Anda di halaman 1dari 16

Mekanisme Kerja Otot dan Tulang Untuk Menciptakan Gerakan Sirkumduksi

Erihka Silvia Siregar (B6)


102019138
Alamat Korespodensi : erihka.102019138@civitas.ukrida.ac.id
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510. Telepon: (021) 5694-2061. Fax: (021) 563-1731

Abstak
Sistem craniovertebral pada manusia memiliki mekanisme kompleks dalam melakukan suatu
fungsi berupa gerak. Sistem ini terdiri atas sistem tulang, sistem otot, dan persendian. Baik
otot maupun tulang pada manusia memiliki struktur dalam penyusunan nya. Sebagai unsur
pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang menyangga struktur berdaging, melindungi
organ-organ vital seperti yang terdapat di dalam tengkorak dan rongga dada, dan menampung
sumsum tulang, tempat sel-sel darah dibentuk. Selain itu, tulang membentuk suatu sistem
pengungkit yang melipatgandakan kekuatan yang dibangkitkan selama otot rangka
berkontraksi dan mengubahnya menjadi gerakan tubuh. Pada makalah ini gerakan yang akan
dibahas adalah gerakan sirkumduksi, yaitu gerakan kombinasi dari semua gerakan angular
dan berputar untuk membuat suatu ruang berbetuk kerucut, seperti saat mengayunkan lengan
berbentuk putaran dan leher saat melakukan putaran di yang terletak di sendi craniovertebral.
Kata kunci : tulang, otot, sirkumduksi, sendi craniovertebral

Abstract

The craniovertebral in humans has a complex function of the motion system. This system
consists of the bone system, muscular system, and joints. Both muscles and bones in humans
have a structure in their composition. When disapproved, adults, bone tissue supports a
fleshy structure, protects vital organs such as those in the skull and chest cavity, and holds
the bone marrow, where blood cells form. In addition, bones form a lever system that doubles
the power produced during the body's contraction and turns into body movements. In this
paper, the movement that will be discussed is circumduction, which is a combination of all
angular movements and motion to create a cone-shaped space, such as when swinging a
circular and rotating motion when connecting provided in a craniovertebral junction.

Keywords: bone, muscle, circumduction, craniovertebral joint

1
Pendahuluan

Sistem muskuloskeletal pada manusia ialah seluruh kerangka manusia dengan seluruh
otot yang menggerakkannya yang mempunyai tugas melindungi organ vital dan
bertanggungjawab atas lokomosi manusia. Lokomosi adalah suatu pergerakan berbagai otot
yang dapat menggerakkan anggota badan dalam lingkup gerakan sendi tertentu. Jadi yang
dimaksud dengan sistem muskuloskeletal menlingkupi semua struktur tulang, sendi, otot, dan
struktur terkait seperti tendon, ligamen serta sistem saraf perifer.1
Sistem muskuloskeletal terdiri dari susunan berbagai macam tulang. Terdiri 206 buah
tulang kerangka yang terdiri dari tulang kepala yang membentuk tengkorak (8 buah); tulang
wajah (14 buah); tulang telinga dalam (6 buah); tulang lidah (1 buah); tulang
yang membentuk kerangka dada ( 25 buah); tulang yang membentuk tulang belakang dan
gelang pinggul (26 buah); tulang anggota yang membentuk lengan (ekstremitas superior) (64
buah); tulang yang membentuk tungkai atau ekstremitas inferior (62 buah).Pada pembahasan
kali ini lebih membahas mengenai ekstremitas superior dimana terdiri atas bahu yang
menghubungkan antara tubuh dan lengan atas. Yang termasuk ektremitas superior adalah
lengan atas, siku, lengan bawah, regio carvalis, dan tangan. 2
Tulang adalah sistem penunjuang utama dalam tubuh manusia. Tulang mempunyai fungsi
sebagai cadangan fosfat, kalsium, dan ion lain, yang dapat dilepaskan atau dapat disimpan
dengan cara terkendali untuk mempertahankan konsentrasi ion-ion penting ini di dalam cairan
tubuh.1 Selain tulang, yang sama pentingnya adalah otot, karena tulang tidak dapat bekerja
sendiri. Tulang menunjang rangka tubuh dan melindungi organ, sementara bersama dengan
otot dan saraf membentuk sistem gerak, masing-masing berfungsi yang saling mendukung
agar tubuh kita dapat beraktivitas seperti sehari-hari. 1 selain itu, sendi juga membantu tulang
dan otot rangka melakukan variasi berbagai gerakan-gerakan yang dapat dilakukan oleh
manusia dalam membantu pekerjaan sehari-hari.

Komposisi Tulang
Tulang merupakan jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi antarsel berkapur, yaitu
matriks tulang, dan 3 jenis sel: osteosit yang mempunyai dalam sintesis unsur organik matriks
dan osteoklas yang merupakan sel raksasa multinuklear dan terlibat dalam resorpsi dan
remodelling jaringan tulang. Pertukaran zat antara osteosit dan kapiler darah bergantung pada
komunikasi melalui kanalikuli yang merupakan celah-celah silindris halus yang menerobos
matriks. Hal ini disebabkan oleh karena metabolit tidak dapat berdifusi melalui matriks tulang
yang telah mengapur. Permukaan bagian luar dan dalam semua tulang dilapisi lapisan-lapisan
jaringan yang mengandung sel-sel osteogenik endosteum pada permukaan dalam dan
periosteum pada permukaan luar. Terdapat dua jenis jaringan yang membentuk tulang, yaitu

2
spongiosa dan kompakta. Tulang kompakta secara makroskopis terlihat padat, tetapi bila
diperiksa dengan mikroskop terlihat tulang terdiri dari sistem havers.1
Selain tulang kompakta, terdapat juga jaringan tulang spongiosa juga keras seperti semua
tulang, tetapi secara makroskopis terlihat berlubang-lubang (spongy). Kanal havers pada
tulang spongiosa terlihat lebih besar dan mengandung sedikit lamela. Tulang spongiosa terdiri
dari trabekula atau yang biasa juga disebut juga balok tulang, bentuknya tidak teratur oleh
karena membentuk percabangan dan terdiri dari anyaman kanalikuli, dan celah di antara
anyaman tersebut diisi dengan sumsum tulang. Kanal havers merupakan sebuah kanal sentral
yang terdiri dari pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe. Di antara kanal Havers terdapat
beberapa lempengan tulang yang mengelilinginya atau biasa disebut dengan lamela.
Sementara pada lamela terdapat ruang yang terdiri dari sel-sel tulang atau osteosit dan
saluran limfe yang disebut lakuna. Nutrisi dan oksigen dari tubuh disalurkan dari kanal havers
lalu ke osteosit melalui saluran-saluran kecil yang disebut kanalikuli.

a. Osteoblas
Osteoblas adalah bertanggung jawab atas sintesis komponen organik matriks
tulang yaitu kolagen tipe I, proteoglikan, dan glikoprotein. Deposisi komponen
anorganik dari tulang juga bergantung pada adanya osteoblas aktif. Osteoblas hanya
terdapat pada permukaan tulang, dan letaknya bersebelahan, hampir mirip dengan
epitel selapis. Bila osteoblas aktif menyintesis matriks, osteoblas akan memiliki
bentuk kuboid sampai silindris dengan sitoplasma basofilik. Sebaliknya aktivitas
sintesisnya menurun, sel tersebut akan menjadi gepeng dan sifat basofilik pada
sitoplasmanya akan berkurang. Beberapa osteoblas secara berangsur dikelilingi oleh
matriks yang baru terbentuk dan akan menjadi osteosit. Selama proses ini, terbentuk
rongga yang bisa disebut disebut lakuna. Lakuna dihuni osteosit beserta 2 juluran-
julurannya, bersama sedikit matriks ekstrasel yang tidak mengapur. Selama sintesis
matriks berlangsung, osteoblas memiliki struktur ultra sel yang secara aktif
menyintesis protein untuk dikeluarkan.1
Osteoblas ialah sel yang terpolarisasi. Komponen matriks disekresi pada
permukaan sel, yang berkontak dengan matriks tulang yang lebih tua, dan
menghasilkan lapisan matriks yang baru namun belum berkapur, yang disebut
osteoid ada di antara lapisan osteoblas dan tulang yang baru terbentuk. Proses ini,
yaitu aposisi tulang, dituntaskan dengan pengendapan garam-garam kalsium ke
dalam matriks yang baru dibentuk.

b. Osteosit
Osteosit adalah sel berasal dari osteoblas letaknya ada di dalam lakuna yang
terletak di antara - matriks. Hanya ada satu osteosit di dalam satu lakuna. Kanalikuli
matriks silindris yang tipis, terdapat tonjolan-tonjolan sitoplasma osteosit. Tonjolan
dari sel-sel yang berdekatan saling berkontak melalui taut rekah (gap junction) dan
molekul-molekul berjalan melalui struktur tempat dari osteosit dan pembuluh darah
melalui sejumlah kecil substansi ekstrasel yang terletak di antara osteosit (dengan
tonjolan-tonjolannya) dan matriks tulang. Pertukaran ini menyediakan nutrien kira-
kira untuk 15 sel yang sederet.1

3
Jika dibandingkan dengan osteoblas, osteosit memiliki bentuk yang gepeng dan
berbentuk kenari dan memiliki sedikit retikulum endoplasma kasar juga kompleks
Golgi serta kromatin intinya yang lebih padat. Sel-sel ini secara aktif terlibat untuk
mempertahankan matriks tulang, Dan kematiannya diikuti oleh resorpsi matriks
tersebut.1

c. Osteoklas
Osteoklas merupakan sel motil bercabang yang sangat besar. Bagian badan sel
yang melebar mengandung 5 sampai 50 inti atau lebih. Pada daerah terjadinya
resorpsi tulang, osteoklas terdapat di dalam lekukan yang terbentuk akibat kerja
enzim pada matriks, yang dikenal sebagai lakuna Howship. Osteoklas berasal dari
penggabungan sel-sel sumsum tulang. Pada osteoklas yang aktif, matriks tulang yang
menghadap permukaan terlipat secara tak teratur, sering kali berupa tonjolan yang
terbagi lagi, dan membentuk batas bergelombang. Batas bergelombang ini dikelilingi
oleh zona sitoplasma, zona terang yang tidak mengandung organel, namun kaya akan
filamen aktin. Zona ini adalah tempat adhesi osteoklas pada matriks tulang dan
menciptakan lingkungan mikro tempat terjadinya resorpsi tulang.1
Osteoklas menyekresi kolagenase dan enzim lain dan memompa proton ke dalam
kantung subselular yang memudahkan pencernaan kolagen setempat dan melarutkan
kristal garam kalsium. Aktivitas osteoklas dikendalikan oleh sitokin yaitu, protein
pemberi sinyal kecil yang bekerja sebagai mediator setempat dan hormon. Osteoklas
memiliki reseptor untuk kalsitonin, yaitu suatu hormon tiroid, namun bukan
merupakan hormon paratiroid. Akan tetapi osteoklas memiliki reseptor untuk hormon
paratiroid dan begitu teraktivasi oleh hormon ini, osteoklas akan memproduksi suatu
sitokin yang disebut faktor perangsang osteoklas.1

d. Matriks Tulang

Kira-kira 65% dari berat kering matriks tulang adalah bahan anorganik. Yang
teristimewa banyak dijumpai adalah kalsium dan fosfor, namun bikarbonat sitrat,
magnesium, kalium dan natrium juga ditemukan. Studi difraksi sinar X
memperlihatkan bahwa kalsium dan fosfor membentuk kristal hidroksiapatit dengan
komposisi Ca10(PO4)6(OH)2. Meskipun begitu, kristal-kristal ini menunjukkan
ketidaksempurnaan dan tidak identik dengan hidroksiapatit. yang ditemukan dalam
mineral karang. Kalsium amorf (nonkristal) juga cukup banyak dijumpai. Pada
mikrogaf elektron, kristal hidroksiapatit tulang tampak sebagai lempengan yang
terletak tepat di samping serabut kolagen, namun dikelilingi oleh substansi dasar. Ion
permukaan hidroksiapatit berhidrasi dan selapis air dan ion terbentuk di sekitar
kristal. Lapisan ini, adalah lapisan hidrasi, yang membantu pertukaran ion antara
kristal dan cairan tubuh.1
Bahan organik dalam matriks tulang merupakan kolagen tipe I dan substansi
dasar, yang mengandung agregat proteoglikan juga beberapa glikoprotein struktural
spesifik. Glikoprotein tulang mungkin dapat bertanggung jawab pada kelancaran
kalsifikasi matriks tulang. Jaringan lain yang mengandung kolagen tipe I biasanya
tidak mengapur dan tidak mengandung glikoprotein. Oleh karena kandungan

4
kolagennya yang tinggi, matriks tulang yang terdekalsifikasi terikat kuat dengan
pewarna serat kolagen.1
Gabungan mineral dengan serat kolagen memberikan sifat keras dan ketahanan
pada jaringan tulang. Setelah tulang mengalami dekalsifikasi, bentuknya tetap terjaga
atau tdak berubah secara struktural, namun akan lebih fleksibel mirip tendon. Dengan
menghilangkan bagian organik dari matriks, yang terutama berupa kolagen, bentuk
tulang juga masih terjaga, namun kini tulang menjadi rapuh, mudah patah dan akan
hancur bila dipegang. Matriks tulang tersusun dalam lapisan yang konsentris disebut
lamel, lamel ini terbentuk akibat peletakan matriks yang ritmik.
Pada tulang panjang (longus), ujung yang membulat disebut sebagai epifisis.
Epifisis terdiri atas tulang berongga (sponge) yang ditutupi oleh selapis tipis tulang
kompakta. Bagian silindris yaitu diafisis, yang hampir seluruhnya terdiri atas tulang
kompakta, dengan sedikit tulang spons pada permukaan didalamnya di sekitar rongga
sumsum tulang. Tulang pendek (brevis) umumnya memiliki pusat yang terdiri atas
tulang berongga, dan seluruhnya dikelilingi oleh tulang kompakta. Tulang pipih
(plana) yang membentuk calvaria dengan memiliki 2 lapis tulang kompakta yang
disebut lempeng dan dipisahkan oleh selapis tulang yang berongga disebut diploe.1
Pemeriksaan mikroskopik tentang tulang dapat memperlihatkan 2 variasi dari
tulang yaitu: tulang primer, imatur, atau tulang anyaman, dan tulang sekunder, matur
atau r. Tulang primer merupakan suatu jaringan tulang yang pertama sekali
berkembang dalam embrio dan dapat dijumpai dalam perbaikan fraktur atau proses
perbaikan tulang yang lainnya. Tulang primer memiliki ciri khas susunan serat
kolagen halus secara acak, yang berbeda dari susunan kolagen r yang teratur pada
tulang sekunder. Jaringan tulang primer biasanya hanya bersifat sementara dan akan
diganti oleh jaringan tulang sekunder pada orang dewasa, kecuali pada beberapa
tempat-tempat di tubuh, contohnya terdapat didekat sutura tulang pipih pada bagian
cranium, di alveolus gigi, dan pada insersi beberapa tendon. Selain karena serat
kolagen yang tidak teratur, ciri tulang primer lain ialah kadar mineral yang lebih
rendah dan proporsi osteosit lebih banyak daripada osteosit pada jaringan tulang
sekunder.1
Jaringan tulang sekunder adalah jenis jaringan yang biasanya dijumpai pada
orang dewasa. Jaringan tersebut secara khas memperlihatkan serat serat kolagen yang
tersusun dalam (tebal 3-7 mikrometer) yang sejajar satu sama lainnya atau tersusun
secara konsentris mengelilingi bagian kanal vaskular. Seluruh lamel tulang-tulang
konsentrik mengelilingi suatu saluran yang mengandung suatu pembuluh darah,
saraf, dan jaringan ikat longga yang biasanya disebut dengan sistem Havers atau
osteon. Lakuna dengan osteosit di dalamnya terdapat di antara atau kadang-kadang
ada di dalam. Di setiap , serat kolagen tersusun paralel. Endapan materi amorf
(nonkristal) yang disebut substansi semen, mengelilingi setiap sistem Havers dan
terdiri atas matriks bermineral dengan sedikit serat kolagen.1
Pada tulang kompakta (misalnya diafisis tulang panjang), memiliki susunan khas
yang terdiri atas saluran Havers, sumsum luar, sumsum dalam, dan interstisial.
Sumsum dalam berlokasi di sekitar rongga sumsum dan sumsum luar terdapat tepat
di bawah periosteum. Terdapat lebih banyak luar daripada dalam. Di antara kedua
sistem sirkumferensial tersebut, terdapat banyak saluran Havers, termasuk kelompok
berbentuk tak teratur, yang disebut interstisial atau intermediat. Struktur ini

5
merupakan yang tersisa dari sitem Havers yang dihancurkan selama pertumbuhan
dan remodeling tulang terjadi.1
Setiap saluran Havers adalah suatu silinder panjang, seringkali bercabang dua,
dan sejajar terhadap sumbu panjang diafisis. Saluran ini terdiri atas sebuah saluran di
pusat yang dikelilingi 4-20 konsentris. Setiap saluran yang berlapiskan endosteum
mengandung pembuluh saraf, saraf, dan jaringan ikat longgar. Kanal Havers ini
dengan berhubungan dengan rongga sumsum, periosteum, dan saling berhubungan
melalui kanal Volkmann yang melintang atau oblik. Kanal Volkmann tak memiliki
konsentris; sebaliknya, kanal-kanal tersebut menerobos. Semua kanal vaskular di
jaringan tulang akan dijumpai bila matriks terletak di sekitar pembuluh darah yang
sudah ada.1

Gambar 1. Sistem Havers Gambar 2. Sistem Havers

Cranium

6
Gambar 3. Cranium tampak anterior

Cranium adalah gabungan dari beberapa tulang yang berfungsi untuk melindungi otak
dari benturan dan lain sebagainya. Cranium sendiri dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu;
clavarium, basis cranii, dan mandibulae.2

Gambar 4. Calvaria tampak superior dan inferior


Calvarium teridiri dari beberapa bagian utama yaitu os parientale, os frontale, dan os
occipitale. Selain itu clavarium mempunyai beberapa sutura (kelim antar dua tulang cranium)
yaitu sutura coronalis yang membagi os frontale dengan os parientale, sutura sagitalis yang
membagi os parientale dengan potongan sagital, lalu sutura lamboidea yang membagi os
parientale dangan os occipitale. Selain itu ada bagian-bagian lainnya sebagai berikut:2
1. Sulci arteriosi et venosi
2. Foveolae granulares

7
3. Protuberatia occipitalis externa
4. Protuberiatia occipitalis interna

Gambar 5. Basis cranii tampak inferior


Basis cranii merupakan bagian dengan yang memiliki struktur yang lebih kompleks dari
bagian yang lainnya. Basiss cranii sendiri terdiri atas bagian utama dibagian internanya yaitu
fossa cranii anterior, fossa cranii media, fossa cranii posterior. Beberapa bagian dari basis
cranii sebagai berrikut:
1. Os ethmoidale
2. Os frontale
3. Os nasalis
4. Os sphenoidale
5. Os temporale
6. Os zygomatinous
7. Os maxilla
8. Proc. Mastoideus
9. Proc. Styloideus

8
Gambar 6. Madibula tampak superior

Setelah basis cranii bagian lain dari cranium adalah mandibula (rahang bawah).
mandibula memilki struktur yang kuat dan merupakan satu-satunya bagian dari cranium yang
dapat digerakan karena adanya articulatio temporomandibularis. Dan berikut adalah struktur
dari tulang madibula:2
1. Caput mandibulae
2. Ramus mandibulae
3. Angulus mandibulae
4. Corpus mandibulae
5. Mentum
6. Proc. Coronoideus
7. Proc. Condylaris
8. Margo inferior mandibulae
9. Foramen mandibulae
10. Linea mylohyoidea
11. Fovea submandibulare
12. Spina mentale

9
Columna Vertebralis

Gambar 7. Colummna vertebralis


Punggung, yang terbentang dari cranium (tengkorak) sampai ke ujung os coccygis yang
jua dapat disebut sebagai permukaan posterior truncus. Scapula dan otot-otot yang
menghubungkan scapula ketruncus menutupi bagian atas permukaan posterior thorax. 3
Columna vertebralis merupakan suatu pilar utama tubuh yangberfungsi menyanggah
cranium,gelang bahum ekstremitas superior, dan dinding thorax serta melalui gelang panggul
meneruskan berat badan ke ekstremitas inferior. 3 Di dalam rongganya terletak medulla
spinalis, radix nervi spinales, dan lapisan penutup meningen yang dilindungi oleh columna
vertebralis.
Columna vertebralis sendiri terdiri dari 33 vertebrae, yaitu 7 vertebra cervicalis, 12
vertebra thoracicae, 5 vertebra sacralis (yang bersatu membentuk os sacrum), dan 4 vertebra
coccygis (berjumlah tiga banyaknya yang di bawah umunya bersatu). Struktur columna ini
fleksibel, karena columna ini memiliki banyak segmen dan tersusun atas vertebrae, sendi-
sendi, dan bantalan fibrocartilago yang sering disebut discus intervertebralis. Discus
intervertebralis membentuk kira-kira seperempat panjang columna.3

Ciri-ciri Umum Vertebra


Walaupun memperlihatkan berbagai regional tetapi semua vertebra mempunyai pola yang
sama. Vertebra cervical l terdiri atas corpus yang bulat di anterior dan arcus vertebrae di
posterior. Keduanya melingkupi sebuah lubang disebut foramen vertebralis, yang dilalui oleh
medulla spinalis dan bungkus-bungkusnya. Arcus vertebrae terdiri atas sepasang pediculus
yang memiliki bentuk silinder, yang membentuk sisi-sisi dari arcus, dan sepasang lamina
gepeng yang melengkapi arcus dari posterior. Arcus vertebrae sendiri mempunyai tujuh
processus yaitu satu processus spinosus, dua processus transversus, dan empat processus
articularis. Processus spinosus atau spina adalah processus yang menonjol ke posterior dari
pertemuan dua laminae. Processus transversus yaitu tonjolan yang menonjol ke lateral dari

10
pertemuan lamina dan pediculus. Processus spinosus dan processus transversus memiliki
berfungsi sebagai pengungkit dan menjadi tempat melekatnya otot dan ligamentum. Processus
articularis superior terletak vertikal terdiri dari dua processus articularis superior dan dua
processus articularis inferior. Processus ini menonjol dari pertemuan antara lamina dan
pediculus, dan facies articularisnya diliputi oleh cartilago hyaline. Kedua processus articularis
superior dari sebuah arcus vertebrae bersendi dengan kedua processus articularis, inferior dari
arcus yang ada di atasnya, membentuk sendi sinovial.3 Pediculus mempunyai lekuk pada
pinggir atas dan bawahnya, membentuk incisura vertebralis superior dan inferior. Pada
masing-masing sisi, incisura vertebralis superior sebuah vertebra dan incisura vertebralis
inferior dari vertebra di atasnya membentuk foramenin vertebrale. Vertebra cervicalis yang
khas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :3
1. Processus transversus mempunyai foramen transversum untuk tempat lewatnya a.
vertebralis dan v. vertebralis
2. Spina kecil dan bifida
3. Corpus kecil dan lebar dari sisi ke sisi
4. Foramen vertebrale besar dan berbentuk segitiga
5. Processus articularis superior mempunyai facies yang menghadap ke belakang dan atas;
processus articularis inferior mempunyai facies yang menghadap ke bawah dan depan.

Gambar 8. Cervical 1 tampak superior Gambar 9. cervical 1 tampak inferior

Gambar 10. Cervical 2 tampak anterior Gambar 11. Cervical 2 tampak posterior superior

11
Vertebra cervicalis yang tidak khas (I atau atlas, II, dan VII) mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :4
1. Tidak mempunyai corpus
2. Tidak mempunyai processus spinosus
3. Mempunyai arcus anterior dan arcus posterior
4. Mempunyai massa lateralis pada masing-masing sisi dengan facies articularis pada
permukaan atasnya untuk bersendi dengan condylus occipitalis (articulatio atlanto-
occipitalis) dan facies articularis pada permukaan bawahnya untuk bersendi dengan axis
(articulatio atlanto-axialis)
Vertebra cervicalis II atau axis mempunyai dens yang mirip pasak, yang menonjol keatas
dari permukaan superior corpus (mewakili corpus atlas yang telah bersatu dengan corpus
axis). Vertebra cervicalis VII atau vertebra prominens, diberi nama demikian karena
mempunyai processus spinosus yang paling panjang dan processus itu tidak bifida. Processus
transversus besar, tetapi foramen transversarium kecil dan dilalui oleh v. Vertebralis.

Hubungan Antartulang ( Artikulasi / Persendian )


Antartulang dalam tubuh berhubungan satu dengan yang lain agar dapat melakukan
fungsinya dengan baik. Hubungan antartulang itu sering disebut persendian
(artikulasi/ariticulatio). Berdasarkan keleluasaan gerakan yang dihasilkan, ada tiga jenis
persendian, yaitu sinartrosis, sinfibrosis, dan diarthrosis.4
A. Synarthrosis
Synarthrosis merupakan persendian yang tidak dapat digerakkan. Synarthrosis
memiliki dua tipe utama yaitu suture dan sinkondrosis. Suture atau sinostosis adalah
hubungan antartulang yang dihubungkan dengan jaringan ikat serabut padat,
contohnya pada tengkorak. Sinkondrosis adalah persendian oleh tulang rawan
(kartilago) hialin, contohnya hubungan antara epifisis dan diafisis pada tulang
dewasa.
B. Diarhtrosis
Diarthrosis adalah persendian yang memungkinkan adanya gerakan dari tulang-
tulang secara leluasa atau bebas. Misalnya sendi engsel pada lutut dan siku serta
sendi peluru pada pangkal paha dan lengan atas. Ujung tulang yang membentuk
persendian (diarthrosis) memiliki sifat yang sangat khas yaitu berbentuk bonggol,
sedangkan ujung yang lain membentuk lekukan yang sesuai ukuran bonggol. Setiap
permukaan sendi dilapisi dengan tulang rawan hialin dan dibungkus dengan selaput
sinovial yang membentuk minyak sinovial. Cairan sinovial atau cairan sendi ini
berfungsi untuk melicinkan gerakan.

Pergerakan Sendi
Pergerakan sendi merupakan hasil kerja otot rangka yang melekat pada tulang yang
membentuk artikulasi dengan cara memberikan tenaga. Tulang hanya berfungsi sebagai
pengungkit dan sendi sebagai penumpu.Beberapa pergerakan sendi antara lain adalah :
1. Fleksi, adalah gerakan memperkecil sudut antara dua tulang.
Contoh : saat menekuk siku, menekuk lutut atau menekuk torso kearah samping.

12
a. Dorsofleksi, adalah gerakan menekuk telapak kaki dipergelangan kearah depan
(meninggalkan daerah dorsal(belakang) kaki).
b. Plantar fleksi, adalah gerakan meluruskan telapak kaki pada pergelangan kaki
2. Ekstensi, adalah gerakan yang memperbesar sudut antara dua tulang.
3. Abduksi, adalah gerakan bagian tubuh menjauhi garis tengah tubuh, seperti gerakan
abduksi jari tangan dan jari kaki.
4. Aduksi, adalah gerakan bagian tubuh saat kembali keaxsis utama tubuh (kebalikan dari
gerakan abduksi).
5. Rotasi, adalah gerakan tulang yang berputar disekitar aksis pusat tulang itu sendiri tanpa
mengalami dislokasi lateral, seperti saat  menggelengkan kepala untuk menyatakan tidak.
a. Pronasi, adalah rotasi medial lengan bawah dalam posisi anatomis, yang mengakibatkan
telapak tangan menghadap kebelakang.
b. Supinasi, yaitu rotasi lateral lengan bawah, yang mengakibatkan telapak tangan
menghadap kedepan.
6. Sirkumduksi, adalah kombinasi dari semua gerakan angular dan berputar untuk membuat
suatu ruang berbetuk kerucut, seperti saat mengayunkan lengan berbentuk putaran.
7. Inversi, adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki
menghadap kedalam atau kearah medial.
8. Eversi, adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki
menghadap kearah luar.
9. Protaksi, adalah memajukan bagian tubuh, seperti saat menonjolkan rahang bawah
kedepan atau memfleksi girdel pektoral untuk membusungkan dada.
10. Retraksi, adalah gerakan menarik bagian tubuh kearah belakang, seperti saat meretraksi
mandibula.
11. Elevasi, adalah pergerakan struktur kearah superior, seperti saat mengatupkan mulut.
12. Depresi, adalah menggerakan suatu struktur kearah inferior, seperti saat membuka
mulut.4
Sendi Craniovertebral

Persimpangan Craniovertebral dirancang dengan sangat baik dan terstruktur dengan rapi
untuk melakukan peran uniknya dalam menyediakan stabilitas dan mobilitas ke wilayah tubuh
yang paling stabil dan paling mobile. Ini juga melakukan perannya melindungi sebagian besar
struktur saraf dan pembuluh darah yang kritis sementara memungkinkan berbagai gerakan
untuk kesempurnaan yang luar biasa.
Kompleks craniovertebral terdiri dari dua set sendi-occipitoatlantal dan atlantoaxial.
Sementara sendi occipitoatlantal adalah yang paling stabil, atlantoaxial adalah yang paling
mobile dari semua sendi tubuh. Kekuatan ligamen yang berhubungan dengan persendian
occipitoatlantal hanya dapat diapresiasi dengan inspeksi langsung selama pembedahan
cadaver. Ligamen sangat kuat dan 'seperti baja' dan butuh upaya yang cukup besar untuk
melepaskan sambungan. Di sisi lain, sendi atlantoaxial lentur dan paling rentan terhadap
ketidakstabilan. Studi kami tentang persimpangan craniovertebral dari berbagai hewan
menunjukkan bahwa semakin mobile persimpangan craniovertebral, semakin tidak stabil
persimpangan tersebut.5

13
Gambar 12. Sendi craniovertebral Gambar 13. Sendi craniovertbral

Mekanisme Kerja Otot


Mekanisme kerja otot pada dasarnya melibatkan suatu perubahan dalam keadaan
yangrelatif dari filamen-filamen aktin dan miosin. Pada otot lurik aktin dan miosin yang
mempunyai daya berkerut membentuk aktomiosin., sebaliknya bila aktin menjauhi
miosinmakan otot akan relaksasi. Mekanisme kerja otot terbagi menjadi dua yaitu kontraksi
dan relaksasi.
a. Kontraksi
Kontraksi otot merupakan keadaan dimana otot memendek maksimal, keadaan ini
disebut tonus, kemudian relaksasi. Namun, seringkali rangsangan tertentu menyebabkan
keadaan tonus tidak diikuti relaksasi, keadaan ini disebut tetanus (kejang). Otot
berkontraksi jika ada rangsang. Sebab terjadinya kontraksi adalah sebagai berikut.
Asetilkolin yang diproduksi oleh bagian ujung serabut saraf akan membebaskan ion
kalsium (Ca2+) yang berada di antara sel otot. Kemudian ion kalsium ini masuk kedalam
otot mengangkut troponin dan tropomiosin ke aktin, sehingga posisi aktin berubah
mempengaruhi filamen penghubung. Aktin tertarik mendekati miosin, sehingga aktin dan
miosin bertempelan membentuk aktomiosin. Akibatnya benang (sel) menjadi pendek.
Pada keadaan inilah otot sedang berkontraksi. Energi untuk kontraksi otot berasal dari
penguraian molekul ATP, yaitu sebagai berikut:
ATP ADP + P + energi
ADP AMP + P + energi
Bila energi habis, otot tidak dapat berkontraksi lagi.

Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan tahap-tahap berikut:2
Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf sampai ke ujungnya pada
serabut otot.Di setiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmiter, yaitu asetilkolin.
Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serabut otot, melisis dinding
vesikel sehingga asetilkolin tertangkap di area reseptor otot, yaitu di motor end plate.
Terjadi depolarisasi, yaitu peristiwa berdifusinya ion Natrium sehingga menimbulkan
potensial aksi jika depolarisasi mencapai ambang letup atau firing level. Potensial aksi
akan berjalan di sepanjang membran serabut otot dengan cara yang sama seperti potensial
aksi berjalan di sepanjang mebran serabut saraf. Potensial aksi akan menimbulkan

14
depolarisasi membran otot, dan banyak aliran listrik potensial aksi mengalir melalui pusat
serabut otot. Di sini, potensial aksi menyebabkan retikulum sarkoplasma melepaskan
sejumlah besar ion kalsium, yang telah tersimpan di dalam retikulum ini. Ion-ion kalsium
menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin,yang menyebabkan
kedua filamen tersebut bergeser satu sama lain, dan menghasilkan proses kontraksi.
Setelah itu, ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum sarkoplasma oleh pompa
membran Ca2+, dan ion-ion ini tetap disimpan dalam retikulum sampai potensial aksi otot
yang baru datang lagi; pengeluaran ion kalsium dari otot miofibril akan menyebabkan
kontraksi otot terhenti.6

b. Relaksasi
Relaksasi merupakan proses aerob dimana otot kembali memanjang. Mekanisme
relaksasi pada otot mirip dengan proses repolarisasi pada sel saraf. Relaksasi diawali
dengan penurunan permeabilitas membrane sarkolema, retikulum sarkoplasma dan
tubulus transversus terhadap kalsium. Hal ini menyebabkan pemasukan kalsium
kesarkoplasma terhenti. Proses tersebut dilanjutkan dengan pengaktifan pompa kalsium,
yang akan meningkatkan pemompaan kalsium dari sarkoplasma ke tempat 
penyimpanannya di dalam retikulum sarkoplasma dan tubulus transversus. Setelah pompa
kalsium bekerja, jumlah kalsium dalam sarkoplasma turun secara signifikan sehingga
troponin-C tidak lagi berikatan dengan kalsium. Dengan demikian, konformasi dan posisi
troponin serta posisi aktin akan menjauhi miosin maka otot akan relaksasi.6

Mekanisme Molekular pada Kontraksi Otot


Pada keadaan relaksasi, ujung-ujung filamen aktin yang memanjang dari dua lempeng Z yang
berurutan sedikit saling tumpang tindih satu sama lain. Sebaliknya, pada keadaan kontraksi,
filamen aktin ini telah tertarik ke dalam di antara filamen miosin, sehingga ujung-ujungnya
sekarang saling tumpang tindih satu sama lain dengan pemanjangan yang maksimal. Lempeng
Z juga telah ditarik oleh fialemen aktin sampai ke ujung filamen miosin. Jadi, kontraksi otot
terjadi tersebut mekanisme pergeseran filamen,5,7
Filamen aktin tergeser ke dalam di antara filamen miosin karena interaksi jembatan silang dari
filamen miosin dengan filamen aktin. Pada keadaan istirahat, kekuatan ini tidak aktif, tetapi
bila sebuah potensial aksi berjalan di sepanjang membran serabut otot, hal ini akan
menyebabkan retikulum sarkolasma melepaskan ion kalsium dalam jumlah besar, yang
dengan cepat mengelilingi miofibril. Ion-ion kalsium ini kemudian mengaktifkan kekuatan
diantara filamen aktin dan miosin, dan mulai terjadi kontraksi. Tetapi energi juga diperlukan
untuk berlangsungnya proses kontraksi. Energi ini berasal dari ikatan berenergi tinggi
padamolekul ATP, yang diuraikan menjadi adenesin difosfat (ADP) untuk membebaskan
energi. Ion Ca2+ berikatan dengan troponin pada lempeng Z aktin sehingga menghasilkan
troponin Ca2+ yang berikatan dengan miosin ATP. Ketika berikatan maka ATP terurai
menjadi ADP dan P, P digunakan untuk ikatan antara troponin Ca2+ dan miosin ATP berubah
menjadi miosin ADP. Hal ini menyebabkan ikatan antara troponin Ca2+ dan miosin ATP yang
telah menjadi miosin ADP terlepas, dan troponin Ca2+ mencari miosin ATP lain sehingga ada
gerakan bergeser dan ini yang dinamakan kontraksi otot molekuler. Ketika terlepas maka
terjadi relaksasi molekuler.8

Daftar Pustaka

15
1. Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar: teks dan atlas. Ed 14. Jakarta: EGC;2016
.h.159-183.
2. Paulsen, F dan Waschke. J. Sobotta:Atlas Anatomi Manusia. Ed 23. Jakarta:
ELSEVIER;2017.h.1-42.
3. Paulsen.F dan Waschke. J. Sobotta:Atlas Anatomi Manusia. Ed 23. Jakarta:
ELSEVIER;2017.h.67-76.
4. Hubungan antartulang (Artikulasi/Persendian). Diunduh dari http://www.sentra-
edukasi.com/2011/07/hubungan-antartulang-artikulasi.html, pada tanggal 27 maret 2016.
5. Lopez, A. J., Scheer, J. K., Leibl, K. E., Smith, Z. A., Dlouhy, B. J., & Dahdaleh, N. S.
(2015). Anatomy and biomechanics of the craniovertebral junction. Neurosurgical Focus,
38(4), 1–8. https://doi.org/10.3171/2015.1.FOCUS14807
6. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 11. Jakarta: EGC; 2008.h.74-81.
7. Sherwood, L. Fisiologi Manusia. Ed 9. Jakarta: ECG;2016.h.302-313.
8. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia harper. Ed 30. Jakarta: EGC; 2016.h
582.

16

Anda mungkin juga menyukai