Dosen Pengampu :
Fani Hanifah.,S.ST,M.Keb
Disusun Oleh:
Sisca Dwi Tresyana (10180000001)
Elfira Aprillia (10180000002)
Ilfa Resya Lestaluhu (10180000003)
Novelina silalahi (10180000005)
Sri Yunita Patty (10180000006)
Alifa Intan Al-Muttahasin (10180000008)
Monika Fransiska Dhao(10180000083)
2020
A. HIPERTENSI
1. DIURETIK
adalah berawal dari efeknya meningkatkan ekskresi natrium, klorida, dan air,
sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel. TD turun akibat
berkurangnya curah jantung, sedangkan resistensi perifer tidak berubah pada awal
terapi. Pada pemberian kronik, volume plasma kembali tetapi masih kira-kira 5%
dibawah nilai sebelum pengobatan. Curah jantung kembali mendekati normal.TD tetap
turun karena sekarang resistensi perifer menurun. Vasodilatasi perifer yang terjadi
kemudian tampaknya bukan efek langsung tiazid tetapi karena adanya penyesuaian
pembuluh darah perifer terhadap pengurangan volume plasma yang terus-menerus.
Kemungkinan lain adalah berkurangnya volume cairan interstisial berakibat
berkurangnya kekakuan dinding pembuluh darah dan bertambahnya daya lentur
(compliance) vaskular.
Menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada pars asendens ansa henle tebal,
yang menyebabkan diuresis ringan. Suplemen kalium mungkin diperlukan karena
efeknya yang boros kalium.
Golongan obat antihipertnsi ini merupakan obat antihipertensi yang prosesnya melalui
pengeluaran cairan tubuh via urin. Golongan antihipertensi ini cukup cepat
menurunkan tekanan darah namun dengan prosesnya yang melalui pengeluaran cairan,
ada kemungkinan besar potassium ( kalium ) terbuang.
Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal jantung, cirrhosis
hati, gagal ginjal kronis, hipertensi, Obat awal yang ideal untuk hipertensi, edema
kronik, hiperkalsuria idiopatik. Digunakan untuk menurunkan pengeluaran urin pada
diabetes inspidus (GFR rendah menyebabkan peningkatan reabsorpsi dalam nefron
proksimal, hanya berefek pada diet rendah garam)
Dosis :
Lebih potensial dibandingkan tiazid dan harus digunakan dengan hati-hati untuk
menghindari dehidrasi. Obat-obat ini dapat mengakibatkan hipokalemia, sehingga
kadar kalium harus dipantau ketat. (Furosemid/Lasix)
1) FUROSEMIDE
Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix, uresix.
Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke
dalam intersitium pada ascending limb of henle dan menghambat reabsorpsi klorida
dalam pars asendens ansa henle tebal. K+ banyak hilang ke dalam urin.
Indikasi : Diuretik yang dipilih untuk pasien dengan GFR rendah dan
kedaruratan hipertensi. Juga edema, edema paru dan untuk mengeluarkan banyak
cairan. Kadangkala digunakan untuk menurunkan kadar kalium serum.Edema paru
akut, edema yang disebabkan penyakit jantung kongesti, sirosis hepatis, nefrotik
sindrom, hipertensi.
Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare. Hiponatremia,
hipokalemia, dehidrasi, hiperglikemia, hiperurisemia, hipokalsemia, ototoksisitas,
alergi sulfonamide, hipomagnesemia, alkalosis hipokloremik, hipovolemia.
Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr
Meningkatkan ekskresi natrium dan air sambil menahan kalium. Obat-obat ini
dipasarkan dalam gabungan dengan diuretic boros kalium untuk memperkecil
ketidakseimbangan kalium. (Spirinolactone)
Indikasi : Digunakan bersama diuretik lain karena efek hemat K+ mengurangi
efek hipokalemik. Dapat mengoreksi alkalosis metabolik.
Efek tak diinginkan : Hiperkalemia, kekurangan natrium atau air. Pasien dengan
diabetes militus dapat mengalami intoleransi glukosa.
Indikasi : digunakan dengan tiazid untuk edema (pada gagal jantung kongestif),
sirosis, dan sindrom nefrotik. Juga untuk mengobati atau mendiagnosis hiperaldo-
steronisme. Efek tak diinginkan : seperti amilorid. Juga menyebabkan
ketidakseimbangan endokrin (jerawat, kulit berminyak, hirsutisme, ginekomastia).
Mekanisme Kerja : secara langsung menghambat reabsorpsi Na+ serta sekresi
K+ dan H+ dalam tubulus koligentes.
Efek tak diinginkan : dapat menyebabkan urin menjadi biru dan menurunkan
aliran darah ginjal. Lain-lain seperti amilorid.
Menarik air ke urin, tanpa mengganggu sekresi atau absorpsi ion dalam ginjal.
(Manitol/Resectisol)
Mekanisme kerja : secara osmotic menghambat reabsorpsi natrium dan air.
Awalnya menaikkan volume plasma dan tekanan darah.
Indikasi : gagal ginjal akut, glaucoma, sudut tertutup akut, edema otak, untuk
menghilangkan kelebihan dosis beberapa obat.
Efek tak diinginkan : sakit kepala, mual, muntah, menggigil, pusing, polidipsia,
letargi, kebingungan, dan nyeri dada.
Agonis adrenergik meningkatkan tekanan darah dengan merangsang jantung (reseptor
ß1) dan/atau membuat konstriksi pembuluh darah perifer (reseptor α1). Pada pasien
hipertensi, efek adrenergik dapat ditekan dengan menghambat pelepasan agonis
adrenergik atau melakukan antagonisasi reseptor adrenergik.
Bekerja pada reseptor Beta jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah
jantung.
Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
Golongan ini merupakan obat yang dipakai dalam upaya pengontrolan tekanan darah
bekerja dengan melalui proses memperlambat kerja jantung dan memperlebar
pembuluh darah.
Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer, efek
pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi
adrenoseptor di ginjal.
Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur, kulit
kemerahan, impotensi.
Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama insulin.
Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia perifer berat bila
diberi bersama alkaloid ergot.
Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi perifer,
efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi
adrenoseptor beta 1 di ginjal.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya
pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan
simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta
dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok
kardiogenik, gagal jantung tersembunyi
Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare
Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah jantung,
menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik di pusat
vasomotor otak.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya
pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah berikatan dengan
protein dan akan bersaing dengan obat – obat lain yang juga sangat mudah berikatan
dengan protein.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis subaortik
hepertrofi, miokard infark, feokromositoma
Menghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal berespon
terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.
1) METILDOPA
Indikasi: Hipertensi, bersama dengan diuretika, krisis hipertensi jika tidak
diperlukan efek segera.
Efek samping: mulut kering, sedasi, depresi, mengantuk, diare, retensi cairan,
kerusakan hati, anemia hemolitika, sindrom mirip lupus eritematosus, parkinsonismus,
ruam kulit, dan hidung tersumbat
Peringatan: mempengaruhi hasil uji laboratorium, menurunkan dosis awal pada
gagal ginjal, disarqankan untuk melaksanakan hitung darah dan uji fungsi hati, riwayat
depresi
Tingkat keamanan obat menurut (FDA) : Metildopa memiliki faktor resiko B
pada kehamilan
Dosis dan aturan pakai: oral 250mg 2 kali sehari setelah makan, dosis maksimal
4g/hari, infus intravena 250-500 mg diulangi setelah enam jam jika diperlukan.
OBAT ANTIADRENERGIK PERIFER
Indikasi : jarang digunakan untuk hipertensi ringan sampai sedang. Tidak dianjurkan
pada kelainan psikiatri.
C. ANTAGONIS KALSIUM
Menurunkan kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan mengintervensi
influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Penghambat kalsium memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan denyut jantung. Volume sekuncup
dan resistensi perifer.
Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui
slow cannel calcium.
Efek samping : bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran cerna.
Interaksi obat : menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama beta bloker.
Efek terhadap konduksi jantung dipengaruhi bila diberikan bersama amiodaron dan
digoksin. Simotidin meningkatkan efeknya.
Nama paten : Adalat, Carvas, Cordalat, Coronipin, Farmalat, Nifecard, Vasdalat.
Indikasi : hipertensi, angina yang disebabkan vasospasme coroner, gagal jantung
refrakter.
Kontraindikasi : gagal jantung berat, stenosis berat, wanita hamil dan menyusui.
Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker menimbulkan hipotensi berat
atau eksaserbasi angina. Meningkatkan digitalis dalam darah. Meningkatkan waktu
protombin bila diberikan bersama antikoagulan. Simetidin meningkatkan kadarnya
dalam plasma.
Mekanisme kerja : menghambat masuknya ion Ca ke dalam sel otot jantung dan
vaskuler sistemik sehingga menyebabkan relaksasi arteri coroner, dan menurunkan
resistensi perifer sehingga menurunkan penggunaan oksigen.
Efek samping : konstipasi, mual, hipotensi, sakit kepala, edema, lesu, dipsnea,
bradikardia, kulit kemerahan.
Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker bias menimbulkan efek negative
pada denyut, kondiksi dan kontraktilitas jantung. Meningkatkan kadar digoksin dalam
darah. Pemberian bersama antihipertensi lain menimbulkan efek hipotensi berat.
Meningkatkan kadar karbamazepin, litium, siklosporin. Rifampin menurunkan
efektivitasnya. Perbaikan kontraklitas jantung bila diberi bersama flekaind dan
penurunan tekanan darah yang berate bila diberi bersama kuinidin. Fenobarbital
nemingkatkan kebersihan obat ini.
Dosis : 3 x 80 mg/hr
3. VASODILATOR
1) KAPTOPRIL
Indikasi : hipertensi, gagal jantung. hipertensi, terutama berguna untuk hipertensi
dengan rennin tinggi. Obat yang disukai untuk pasien hipertensi dengan
nefropatidiabetik karena kadar glukosa tidak dipengaruhi.
Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Tidak
boleh diberikan bersama dengan vasodilator seperti nitrogliserin atau preparat nitrat
lain. Indometasin dan AINS lainnya menurunkan efek obat ini. Meningkatkan
toksisitas litium.
2) RAMIPRIL
Tingkat keamanan obat menurut (FDA) : kategori C pada kehamilan trimester
satu, dan kategori D pada trimester dua dan tiga .namun obat tersebut berpotensi
menyebabkan tetatogenik.
Efek samping : batuk, pusing, sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung, susah
tidur.
Mencegah influks kalsium ke dalam sel-sel otot dinding pembuluh darah. Otot
polos membutuhkan influks kalsium ekstrasel untuk kontraksinya. Blockade influks
kalsium mencegah kontraksi, yang menyebabkan vasodilatasi.
C. VASODILATOR LANGSUNG
1) Hidralazin
Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi perifer
menurun, meningkatkan denyut jantung.
Efek samping : sakit kepala, takikardia, gangguan saluran cerna, muka merah,
kulit kemerahan.
Interaksi obat : hipotensi berat terjadi bila diberikan bersama diazodsid.
Indikasi : kontrol jangka pendek hipertensi berat di rumah sakit. Hipoglikemia
akibat hiperinsulinisme yang refrakter terhadap bentuk pengobatan lain.
Efek tak diinginkan : retensi air dan natrium dan efek kardiovaskular yang
disebabkannya. Hiperglikemia, gangguan saluran cerna, hirsurisme, efek samping
skstrapiramidal.
Merek
GolonganO Kontraindik Efek tak
dagan Indikasi
bat asi diharapkan
g
Ideal
untuk
hipert Hipokalemia,
Hydrodiu ensi, Ibu hamil, Hiperglikemi,Oligu
Tiazid
ril dan anuria ria, anuria,
edema hiperkalsemia
-
kronik
Untuk
darura
t
Dehidrasi,
Lasik hipert Kekurangan
Loop hipokalemia,
(furos ensi, elektrolit,
diuretic hiperglikemi,
emid) edema anuria
hipovolemia
, dan
edema
paru
Dapat
meng Hiperkalemia
Antagonis
Midamor oreksi berat Hiperkalemia,
reseptor
(amilo alkalo dengan kekurangan
aldostero
rid) sis suplemen natrium atau air
n
metab kalsium
olik
Tabel (Simpatolitik)
Efek tak
GolonganOba Merek kontraindikas
indikasi diharap
t Dagang i
kan
Hipertensi Hipotensi,
Kaptopril dengan pusing,
ACE inhibitor
(Capoten) renin ruam,
tinggi, takikardi
Vertigo,
Gangguan
ruam
fungsiginjal,
Losartan kulit,
Hipertensi anak-anak,
ARB (Lozaar ganggua
esensial kehamilan,
) n
masa
ortostati
menyusui
k
Tabel (Vasodilatator)
Golongan Merek Efek tak
indikasi kontraindikasi
Obat dagang diharapkan
Retensi cairan,
Penyakit
Apresolin Hipertensi palpitasi,
Hidralazin jantung
e sedang refleks
iskemik
takikardi
Hipertensi
Lesi otot
yang Penyakit
jantung,
Monoksidil Loniten belum jantung
hidralazin,
terkontr iskemik
hirsutisme,
ol
Hipotensi
Krisis
Nitroprusi berat,
Nipride hiperten
d hepatotoksis
si
itas
B. PREEKLAMSIA
a. Preeklampsia atau keracunan kehamilan sering juga disebut toksemia adalah suatu
kondisi yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil tapi tak terjadi pada wanita
yang tidak hamil. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya tekanan darah yang
diikuti oleh peningkatan kadar protein di dalam urine. Wanita hamil dengan
preeklampsia juga akan mengalami pembengkakan pada kaki dan tangan.
Preeklampsia umumnya muncul pada pertengahan umur kehamilan, meskipun
pada beberapa kasus ada yang ditemukan pada awal masa kehamilan.
c. Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
Diantaranya :
Magnesium sulfat.
Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa magnesium sulfat merupakan drug
of choice untuk mengobati kejang eklamptik (dibandingkan dengan diazepam dan
fenitoin). Merupakan antikonvulsan yang efektif dan membantu mencegah kejang
kambuh dan mempertahankan aliran darah ke uterus dan aliran darah ke fetus.
Magnesium sulfat berhasil mengontrol kejang eklamptik pada >95% kasus. Selain itu zat
ini memberikan keuntungan fisiologis untuk fetus dengan meningkatkan aliran darah ke
uterus.
Fenitoin
Fenitoin telah berhasil digunakan untuk mengatasi kejang eklamptik, namun diduga
menyebabkan bradikardi dan hipotensi. Fenitoin bekerja menstabilkan aktivitas neuron
dengan menurunkan flux ion di seberang membran depolarisasi. Keuntungan fenitoin
adalah dapat dilanjutkan secara oral untuk beberapa hari sampai risiko kejang eklamtik
berkurang. Fenitoin juga memiliki kadar terapetik dan penggunaannya dalam jangka
pendek sampai sejauh ini tidak memberikan efek samping yang buruk pada neonates.
Diazepam
Telah lama digunakan untuk menanggulangi kegawatdaruratan pada kejang
eklamptik. Mempunyai waktu paruh yang pendek dan efek depresi SSP yang signifikan.
Hidralazin
Merupakan vasodilator arteriolar langsung yang menyebabkan takikardi dan
peningkatan cardiac output.Hidralazin membantu meningkatkan aliran darah ke uterus
dan mencegah hipotensi. Hidralazin dimetabolisir di hati. Dapat mengontrol hipertensi
pada 95% pasien dengan eklampsia.
Labetalol
Merupakan beta-bloker non selektif. Tersedia dalam preparat IV dan per oral.
Digunakan sebagai pengobatan alternatif dari hidralazin pada penderita eklampsia. Aliran
darah ke uteroplasenta tidak dipengaruhi oleh pemberian labetalol IV.
Nifedipin
Merupakan Calcium Channel Blocker yang mempunyai efek vasodilatasi kuat
arteriolar. Hanya tersedia dalam bentuk preparat oral.
Klonidin
Merupakan agonis selektif reseptor 2 ( 2-agonis). Obat ini merangsang
adrenoreseptor 2 di SSP dan perifer, tetapi efek antihipertensinya terutama akibat
perangsangan reseptor 2 di SSP.
Cara Kerja/ Khasiat Obat Pre Eklamsia
1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang
2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
Pengobatan Konservatif.
Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka
dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4).
Pengobatan Obstetrik
1. Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin
2. Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan)
kondisi dan metabolisme ibu. Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat
tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya
dalam waktu 2 – 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi
selama 6 – 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan
penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia.
Indikasi/Kontraindikasi
Indikasi : Kejang bronkus pada semua jenis asma bronkial, bronkitis kronis dan
emphysema, Hipertensi, dapat digunakan tunggal atau kombinasi dengan deuritika
golongan tiazi,
a. Ibu
· Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
· Adanya tanda-tanda atau gejala impending eklampsia, kegagalan terapi
konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi terjadi kenaikan desakan
darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal, ada gejala-gejala status quo (tidak
ada perbaikan). Kontra indikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini,
hamil dan laktasi, anak
C. EKLAMSIA
Pengobatan : karena eklamsia merupakan keadaan gawat darurat yang sangat
berbahaya bagi keselamatan ibu dan anak, penderita harus dirawat di unit perawatan
intensif (ICU) bersama dengan disiplin ilmu lain yang terkait. Secara teoritis eklamsia
adalah penyakit yang disebabkan oleh kehamilan, maka pengobatan yang terbaik ialah
secepat mungkin mengakhiri kehamilan, misalnya dengan seksio sesaria. Namun,
dalam praktik terbukti bahwa hasilnya tidak terlalu memuaskan, terutama karna
operasi dilakukan pada penderita yang keadaannya sudah sedemikian buruk.
Morbiditas ibu pascasalin yang menjalani persalinan pervaginam ternyata masih
lebih baik dari pada yang menjalani seksio sesaria. Cunningham dan Pritchard (1997)
melaporkn keberhasilan perawatan 75% pasien (dari 209 kasus) eklamsia yang
dilahirkan pervaginam.
Tujuan pengobatan eklamsia ialah :
a. Mencegah kejang berulang
Kejang sangat merugikan karena sewaktu kejang, terjadi hipoksia, asidosis
respiratorik maupun metabolik serta kenaikan tekanan darah.
b. Menurunkan/ mengendalikan tekanan darah
Hipertensi adalah usaha badan untuk mengatasi vasospasme agar darah tetap
cukup mengalir keorgan-organ penting. Oleh sebab itu, penurunan takanan
darah harus dilakukan berangsur-angsur tidak boleh terlalu drastis :
1) Tekanan darah tidak boleh lebih turun dari 20% dalam 1 jam. Contoh,
maksimal dari 200/120 mmHg menjadi 160/95 mmHg dalam 1 jam
2) Tekanan darah tidak boleh kurang dari 140/90 mmHg.
c. Mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki diuresis dengan pemberian
cairan, misalnya 2A atau Ringer Laktat. Hipovolemia terjadi akibat air keluar
dari pembulu darah dan menyebabkan edema, oliguria sampai anuria bahkan
syok. Cairan harus diberikan dengan hati-hati karena dapat menimbulkan
hiperhidrasi dan edema paru. Oleh sebab itu, produksi urine dan tekanan vena
sentral harus terus dipantau :
1) Urine tidak boleh kurang dari 30 cc/ jam (oliguria = urine <16 cc/ jam,
sementara anuria = urine < 4cc/ jam
2) Tekanan vena sentral tidk melebihi 6-8 cm H2O
d. Mengatasi hipoksia dan asidosis dengan mengusahakan agar penderita
memperoleh 02 dan mempertahankan kebebasan jalan nafas.
e. Mengakhiri kehamilan tanpa memandang usia kehamilan, setelah kejang
teratas
A. Pengobatan medisinal
1. Obat anti kejang
Setelah pengalaman bertahun-tahun, disepakati bahwa obat pilihan mengatasi
kejang pada eklamsia adalah sulfas magnesikus (MgsO4). Cara pemberiannya
sama seperti preeklamsi berat
a. Terapi pilihan pada preeklamsia adalah magnesium sulft (MgsO4). Sebaiknya
MgsO4 diberikan terus-menerus per i.v atau berkala per i.m. pemberian i.v
terus-menerus menggunakan insfusion pump.
1) Dosis awal : 4 gram MgsO4 20% (20cc) dilarutkan kedalam 100 cc cairan
Ringer Laktat atau Ringer Dextroses selama 15-20 menit secara i.v.
2) Dosis pemeliharaan : 10 gram MgsO4 20% dalam 500 cc RL/RD dengan
kecepatan 1-2 gram perjm.
Pemberian i.m berkala
1) Dosis awal : 4 gram MgsO4 20% (20cc) i.v dengan keceptan 1 gram/
menit
2) Dosis pemeliharaan : 4 gram MgsO4 40% (10 cc) i.m setiap 4 jam .
tambahkan 1 cc lidokain 2% setiap pemberian i.m untuk mengurangi nyeri
dan panas.
Syarat pemberian MgsO4 :
1) Harus tersedia antidotum, yaitu kalsium glukonas 10% ( 1 gram dalam 10
cc)
2) Frekuensi pernafasan ≥ 16 kali permenit
3) Produksi urine ≥ 30 cc perjam (≥0,5 cc/ kg berat badan/jam)
4) Refleks patella positif
MgsO4 diberhentikan pemberiannya apabila :
1) Ada tanda-tanda intoksiskasi
2) Setelah 24 jam pasca persalinan
3) Dalam 6 jam pascasalin terjadi perbaikan (normotensif)
b. Diazepam
Dapat diberikan bila tidak tersedia MgsO4 sebagai obat pilihan. Diazepam i.v
diberikan dengan dosis 10 mg dan dapat diulang setelah 6 jam
2. Obat suportif
Anti hipertensi, kardiotonik, antipiretik, antibiotik, antinyeri dll, menurut indikasi
seperti preeklamsia berat. Obat antihipertensi pada preeklamsia berat yaitu
antihipertensi yang hanya diberikan bila tekanan darah sistolik > 180 mmHg
dan/atau diastolik > 110 mmHg. Berbagai obat yang dapat dipergunakan antara
lain :
a. Hidralazine 2 mg i.v dilanjutkan dengn 100 mg dalam 500 cc NaCl secara
titrasi sampai tekanan darah sistolik <170 mmHg dan diastolik <110 mmHg
b. Labetalol 20 mg bolus i.v. bila tidak berhasil menurunkan tekanan darah
selama 10 menit, labetalol dapat diulangi dengan pemberian 40 mg, lalu 80 mg
setiap 10 menit ( maksimal 220 mg) sampai tercapai tekanan darah yang
diinginkan.
c. Nifedipin 10 mg peroral setiap 30 menit (maksimal 120 mg/hari) sampai
tercapai tekanan darah yang diinginkan. Nifedipine tidak boleh diberikan
sublingual.
d. Obat-obat lain seperti metildopa, nikardipin, verapamil, nimodipin.
Lain-lain :
a. Diuretikum : tidak diberikan kecuali ada edema paru, gagal jantung kongestif
atau edema anasarka
b. Kardiotonika : bila ada tanda-tanda payah jantung
c. Anti piretik : bila ada demam
d. Antibiotik : bila ada tanda-tanda infeksi
e. Anti nyeri : bila penderita gelisah karna kesakitan
B. Pengelolaan obstetrik
Sikap dasar pengelolaan obstetrik adalah semua kehamilan dengan eklamsia
harus diakhiri tanpa memandang usia kehamilan dan keadaan janin. Waktu
pengakhiran kehamilan ditetapkan bila hemodinamika dan metabolisme ibu sudah
pulih/ stabil, yakni 4-8 jam setelah salah satu atau lebih dari keadaan-keadaan ini :
1. Setelah pemberian obat anti kejang
2. Setelah kejang terakhir
3. Setelah pemberian obat-obatan antihipertensi terakhir
4. Pasien mulai sadar (responsif)
PENUTUP
Kesimpulan :
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan
merupakan satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbidotas hipertensi dalam kehamilan
juga masih cukup tinggi.
Faktor risiko pada preeklamsi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu faktor
risiko maternal, faktor risiko medikal maternal, dan faktor risiko plasental atau
fetal. Sebab potensial yang mungkin menjadi penyebab preeklamsi adalah invasi
trofoblastik abnormal pembuluh darah uterus, intoleransi imunologis antara
jaringan plasenta ibu dan janin, maladaptasi maternal pada perubahan
kardiovaskular atau inflamasi dari kehamilan normal, faktor nutrisi, dan
pengaruh genetik. Eklampsia adalah komplikasi berat dari pre-eklampsia. Meski
jarang ditemui, ini merupakan kondisi serius, saat tekanan darah tinggi
menyebabkan kejang pada masa kehamilan. Kejang disebabkan oleh gangguan
pada aktivitas otak yang dapat menyebabkan penurunan kewaspadaan dan
kejang (gemetar hebat).
Saran :
Dalam penulisan tugas ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan
serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
kritikan dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan dan
kesempurnaan tugas kami. Dan semoga pembahasan Obat Anti Hipertensi dan
Preeklamsia, Eklamsia dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/document/378445384/REFERAT-Kombinasi-Obat-Anti-Hipertensi
https://ayuseptianingsihariyani.blogspot.com/2017/10/obat-pre-eklamsia-dan-eklampsia-
obat.html
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/material/preeklampsiaeklampsia.pdf
https://fzahra97.blogspot.com/2019/02/makalah-preeklampsia.html
https://id.scribd.com/document/384730536/Macam-macam-obat