Anda di halaman 1dari 27

Dosen pengampu :

Alifa intan al-muttahasin

10180000008

PREKLAMSI &EKLAMSI

A. Pengertian Preklamsia

Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa menjadi penyebab
kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas yang
akan berdampak pada ibu dan bayi. Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai
tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai
triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi.
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat
kesehatan perempuan. AKI merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan
pembangunan millennium yaitu tujuan ke 5, meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang
akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu.
Terdapat dua kategori kematian ibu yaitu disebabkan oleh penyebab langsung obstetri yaitu
kematian yang diakibatkan langsung oleh kehamilan dan persalinannya, dan kematian yang
disebabkan oleh penyebab tidak langsung yaitu kematian yang terjadi pada ibu hamil yang
disebabkan oleh penyakit dan bukan oleh kehamilan atau persalinannya.
Hipertensi (tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan,
preklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi (ibu hamil yang sebelum
kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama kehamilan). Tanda
dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan masing-masing penyakit di atas tidak
sama.

1.2 Etiologi

Penyebab preeklamsi saat ini belum dapat diketahui secara pasti, walaupun penelitian
dilakukan terhadap penyakit ini sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang
dihubung-hubungkan dengan kejadian. Itulah sebabnya preklamsi disebut juga “disease of
theory”, gangguan kesehatan yang diasumsikan pada teori. Adapun teori tersebut antara lain :
1. Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada preeklamsi dan eklamsi didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
terjadi penurunan prostasiklin yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi
pengumpalan dan fibionalisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin.
Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivitas
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotinin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.
2. Peran faktor imunologis
Preeklamsi sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama
pembentukkan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang
semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992) mendapatkan
beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita preeklamsi ;
beberapa wanita dengan preeklamsi mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa
studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada preeklamsi diikuti
proteiuri.
3. Faktor genetik
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian preeklamsi
antara lain :
a. Preeklamsi hanya terjadi pada manusia
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi preeklamsi pada anak-anak
dari ibu yang menderita preeklamsi
c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi preeklamsi pada anak dan cucu ibu hamil
dengan riwayat preeklamsi dan bukan pada ipar mereka
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron Sistem (RAAS)
Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya
preeklampsia dan eklampsia. Faktor – faktor tersebut antara lain, gizi buruk, kegemukan dan
gangguan aliran darah ke rahim. Faktor resiko terjadinya preeklamsi, preeklamsi umumnya
terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja, dan kehamilan pada
wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah: riwayat tekanan darah tinggi yang
kronis sebelum kehamilan, riwayat mengelami preeklampsia sebelumnya, riwayat
preeklampsi pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan, mengandung lebih dari satu
orang bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal lupus atau rematoid arthritis.

Tanda dan Gejala Pre-eklamsia Berat:

1. Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg

2. Tekanan darah diastolic ≥110 mmHg

3. Peningkatan kadar enzim hati dan icterus

4. Trombosit <100.000/mm3 (Normalnya 150.000 – 450.000/mm3)

5. Oliguria <400 ml/24jam (Normalnya eliminasi urin pada orang dewasa 1500 ml/hari)

6. Proteinuria >3 g/liter

7. Nyeri epigastrium (nyeri perut bagian atas atau tengah)

8. Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat

Skotoma adalah bintik buta/ada bayangan putih saat melihat dan tidak fokus
mengenali objek
9. Perdarahan retina

10. Edema pulmonum


11. Partus dengan atau tanpaamniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin 10 satuan dalam

infus tetes (dilakukan oleh bidan atas instruksi dokter)

12. Kala II harus dipersingkat dalam 24 jam dengan ekstraksi wakum atau forceps, jadi

ibu dilarang mengedan (dilakukan oleh dokter ahli kandungan); jangan berikan

methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan antonia uteri;

pemberian MgSO4 kalau tidak ada kontraindikasi, kemudia diteruskan dengan dosis 4

gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum.

13. Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea, perhatikan bahwa: tidak terdapat

koagulopati: anastesi yang aman atau terpilih adalah anastesi spinal berhubungan

dengan resiko (dilakukan oleh dokter kandungan)

14. Jika anastesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterm terlau kecil, lakukan

persalinan pervaginam. Jikaservuks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2- 5 IU

dalam 500nml dextrose 10 tetes/mnit atau dengan prostaglandin (atas instruksi dokter

boleh dilakukan oleh bidan)

1.3 Faktor Predisposisi

Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre-eklampsia bila mempunyai


faktor-faktor predisposing sebagai berikut:

1. Nulipara ( wanita yang belum pernah melahirkan bayi viable/hidup)

2. Kehamilan ganda

3. Usia < 20tahun dan > 35 tahun

4. Riwayat pre-eklampsia

Wanita dengan riwayat preeklampsia pada kehamilan pertamanya memiliki


risiko 5 sampai 8 kali untuk mengalami preeklampsia lagi pada kehamilan keduanya.
Sebaliknya, wanita dengan pre-eklampsia pada kehamilan keduanya, maka bila
ditelusuri ke belakang ia memiliki 7 kali risiko lebih besar untuk memiliki riwayat
preeklampsia pada kehamilan pertamanya bila dibandingkan dengan wanita yang
tidak mengalami preeklampsia di kehamilannya yang kedua
5. Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia
Riwayat keluarga yang pernah mengalami preeklampsia akan meningkatkan
risiko sebesar 3 kali lipat bagi ibu hamil. Wanita dengan preeklampsia berat
cenderung memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia pada kehamilannya terdahulu
6. penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum kehamilan

7. Obesitas

Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat


akumulasi jaringan lemak berlebihan sehingga dapat menganggu kesehatan. Indikator
yang paling sering digunakan untuk menentukan berat badan lebih dan obesitas pada
orang dewasa adalah indeks massa tubuh (IMT). Seseorang dikatakan obesitas bila
memiliki IMT ≥ 25 kg/m2.

1.4 Diagnosa Potensial

Preeklamsia dapat menyebabkan komplikasi kesehatan seperti:

1. Gangguan Pertumbuhan Janin

Preeklamsia dapat menghambat sirkulasi darah ke plasenta, jika hal ini terjadi,
janin Anda akan mengalami kekurangan suplai darah, oksigen dan nutrisi penting
untuk pertumbuhan. Preeklamsia dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan
kurang atau bahkan lahir secara prematur.
2. Kelahiran Prematur

Jika kondisi ibu hamil dengan pre-eklamsia berat, umumnya dokter akan
menyarankan untuk melakukan tindakan operasi caesar untuk menyelamatkan ibu dan
bayi. Kelahiran prematur dapat menyebabkan masalah pernapasan dan masalah
kesehatan lain pada bayi
3. Abrupsi Plasenta

Preeklamsia meningkatkan risiko abrupsi plasenta, sebuah kondisi dimana


plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum waktunya. Hal ini dapat menyebabkan
pendarahan hebat, kondisi yang dapat mengancam keselamatan ibu dan bayi dalam
kandungan.
4. Sindrom HELLP

Sindrom HELLP atau Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Platelet
Count merupakan kondisi dimanan rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim di
liver dan rendahnya trombosit pada tubuh. Sindrom HELLP membahayakan
keselamatan ibu dan bayi dalam kandungan karena dapat menyebabkan kerusakan
sistem organ tubuh.
5. Eklamsia

Jika pre-eklamsia tidak ditangani segera, dapat menyebabkan ibu hamil


mengalami eklamsia. Ditandainya gejala kejang-kejang ibu hamil, hal ini dapat
membahayakan keselamatan ibu dan bayi dalam kandungan. Sebagai catatan,
seringkali eklamsia tidak menunjukan gejala sehingga pemeriksaaan rutin merupakan
kunci untuk mengetahui kondisi kesehatan Anda.

6. Kerusakan Organ

Preeklamsi dapat menyebabkan kerusakan organ liver, ginjal, paru-paru,


jantung atau mata dan dapat menyebabkan stroke dan cedera otak. Jumlah kerusakan
tergantung pada seberapa para preeklamsia yang diderita ibu hamil.
7. Penyakit Kardiovaskular

Mengidap preeklamsia dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular


seperti penyakit jantung dan stroke, risiko bahkan menjadi lebih tinggi jika
mengalaminya lebih dari sekali. Untuk meminimalisir risiko, jaga berat badan setelah
melahirkan dan terapkan gaya hidup sehat.

1.5 Penanganan

1. Rangsang untuk menimbulkan kejang dapat berasal dari luar atau dari penderita

sendiri, dan his persalinan merupakan rangsang yang kuat. Maka dari itu, pre-

eklamsia berat lebih mudah menjadi eklamsia pada waktu persalinan.

2. Tidak boleh dilupakan bahwa kadang-kadang hipertensi timbul untuk pertama kali

dalam persalinan dan dapat menjadi eklamsia, walaupun pada pemeriksan ANC tidak

ditemukan tanda-tanda pre-eklamsia. Dengan demikian, pada persalinan normal pun

tekanan darah perlu dieriksa berulang-ulang dan air kencing perlu diperiksa terhadap

protein.

3. Untuk penderita pre-eklamsia diperlukan analgetika dan sedative lebih banyak dalam

persalinan. Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan dalam

otak lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah dipenuhi, hendaknya persalinan

diakhiri dengan cunam atau ekstraktor vakum dengan memberikan narcosis umum

untuk menghindarkan rangsangan pada susunan saraf pusat. Anastesia lokal dapat
diberikan bila tekanan bila tekanan darah tidak terlalu tinggi dan penderita masih

samnolen karena pengaruh obat.

4. Ergometrin menyebabkan kontriksi pembuluh darah dan dapat meningkatkan tekanan

darah. Oleh karena itu, pemberian ergometrin secara rutin pada kala III tidak

dianjurkan, kecuali jika ada perdarahan postpartum karena atonia uteri. Pemberian

obat penenang diteruskan sampai 48 jam postpartum, karena ada kemungkinan setelah

persalinan berakhir, tekanan darah naik dan eklamsia timbul. Selanjutnya obat

tersebut dikurangi secara bertahap dalam 3-4 hari.

5. Telah diketahui bahwa pada pre-eklamsia janin diancam hipoksia, dan pada

persalinan bahaya ini makin besar. Pada gawat janin, dalam kala I, dilakukan segera

seksio sesaria, pada kala II dilakukan ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor vakum.

Postpartum bayi sering menunjukan tanda asfiksia neonatorum karena hipoksia

intrauterine, pengaruh obat penenang, atau narkosis umum, sehingga diperlukan

resusitasi. Maka dari itu, semua peralatan untuk keperluan tersebut perlu disediakan.

1. partus dengan atau tanpaamniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin 10 satuan dalam

infus tetes (dilakukan oleh bidan atas instruksi dokter)

2. Kala II harus dipersingkat dalam 24 jam dengan ekstraksi wakum atau forceps, jadi

ibu dilarang mengedan ()dilakukan oleh dokter ahli kandungan); jangan berikan

methergin postpartum, kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan antonia uteri;

pemberian MgSO4 kalau tidak ada kontraindikasi, kemudia diteruskan dengan dosis 4

gr setiap 4 jam dalam 24 jam postpartum.

3. Bila ada indikasi obstetric dilakukan seksio sesarea, perhatikan bahwa: tidak terdapat

koagulopati: anastesi yang aman atau terpilih adalah anastesi spinal berhubungan

dengan resiko (dilakukan oleh dokter kandungan)


4. Jika anastesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterm terlau kecil, lakukan

persalinan pervaginam. Jikaservuks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2- 5 IU

dalam 500nml dextrose 10 tetes/mnit atau dengan prostaglandin (atas instruksi dokter

boleh dilakukan oleh bidan)

Pengobatan hanya dapat dilakukan secara simtomatis karena etiologi pre-eklamsia,


dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkanya, belum diketahui.

Tujuan utama penanganan:

1. Mencegah terjadinya eklamsia

2. Melahirkan janin hidup

3. Melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya.

Pada dasarnya penanganan pre-eklamsia terdiri atas pengobatan medik dan


penanganan obsetrik. Penanganan obsetrik ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat
yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur
untuk hidup diluar uterus. Setelah persalinan berakhir, jarang terjadi eklamsia dan janin
yang sudah cukup matur lebih baik hidup diluar kandungan daripada dalam uterus.
Waktu optimal tersebut tidak selalu dapat dicapai pada penanganan pre-eklamsia,
terutama bila janin masih sangat prematur. Dalam hal ini diusahakan dengan tindakan
medis untuk dapat menunggu selama mungkin, agar janin lebih matur.

Pada umumnya indikasi untuk untuk merawat penderita pre-eklamsia di rumah sakit
ialah:

1) TD sistolik >140 mmHg atau lebih dan atau TD diastolik >90 mmHg atau lebih

2) Proteinuria +1 atau lebih

3) Kenaikan BB 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang

4) Penambahan edema berlebih secara tiba-tiba

Perlu diperhatikan bahwa apabila hanya 1 tanda yang ditemukan, perawatan belum
seberapa mendesak, akan tetapi pengawasan ditingkatkan dan kepada ibu dianjurkan
untuk segera datang jika ada keluhan. Sementara itu, ibu dinasehati untuk banyak
beristirahat dan mengurangi pemakaian garam dalam makanan.

Pada penderita yang dirawat di rumah sakit dilakukan pemeriksaan dan penilaian
sebagai berikut:

1.) Anamnesis. Pemeriksaan umum, pemeriksaan obsetrik, dan pemeriksaan laboratorium

rutin

2.) TD, air kencing, BB diperiksa setiap hari, dan edema dicari, terutama pada daerah

sacral

3.) Balans cairan ditentukan tiap hari

4.) Funduskopi dilakukan pada waktu penderita masuk rumah sakit dan dikemudian tiap

3 hari

5.) Keadaan janin diperiksa tiap hari dan besarnya dinilai. Dapat ditemukan janin tidak

bertumbuh secara semestinya, penaksiran maturitas janin dalam hal ini perlu

dilakukan dengan cara lain

6.) Penentuan hematokrit dilakukan berulang-ulang

7.) Penderita diingatkan untuk segera memberitahukan apabila sakit kepala, merasa mual,

merasa nyeri didaerah epigastrium, atau menderita gangguan dalam penglihatan.

Pengobatan pre-eklamsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena tindakan


tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklamsia dengan bayi yang
masih premature penundaan pengakhiran kehamilan mungkin dapat menyebabkan
eklamsia atau kematian. Pada janin dengan berat badan rendah pun kemungkinan hidup
pada pre-eklamsia berat lebih baik diluar daripada didalam uterus. Cara pengakhiran
dapat dilakukan dengan induksi persalinan atau seksio sesaria menurut keadaan.

Pada umumnya indikasi untuk pengakhiran kehamilan ialah:

1. Pre-eklamsia ringan dengan kehamilan lebih dari cukup bulan

2. Pre-eklamsia dengan hipertensi dan/ proteinuria menetap selama 10-14 hari dan janin

sudah cukup matur


3. Pre-eklamsia beratEklamsia

Adapun tatalaksana pada pre-eklampsia berat mencakup pengelolaan medika


mentosa dan pengelolaan persalinan. Pengelolaan medikametosa terdiri atas :

a) Segera masuk rumah sakit

b) Tirah baring

c) Infus larutan Ringer Laktat 60-125 cc/jam

d) Pemberian obat anti kejang: MgSO4

1. Dosis awal: 4 g MgSO4dilarutkan dalam cairan saline intravena selama 10-15

menit

2. Dosis perawatan: 1-2 g/ jam iv, evaluasi tiap 4-6 jam

Syarat pemberian MgSO4:

1) Reflek patela positif

2) Tidak ada depresi pernafasan (frekuensi pernafasan > 16 kali/ menit)

3) Produksi urin . 100 ml/ 4 jam

4) Tersedia kalsium glukonas

e) Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada ;

1) Edema paru

2) Gagal jantung kongestif

3) Edema anasarka

f) Antihipertensi diberikan bila :

1) Tekanan sistolik ≥ 180 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg

g) Kardiotonika
Indikasi pemberian kardiotonika ialah bila ada tanda-tanda gagal jantung dan
dilakukan perawatan bersama bagian penyakit jantung

h) Diet

Nutrisi yang disarankan antara lain cupkup protein, rendah karbohidrat,

dan rendah garam

Kadang-kadang keadaan penderita dengan pengobatan tersebut diatas menjadi lebih


baik. Akan tetapi, umumnya pada pre-eklamsia berat sesudah bahaya akut berakhir
sebaiknya dipertimbangkan untuk menghentikan kehamilan oleh karena dalam keadaan
demikian harapan bahwa janin hidup terus tidak besar, dan adanya janin dalam uterus
menghambat sembuhnya penderita dari penyakitnya. Pengakhiran kehamilan dapat
dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang sudah dijelaskan diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Sarti, sitti.2015.”Preeklamsia Berat”. Dutip dari: https://sittisarti.com/2015/01/tugas-


makalah-preeklampsia-berat.html. Diakses pada tanggal 12 april 2021

Rozikhan. 2007.” Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat”. Dikutip dari:


http://eprints.undip.ac.id/18342/1/ROZIKHAN.pdf. Diakses pada tanggal 12 april 2021

Undip.2015.” Preeklampsia Berat”. Dikutip


dari:http://eprints.undip.ac.id/44141/3/BAB_2.pdf. Diakses pada tanggal 12 april 2021

Ariadi, catur.2019.”preeklamsia”. dikutip dari:https://trimester123.com/preeklamsia/.


Diakses pada tanggal 12 april 2021

Prawirohardjo, sarwono.1998. ilmu kebidanan. Jakarta: Tridarsa Printer.

Cahyaningtias, candra.2010.”preeklamsia”.dikutip
dari:file:///C:/Users/ASUS/Documents/Candra_Cahyaningtyas_Giyanto_2201011113009
0_Lap.KTI_BAB_II.pdf. Diakses pada tanggal 12 april 2021
Pengertian Eklamsia

Eklampsia berasal dari kata bahasa Yunani yang berarti “ halilintar “ karena

gejala eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam

kebidanan. Eklampsia juga disebut sebuah komplikasi akut yang mengancam nyawa

dari kehamilan , ditandai dengan munculnya kejang tonik – klonik, biasanya pada

pasien yang telah menderita preeklampsia. Preeklamsia dan eklampsia secara kolektif

disebut gangguan hipertensi kehamilan dan toksemia kehamilan (Prawiroharjo 2005).

Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan atau masa

nifas yang di tandai dengan kejang ( bukan timbul akibat kelainan saraf ) dan atau

koma dimana sebelumnya sudah menimbulkan gejala pre eklampsia (Ong Tjandra &

John 2008). Eklamsi dalam bahasa yunani berarti ”halilintar”, karena serangan

kejang-kejang timbul tiba-tiba seperti petir (Rustam Mochtar, 1998. hal : 203).

Matar dan sibai (2000) mengumpulkan efek merugikan pad 399 kasus wanita

dengan eklamsia yang melahirkan antar tahun 1977 dan 1998 disentra mereka

dimemphis. Penyulit utama adalah solusio plasenta (10%) defisit neurologis (7%)

pneumonia aspirasi (7%) dema paru (5%) henti kardiopulmonar (4%) gagal ginjal

akut (4%) dan kematian ibu (1%). ( Cunningham, 2006)

Eklamsia merupakan kasus akut pada penderita preeklamsia, yang disertai

dengan kejang menyeluruh dan koma. Sama halnya dengan preeklamsia, eklamsia

dapat timbul ante, intra dan postpartum. Eklamsia postpartum umumnya hanya terjadi

dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan. ( Prawirohardjo, 2010 )

Eklamsia adalah kejang yang dialami wanita hamil dalam persalinan atau masa

nifas yang disertai gejala-gejala preeklamsia (hipertensi, edema dan proteinuria).

Menurut saat terjadinya, eklamsia dapat dibedakan atas :

1. Eklamsia Antepartum (terjadi sebelum persalinan)


2. Eklamsia Intrapartum ( terjadi sewaktu persalinan)

3. Eklmsia Pascasalin ( terjadi setelah persalinan, eklamsia pascasalin dapat terjadi

segera (early postpartum, setelah 24 jam – 7 hari pascasalin) atau lambat

(latepostpartum, setelah 7 hari pascasalin selama masa nifas) eklamsia pascasalin

lambat jarang terjadi.

A. Patologi

Dalam tubuh penderita yang menginggal dunia akibat eklamsia dapat

ditemukan kelainan-kelainan hati, ginjal, otak, paru dan jantung. Umumnya terdapat

tanda-tanda nekrosis, perdrahan edema, hiperemia atau iskemia dan trombosis.

Diplasenta dapat ditemukan infark akibat degenerasi lapisan trofoblas. Perubahan lain

yang dapat dijumpai antara lain retensi air dan natrium, hemokonsentrasi dan

terkadang asidosis.

B. Etiologi / Penyebab

Penyebab eklamsia belum diketahui benar, oleh karena eklamsia merupakan

kelnajutan atau stadium akhir preeklamsia, faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadiannya sama dengan preeklamsia, yaitu :

1. Terpajan vili koroalis pertama kali

2. Terpajan vili korialis berlebihan

3. Mempunyai dasar penyakit ginjal atau Kardiovaskuler

4. Mempunyai riwayat preeklamsia/eklamsia dalam keluarga

C. Tanda dan Gejala

Pada umumya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklamsi dan

terjadinya nyeri-nyeri kepala didaerah frontal, gangguan penglihatan, mual, nyeri di


epigastrium, dan hiperrefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenal dan diobati akan timbul

kejang, terutama pada persalinan bahaya ini besar. (Rukiyah, Ai yeyeh. 2010 )

Serangan kejang eklamsia dapat dibagi kedalam 4 tingkat :

1. Tingkat Invasi ( tingkat permulaan ) : mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu

sisi, muka memperlihatkan kejang-kejang halus. Tingkat ini berlangsung beberapa

detik.

2. Tingkat Kontraksi ( tingkat kejang tonis ) : seluruh badan kaku, kadang-kadang

terjadi epistotonus. Lamanya 15-20 detik.

3. Tingkat Konvulsi ( tingkat kejang klonis ) : kejang hilang timbul, rahang

membuka dan menutup begitu pula mata, otot-otot muka dan otot badan

berkontraksi dan berelaksasi berulang. Kejang sangat kuat sampai-sampai

penderita dapat terlempar dari tempat tidur atau menggigit lidah sendiri. Ludah

berbuih bercampur darah dari keluar dari mulut, mata merah dan muka biru.

Kejang berangsur-angsur berkurang dan akhirnya berhenti. Lama kejang ±

1menit.

4. Tingkat Koma : setelah kejang klonis, penderita mengalami koma, lamanya

bervariasi mulai dari beberapa menit sampai berjam-jam. Bila sadar kembali

penderita tidak ingat sama sekali apa yang telah terjadi ( amnesia retrograd).

Setelah beberapa waktu, dapat terjadi serangan baru seperti kejadian yang

dilukiskan diatas, terkadang berilang 10-20 kali. Penyebab kematian pada eklamsia

adalah edema paru, apopleksia dan asidosis. Penderita dapat juga meninggal dunia

setelah beberapa hari akibat pneumonia aspirasi, kerusakan hati atau gangguan faal

ginjal. Kadang-kadang eklamsia timbul tanpa kejang gejala yang menonjol ialah

koma, eklamsia macam ini disebut “eclamsi sine eclamsi” yang membuat hati rusak
berat. Oleh karena kejang merupakan gejalan khas eklamsia, ‘eclamsi sine eclamsi’

sering dimasukan kedalam preeklamsi berat.

Pada eklamsia, tekanan darah biasanya tinggi, sekitar 180/110 mmHg. Denyut

nadi masih kuat dan berisi, kecuali dalam keadaan yang sudah buruk, ketika nadi

mengecil dan cepat. Demam tinggi menunjukan prognosis buruk. Agaknya demam ini

disebabkan oleh faktor serebral. Napas biasanya cepat dan berbunyi. Pada keadaan

berat, dapat terjadi sianosis. Proteinuria hampir selalu ada, bahkan terkadang sangat

tinggi, edema juga biasanya ada.

Eklamsia antepartum biasanya akan diikuti oleh persalinan beberapa waktu

kemudian. Namun demikian, penderita juga dapat berangsur membaik, tidak kejang

lagi, kemudian sadar, sementara kehamilannya terus berlangsung. Eklamsia yang

tidak segera disusul oleh persalinan disebut incercurrent eclamsia. Dalam keadaan

ini, penderita dianggap belum sembuh tetapi membaik ketingkat yang lebih ringan

( dari eklamsia ke preeklamsia). Penderita masih mungkin terserang eklamsia sebelum

persalinan terjadi. Oleh sebab itu, semua kasus eklamsia harus segera diakhiri dengan

terminasi kehamilan.

Setelah persalinan, keadaan pasien berangsur membaik kira-kira dalam 12-24

jam. Keparahan penyakit juga berkurang dalam kasus persalinan janin yang sudah

mati intrauterin. Proteinuria menghilang dalam 4-5 hari, sedangkan tekanan darah

normal kembali ± 2 minggu kemudian. Tidak jarang penderita pasca eklamsia

menjadi psikotik, biasanya dalam hari ke 2 atau ke 3 pascasalin. Keadaan ini dapat

berlangsung selama 2-3 minggu. Prognosisnya umumnya baik. Penyulit lainya ialah

hemiplegia dan gangguan penglihatan/ kebutaan akibat edema retina. (UNPAD, 2012)

D. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis eklamsia, keadaan-keadaan lain yang

menyebabkan kejang dan koma, seperti uremia, keracunan, tetanus, epilepsi, histeria,

ensefalitis, meningitis, tumor otak, pecah aneurisma otak, dan atrofi kuning akut dari

hati harus disingkirkan. Diagnosis eklamsia yang terjadi lebih dari 24 jam pascasalin

harus dicurigai. Namun demikian, semua ibu dalam masa kehamilan dan masa yang

mengalami kejang dan hipertensi harus dianggap sebagai penderita eklamsia sampai

terbukti bukan. (UNPAD, 2012)

E. Komplikasi

1. Solusio Plasenta. Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hypertensi akut

dan lebih sering terjadi pada preeklamsi.

2. Hipofibrinogenemia

3. Hemolisis penderita dengan preeklamsi berat kadang-kadang menunjukan gejala

klinis hemolisis yang dikenal karena ikterus.

4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal

penderita eklamsi.

5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung

sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan sampai seminggu dapat terjadi,

perdaran kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan

terjadinya apopleksia serebri.

6. Edema paru-paru

7. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada preeklamsi dan eklamsia merupakan

akibat vasopasmus arteriol umum.

8. Sindrom HELLP. Yaitu hameolysis elevated libver enzyms dan low platelet

9. Kelainan ginjal.
10. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akiat kejang,

pneumonia, aspirasi dan DIC (disseminated intravscular coagulation)

11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin. ( Rukiyah, 2010)

F. Prognosis

Eklamsia sangatlah berbahaya karna prognosisnya kurang baik untuk ibu

maupun anak. prognosis juga dipengaruhi oleh paritas dan usia ibu ( prognosis

multipara lebih buruk, terutama usia ibu melebihi 35 tahun ) serta oleh keadaan

sewaktu penderita masuk rumah sakit. Deuresis juga mempengaruhi prognosis. Jika

produksi urine > 800 cc/24 jam atau 200 cc/6 jam, prognosis menjadi lebih baik.

Sebaliknya oliguria dan anuria merupakan gejala-gejala yang memperparah

prognosis.

Gejala-gejala lain yang memberatkan prognosis telah dikemukakan oleh eden,

yaitu :

1. Koma yang lama

2. Nadi > 120x/menit

3. Suhu > 39˚c

4. Tekanan dara > 200mmHg

5. Kejang > 10 kali serangan

6. Proteinuria > 10 gram / hari

7. Tidak ada edema

Edema paru dan apopleksi merupakan keadaan yang biasanya mendahului

kematian. (UNPAD, 2012 )


G. Pencegahan Eklamsia

Pada umumnya timbul eklamsi dapat dicegah, atau frekuensinya dikurangi.

Usaha-usaha untuk menurunkan frekuensi eklamsi terdiri atas : meningkatkan jumlah

balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil memeriksa

diri sejak hamil muda, mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda preeklamsi dan

mengobatinya segera apabila ditemukan, mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnay

pada kehamilan 37 minggu keatas apabila dirawat tanda-tanda preeklamsi tidak juga

dapat hilang ( Rukiyah, 2010)


A. Penatalaksanaan Eklamsia

1. Profilaksis/ pencegahan : menemukan kasus preeklamsia sedini mungkin dan

mengobatinya dengan adekuat. Tindakannya dapat berupa :

a. Identifikasi faktor resiko

b. Identifikasi gejala awal hipertensi dan proteinuria

c. Rujukan yang tepat

d. Perawatan jalan atau inap

e. Pengobatan medisinal

f. Pengobatan obstetrik untuk mengakhiri kehamilan

2. Pengobatan : karena eklamsia merupakan keadaan gawat darurat yang sangat

berbahaya bagi keselamatan ibu dan anak, penderita harus dirawat di unit

perawatan intensif (ICU) bersama dengan disiplin ilmu lain yang terkait. Secara

teoritis eklamsia adalah penyakit yang disebabkan oleh kehamilan, maka

pengobatan yang terbaik ialah secepat mungkin mengakhiri kehamilan, misalnya

dengan seksio sesaria. Namun, dalam praktik terbukti bahwa hasilnya tidak terlalu

memuaskan, terutama karna operasi dilakukan pada penderita yang keadaannya

sudah sedemikian buruk.

Morbiditas ibu pascasalin yang menjalani persalinan pervaginam ternyata

masih lebih baik dari pada yang menjalani seksio sesaria. Cunningham dan

Pritchard (1997) melaporkn keberhasilan perawatan 75% pasien (dari 209 kasus)

eklamsia yang dilahirkan pervaginam.

Tujuan pengobatan eklamsia ialah :

a. Mencegah kejang berulang


Kejang sangat merugikan karena sewaktu kejang, terjadi hipoksia, asidosis

respiratorik maupun metabolik serta kenaikan tekanan darah.

b. Menurunkan/ mengendalikan tekanan darah

Hipertensi adalah usaha badan untuk mengatasi vasospasme agar darah tetap

cukup mengalir keorgan-organ penting. Oleh sebab itu, penurunan takanan

darah harus dilakukan berangsur-angsur tidak boleh terlalu drastis :

1) Tekanan darah tidak boleh lebih turun dari 20% dalam 1 jam. Contoh,

maksimal dari 200/120 mmHg menjadi 160/95 mmHg dalam 1 jam

2) Tekanan darah tidak boleh kurang dari 140/90 mmHg.

c. Mengatasi hemokonsentrasi dan memperbaiki diuresis dengan pemberian

cairan, misalnya 2A atau Ringer Laktat. Hipovolemia terjadi akibat air keluar

dari pembulu darah dan menyebabkan edema, oliguria sampai anuria bahkan

syok. Cairan harus diberikan dengan hati-hati karena dapat menimbulkan

hiperhidrasi dan edema paru. Oleh sebab itu, produksi urine dan tekanan vena

sentral harus terus dipantau :

1) Urine tidak boleh kurang dari 30 cc/ jam (oliguria = urine <16 cc/ jam,

sementara anuria = urine < 4cc/ jam

2) Tekanan vena sentral tidk melebihi 6-8 cm H2O

d. Mengatasi hipoksia dan asidosis dengan mengusahakan agar penderita

memperoleh 02 dan mempertahankan kebebasan jalan nafas.

e. Mengakhiri kehamilan tanpa memandang usia kehamilan, setelah kejang

teratas

Penatalaksanaan Eklamsia di Puskesmas


B. Pengobatan medisinal
1. Obat anti kejang

Setelah pengalaman bertahun-tahun, disepakati bahwa obat pilihan mengatasi

kejang pada eklamsia adalah sulfas magnesikus (MgsO4). Cara pemberiannya

sama seperti preeklamsi berat

a. Terapi pilihan pada preeklamsia adalah magnesium sulft (MgsO4). Sebaiknya

MgsO4 diberikan terus-menerus per i.v atau berkala per i.m. pemberian i.v

terus-menerus menggunakan insfusion pump.

1) Dosis awal : 4 gram MgsO4 20% (20cc) dilarutkan kedalam 100 cc cairan

Ringer Laktat atau Ringer Dextroses selama 15-20 menit secara i.v.

2) Dosis pemeliharaan : 10 gram MgsO4 20% dalam 500 cc RL/RD dengan

kecepatan 1-2 gram perjm.

Pemberian i.m berkala

1) Dosis awal : 4 gram MgsO4 20% (20cc) i.v dengan keceptan 1 gram/

menit

2) Dosis pemeliharaan : 4 gram MgsO4 40% (10 cc) i.m setiap 4 jam .

tambahkan 1 cc lidokain 2% setiap pemberian i.m untuk mengurangi nyeri

dan panas.

Syarat pemberian MgsO4 :

1) Harus tersedia antidotum, yaitu kalsium glukonas 10% ( 1 gram dalam 10

cc)

2) Frekuensi pernafasan ≥ 16 kali permenit

3) Produksi urine ≥ 30 cc perjam (≥0,5 cc/ kg berat badan/jam)

4) Refleks patella positif

MgsO4 diberhentikan pemberiannya apabila :

1) Ada tanda-tanda intoksiskasi


2) Setelah 24 jam pasca persalinan

3) Dalam 6 jam pascasalin terjadi perbaikan (normotensif)

b. Diazepam

Dapat diberikan bila tidak tersedia MgsO4 sebagai obat pilihan. Diazepam i.v

diberikan dengan dosis 10 mg dan dapat diulang setelah 6 jam

2. Obat suportif

Anti hipertensi, kardiotonik, antipiretik, antibiotik, antinyeri dll, menurut indikasi

seperti preeklamsia berat. Obat antihipertensi pada preeklamsia berat yaitu

antihipertensi yang hanya diberikan bila tekanan darah sistolik > 180 mmHg

dan/atau diastolik > 110 mmHg. Berbagai obat yang dapat dipergunakan antara

lain :

a. Hidralazine 2 mg i.v dilanjutkan dengn 100 mg dalam 500 cc NaCl secara

titrasi sampai tekanan darah sistolik <170 mmHg dan diastolik <110 mmHg

b. Labetalol 20 mg bolus i.v. bila tidak berhasil menurunkan tekanan darah

selama 10 menit, labetalol dapat diulangi dengan pemberian 40 mg, lalu 80 mg

setiap 10 menit ( maksimal 220 mg) sampai tercapai tekanan darah yang

diinginkan.

c. Nifedipin 10 mg peroral setiap 30 menit (maksimal 120 mg/hari) sampai

tercapai tekanan darah yang diinginkan. Nifedipine tidak boleh diberikan

sublingual.

d. Obat-obat lain seperti metildopa, nikardipin, verapamil, nimodipin.

Lain-lain :

a. Diuretikum : tidak diberikan kecuali ada edema paru, gagal jantung kongestif

atau edema anasarka

b. Kardiotonika : bila ada tanda-tanda payah jantung


c. Anti piretik : bila ada demam

d. Antibiotik : bila ada tanda-tanda infeksi

e. Anti nyeri : bila penderita gelisah karna kesakitan

C. Pengelolaan obstetrik

Sikap dasar pengelolaan obstetrik adalah semua kehamilan dengan eklamsia

harus diakhiri tanpa memandang usia kehamilan dan keadaan janin. Waktu

pengakhiran kehamilan ditetapkan bila hemodinamika dan metabolisme ibu sudah

pulih/ stabil, yakni 4-8 jam setelah salah satu atau lebih dari keadaan-keadaan ini :

1. Setelah pemberian obat anti kejang

2. Setelah kejang terakhir

3. Setelah pemberian obat-obatan antihipertensi terakhir

4. Pasien mulai sadar (responsif)

D. Perawatan Eklamsia

Perawatan dasar eklamsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi

fungsi vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC),

mengatasi dan mencegah kejang mengendalikan tekanan darah, khususnya pada

waktu krisishipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang

tepat. Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklamsia, merupakan

perawatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklamsia

ialah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit,

khususnya hipertensi krisi, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga

dapat melahirkan janin pada saat dan cara yang tepat. ( Prawirohardjo, 2010)
DAFTAR PUSTAKA

Tim Fakultas Kedokteran UNPAD, edisi ke 3, 2012, Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan
Reproduksi. Bandung, EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan, Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Cunningham FG, Gant N. Obstetri Williams edisi 21, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Rukiyah, Ai yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi, Jakarta : CV. Trans Info Media

Emasindonesia.org/assers/up/2016/11/05-Pemberian-MgSO4-pada-PEB-Eklamsia-di-

Puskesmas.jpg

Emasindonesia.org/assers/up/2016/11/07-Penatalaksanaan-Eklamsia-di-Puskesmas.jpg

Anda mungkin juga menyukai