UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017/2018
A.Anti Hipertensi
Hipertensi berat jarang terjadi pada neonatus namun dapat muncul dengan
gejala gagal jantung kongesti dengan penyebab yang paling sering adalah
gangguan ginjal dan dapat juga diikuti dengan kerusakan emboli arteri.
B.Alfa Bloker
a. Derivat haloalkilamin
b. Derivat imidazolin
c. Alkaloid ergot
a.Derivat haloalkilamin
Mekanisme Kerja:
Indikasi
Kontra Indikasi
Efek samping:
hipotensi postural
b.Derivat imidazolin
Fentolamin dan tolazolin adalah bloker nonselektif yang kompetitif.
Obat obat ini menghambat reseptor serotonin , melepaskan histamin dari
sel mast , meragsang reseptor muskarinik di saluran cerna , merangsang
sekresi asam lambung , saliva air mata dan keringat.
c.Alkaloid Ergot
Farmakodinamik:
Vasodilatasi
Farmakokinetik :
Efek samping:
1. Prazosin
2. Terazosin
3. Doksazosin
1 mg 2 kali sehari.
2. Doxazosin.
Indikasi : Hipertensi.
Kontraindikasi : Hipersentitif
Dosis : 1 Mg sehari.
D.Alfa-1-Bloker
Pembesaran kelenjar prostat dapat menyebabkan rasa sakit yang serius dan
kontraksi dari kelenjar prostat menyebabkan berkurangnya buang air kecil. Alpha-
1 bloker digunakan untuk mengobati gejala tersebut.
Hipertensi
Alpha-1 bloker digunakan sebagai terapi lini kedua tekanan darah tinggi.
Mereka tidak dianggap baik sebagai pengobatan lini pertama karena ada yang
lebih selektif lagi, meski bagus untuk mengobati pria dengan hipertensi dan BPH.
Doxazosin telah dikenal untuk mengobati gejala BPH pada orang tua dan
mengurangi tekanan darah pada saat bersamaan. BPH sangat umum pada pria
berusia di atas 60 tahun dan juga hipertensi. Terazosin juga aman dan efektif
untuk digunakan melawan hipertensi dan BPH namun merupakan generasi
pertama sedangkan doxazosin adalah penghambat alpha-1 generasi kedua.
E.Mekanisme Kerja Alfa-1 Bloker
Alfa-1 Bloker
menghambat
Peringatan:
Hipotensi postural/syncope, penggunaan bersama penghambat PDE-5, gangguan
fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, mengemudi atau mengoperasikan mobil,
kondisi penyempitan saluran cerna yang berat, komplikasi Intraoperative Floppy
Iris Syndrome pada operasi katarak.
Interaksi:
Obat hipertensi lain seperti terazosin dan prazosin, lihat lampiran 1 (alfa bloker).
Kontraindikasi:
Usia <16 tahun, hipersensitivitas terhadap doksazosin, quinazolin, sumbatan pada
saluran pencernaan, hiperplasia prostat jinak dengan riwayat hipotensi, pasien
dengan riwayat hipotensi ortostatik, penyempitan atau penyumbatan dalam
saluran kemih, infeksi saluran kemih yang sudah berlangsung lama, batu kandung
kemih, dan inkontinensi luapan atau anuria dengan atau tanpa masalah ginjal.
Efek Samping:
Serangan jantung, kelemahan pada lengan dan kaki atau kesulitan
berbicara (gejala stroke), pembengkakan pada wajah, lidah, atau tenggorokan
yang merupakan reaksi alergi, nyeri dada, angina, napas pendek, sulit bernapas,
napas berbunyi, denyut jantung meningkat/menurun atau tidak beraturan,
palpitasi, kemerahan atau gatal-gatal pada kulit, pingsan, kekuningan pada kulit
atau mata, rendahnya jumlah sel darah putih atau trombosit.
Umum: vertigo, sakit kepala, tekanan darah rendah, pembengkakan pada
kaki, tumit, atau jari-jari, bronkitis, batuk, infeksi saluran napas, hidung
tersumbat, bersin, hidung berair, nyeri lambung/abdominal, infeksi saluran kemih,
inkontinensi urin, mengantuk, perasaan lemah, gangguan pencernaan, nyeri ulu
hati, mulut kering, nyeri punggung, nyeri otot, gejala menyerupai pilek.
Tidak umum: konstipasi, kembung, radang lambung dan usus yang
menyebabkan diare dan muntah-muntah, nyeri atau merasa tidak nyaman ketika
buang air kecil, buang air kecil lebih sering dari biasanya, adanya darah pada urin,
radang pada persendian, nyeri persendian, nyeri umum, kurang tidur, gelisah,
depresi, berkurang atau berubahnya rasa sentuhan atau sensasi pada tangan dan
kaki, peningkatan nafsu makan atau hilangnya nafsu makan, berat badan naik,
mimisan, telinga berdenging, tremor, kegagalan/ketidakmampuan mencapai ereksi
penis, uji laboratorium abnormalitas fungsi hati.
Sangat jarang: pingsan atau limbung akibat tekanan darah ketika bangkit
berdiri dari posisi duduk atau berbaring, hepatitis atau gangguan empedu,
urtikaria, kerontokan rambut, bercak merah atau ungu pada kulit, perdarahan di
bawah kulit, kesemutan atau kekebasan pada tangan dan kaki, agitasi,
kegelisahan, kelelahan, kram otot, lemah otot, pandangan kabur, wajah memerah,
gangguan buang air kecil, buang air kecil di malam hari, peningkatan volume urin
yang dikeluarkan, peningkatan produksi urin sehingga lebih sering buang air
kecil, ketidaknyamanan atau pembesaran payudara pada pria, ereksi penis yang
menetap dan terasa sakit.
Frekuensi tidak diketahui: sperma yang diejakulasikan saat klimaks
seksual menjadi sedikit atau tidak ada, urin keruh setelah klimaks seksual,
masalah mata yang dapat timbul selama bedah mata untuk katarak.
Dosis:
Hipertensi. 1 mg sehari, ditingkatkan setelah 1-2 minggu menjadi 2 mg sekali
sehari, kemudian 4 mg sekali sehari, bila perlu. Maksimal 16 mg sehari.
Tablet pelepasan termodifikasi: 4 mg sehari, tablet ditelan utuh dan jika perlu
dosis dapat ditingkatkan setelah 4 minggu menjadi 8 mg sehari.
INDORAMIN
Indikasi:
Hipertensi; hiperplasia prostat ringan.
Peringatan:
Hindari alkohol (meningkatkan kecepatan dan besarnya absorpsi); mengendalikan
gagal jantung yang baru mulai dengan diuretika dan digoksin; gangguan hati atau
ginjal; pasien usia lanjut; penyakit parkinson; epilepsi (kejang pada percobaan
hewan); riwayat depresi.
Kontraindikasi:
Gagal jantung; pasien yang menerima MAOI.
Efek Samping:
Sedasi; juga pusing, depresi, gagal ejakulasi, mulut kering, kongesti nasal, efek
ekstrapiramidal, kenaikan bobot badan.
Dosis:
Hipertensi, awalnya 25 mg 2 kali sehari, ditingkatkan 25-50 mg sehari dengan
interval 2 minggu; dosis maksimal sehari 200 mg dalam 2-3 dosis terbagi.
PRAZOSIN HIDROKLORIDA
Indikasi:
Hipertensi; sindrom Raynaud; gagal jantung kongestif; hiperplasia prostat jinak.
Peringatan:
Dosis pertama dapat menyebabkan kolaps karena hipotensi (karena itu harus
diminum sebelum tidur); usia lanjut; kurangi dosis awal pada gangguan ginjal;
gangguan hati; kehamilan dan menyusui.
Kontraindikasi:
Tidak disarankan untuk gagal jantung kongestif akibat obstruksi mekanik (misal
stenosis aortik).
Efek Samping:
Hipotensi postural, mengantuk, lemah, pusing, sakit kepala, tidak bertenaga, mual,
palpitasi, sering kencing, inkontinesia dan priapismus.
Dosis:
Hipertensi, 0,5 mg 2-3 kali sehari selama 3-7 hari, dosis awal diberikan sebelum
tidur; tingkatkan sampai 1 mg 2 - 3 kali sehari setelah 3-7 hari; bila perlu
tingkatkan lebih lanjut sampai dosis maksimal 20 mg sehari.
Gagal jantung kongestif, 0,5 mg 2-4 kali sehari (dosis awal sebelum tidur),
tingkatkan sampai 4 mg sehari dalam dosis terbagi Sindroma Raynaud, dosis awal
0,5 mg 2 kali sehari (dosis awal sebelum tidur); bila perlu setelah 3-7 hari
ditingkatkan hingga dosis penunjang lazim 1-2 mg 2 kali sehari.
Hiperplasia prostat jinak
TERAZOSIN
Indikasi:
Hipertensi ringan sampai sedang; hiperplasia prostat jinak.
Peringatan:
Dosis pertama dapat menyebabkan kolaps karena hipotensi (dalam 30-90 menit,
karena itu harus diminum sebelum tidur), (juga dapat terjadi dengan peningkatan
dosis yang cepat); kehamilan.
Efek Samping:
Mengantuk, pusing, tidak bertenaga, edema perifer, sering kencing, dan
priapismus.
Dosis:
Hipertensi, 1 mg sebelum tidur; bila perlu dosis ditingkatkan menjadi 2 mg
setelah 7 hari; dosis penunjang lazim 2-4 mg sekali sehari Hiperplasia prostat
jinak.
G.Interaksi Alfa-1 Bloker
Alfa-1 Bloker menghambat reseptor A1 sehingga menyebabkan
vasodilatasi arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer.
Menghambat enzim Angiotensin Converting Enzyme (ACE) sehingga
pembentukan Angiotensin II yang diindikasikan sebagai vasokonstriktor kuat
terhambat. Interaksi Obat dengan Peningkatan efek hipotensif oleh ACEis.
Sinergis : Enalapril (ACEis) + Bunazosin . Potensiasi : Alfuzosin, Prazosin, dan
terazosin + ACEis
H.Alfa-2 Agonis
Hipotalamus dan nukleus traktus solitarius umumnya dianggap sebagai
tempat utama untuk integrasi berbagai fungsi saraf otonom , termasuk tekanan
darah. Fungsi simpatis diintegrasi oleh nukleus hipotalamus bagian posterior dan
lateral.
Reseptor 2A adalah reseptor adrenergik yang paling dominan di sistem
saraf pusat. Perangsangan 2A oleh 2-agonis , melalui protein G inhibisi (Gi)
menurunkan pembentukan cAMP. sehingga mensufresi outflow aktivitas saraf
simpatis dari otak dan demikian menimbulkan hipotensi. Di samping itu, di
perifer, aktivitas reseptor 2 di ujung saraf adrenergik menghambat penglepasan
NE dari ujung saraf , sehingga memperkuat efek hipotensi dari SSP. Akan tetapi
reseptor 2 juga terdapat di pascasinaps otot polos pembuluh darah, dan
aktivasinya menyebabkan vasokonstriksi.
Reseptor alfa-2 berfungsi memperantai penghambatan umpan balik dari
terminal saraf simpatik dan parasimpatetik presynap.
I.Mekanisme Kerja Alfa-2 Agonis
Alfa-2 Agonis bekerja dengan cara menstimulasi reseptor alfa 2 yang
berdaya vasodilatasi. Contoh klonidin. Agonis alfa-2 adrenergik memiliki dua
efek yakni sistem saraf pusat dan perifer.
Guanabenz (wytensin)
Mekanisme kerja : seperti klonidin. Juga mengosongkan simpanan norepinefrin
pada terminal syaraf adrenergik perifer.
Indikasi : hipertensi ringan sampai ringan
Kontra indikasi : -
Dosis : Awal: 0,5.
Maksimal: 2.
Frekuensi pemberian: 1x.
Sediaan : tablet 1mg
Efek samping : mulut kering, segrasi, hipertensi balik lebih jarang.
J.Interaksi Obat-obat Alfa-2 Agonis
Obat Alfa-2 Agonis menghambat saraf simpatis sehingga cardiac output
juga menurun. Efek samping berupa disfungsi seksual, mulut kering, mengantuk.
Obat ini berinteraksi dengan antidepresan dan obat simpatomimetik sehingga
mengurangi efeknya. Pemberhentian tiba-tiba obat alfa-2 agonis dapat
menyebabkan rebound hypertension (naiknya tekanan darah melebihi tekanan
darah sebelum pengobatan) ; paling efektif bila diberikan bersama diuretik untuk
mengurangi retensi cairan.