesuai dosis yang dianjurkan pada penderita
hipertensi 2-3 hari perhari, karena satu dosis captopril memiliki lama kerja 6-12 jam dan waktu paruh
2 jam.

Mekanisme kerja captopril menurut farmakokinetika adalah sekitar 70%, jika ada makanan maka
terjadi penurun penyerapan obat, sehingga obat harus diminum saat perut kosong. obat terikat dengan
plasmaprotein sekitar 30% dan Volume distribusi adalah 0,8 ± 0,2 L / kg, lebih tinggi di CHF. Cl
adalah 0.72 ± 0.08 L / hr / kg terjadi penurunan dosis yang dimetabolisme sekitar 20% dan
menyebabkan disfungsi,terutama untuk captopril disulfida. Ekskresi captopril tidak berubah
adalah 24-38% lebih dari 24 jam. Waktu paruh2.2 ± 0,05 jam pada subyek sehat
dan berkepanjangan di disfungsi ginjal atau CHF

Captopril diindikasi untuk pengobatan hipertensi sedang dan berat. Captopril dapat
dipergunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan obat
antihipertensi lain terutama tiazid.
selain itu payuh jantung yang tidak cukup responsif atau tidak dapat dikontrol dengan diuretik dan
digitalis.

ACE-Inhibitor dikontraindikasikan pada wanita hamil karena


bersifat teratogenik. Pemberian pada ibu menyusui juga kontraindikasi
ACE-Inhibitor diekskresi melaui ASI dan berakibat buruk terhadap
fungsi ginjal bayi. Dalam JNC VII, ACE-Inhibitor diindikasikan untuk hipertensi
dengan penyakit ginjal kronik. Namun harus berhati-hati terutama bila
ada hipertensi kalemia, karena ACE-Inhibitor akan memperberat
hyperkalemia. Kadar kreatinin , maka obat ini harus dihentikan. ACE-
Inhibitor dikontraindiksikan pada stenosis arteri renalis atau unilateral
pada ginjal tunggal.

Penggunaan bersama dengan diuretika. Penghambat ACE dapat menyebabkan penurunan


tekanan darah yang sangat cepat pada pasien dengan kekurangan cairan; oleh karena itu pengobatan
sebaiknya dimulai dengan dosis yang sangat rendah. Jika dosis diuretika lebih besar dari 80 mg
furosemid atau ekivalen, penghambat ACE sebaiknya mulai diberikan di bawah pengawasan dokter
spesialis dan pada beberapa pasien dosis diuretika mungkin perlu diturunkan atau dihentikan selama
sekitar 24 jam sebelum pemberian penghambat ACE. Apabila terapi diuretika dosis tinggi tidak dapat
dihentikan, diperlukan pemantauan secara intensif setelah pemberian dosis awal penghambat ACE,
selama sekitar 2 jam atau sampai tekanan darah telah stabil.

Kemudian setelah diberikan captopil, setelah tekanan darah Tn. S turun diberikan obat amlodipin atau
suatu calsium channel blokers suatu penghambat ion kalsium.

Mekanisme kerja amlodipin menurut farmokodinamika antara lain : 

Amlodipine merupakan suatu penghambat influx ion kalsium (slow channel blocker atau
antagonis ion kalsium) dan menghambat influx transmembran dari ion-ion kalsium ke dalam jantung
dan otot halus vaskular. Mekanisme kerja antihipertensi dari amlodipine didasarkan pada efek
relaksan langsung pada otot-otot halus vaskular. Mekanisme yang pasti tentang bagaimana
amlodipine meredakan angina belum sepenuhnya ditetapkan tetapi amlodipine menurunkan beban
ischemic total melalui dua cara, yaitu:
 Amlodipine memperlebar arteriola periferal dan dengan demikian, menurunkan hambatan
periferal total (afterload) terhadap kerja jantung. Karena kecepatan jantung tetap stabil, beban
jantung menjadi berkurang sehingga menurunkan konsumsi energi myocardial dan oksigen.
 Mekanisme kerja amlodipine kemungkinan juga menyangkut dilatasi dari arteri koroner
utama dan arteriola koroner, baik dalam keadaan normal maupun ischemic. Dilatasi ini
meningkatkan pengiriman oksigen myocardial pada pasien-pasien yang mengidap kejang
arteri koroner (Prinzmetal’s atau variant angina).

Pemberian dosis sekali sehari pada pasien-pasien hipertensi dapat menurunkan tekanan darah
selama 24 jam. Karena mula kerja amlodipine yang lambat, tidak menyebabkan hipotensi akut. 

Mekanisme kerja amlodipin menurut farmokokinetika dibedakan menjadi dua yaitu absorpsi
dan biotransformasi/eliminasi yang mana cara kerja nya sebagai berikut : 

Absorpsi, setelah pemberian oral dari suatu dosis terapeutik, amlodipine diabsorpsi dengan
baik, dengan level darah puncak antara 6-12 jam setelah pemberian obat. Bioavailability absolut
diperkirakan antara 64-80%. Volume distribusi sekitar 21 l/kg. Absorpsi dari amlodipine tidak
dipengaruhi oleh asupan makanan.

Biotransformasi/eliminasi. Waktu paruh eliminasi plasma terminal adalah sekitar 35-50 jam
dan tetap konsisten dengan dosis sekali sehari. Level plasma yang tetap, dicapai setelah 7-8 hari sejak
pemberian obat secara berurutan. Amlodipine secara luas diabsorpsi oleh hati menjadi metabolit
inaktif di mana 10% berupa komponen utama dan 60% metabolit diekskresikan bersama urine.

Amlodipine diindikasikan untuk pengobatan hipertensi dan dapat digunakan sebagai obat
tunggal untuk mengontrol tekanan darah pada kebanyakan pasien. Pasien-pasien yang tidak cukup
dikontrol hanya dengan satu obat antihipertensi mungkin mendapat keuntungan tambahan dari
diberikannya amlodipine, yang digunakan dalam kombinasi dengan diuretik thiazide, obat
penghambat beta adrenoceptor, atau penghambat ACE.

Amlodipine diindikasikan untuk pengobatan awal iskemia myocardial, baik disebabkan oleh
obstruksi tetap (angina stabil) dan/atau vasospasm/ vasoconstriction (Prinzmetal’s atau variant angina)
dari vasculature koroner. Amlodipine dapat digunakan jika suatu paparan klinis menyarankan
komponen vasospastic/vasoconstrictive, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan jika
vasospastic/vasoconstrictive, belum pernah ditetapkan. Amlodipine dapat digunakan secara tunggal
sebagai monoterapi, atau dalam kombinasi dengan obat-obat antiangina lain pada pasien yang
mengidap angina, yang menolak terhadap nitrat atau dosis yang memadai dari beta blocker.
Sedangkan kontraindikasi pemberian amlodipine pada syok kardiogenik, angina tidak stabil, stenosis
aorta yang signifikan, dan ibu menyusui.  Selain itu juga kontraindikasi amlodipine pada pasien-
pasien yang diketahui sensitif terhadap dihydropyridine

Amlodipine ditoleransi dengan baik. Pada pasien-pasien yang mengidap hipertensi atau
angina, efek samping yang paling umum terobservasi adalah sakit kepala, edema, fatigue, mengantuk,
mual, nyeri perut, kemerahan, palpitation, dan pusing. Efek samping yang paling sedikit terobservasi
secara umum, yaitu asthenia, dispepsia, dyspnea, gingival hyperplasia, kejang otot, pruritus, myalgia,
ruam, gangguan penglihatan, dan jarang terjadi eritema multiforme. Seperti calcium channel blockers
lainnya, efek samping berikutnya jarang dilaporkan dan tidak dapat dikenali dari penyakit dasar:
myocardial infarction, arrhythmia (termasuk tachycardia ventrikular dan fibrilasi atrial), dan nyeri
dada

Interaksi obat amlodipine : 


 Amlodipine dapat diberikan bersama-sama dengan diuretik thiazide, alfa blocker, beta
blocker, penghambat ACE, nitrat dengan waktu kerja yang panjang, nitroglycerin sublingual,
antiinflamasi nonsteroid, antibiotik, dan obat-obat oral hypoglycemic.
 Pemberian bersama-sama amlodipine dengan digoxin tidak mengubah kadar digoxin dalam
serum atau bersihan ginjal digoxin pada manusia sehat, dan bahwa pemberian bersama-sama
dengan cimetidine tidak mengubah farmakokinetika dari amlodipine.
 Amlodipine tidak memengaruhi ikatan protein pada digoxin, phenytoin, warfarin, atau
indometacin.
 Pemberian bersama-sama amlodipine dan warfarin tidak mengubah efek warfarin terhadap
waktu respon protrombin

Dosis pemberian amlodipine untuk hipertensi atau angina dapat diberikan dosis awal 5 mg sekali
sehari atau maksimal 10 mg sekali sehari tergantung pada respon individu dan beratnya penyakit.
Kebanyakan pasien yang mengidap hipertensi diberi 5 mg/hari dan tidak perlu dinaikkan dosisnya.
Untuk yang memerlukan dosis yang lebih tinggi, amlodipine dapat dinaikkan sampai 7,5 mg/hari
dengan maksimum dosis 10 mg/hari. Dosis yang direkomendasikan untuk angina vasospastic atau
kronis yang stabil adalah 5-10 mg, dengan dosis terendah yang disarankan untuk usia lanjut dan
pasien yang mengidap insufficiency hati. Tidak ada penyesuaian dosis amlodipine sehubungan
dengan pemberian bersamaan dengan diuretik thiazide, beta blocker, dan penghambat ACE. 

Anda mungkin juga menyukai