Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

2. 1. Pengertian Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pada prinsipnya terdiri dari jantung, pembuluh darah dan salura limfe.
Sistem ini berfungsi untuk mengangkut oksigen, nutrisi dan zat-zat lain untuk didistribusikan ke
seluruh tubuh serta membawa bahan-bahan hasil akhir metabolism untuk dikeluarkan dari
tubuh (Fikriana, 2018).
Sistem Kardiovaskuler ini juga merupakan suatu sistem transport tertutup yang terdiri atas
beberapa komponen berikut :
1. Jantung : Sebagai pemompa darah
2. Komponen darah : sebagai pembawa O2 dan nutrisi
3. Pembuluh darah : Sebagai media/jalan dari komponen darah
Sistem kardiovaskuler dikendalikan oleh sistem saraf otonom melalui nodus SA, nodus AV,
berkas His, dan serabut Purkinye. Pembuluh darah juga dipengaruhi sistem saraf otonom
melalui saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap gangguan dalam sistem tersebut akan
mengakibatkan kelainan pada sistem kardiovaskuler. Sebagai salah satu dari tim medis perawat
seyogyanya telah paham betul akan pemanfaatan obat yang bertujuan memberikan manfaat
maksimal dengan tujuan minimal.
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama mortalitas di dunia. Prevalensi penyakit
kardiovaskular cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Angka kematian akibat penyakit
kardiovaskular di seluruh dunia adalah 29,3% dari semua penyebab kematian (Putri dan Saputri,
2018).
2.2. Pengertian Obat Kardiovaskuler dan Jenis Obat Kardiovaskuler
Obat kardiovaskuler merupakan kelompok obat yang mempengaruhi & memperbaiki sistem
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah ) secara langsung ataupun tidak langsung.
Ada beberapa jenis obat pada sistem kardiovaskuler, yaitu (1) Obat Anti angina; (2) Obat Anti
aritmia; (3) Obat Glikosida; (4) Obat Anti hipertensi; (5) anti hipotensi; (6) anti anemia; (6) anti
pembekuan darah (koagulansia); (7) anti pendarahan (hemostatis); (8) obat syok; (9) deuritika;
(10) anti migrain
1. Obat anti hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit kronis dengan karakteristik tekanan darah cenderung naik
turun sehingga diperlukan pengobatan yang lama bahkan seumur hidup. Gangguan sistem
peredaran darah ini menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas nilai normal, yaitu melebihi
140/90 mmHg. Berdasarkan etiologi, hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu: hipertensi primer
dan hipertensi sekunder (Pratiwi, 2017).
Guideline terbaru dari European Hypertension Society/European Society of Cardiology
(EHS/ESC) tahun 2007,19 tetap menggunakan klasifikasi tahun 2003 (Tabel 3),19 dengan
menekankan pada risiko kardiovaskuler total. Nilai batas hipertensi derajat 1 dibuat sebagai
TDS 140-159 mmHg dan TDD 90-99 mmHg. Pertimbangan pengobatan bersifat fleksibel, tidak
hanya mengacu pada nilai batas hipertensi tetapi juga profil risiko kardiovaskuler total.
Misalnya, pengobatan dapat diberikan pada level tekanan darah tinggi disertai dengan risiko
kardiovaskuler tinggi, namun masih perlu dipertimbangkan pada pasien dengan risiko rendah.
(Lim, 2013)
Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas dengan cara yang paling
nyaman. Berdasarkan alogaritma yang disusun JNC VII, terapi paling dini adalah mengubah gaya
hidup. Jika hasil yang dinginkan tak tercapai maka diperlukan terapi dengan obat. Secara
umum, golongan obat antihipertensi yang dikenal yaitu, diuretik, ACE
inhibitor, Angiotensin Resptor Bloker, Canal Calsium Bloker, dan Beta Bloker (Fitrianto et al.,
2014)
Obat Antihipertensi dibedakan:
1. Diuretik, bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dan
menyebabkan ginjal meningkatkan ekskresi garam dan air. Contoh obat :
a. Furosemide
o Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix, uresix.
o Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi.
o Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke dalam intersitium
pada ascending limb of henle.
o Indikasi : Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung kongesti, sirosis hepatis,
nefrotik sindrom, hipertensi.
o Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
o Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
o Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek ototoksit meningkat bila
diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas
silisilat meningkat bila diberikan bersamaan.
o Dosis : Dewasa 40 mg/hr Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr b. HCT (Hydrochlorothiaside)
o Sediaan obat : Tablet
o Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium sehingga volume darah,
curah jantung dan tahanan vaskuler perifer menurun.
o Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Didistribusi keseluruh ruang
ekstrasel dan hanya ditimbun dalam jaringan ginjal.
o Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal jantung, cirrhosis hati, gagal ginjal
kronis, hipertensi.
o Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia, hipertensi pada kehamilan.
o Dosis : Dewasa 25 – 50 mg/hr Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/12 – 24 jam
2. Beta bloker, bekerja pada reseptor Beta jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan
curah jantung.
a. Asebutol (Beta bloker)
o Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide.
o Sediaan obat : tablet, kapsul.
o Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas renin, menurunka
outflow simpatetik perifer.
o Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia,feokromositoma, kardiomiopati obtruktif
hipertropi, tirotoksitosis.
o Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes mellitus, bradikardia, depresi.
o Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
o Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi bersama insulin. Diuretic
tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan asam urat bila diberi bersaa alkaloid ergot. Depresi
nodus AV dan SA meningkat bila diberikan bersama dengan penghambat kalsium
o Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).
b. Atenolol (Beta bloker)
o Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol.
o Sediaan obat : Tablet
o Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer, efek pada reseptor
adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor di ginjal.
o Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia
o Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi, bradikardia, syok
kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
o Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur, kulit kemerahan,
impotensi.
o Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama insulin. Diuretik tiazid
meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia perifer berat bila diberi bersama alkaloid
ergot.
o Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr
c. Metoprolol (Beta bloker)
o Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
o Sediaan obat : Tablet
o Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi perifer, efek pada
reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor beta 1 di
ginjal.
o Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan
dapat diberikan beberapa kali sehari
o Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik,
sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus
barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
o Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pektoris
o Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok kardiogenik, gagal
jantung tersembunyi
o Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare o Interaksi obat :
reserpine meningkatkan efek antihipertensinya o Dosis : 50 – 100 mg/kg
d. Propranolol (Beta bloker)
o Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
o Sediaan obat : Tablet
o Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah jantung, menghambat
pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik di pusat vasomotor otak.
o Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya pendek, dan
dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah berikatan dengan protein dan akan
bersaing dengan obat – obat lain yang juga sangat mudah berikatan dengan protein.
o Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan simpatik,
sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Penghambat beta dapat menembus
barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
o Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis subaortik hepertrofi,
miokard infark, feokromositoma
o Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan blok jantung tingkat II dan
III, gagal jantung kongestif. Hati – hati pemberian pada penderita biabetes mellitus, wanita
haminl dan menyusui.
o Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme, agranulositosis, depresi.
o Interaksi obat : hati – hati bila diberikan bersama dengan reserpine karena menambah berat
hipotensi dan kalsium antagonis karena menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. Henti
jantung dapat terjadi bila diberikan bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital, rifampin
meningkatkan kebersihan obat ini. Simetidin menurunkan metabolism propranolol. Etanolol
menurukan absorbsinya.
o Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.

3. Penghambat ACE, berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim


yang diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini menurunkan
tekanan darah baik secara langsung menurunkan resisitensi perifer. Dan angiotensin II
diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatkan pengeluaran netrium
melalui urine sehingga volume plasma dan curah jantung menurun.
Obat golongan ACE inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme) merupakan salah satu golongan
obat yang paling banyak digunakan bekerja dengan cara mencegah konstriksin (pengkerutan)
pembuluh darah akibat formasi hormon angiotensin II dengan cara memblokade enzim ACE,
mencegah pembentukan angiotensin I menjadi angiotensin II. Obat-obat ini terbukti sangat
berguna untuk pengobatan hipertensi karena khasiat dan profil efek sampingnya yang lebih
baik, sehingga meningkatkan kepatuhan pasien (Pratiwi, 2017).
a. Kaptopril
o Nama paten : Capoten
o Sediaan obat : Tablet
o Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga menurunkan
angiotensin II yang berakibat menurunnya pelepasan renin dan aldosterone.
o Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
o Kontraindikasi : hipersensivitas, hati – hati pada penderita dengan riwayat angioedema dan
wanita menyusui.
o Efek samping : batuk, kulit kemerahan, konstipasi, hipotensi, dyspepsia, pandangan kabur,
myalgia.
o Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Tidak boleh diberikan
bersama dengan vasodilator seperti nitrogliserin atau preparat nitrat lain. Indometasin dan
AINS lainnya menurunkan efek obat ini. Meningkatkan toksisitas litium.
o Dosis : 2 – 3 x 25 mg/hr.
b. Lisinopril
o Nama paten : Zestril
o Sediaan obat : Tablet
o Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin
I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan
sekresi aldosterone.
o Indikasi : hipertensi
o Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, wanita hamil, hipersensivitas. o Efek
samping : batuk, pusing, rasa lelah, nyeri sendi, bingung, insomnia, pusing.
o Interaksi obat : efek hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretic. Indomitasin
meningkatkan efektivitasnya. Intoksikasi litium meningkat bila diberikan bersama.
o Dosis : awal 10 mg/hr
c. Ramipril
o Nama paten : Triatec
o Sediaan obat : Tablet
o Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga perubahan angiotensin
I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopressor dan
sekresi aldosterone.
o Indikasi : hipertensi
o Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, hipersensivitas. Hati – hati pemberian
pada wanita hamil dan menyusui.
o Efek samping : batuk, pusing, sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung, susah tidur.
o Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Indometasin
menurunkan efektivitasnya. Intoksitosis litiumm meningkat.
o Dosis : awal 2,5 mg/hr

2. Obat-obat anti angina


Penyakit jantung coroner (PJK) ialah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena
penyempitan arteria koronaria akibat proses aterosklerosis atau spasme atau kombinasi
keduanya. PJK terus menjadi penyebab utama kematian diantara individu orang-orang dewasa
di Australia dan Selandia Baru, keadaan ini tetap berlanjut sekalipun terjadi peningkatan dalam
pencegahan dan penanganan penyakit (Qamal et al., 2020)
Obat-obat anti angina
1. Nitrat organik (Isosorbid dinitrat, Nitrogliserin)
Pemberian golongat nitrat (Nitrokaf R) bertindak sebagai vasodilator dan sebagai agen
antiiskemik yang poten. Nitrat termasuk golongan vasodilator yang paling awal dan paling luas
digunakan dalam praktik klinis.16 Nitrat merupakan terapi lini pertama pada gejala angina pada
pasien PJK. Nitrat dapat menurunkan angina sebesar 48,2%.
Mekanisme kerja obat nitrat dengan melepas ion nitrat, ion nitrat ini akan diubah menjadi
nitrat oksida didalam sel yang kemudian mengaktivasi guanilat siklase. Guanilat siklase
menyebabkan peningkatan konsentrasi guanosin monofosfat siklik intraselular pada sel otot
polos vaskuar.
Pemberian nitrat pada dosis terapeutik bekerja terutama untuk mendilatasi vena, sehingga
mengurangi tekanan vena sentral (preload) dan sebagai konsekuensinya terjadi penurunan
volume akhir diastolik ventrikel. Konsekuensi ini menurunkan kontraksi miokardium,
ketegangan dinding, dan kebutuhan O2 (Totong dan Ningsih, 2020)
Efek Samping o Efek samping: sakit kepala, hipotensi, meningkatnya daerah ischaemia

2. Penyekat β (Beta Blocker)


Beta-blocker merupakan golongan obat yang bekerja melalui mekanisme penghambatan
reseptor reseptor beta adrenergik di beberapa organ seperti jantung, pembuluh darah perifer,
bronkus, pankreas dan hati
Beta blocker memiliki peran dalam pengobatan kardiovaskular dan non kardiovaskular
diantaranya pada terapi angina, aritmia, Congestive Heart Failure (CHF), hipertensi, infark
miokard, profilaksis perdarahan viseral, profilaksis migrain dan tirotoksikosis (Sari et al., 2020)
Beta bloker adalah obat yang memblok reseptor beta dan tidak mempengaruhi reseptor alfa.
Beta Bloker menghambat pengaruh epineprin → frekuensi denyut jantung menurun. Beta
bloker → meningkatkan supply O2 miokard → perfusi subendokard meningkat.
Farmakodinamik

 Beta bloker menghambat efek obat adrenergik, baik NE dan epi endogen maupun obat
adrenergik eksogen

 Beta bloker kardioselektif artinya mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap reseptor
beta-1 daripada beta-2

 Propanolol, oksprenolol, alprenolol, asebutolol, metoprolol, pindolol dan labetolol


mempunyai efek MSA (membrane stabilizing actvity) → efek anastesik lokal

 Kardiovaskuler: mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard

 Menurunkan tekanan darah

 Antiaritmia: mengurangi denyut dan aktivitas fokus ektopik

 Menghambat efek vasodilatasi, efek tremor (melalui reseptor beta-2)

 Efek bronkospasme (hati2 pada asma)

 Menghambat glikogenolisis di hati

 Menghambat aktivasi enzim lipase

 Menghambat sekresi renin → antihipertensi Farmakokinetik

 Beta bloker larut lemak (propanolol, alprenolol, oksprenolol, labetalol dan metoprolol)
diabsorbsi baik (90%)

 Beta bloker larut air (sotolol, nadolol, atenolol) kurang baik absorbsinya

 Sediaan

 Kardioselektif: asebutolol, metoprolol, atenolol, bisoprolol

 Non kardioselektif: propanolol, timolol, nadolol, pindolol, oksprenolol, alprenolol


Contoh Obat :
1. Propanolol: tab 10 dan 40 mg, kapsul lepas lambat 160 mg
2. Alprenolol: tab 50 mg
3. Oksprenolol: tab 40 mg, 80 mg, tab lepas lambat 80 mg
4. Metoprolol: tab 50 dan 100 mg, tab lepas lambat 100 mg
5. Bisoprolol: tab 5 mg
6. Asebutolol: kap 200 mg dan tab 400 mg
7. Pindolol: tab 5 dan 10 mg
8. Nadolol: tab 40 dan 80 mg
9. Atenolol: tab 50 dan 100 mg
Efek Samping

 Akibat efek farmakologisnya: bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme

 Sal cerna: mual, muntah, diare, konstipasi

 Sentral: mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, depresi

 Alergi; rash, demam dan purpura

3. Penyekat Kanal Kalsium (Diltiazem, Verapamil Nifedipin)

3. Obat anti aritmia


Aritmia merupakan gangguan irama jantung yang merujuk kepada setiap gangguan frekuensi,
regularitas, lokasi asal atau konduksi impuls listrik jantung. Iskemik miokardium ditandai
dengan perubahan ion dan biokimiawi, mengakibatkan aktivitas listrik yang tidak stabil yang
memicu dan mempertahankan aritmia, dan infark menciptakan daerah aktif dan blok konduksi
listrik, yang juga memromosikan aritmogenesis (Kalangi et al., 2016)
Obat-Obat Anti Aritmia Obat didefinisikan sebagai suatu substansi/bahan yang digunakan untuk
mendiagnosa, menyembuhkan, mengatasi, membebaskan, atau mencegah penyakit.
Obat-obat anti aritmia, yaitu:
1. Alprenolol: Alpresol, Aptine. Zat tidak selektif ini (1967) bersifat ISA dan lokal-anastetik, juga
lipofil kuat. Dengan mudah alprenolol milintasi rintangan darah-otak. Resorpsinya dari usus
baik, tetapi BA-nya ringan 85%, t1/2-nya 3 jam. Ekskresinya berlangsung lewat kemih sebagai
metabolit aktif. Dosis: 4 dd 25-100 mg.3

2. Oxprenolol (Trasicor) adalah derivat dengan khasiat dan sifat mirip alprenolol (1968).
Dosisnya :2-3 dd 20 mg
3. Propranolol Inderal, Inderatic. Beta blocker pertama ini (1964) memiliki efek lokal-anestetik
kuat, tetapi tidak kardioselektif dan tak memiliki ISA. Meskipun banyak sekali derivat lain telah
dipasarkan dengan sifat farmakologi lebih baik, namun propranolol masih merupakan beta-
blocker penting. Resorpsinya dari usus baik, tetapi FPE besar, hingga hanya 30% mencapai
sirkulasi besar. Sebagian besar zat ini diubah dalam hati menjadi derivat-t1/2-nya 3-6 jam.
Bersifat sangat lipofil, sihingga distribusinya di jaringan dan otak baik dengan sering kali
menimbulkan efek sentral. Dosisnya: diberikan secara oral perhari 2-3 mg bersamaan pada
waktu makan, bila perlu dinaikan dengan interval 1 minggu sampai 320 mg sehari (Rendayu dan
Sukohar, 2018).

4. Obat glikosida
Glikosida jantung merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman yang
telah digunakan sejak dahulu sebagai obat untuk aritmia dan gagal jantung. Glikosida jantung
sering disebut steroid jantung. Contoh senyawa tersebut ialah digoksin merupakan cardenolide
yang diisolasi dari tumbuhan dan berperan dalam aktivitas kardiotonik (Suwanditya et al., 2020)
Glikosida Jantung

 Digitalis berasal dari daun Digitalis purpurea

 Digitalis adalah obat yang meningkatkan kontraksi miokardium

 Digitalis mempermudah masuknya Ca dari tempat penyimpananya di sarcolema kedalam sel


→digitalis mempermudah kontraksi

 Digitalis menghambat kerja Na-K-ATP-ase → ion K didalam sel menurun → aritmia (diperberat
jika dikombinasi dengan HCT) Farmakodinamik

 Efek pada otot jantung: meningkatkan kontraksi


Mekanisme kerjanya:

 Menghambat enzim Na, K ATP-ase

 Mempercepat masukanya Ca kedalam sel

 Efek pada payah jantung: menurunya tekanan vena, hilangnya edema, meningkatnya diuresis,
ukuran jantung mengecil

 Konstriksi vaskuler, sal cerna (mual, muntah, diare), nyeri pada tempat suntukan (iritasi
jaringan) Farmakokinetik

 Absorbsi dipengaruhi makanan dalam lambung, obat (kaolin, pectin) serta pengosongan
lambung  Distribusi glikosida lambat

 Eliminasi melalui ginjal Intoksikasi


5. Anti anemia
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal kronik
terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin,
hal lain yang dapat berperan dalam terjadinya anemia pada pasien gagal ginjal kronik adalah
defisiensi Fe, kehilangan darah, masa hidup eritrosit yang memendek, defisiensi asam folat,
serta proses inflamasi akut dan kronik (Meyriani et al., 2019)
Berbagai obat digunakan dalam penatalaksanaan anemia pada gagal ginjal kronik adalah asam
folat, eritropoetin, vitamin B12, Erythropoiesis stimulating agent (ESA), dan zat besi.
Penggunaan asam folat memberikan pengaruh kepada pasien gagal ginjal kronik karena dapat
meningkatkan kadar hemoglobin pasien dan dalam pembentukan sel darah merah,
menstimulasi produk sel darah merah, sel darah putih dan platelet
pada anemia megaloblastik Alvionita (Meriyani et al., 2019)
Sejumlah obat dapat menyebabkan efek toksik pada sel-sel darah, produksi hemoglobin atau
mempengaruhi alat-alat pembuat sel darah merah yang dapat menyebabkan anemia. anemia
juga disebabkan oleh defisiensi substansi makanan (misalnya besi, asam folat, vitamin B12
(sianokobalamin) yang diperlukan untuk eritropoiesis normal. Dengan demikian obatobat ini
digunakan untuk mengobati anemia dan dinamakan juga sebagai hematinika. Obat lain yang
berpengaruh terhadap eritropoesis yaitu riboflavin,piridoksin,kobal dan tembaga. Ada juga
beberapa hormone yang secara tidak secara langsung juga mempengaruhi eritropoesis
misalnya hormone tiroid, gonad dan adrenal. Ada juga faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan sel darah merah yaitu eritropoetin yang terutama dibentuk oleh ginjal. Zat ini
berperan sebagai regulator poliferasi eritrosit sehingga bila terganggu dapat berakibat anemia
berat.

Anda mungkin juga menyukai