Anda di halaman 1dari 13

NAMA : Tomi Zakaria

NIM : 751440119095
KELAS : 1C DIII KEPERAWATAN
TUGAS : FARMAKOLOGI (OBAT HIPERTENSI)
1. DIURETIK

Diuretik, terutama golongan thiazid, adalah obat lini pertama untuk kebanyakan pasien
dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan untuk mengontrol tekanan darah, diuretik
salah satu obat yang direkomendasikan.
Diuretik bekerja meningkatkan eskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan
volume darah dan cairan ekstraseluler. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga
menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensi. Efek ini diduga akibat
penurunan natrium di ruang interstitial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang
selanjutnya menghambat influks kalsium (Nafrialdi, 2007).
a) Mekanisme kerja obat
Telah lama diketahui bahwa pembatasan natrium melalui diet dapat menurunkan tekanan
darah pada penderita hipertensi. Diuretika menurunkan tekanan darah terutama melalui
penurunan natrium. Pada awal pemberian diuetika terjadi penurunan volume darah dan
cardiac output. PVR dapat meningkat. Setelah 6-8 minggu CO kembali normal
sedangkan PVR menurun. Natrium diyakini memiliki kontribusi terhadap PVR melalui
peningkatan kekakuan vaskular dan reaktivitas neural, yang mungkin menyebabkan
peningkatan pertukaran Na-Ca, dengan hasil peningkatan kalsium intraselular. Beberapa
diuretika memiliki efek vasodilatasi, misalnya indapamide.

b) Contoh diuretik :
1) Diuretik Tiazid
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens ansa henle tebal,
yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin diperlukan karena
efeknya yang boros kalium.
 Efek samping : Peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid dapat mengakibatkan
hipokalemia, hiponatriemi, dan hipomagnesiemi. Hiperkalsemia dapat terjadi
karena penurunan ekskresi kalsium. Interferensi dengan ekskresi asam urat dapat
mengakibatkan hiperurisemia, sehingga penggunaan tiazid pada pasien gout harus
hati‐hati. Diuretik tiazid juga dapat mengganggu toleransi glukosa (resisten
terhadap insulin) yang mengakibatkan peningkatan resiko diabetes mellitus tipe 2.
Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia, menyebabkan
peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan HDL. 25% pria yang mendapat
diuretic tiazid mengalamiimpotensi, tetapi efek ini akan hilang jika pemberian
tiazid dihentikan.
 Contoh obat : ( Tablet Hydroclorothiazide ( Htc ) )
Golongan obat antihipertensi ini merupakan obat antihipertensi yang prosesnya
melalui pengeluaran cairan tubuh via urin. Golongan antihipertensi ini cukup
cepat menurunkan tekanan darah namun dengan prosesnya yang melalui
pengeluaran cairan, ada kemungkinan besar potassium ( kalium ) terbuang.
 Sediaan obat : Tablet
 Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium sehingga
volume darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer menurun. Dan
menghambat reabsorpsi natrium dan klorida dalam pars asendens ansa henle tebal
dan awal tubulus distal. Hilangnya K+, Na+, dan Cl- menyebabkan peningkatan
pengeluaran urin 3x. Hilangnya natrium menyebabkan turunnya GFR.
 Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Didistribusi
keseluruh ruang ekstrasel dan hanya ditimbun dalam jaringan ginjal.
 Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal jantung, cirrhosis
hati, gagal ginjal kronis, hipertensi, Obat awal yang ideal untuk hipertensi, edema
kronik, hiperkalsuria idiopatik. Digunakan untuk menurunkan pengeluaran urin
pada diabetes inspidus (GFR rendah menyebabkan peningkatan reabsorpsi dalam
nefron proksimal, hanya berefek pada diet rendah garam)
 Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia, hipertensi pada
kehamilan, hiperurisemia, hiperkalsemia, oliguria, anuria, kelemahan, penurunan
aliran plasenta, alergi sulfonamide, gangguan saluran cerna.
 Dosis : Dewasa 25 – 50 mg/hr
Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/ 12 – 24 jam
2) Loop Diuretic
Lebih potensial dibandingkan tiazid dan harus digunakan dengan hati- hati untuk
menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat mengakibatkan hipokalemia, sehingga
kadar kalium harus dipantau ketat. (Furosemid/Lasix)
 Contoh obat : FUROSEMIDE
 Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix,
uresix.
 Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi.
 Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli
ke dalam intersitiumpada ascending limb of henle dan menghambat
reabsorpsi klorida dalam pars asendens ansa henle tebal. K+ banyak hilang
ke dalam urin.
 Indikasi : Diuretik yang dipilih untuk pasien dengan GFR rendah dan
kedaruratan hipertensi. Juga edema, edema paru dan untuk mengeluarkan
banyak cairan. Kadangkala digunakan untuk menurunkan kadar kalium
serum. Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung
kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi.
 Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
 Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
Hiponatremia, hipokalemia, dehidrasi, hiperglikemia, hiperurisemia,
hipokalsemia, ototoksisitas, alergi sulfonamide, hipomagnesemia,
alkalosis hipokloremik, hipovolemia.
 Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek ototoksit
meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh diberikan
bersama asam etakrinat. Toksisitas silisilat meningkat bila diberikan
bersamaan.
 Dosis : Dewasa 40 mg/hr
Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr
3) Diuretik Hemat Kalium/antagonos reseptor aldosteron

Meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil menahan kalium. Obat- obat ini
dipasarkan dalam gabungan dengan diuretic boros kalium untuk memperkecil
ketidakseimbangan kalium. (Spirinolactone)
 Contoh obat :AMILORID (MIDAMOR)
 Mekanisme Kerja : secara langsung meningkatkan ekskresi Na+ menurunkan
sekresi K+ dalam tubulus kontortus distal.
 Indikasi : Digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat K+ mengurangi
efek hipokalemik. Dapat mengoreksi alkalosis metabolik.
 Efek tak diinginkan : Hiperkalemia, kekurangan natrium atau air. Pasien dengan
diabetes militus dapat mengalami intoleransi glukosa.

1. Obat-obatan yang mempengaruhi fungsi saraf simpatis (Obat-obatan


simpatoplegia)

Digunakan pada hipertensi sedang. Pada obat yang bekerja pada susunan saraf
pusat dapat menyebabkan sedasi, depresi mental serta gangguan tidur.
a. Beta blocker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Pada penderita diabetes
melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana
kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi
penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran
pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.

 Contoh obatnya antaralain :


1) Atenolol (Beta Bloker)
Golongan ini merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah
bekerja dengan melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar
pembuluh darah.
 Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol.
 Sediaan obat : Tablet
 Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer,
efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat
aktivasi adrenoseptor di ginjal.
 Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia
 Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi,
bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
 Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur, kulit
kemerahan, impotensi.
 Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama
insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia
perifer berat bila diberi bersama alkaloid ergot.
 Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr

2) Metoprolol (Beta Bloker)


 Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
 Sediaan obat : Tablet
 Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi
perifer, efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin
akibat aktivasi adrenoseptor beta 1 di ginjal.
 Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari.
 Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan
simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah.
Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
 Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pektoris
 Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok
kardiogenik, gagal jantung tersembunyi
 Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare
 Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
 Dosis : 50 – 100 mg/kg

3) Propranolol (Beta Bloker)


 Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
 Sediaan obat : Tablet
 Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah
jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik
di pusat vasomotor otak.
 Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu
paruhnya pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah
berikatan dengan protein dan akan bersaing dengan obat – obat lain yang juga
sangat mudah berikatan dengan protein.
 Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan
simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah.
Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
 Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis
subaortik hepertrofi, miokard infark, feokromositoma \
 Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan blok
jantung tingkat II dan III, gagal jantung kongestif. Hati – hati pemberian pada
penderita biabetes mellitus, wanita haminl dan menyusui.
 Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme,
agranulositosis, depresi.
 Interaksi obat : hati – hati bila diberikan bersama dengan reserpine karena
menambah berat hipotensi dan kalsium antagonis karena menimbulkan
penekanan kontraktilitas miokard. Henti jantung dapat terjadi bila diberikan
bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital, rifampin meningkatkan
kebersihan obat ini. Simetidinmenurunkan metabolism propranolol. Etanolol
menurukan absorbsinya.

b. Antagonis Reseptor-Alfa

Menghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal berespon
terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.
1) Obat Anti Adregernik Sentral, contoh : METILDOPA
 Nama Dagang: Dopamet (Alpharma) , Medopa (Armoxindo), Tensipas
(Kalbe Farma), Hyperpax (Soho)
 Indikasi: Hipertensi, bersama dengan diuretika, krisis hipertensi jika tidak
diperlukan efek segera.
 Kontraindikasi: depresi, penyakit hati aktif, feokromositoma, porfiria, dan
hipersensitifitas
 Efek samping: mulut kering, sedasi, depresi, mengantuk, diare, retensi cairan,
kerusakan hati, anemia hemolitika, sindrom mirip lupus eritematosus,
parkinsonismus, ruam kulit, dan hidung tersumbat
 Peringatan: mempengaruhi hasil uji laboratorium, menurunkan dosis awal
pada gagal ginjal, disarqankan untuk melaksanakan hitung darah dan uji
fungsi hati, riwayat depresi
 Dosis dan aturan pakai: oral 250mg 2 kali sehari setelah makan, dosis
maksimal 4g/hari, infus intravena 250-500 mg diulangi setelah enam jam jika
diperlukan.

2) Obat Antiadrenergik Perifer : RESERPIN (MIS. SERPASIL)


 Mekanisme kerja : sebagian mengosongkan simpanan katekolamin pada system
saraf perifer dan mungkin pada SSP.Menurunkan resistensi perifel total,
frekuensi jantung, dan curah jantung.
 Indikasi : jarang digunakan untuk hipertensi ringan sampai sedang. Tidak
dianjurkan pada kelainan psikiatri.
 Efek tak diinginkan : “dominan parasimpatik” (brakikardi, diare,
bronkokonstriksi, peningkatan sekresi), penurunan kontraktilitas dan curah
jantung, hipotensi postural (mengosongkan norepinefrin sehingga menghambat
vasokonstriksi), ulkus peptikum, sedasi, dan depresi bunuh diri, gangguan
ejakulasi, ginekomastia. Risiko hipertensi balik rendah karena durasi kerja lama.
3) Guanetidin (Mis. Esimel)
 Mekanisme kerja : ditempatkan ke dalam ujung saraf adrenergic. Awalnya
melepaskan norepinefrin (meningkatkan tekanan darah dan frekuensi jantung).
Lalu mengosongkan norepinefrin dari terminal dan mengganggu pelepasannya.
Kemudian tidak terjadi refleks takikardi karena kosongnya norepinefrin.
 Indikasi : hipertensi berat jika obat lain gagal. Jarang digunakan. Efek tak
diinginkan : peningkatan awal frekuensi jantung dan tekanan darah (disebabkan
pelepasan norepinefrin). Hipotensi ortostatik dan saat istirahat. Brakikardi,
menurunnya curah jantung, dispnea pada pasien PPOM, kongesti hidung berat.

2. VASODILATOR
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin.
Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit
kepala dan pusing.
a. Hidralazin
 Nama paten : Aproseline
 Sediaan obat : Tablet
 Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi
perifer menurun, meningkatkan denyut jantung.
 Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
 Kontraindikasi : gagal ginjal, penyakit reumatik jantung.
 Dosis : 50 mg/hr, dibagi 2 – 3 dosis.
 Tingkat keamanan obat menurut (FDA) :
 Efek samping : sakit kepala, takikardia, gangguan saluran cerna, muka
merah, kulit kemerahan.
 Interaksi obat : hipotensi berat terjadi bila diberikan bersama diazodsid.
 Tingkat Keamanan Menurut FDA : Kategori C

b. Diazoksid (Hyperstat)
 Mekanisme kerja : menurunkan resistensi vascular perifer, mungkin
dengan mengantagonis kalsium. Juga meningkatkan kadar glukosa serum
dengan menekan pelepasan insulin dan meningkatkan pelepasan glukosa
hati.
 Indikasi : kontrol jangka pendek hipertensi berat di rumah sakit.
Hipoglikemia akibat hiperinsulinisme yang refrakter terhadap bentuk
pengobatan lain.
 Efek tak diinginkan : retensi air dan natrium dan efek kardiovaskular
yang disebabkannya. Hiperglikemia, gangguan saluran cerna, hirsurisme,
efek samping skstrapiramidal.

3. ANTAGONIS ANGIOTENSIN
Reninyang dikeluarkan oleh korteks ginjal dirangsang oleh penurunan tekanan
arteri renal, simpati,Peningkatan konsentrasi natrium pada tubulus distalis ginjal. Renin
Bekerja dengan cara memecah decapeptide angiontensin I. Angiotensin I Diubah oleh
ACE (angiotensin-converting enzyme) menjadi Angiotensin II Di paru-paru. Angiotensin
II Merupakan vasokonstriktor .
Jenis obat penghambat angiotensin
a. Angiotensin-Coverting enzyme inhibitors (ACE-inhibitors), misalnya captopril,
enalapril, lisinopril.
Menekan sintesis angiotensin II, suatu vasokonstriktor poten. Selain itu, penghambat
ACE dapat menginduksi pembentukan vasodilator dalam tubuh. Berfungsi untuk
menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang diperlukan untuk
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan tekanan darah
baik secara langsung menurunkan resisitensi perifer. Dan angiotensin II diperlukan
untuk sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatkan pengeluaran netrium melalui
urine sehingga volume plasma dan curah jantung menurun.
1) KAPTOPRIL
 Nama paten : Capoten, Zestril
 Sediaan obat : Tablet
 Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
menurunkan angiotensin II yang berakibat menurunnya pelepasan renin
dan aldosterone.dan menghambat ACE pada paru-paru, yang mengurangi
sintesis vasokonstriktor, angiotensin II. Menekan aldosteron,
mengakibatkan natriuesis. Dapat merangsang produksi vasodilator
(bradikinin, prostaglandin).
 Indikasi : hipertensi, gagal jantung. hipertensi, terutama berguna untuk
hipertensi dengan rennin tinggi. Obat yang disukai untuk pasienhipertensi
dengan nefropatidiabetik karena kadar glukosa tidak dipengaruhi.
 Kontraindikasi : hipersensivitas, hati – hati pada penderita dengan
riwayat angioedema dan wanita menyusui. Dan semua penghambat ACE :
dosis pertama hipotensi, pusing, proteinuria, ruam, takikardi, sakit kepala.
Kaptopril jarang menyebabkan agrunolositosis atau neutropenia
 Dosis : 2 – 3 x 25 mg/hr.
 Tingkat keamanan obat menurut (FDA) : Meskipun ACE Inhibitor dan
ARBs memiliki factor resiko kategori C pada kehamilan trimester satu,
dan kategori D pada trimester dua dan tiga
 Efek samping : batuk, kulit kemerahan, konstipasi, hipotensi, dyspepsia,
pandangan kabur, myalgia.
 Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika.
Tidak boleh diberikan bersama dengan vasodilator seperti nitrogliserin
atau preparat nitrat lain. Indometasin dan AINS lainnya menurunkan efek
obat ini. Meningkatkan toksisitas litium.

b. Angiotensin-Reseptor Blockers (ARB), misalnya : losartan, valsartan Angitensinogen


II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur enzim: RAAS (Renin Angiotensin
Aldosterone System) yang melibatkan ACE, dan jalan alternatif yang menggunakan
enzim lain seperti chymase. ACEI hanya menghambat efek angiotensinogen yang
dihasilkan melalui RAAS, ARB menghambat angiotensinogen II dari semua jalan.
Oleh karena perbedaam ini, ACEI hanya menghambat sebagian dari efek
angiotensinogen II (Saseen dan Maclaughlin, 2008).
ARB menghambat secara langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1 (AT1) yang
memediasi efek angiotensinogen II yang sudah diketahui pada manusia:
vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon
antidiuretik dan konstriksi arteriol efferen dari glomerulus. ARB tidakmemblok
reseptor angiotensinogen tipe 2 (AT2). Jadi efek yang menguntungkan dari stimulasi
AT2 (seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan, dan penghambatan pertumbuhan sel)
tetap utuh dengan penggunaan ARB (Saseen dan Maclaughlin, 2008).
4. PENGHAMBAT KALSIUM CHANNEL
Antagonis kalsium menghambat arus masuk ion kalsium melalui saluran lambat
membran sel yang aktif. Golongan ini mempengaruhi sel miokard jantung, dan sel otot
polos pembuluh darah, sehingga mengurangi kemampuan kontraksi miokard,
pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung, dan tonus vaskuler sistemik
atau koroner. Pemilihan obat-obat golongan antagonis kalsium berbeda-beda berdasarkan
perbedaan lokasi kerja, sehingga efek terapetiknya tidak sama, dengan variasi yang lebih
luas daripada golongan beta bloker. Terdapat beberapa perbedaan penting di antara obat-
obat golongan antagonis kalsium verapamil, diltiazem, dan dihidropiridin (amlodipin,
felodipin, isradipin, lasidipin, lerkanidipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin, dan
nisoldipin). Verapamil dan diltiazem biasanya harus dihindari pada gagal jantung karena
dapat menekan fungsi jantung sehingga mengakibatkan perburukan klinis.
 Contoh obat :
1. AMLODIPIN
 Indikasi: hipertensi, profilaksis angina.
 Peringatan: lihat kehamilan (lampiran 4), gangguan fungsi hati
(lampiran 2).
 Interaksi: lihat lampiran 1 (antagonis kalsium).
 Kontraindikasi: syok kardiogenik, angina tidak stabil, stenosis aorta
yang signifikan, menyusui (lampiran 5).
 Efek Samping: nyeri abdomen, mual, palpitasi, wajah memerah,
edema, gangguan tidur, sakit kepala, pusing, letih;
Jarang terjadi, gangguan saluran cerna, mulut kering, gangguan
pengecapan, hipotensi, pingsan, nyeri dada, dispnea, rhinitis,
perubahan perasaan, tremor, paraestesia, gangguan kencing, impoten,
ginekomastia, perubahan berat badan, mialgia, gangguan penglihatan,
tinitus, pruritus, ruam kulit (termasuk adanya laporan eritema
multiform), alopesia, purpura dan perubahan warna kulit;
Sangat jarang, gastritis, pankreatitis, hepatitis, jaundice, kolestasis,
hiperplasia pada gusi, infark miokard, aritmia, vaskulitis, batuk,
hiperglikemia, trombositopenia, angioedema dan urtikaria.
 Dosis: hipertensi atau angina, dosis awal 5 mg sekali sehari; maksimal
10 mg sekali sehari.

2. DILTIAZEN HIDROKLORIDA
 Indikasi: pengobatan angina pektoris; profilaksis angina pektoris
varian; hipertensi esensial ringan sampai sedang.
 Peringatan: kurangi dosis pada pasien gangguan fungsi hati dan
ginjal; gagal jantung atau gangguan bermakna fungsi ventrikel kiri
yang bermakna , bradikardi (hindarkan jika berat), blokade AV derajat
satu, atau perpanjangan interval PR.
 Interaksi: lihat antagonis kalsium (lampiran
 Kontraindikasi: bradikardi berat, gagal jantung kongesti (denyut
jantung di bawah 50 denyut/menit); gagal ventrikel kiri dengan
kongesti paru, blokade AV derajat dua atau tiga (kecuali jika
digunakan pacu jantung), sindrom penyakit sinus (sinus bradikardi,
sinus ares, sinus atrial); kehamilan; menyusui (lampiran 4);
hipersensitif terhadap diltiazem.
 Efek Samping: bradikardi, blokade sinoatrial, blokade AV, jantung
berdebar, pusing, hipotensi, malaise, asthenia, sakit kepala, muka
merah dan panas, gangguan saluran cerna, edema (terutama pada
pergelangan kaki); jarang terjadi ruam kulit (termasuk eritema
multiforme dan torn dermatitis), fotosensitif; dilaporkan juga hepatitis,
gynaecomastia, hiperplasia gusi, sindrom ekstrapiramidal, dan depresi.
 Dosis: hipertensi esensial ringan sampai sedang, dewasa oral 100-200
mg satu kali sehari

3. FELODIPIN
 Indikasi: hipertensi, angina.
 Peringatan: hentikan bila terjadi nyeri iskemik; gangguan hati;
menyusui; hindari sari buah grapefruit (mempengaruhi metabolisme).
 Interaksi: lihat lampiran1 (antagonis kalsium).
 Kontraindikasi: kehamilan.
 Efek Samping: muka merah, sakit kepala, palpitasi, pusing, fatigue,
edema kaki, ruam kulit dan gatal, hiperplasia, demam, impoten.
 Dosis: hipertensi, dosis awal 5 mg (usia lanjut 2,5 mg) sehari pada
pagi hari; dosis penunjang lazim 5-10 mg sekali sehari; jarang
diperlukan dosis di atas 20 mg sehari.
Angina, dosis awal 5 mg sehari pada pagi hari, jika perlu tingkatkan
sampai 10 mg sekali sehari.

4. ISRADIPIN
 Indikasi: hipertensi.
 Peringatan: sindrom sinus (jika penggunaan pacemaker tidak sesuai);
hindari minuman grapefruit (dapat mempengaruhi metabolisme);
kurangi dosis pada gangguan fungsi ginjal atau hati; kehamilan
(lampiran 4).
 Interaksi: lihat lampiran 1 (antagonis kalsium).
 Kontraindikasi: syok kardiogenik; stenosis aorta sempit atau
simptomatik; penggunaan dalam 1 bulan setelah serangan infark
miokard; angina tidak stabil, menyusui (lampiran 5).
 Efek Samping: sakit kepala, wajah memerah, pusing, takikardi dan
palpitasi, edema perifer terlokalisir; hipotensi, tidak lazim; jarang
terjadi, berat badan bertambah, letih, rasa tidak nyaman pada
abdomen, ruam kulit.
 Dosis: 2,5 mg dua kali sehari (1,25 mg dua kali sehari pada lansia,
gangguan fungsi ginjal atau hati); jika perlu dapat ditingkatkan setelah
3-4 minggu menjadi 5 mg dua kali sehari (hingga 10 mg dua kali
sehari); dosis penunjang 2,5 atau 5 mg satu kali sehari.

5. LASIDIPIN
 Indikasi: hipertensi.
 Peringatan: abnormalitas konduksi jantung; volume jantung rendah;
hentikan penggunaan jika terjadi nyeri iskemik yang terjadi segera
setelah awal penggunaan atau jika terjadi syok kardiogenik, hindari
sari buah grapefruit (dapat mempengaruhi metabolisme); gangguan
fungsi hati (Lampiran 2).
 Interaksi: lihat lampiran 1 (antagonis kalsium).
 Kontraindikasi: stenosis aorta; hindari penggunaannya 1 bulan
setelah serangan infark miokard; kehamilan (lampiran 4); menyusui
(lampiran 5).
 Efek Samping : sakit kepala, wajah memerah, edema, pusing,
palpitasi; juga astenia, ruam kulit (termasuk pruritus dan eritema),
gangguan saluran cerna, hiperplasia pada gusi, kram otot, poliuria,
nyeri dada (lihat peringatan), gangguan perasaan.
 Dosis: Awal, 2 mg sebagai dosis tunggal per hari, diminum pada pagi
hari; ditingkatkan setelah 3-4 minggu menjadi 4 mg sehari, jika perlu
dapat ditingkatkan lagi menjadi 6 mg per hari.

6. LERKANIDIPIN
 Indikasi: pengobatan hipertensi essensial ringan sampai sedang.
 Peringatan: Pasien dengan sick sinus syndrome, pasien dengan
disfungsi LV, peningkatan risiko kardiovaskular pada pasien dengan
penyakit jantung iskemik, kehamilan dan menyusui.
 Interaksi: ketokonazol, itrakonazol, ritonavir, eritromisin,
troleandomisin dan siklosporin dapat meningkatkan kadar plasma
lerkanidipin sehingga harus dihindari. Pemberian bersamaan dengan
midazolam 20 mg dapat meningkatkan absorpsi lerkanidipin. Harus
diperhatikan pemberian bersamaan dengan terfenadin, astemizol,
amiodaron dan kuinidin. Pemberian dengan fenitoin, karbamazepin,
rifampisin dapat mengurangi efek antihipertensi dan tekanan darah
harus dimonitor lebih sering. Interaksi dengan makanan: tidak boleh
diberikan bersamaan dengan sari buah grapefruit karena dapat
meningkatkan efek hipotensif.
 Kontraindikasi: hipersensitif, kehamilan dan menyusui.
 Efek Samping: Umum: kemerahan, edema perifer, palpitasi,
takikardia, sakit kepala, pusing, asthenia;
Tidak umum: fatigue, gangguan pencernaan seperti dispepsia, mual,
muntah, sakit perut dan diare, poliuria, ruam, somnolence, mialgia;
Jarang: hipotensi dan gingival hiperplasia.Beberapa dihidropiridin
dapat menyebabkan sakit precordial dan angina pektoris.
 Dosis: Dosis yang dianjurkan 10 mg secara oral sekali sehari minimal
15 menit sebelum makan. Dosis dapat ditingkatkan hingga 20 mg
tergantung respon tiap individu.

7. NIFEDIPIN
 Indikasi: profilaksis dan pengobatan angina; hipertensi.
 Peringatan: hentikan jika terjadi nyeri iskemik atau nyeri yang ada
memburuk dalam waktu singkat setelah awal pengobatan; cadangan
jantung yang buruk; gagal jantung atau gangguan fungsi ventrikel kiri
yang bermakna (memburuknya gagal jantung teramati); hipotensi
berat; kurangi dosis pada gangguan hati; diabetes mellitus; dapat
menghambat persalinan; menyusui; hindari sari
buah grapefruit (mempengaruhi metabolisme).
 Interaksi: lihat lampiran 1 (antagonis kalsium).
 Kontraindikasi: syok kardiogenik; stenosis aorta lanjut; kehamilan
(toksisitas pada studi hewan); porfiria.
 Efek Samping: pusing, sakit kepala, muka merah, letargi; takikardi,
palpitasi; juga edema kaki, ruam kulit (eritema multiform dilaporkan),
mual, sering kencing; nyeri mata, hiperplasia gusi; depresi dilaporkan;
telangiektasia dilaporkan.
 Dosis: angina dan fenomena Raynaud, sediaan konvensional, dosis
awal 10 mg (usia lanjut dan gangguan hati 5 mg) 3 kali sehari dengan
atau setelah makan; dosis penunjang lazim 5-20 mg 3 kali sehari;
untuk efek yang segera pada angina: gigit kapsul dan telan dengan
cairan.
Hipertensi ringan sampai sedang dan profilaksis angina: sediaan lepas
lambat, 30 mg sekali sehari (tingkatkan bila perlu, maksimum 90 mg
sekali sehari) atau 20 mg 2 kali sehari dengan atau setelah makan
(awalnya 10 mg 2 kali sehari, dosis penunjang lazim 10-40 mg 2 kali
sehari).

8. NIKARDIPIN
 Indikasi: krisis hipertensi akut selama operasi, hipertensi dalam
keadaan darurat.
 Peringatan: pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal, pasien
dengan stenosis aorta. Tekanan darah dan denyut jantung harus terus
dimonitor selama menggunakan obat ini.
 Interaksi: beta bloker (propranolol, dll), fentanil, digoksin, dantrolen
natrium, tandospiron sitrat, nitrogliserin, relaksan otot (pankuronium
bromida, vekuronium bromida, dll), immunosupresan (siklosporin,
takrolimus hidrat, dll), fenitoin, rifampisin, simetidin, intravena-
protease inhibitor (sakuinavir, ritonavir, dll), antifungi azol
(itrakonazol, dll), obat-obat hipotensif lainnya.
 Kontraindikasi: pasien dengan hemostasis tidak lengkap yang diikuti
dengan perdarahan intrakranial, pasien dengan tekanan intrakranial
meningkat pada tahap akut stroke serebral, hipersensitif.
 Efek Samping: ileus paralitik, hipoksemia, edema paru, dispnea, nyeri
angina, trombositopenia, gangguan fungsi hati dan jaundice,
takikardia, perubahan EKG, hipotensi; pada pasien dengan gagal
jantung akut: meningkatkan tekanan arteri paru, penurunan indeks
jantung, takikardia ventrikel dan sianosis; palpitasi, muka merah,
extrasistol ventrikel, blokade atrioventrikel, malaise menyeluruh,
disfungsi hati (peningkatan GOT dan GPT), peningkatan BUN atau
kreatinin, erupsi, sakit kepala, peningkatan suhu tubuh, penurunan
volume urin, penurunan kadar kolesterol dalam darah, rigor
(kaku), back pain, peningkatan kadar serum kalium, flebitis.
 Dosis:Nikardipin injeksi diencerkan dahulu dengan injeksi glukosa 5%
atau larutan salin fisiologis hingga diperoleh 0,01%-0,02% larutan
nikardipin hidroklorida (0,1-1,2 mg/mL). Untuk krisis hipertensi akut
selama operasi, secara intra vena, dosis 2-10 mcg/kg bb/menit sampai
tercapai tekanan darah yang diinginkan, dapat ditingkatkan dengan
tetap memantau tekanan darah. Untuk pengurangan tekanan darah
yang lebih cepat, dosis 10-30 mcg/kg bb/menit dapat digunakan.
Hipertensi dalam keadaan darurat, secara intravena, dosis 0,5 mcg /kg
bb/menit sampai tercapai tekanan darah yang diinginkan, dapat
ditingkatkan dengan tetap memantau tekanan darah.

Anda mungkin juga menyukai