Anda di halaman 1dari 81

TUGAS KEPERAWATAN JANTUNG

DI

OLEH:

Fortua Marbun (2015005)


Lynce Cahya Putri zai (2015007)
Nadilla Annisa Putri (2015008)
Putra Adil Nduru (205009)
Rone Napitupulu (2015011)

AKADEMI KEPERAWATAN COLUMBIA ASIA


MEDAN

T.A. 2017/2018
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DIURETIKA

Diuretika golongan tiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal jantung
dan dengan dosis yang lebih rendah, untuk menurunkan tekanan darah. Diuretika
kuat digunakan untuk edema paru akibat gagal jantung ventrikel kiri dan pada pasien dengan
gagal jantung kronik.
Kombinasi diuretika dapat efektif untuk edema yang resisten terhadap pengobatan
dengan diuretika tunggal. Misalnya, diuretika kuat dapat dikombinasi dengan diuretika hemat
kalium. Diuresis yang hebat terutama oleh diuretika kuat dapat menyebabkan hipotensi akut;
oleh karena itu, harus dihindari berkurangnya volume plasma yang terlalu cepat.
Pasien lanjut usia, diuretika sering kali diresepkan secara berlebihan. Sebaiknya
digunakan dosis awal yang rendah pada pasien lansia karena rentan terhadap efek samping
golongan obat ini. Dosis harus disesuaikan menurut fungsi ginjal. Diuretika sebaiknya tidak
digunakan terus-menerus dalam jangka panjang untuk mengobati edema kaki yang ringan
(yang biasanya akan memberikan respon terhadap bertambahnya gerakan, mengangkat kaki
atau dengan memakai kaos kaki pendukung).
Kehilangan kalium. Hipokalemia dapat terjadi pada penggunaan diuretika golongan
tiazid maupun diuretika kuat. Risiko hipokalemia lebih bergantung pada lamanya kerja juga
potensinya sehingga efek hipokalemia tiazid lebih besar daripada diuretika kuat dengan
potensi yang sama. Hipokalemia akan berbahaya pada penyakit arteri koroner yang berat dan
pada pasien yang juga sedang diobati dengan glikosida jantung. Seringkali penggunaan
diuretika hemat kalium tidak boleh disertai suplemen kalium.
Pada gagal hati, hipokalemia yang disebabkan oleh diuretika dapat mencetuskan
ensefalopati, terutama pada sirosis alkoholik. Diuretika mungkin juga meningkatkan risiko
hipomagnesemia pada sirosis alkoholik, dan menimbulkan aritmia. Spironolakton, diuretika
hemat kalium, dipilih untuk edema yang timbul akibat sirosis hati. Suplemen kalium atau
diuretika hemat kalium jarang diperlukan bila tiazid digunakan pada pengobatan rutin
hipertensi. Suplemen kalium terutama diperlukan pada kondisi-kondisi berikut:
1. Jika pasien termasuk usia lanjut, karena pasien semacam ini sering kekurangan kalium
dalam dietnya.
2. Pasien yang menggunakan digoksin atau obat anti aritmia, dimana deplesi kalium
dapat menimbulkan aritmia jantung.
3. Pasien yang mungkin mengalami hiperaldosteronisme, misalnya pada stenosis arteri
ginjal, sirosis hati, sindroma nefrotik, dan gagal jantung yang berat.
4. Pasien dengan kehilangan kalium yang berlebihan, seperti pada diare kronis yang
terkait dengan malabsorpsi usus atau penyalahgunaan pencahar.
5. Pasien yang menerima dosis tinggi tiazid atau diuretika kuat.

2.1.1. TIAZID

Tiazid dan senyawa-senyawa terkait merupakan diuretika dengan potensi sedang,


yang bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi natrium pada bagian awal tubulus
distal. Mula kerja diuretika golongan ini setelah pemberian per oral antara 1-2 jam,
sedangkan masa kerjanya 12-24 jam. Lazimnya tiazid diberikan pada pagi hari agar diuresis
tidak mengganggu tidur pasien.

Dalam tatalaksana hipertensi, tiazid dengan dosis rendah misalnya bendroflumetiazid


(bendrofluazid) 2,5 mg sehari, menimbulkan efek penurunan tekanan darah yang maksimal
atau hampir maksimal, dengan gangguan biokimia yang sangat kecil. Dosis yang lebih tinggi
menyebabkan perubahan yang tajam atas kadar kalium, natrium, asam urat, glukosa, dan lipid
plasma, tanpa meningkatkan pengendalian tekanan darah.

Bendrofluazid banyak digunakan untuk gagal jantung ringan atau sedang dan
digunakan untuk hipertensi dalam bentuk tunggal untuk pengobatan hipertensi ringan atau
dikombinasi dengan obat lain untuk hipertensi yang lebih berat. Digunakan juga untuk anak-
anak.

Klortalidon mempunyai masa kerja yang lebih panjang daripada tiazid, dan dapat
diberikan dua hari sekali untuk mengendalikan edema. Obat ini juga bermanfaat bila retensi
yang akut dapat dicetuskan oleh diuresis yang lebih cepat, atau jika pasien tidak suka pola
berkemihnya berubah oleh diuretika.
Tiazid dan diuretika terkait lainnya (termasuk benztiazid, klopamid, siklopentiazid,
hidroklorotiazid dan hidroflumetiazid) tidak memberikan manfaat apapun yang melebihi
bendrofluazid dan klortalidon.
Metolazon terutama efektif bila dikombinasikan dengan suatu diuretika kuat (bahkan
pada gagal ginjal) tetapi diuresis hebat dapat terjadi, sehingga pasien harus dipantau dengan
seksama. Sipamid dan indapamid strukturnya mirip dengan klortalidon.
Indapamid dapat menurunkan tekanan darah dan sedikit memperburuk diabetes
melitus.
Monografi:

1) BENDROFLUAZID (BENDROFLUMETAZID)

Indikasi: Edema, hipertensi.

Peringatan: Pada dosis tinggi atau gangguan ginjal perlu pantau elektrolit; memperburuk
diabetes mellitus dan pirai; mungkin memperburuk SLE (lupus eritematosus sistemik); usia
lanjut (lihat keterangan di atas); kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal.

Interaksi: Alkohol, allopurinol, amphotericin, baclofen, barbiturates, digoxin, opioids,


reboxetine.

Kontraindikasi: Hipokalemia yang refraktur, hiponatremia; hiperkalsemia; gangguan ginjal


dan hati yang berat; hiperurikemia yang simtomatik; penyakit Addison.

Efek Samping: Hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan; impotensi
(reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurisemia,
pirai, hiperglikemia, dan peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit,
fotosensitivitas; gangguan darah (termasuk neutropenia, bila dirasakan pada masa kehamilan
akhir trombositopenia neonatal telah dilaporkan);pankreatitis, kolestatis intrahepatik, dan
reaksi hipersensitivitas (termasuk pneumonitis, edema paru, reaksi kulit yang berat) juga
dilaporkan.
Dosis: Edema, dosis awal 5-10 mg sehari atau berselang sehari pada pagi hari; dosis
penunjang 5-10 mg 1-3 kali seminggu. Hipertensi, 2,5 mg pada pagi hari; dosis yang lebih
tinggi jarang diperlukan.

2) HIDROKLOROTIAZID

Indikasi: Edema, hipertensi.

Peringatan: Pengurangan volume intravaskular: gejala hipotensi khususnya setelah dosis


pertama dapat terjadi pada pasien yang kehilangan volume dan/atau garam oleh karena terapi
diuretika, pembatasan diet garam, diare atau muntah; Arteri stenosis ginjal; Hipertensi
renovaskular; Pasien dengan gangguan ginjal dan transplantasi ginjal; Pasien dengan
gangguan hati: tiazid tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati atau
penyakit hati progresif sejak alterasi minor dari larutan dan keseimbangan elektrolit dapat
mempercepat koma hepatik; Pasien penderita katup jantung stenosis aorta dan mitral,
hipertrofi obstruktif kardiomiopati; Pasien dengan aldosterisme primer; Metabolik dan efek
endokrin: tiazid dapat mengganggu toleransi glukosa.

Pada pasien diabetes diperlukan penyesuaian dosis insulin atau agent oral hipoglikemik;
Kondisi lain yang distimulasi oleh sistem renin-angiotensin-aldosteron; Ketidakseimbangan
elektrolit: tiazid dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia,
hiponatremia dan hipokloremik alkalosis). Tiazid dapat menurunkan eksresi kalsium urin dan
dapat menyebabkan peningkatan serum kalsium sedikit demi sedikit dengan tidak adanya
gangguan yang diketahui dari metabolisme kalsium. Hiperkalsemia ditandai dengan adanya
hiperparatiroidisme yang tersembunyi. Penggunaan tiazid harus dihentikan sebelum
melakukan test untuk fungsi paratiroid. Tiazid juga menunjukkan peningkatan eksresi
magnesium urin yang dapat mengakibatkan hipomagnesemia.
Interaksi: Alkohol, barbiturat atau narkotik; obat-obat antidiabetik (oral dan insulin);
kolestiramin dan resin kolestipol; kortikosteroid, ACTH; glikosida digitalis; AINS; pressor
amine (seperti noradrenalin); relaksan otot skelet nondepolarizing; garam kalsium; atropin,
beperiden, siklofosfamid, metotreksat.

Kontraindikasi: Gangguan hati berat, gangguan ginjal berat (kreatinin klirens < 30
mL/menit), hipokalemia refraktori, hiperkalsemia, hamil dan menyusui (lihat lampiran 4 dan
5).

Efek Samping: Anoreksia, penurunan nafsu makan, iritasi lambung, diare, konstipasi,
sialadenitis, pankreatitis, jaundice, xanthopsia, gangguan penglihatan sementara, leukopenia,
neutropenia/ agranulositosis, thrombositopenia, anemia aplastik, anaemia hemolitik, depresi
sumsum tulang belakang, reaksi fotosensitivitas, ruam, reaksi seperti cutaneous lupus
erythematosus, reaktivasi cutaneous lupus erythematosus, urtikaria, vaskulitis, cutaneous
vasculitis, reaksi anafilaksis, keracunan epidermal nekrolisis, demam, penekanan saluran
pernafasan, gangguan ginjal, nefritis interstisial, kejang otot, lemas, gelisah, kepala terasa
ringan, vertigo, paraesthesia, hipotensi postural, kardiak aritmia, gangguan tidur dan depresi.

Dosis: Edema, dosis awal 12,5-25 mg sehari, untuk penunjang jika mungkin dikurangi;
edema kuat pada pasien yang tidak mampu untuk mentoleransi diuretika berat, awalnya 75
mg sehari.

Hipertensi, dosis awal 12,5 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 25 mg sehari (lihat juga
keterangan diatas). Usia Lanjut. Pada pasien tertentu (terutama usia lanjut) dosis awal 12,5
mg sehari mungkin cukup.
3) INDAPAMID
Indikasi: Hipertensi esensial.

Peringatan: Gangguan ginjal (hentikan bila memburuk); pantau kadar kalium dan urat
plasma pada usia lanjut, hiperaldosteronisme, pirai, atau pengobatan bersama glikosida
jantung; hiperparatiroidisme (hentikan jika hiperkalsemia); kehamilan dan menyusui.

Interaksi: Amiodarone, cisapride, dolasetron, dronedarone, lithium, sodium phosphate.

Kontraindikasi: Stroke yang baru saja terjadi, gangguan hati yang berat.

Efek Samping: Hipokalemia, sakit kepala, pusing, konstipasi, dispepsia, ruam kulit (eritema
multiforme, nekrolisis epidermal dilaporkan); jarang terjadi hipotensi ortostatik, palpitasi,
enzim hati meningkat, gangguan darah (termasuk trombositopenia), hiponatremia, alkalosis
metabolik, hiperglikemia, kadar urat plasma meningkat, parestesia meningkat,
fotosensitivitas, impotensi, gangguan ginjal, miopia akut yang reversibel; diuresis dengan
dosis di atas 2,5 mg sehari.

Dosis: 2,5 mg sehari pada pagi hari.

4) KLORTALIDON

Indikasi: Asites karena sirosis pada sekelompok pasien (dibawah pengawasan dokter),
edema karena sindrom nefrotik, hipertensi (lihat juga keterangan diatas); gagal jantung kronik
yang ringan sampai sedang; diabetes insipidus.

Peringatan: Pada dosis tinggi atau gangguan ginjal perlu pantau elektrolit; memperburuk
diabetes mellitus dan pirai; mungkin memperburuk SLE (lupus eritematosus sistemik); usia
lanjut (lihat keterangan di atas); kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal.

Kontraindikasi: Hipokalemia yang refraktur, hiponatremia; hiperkalsemia; gangguan ginjal


dan hati yang berat; hiperurikemia yang simtomatik; penyakit Addison.
Efek Samping: Hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan; impotensi
(reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurisemia,
pirai, hiperglikemia, dan peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit,
fotosensitivitas; gangguan darah (termasuk neutropenia, bila dirasakan pada masa kehamilan
akhir trombositopenia neonatal telah dilaporkan);pankreatitis, kolestatis intrahepatik, dan
reaksi hipersensitivitas (termasuk pneumonitis, edema paru, reaksi kulit yang berat) juga
dilaporkan.

Dosis: Edema, hingga 50 mg sehari selama periode terbatas.

Hipertensi, 25 mg pada pagi hari, jika perlu tingkatkan sampai 50 mg.

5) METOLAZON

Indikasi: Edema, hipertensi.

Peringatan: Pada dosis tinggi atau gangguan ginjal perlu pantau elektrolit; memperburuk
diabetes mellitus dan pirai; mungkin memperburuk SLE (lupus eritematosus sistemik); usia
lanjut (lihat keterangan di atas); kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal, juga
diuresis berat pada pemberian bersama furosemid (pantau pasien dengan seksama); porfiria.

Kontraindikasi: Hipokalemia yang refraktur, hiponatremia; hiperkalsemia; gangguan ginjal


dan hati yang berat; hiperurikemia yang simtomatik; penyakit Addison.

Efek Samping: Hipotensi postural dan gangguan saluran cerna yang ringan; impotensi
(reversibel bila obat dihentikan); hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperurisemia,
pirai, hiperglikemia, dan peningkatan kadar kolesterol plasma; jarang terjadi ruam kulit,
fotosensitivitas; gangguan darah (termasuk neutropenia, bila dirasakan pada masa kehamilan
akhir trombositopenia neonatal telah dilaporkan);pankreatitis, kolestatis intrahepatik, dan
reaksi hipersensitivitas (termasuk pneumonitis, edema paru, reaksi kulit yang berat) juga
dilaporkan.

Dosis: Edema, 5-10 mg pada pagi hari; jika perlu tingkatkan sampai 20 mg sehari pada
edema resisten, maksimal 80 mg sehari.

Hipertensi, dosis awal 5 mg pada pagi hari; dosis penunjang 5 mg selang sehari.

6) SIPAMID
Indikasi: Edema, hipertensi.

Peringatan: Pada dosis tinggi atau gangguan ginjal perlu pantau elektrolit; memperburuk
diabetes mellitus dan pirai; mungkin memperburuk SLE (lupus eritematosus sistemik); usia
lanjut (lihat keterangan di atas); kehamilan dan menyusui; gangguan hati dan ginjal, juga
porfiria.

Kontraindikasi: Hipokalemia yang refraktur, hiponatremia; hiperkalsemia; gangguan ginjal


dan hati yang berat; hiperurikemia yang simtomatik; penyakit Addison.

Efek Samping: Gangguan saluran cerna; pusing ringan; hipokalemia, lebih jarang terjadi
gangguan elektrolit lain seperti hiponatremia.

Dosis: Edema, dosis awal 40 mg pada pagi hari; tingkatkan sampai 80 mg pada kasus
resisten; dosis penunjang 20 mg pada pagi hari.

Hipertensi, 20 mg pada pagi hari.

2.1.2. DIURETIKA KUAT

Diuretika kuat digunakan dalam pengobatan edema paru akibat gagal jantung
ventrikel kiri. Pemberian intravena mengurangi sesak nafas dan mengurangi preload lebih
cepat dari yang diharapkan dari mula kerja diuresis. Diuretika kuat ini juga digunakan pada
pasien gagal jantung kronik. Edema yang resisten terhadap diuretika (kecuali edema limfa
dan edema akibat stasis vena perifer atau antagonis kalsium) dapat diobati dengan diuretika
kuat yang dikombinasikan dengan tiazid atau diuretika sejenis (contoh bendroflumetiazid 5-
10 mg sehari atau metolazon 5-20 mg sehari).
Diuretika kuat kadang-kadang digunakan untuk menurunkan tekanan darah terutama
pada hipertensi yang resisten terhadap terapi tiazid. Diuretika kuat menghambat resorpsi
cairan dari ascending limb of the loop of Henle dalam tubulus ginjal dan merupakan diuretika
yang kuat. Hipokalemia dapat terjadi, dan perlu hati-hati untuk menghindari hipotensi. Jika
terdapat pembesaran prostat, dapat terjadi retensi urin. Risiko ini kemungkinan terjadinya
kecil bila pada awalnya digunakan diuretika dosis kecil dan tidak terlalu poten.

Furosemid dan bumetanid aktivitasnya serupa. Keduanya bekerja dalam waktu 1


jam setelah pemberian oral dan efek diuresis berakhir dalam 6 jam, sehingga jika perlu dapat
diberikan 2 kali dalam satu hari tanpa mengganggu tidur. Setelah pemberian intravena kedua
obat tersebut menghasilkan efek puncak dalam 30 menit. Diuresis yang dikaitkan dengan
kedua obat ini ternyata berhubungan dengan dosis. Pada pasien dengan fungsi ginjal
terganggu, kadang-kadang diperlukan dosis yang sangat besar. Pada dosis besar, keduanya
dapat menyebabkan ketulian dan bumetamid dapat menyebabkan mialgia.

Furosemid banyak digunakan pada anak-anak. Obat ini digunakan untuk edema paru,
gagal jantung kongestif dan hipertensi karena gagal jantung atau ginjal. Furosemid kadang-
kadang menyebabkan otoksisitas tapi risiko ini dapat dikurangi dengan memberikan dosis
oral yang besar dalam 2 atau lebih dosis terbagi. Penggunaan jangka panjang pada neonatus
dapat menimbulkan nefrokalsinosis yang disebabkan meningkatnya kehilangan kalsium
melalui urin. Pada kasus ini lebih baik digunakan tiazid.

Torasemid memiliki sifat-sifat yang sama dengan furosemid dan bumetamid, dan
digunakan untuk edema dan hipertensi.

Monografi:

1) BUMETAMID
Indikasi: Edema, oliguria karena gagal ginjal.

Peringatan: hipotensi, pasien dengan risiko penurunan tekanan darah, diabetes melitus, gout,
sindrom hepatorenal, hipoproteinemia, bayi premature, gangguan hati, gangguan ginjal,
kehamilan dan menyusui.

Kontraindikasi: Gagal ginjal dengan anuria, prekoma dan koma hepatik, defisiensi
elektrolit, hipovolemia, hipersensitivitas.

Efek Samping: Sangat umum: gangguan elektrolit, dehidrasi, hipovolemia, hipotensi,


peningkatan kreatinin darah.

Umum: hemokonsentrasi, hiponatremia, hipokloremia, hipokalemia, peningkatan kolesterol


darah, peningkatan asam urat darah, gout, enselopati hepatik pada pasien dengan penurunan
fungsi hati, peningkatan volume urin.

Tidak umum: trombositopenia, reaksi alergi pada kulit dan membran mukus, penurunan
toleransi glukosa dan hiperglikemia, gangguan pendengaran, mual, pruritus, urtikaria, ruam,
dermatitis bulosa, eritema multiformis, pemfigoid, dermatitis eksfoliatif, purpura,
fotosensitivitas.

Jarang: eosinofilia, leukositopenia, anafilaksis berat dan reaksi anafilaktoid, parestesia,


vakulitis, muntah, diare, nefritis tubulointerstisial, demam.

Sangat jarang: anemia hemolitik, anemia aplastik, agranulositosis, tinnitus, pankreatitis akut,
kolestasis intrahepatik, peningkatan transaminase.

Tidak diketahui frekuensinya: hipokalsemia, hipomagnesemia, alkalosis metabolik,


trombosis, sindroma Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksik, pustulosis eksantema
generalisata akut (Acute Generalized Exanthematous Pustulosis/AGEP), reaksi obat dengan
eosinofilia dan gejala sistemik (Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic
Symptom/DRESS), peningkatan natrium urin, peningkatan klorida urin, peningkatan urea
darah, gejala gangguan fungsi mikturisi, nefrokalsinosis dan/atau nefrolitiasis pada bayi
prematur, gagal ginjal, peningkatan risiko persistent ductus arteriosus pada bayi prematur
usia seminggu, nyeri lokal pada area injeksi.

Dosis: Oral, 1 mg pada pagi hari, jika perlu ulangi setelah 6-8 jam; kasus yang parah
tingkatkan sampai 5 mg sehari atau lebih.
Usia lanjut, 0,5 mg sehari mungkin cukup Injeksi intravena, 1-2 mg, ulangi setelah 20 menit;

jika injeksi intramuskuler perlu dipertimbangkan, dosis awal 1 mg kemudian disesuaikan


menurut responsnya Infus intravena, 2-5 mg selama 30-60 menit.

2) FUROSEMID

Indikasi: Udem karena penyakit jantung, hati, dan ginjal. Terapi tambahan pada udem
pulmonari akut dan udem otak yang diharapkan mendapat onset diuresis yang kuat dan
cepat.

Peringatan: Hipotensi, pasien dengan risiko penurunan tekanan darah, diabetes melitus,
gout, sindrom hepatorenal, hipoproteinemia, bayi prematur.

Interaksi: Glukokortikoid, karbenoksolon, atau laksatif: meningkatkan deplesi kalium


dengan risiko hipokalemia. Antiinflamasi non-steroid (AINS), probenesid, metotreksat,
fenitoin, sukralfat: mengurangi efek dari furosemid. Glikosida jantung: meningkatkan
sensitivitas miokardium. Obat yang dapat memperpanjang interval QT: meningkatkan risiko
aritmia ventrikular. Salisilat: meningkatkan risiko toksisitas salisilat. Antibiotik
aminoglikosida, sefalosporin, dan polimiksin: meningkatkan efek nefrotoksik dan ototoksik.
Sisplastin: memungkinkan adanya risiko kerusakan pendengaran. Litium: meningkatkan efek
litium pada jantung dan neurotoksik karena furosemid mengurangi eksresi litium.
Antihipertensi: berpotensi menurunkan tekanan darah secara drastis dan penurunan fungsi
ginjal. Probenesid, metotreksat: menurunkan eliminasi probenesid dan metotreksat. Teofilin:
meningkatkan efek teofilin atau agen relaksan otot. Antidiabetik dan antihipertensi
simpatomimetik: menurunkan efek obat antidiabetes dan antihipertensi simpatomimetik.
Risperidon: hati-hati penggunaan bersamaan. Siklosporin: meningkatkan risiko gout. Media
kontras: risiko pemburukan kerusakan ginjal. Kloralhidrat: mungkin timbul panas,
berkeringat, gelisah, mual, peningkatan tekanan darah dan takikardia.

Kontraindikasi: Gagal ginjal dengan anuria, prekoma dan koma hepatik, defisiensi
elektrolit, hipovolemia, hipersensitivitas.

Efek Samping: Sangat umum: gangguan elektrolit, dehidrasi, hipovolemia, hipotensi,


peningkatan kreatinin darah.

Umum: hemokonsentrasi, hiponatremia, hipokloremia, hipokalemia, peningkatan kolesterol


darah, peningkatan asam urat darah, gout, enselopati hepatik pada pasien dengan penurunan
fungsi hati, peningkatan volume urin.

Tidak umum: trombositopenia, reaksi alergi pada kulit dan membran mukus, penurunan
toleransi glukosa dan hiperglikemia, gangguan pendengaran, mual, pruritus, urtikaria, ruam,
dermatitis bulosa, eritema multiformis, pemfigoid, dermatitis eksfoliatif, purpura,
fotosensitivitas.

Jarang: eosinofilia, leukositopenia, anafilaksis berat dan reaksi anafilaktoid, parestesia,


vakulitis, muntah, diare, nefritis tubulointerstisial, demam.

Sangat jarang: anemia hemolitik, anemia aplastik, agranulositosis, tinnitus, pankreatitis akut,
kolestasis intrahepatik, peningkatan transaminase.

Tidak diketahui frekuensinya: hipokalsemia, hipomagnesemia, alkalosis metabolik,


trombosis, sindroma Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksik, pustulosis eksantema
generalisata akut (Acute Generalized Exanthematous Pustulosis/AGEP), reaksi obat dengan
eosinofilia dan gejala sistemik (Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic
Symptom/DRESS), peningkatan natrium urin, peningkatan klorida urin, peningkatan urea
darah, gejala gangguan fungsi mikturisi, nefrokalsinosis dan/atau nefrolitiasis pada bayi
prematur, gagal ginjal, peningkatan risiko persistent ductus arteriosus pada bayi prematur
usia seminggu, nyeri lokal pada area injeksi.

Dosis: Oral: Udem. Dewasa, dosis awal 40 mg pada pagi hari, penunjang 20-40 mg sehari,
tingkatkan sampai 80 mg sehari pada udem yang resistensi. Anak, 1-3 mg/kg BB sehari,
maksimal 40 mg sehari.
Oliguria. Dosis awal 250 mg sehari. Jika diperlukan dosis lebih besar, tingkatkan bertahap
dengan 250 mg, dapat diberikan setiap 4-6 jam sampai maksimal dosis tunggal 2 g (jarang
digunakan).

Injeksi intravena atau intramuskular: Udem. Dewasa >15 tahun, dosis awal 20-40 mg, dosis
dapat ditingkatkan sebesar 20 mg tiap interval 2 jam hingga efek tercapai. Dosis individual
diberikan 1-2 kali sehari. Pemberian injeksi intravena harus perlahan dengan kecepatan tidak
melebihi 4 mg/menit. Pemberian secara intramuskular hanya dilakukan bila pemberian oral
dan intravena tidak memungkinkan. Intramuskular tidak untuk kondisi akut seperti udem
pulmonari. Udem pulmonari akut. Dosis awal 40 mg secara intravena. Jika tidak
mendapatkan respons yang diharapkan selama 1 jam, dosis dapat ditingkatkan hingga 80 mg
secara intravena lambat. Udem otak. Injeksi intravena 20-40 mg 3 kali sehari. Diuresis
mendesak.Dosis 20-40 mg diberikan bersama infus cairan elektrolit. Bayi dan anak <15
tahun, pemberian secara parenteral hanya dilakukan bila keadaan mendesak atau mengancam
jiwa (1 mg/kg BB hingga maksimum 20 mg/hari).

3) TORASEMID

Indikasi: Edema, hipertensi.

Peringatan: Hipotensi, pasien dengan risiko penurunan tekanan darah, diabetes melitus,
gout, sindrom hepatorenal, hipoproteinemia, bayi premature, gagal hati; gagal ginjal;
kehamilan.

Kontraindikasi: Gagal ginjal dengan anuria, prekoma dan koma hepatik, defisiensi
elektrolit, hipovolemia, hipersensitivitas.
Efek Samping: Sangat umum: gangguan elektrolit, dehidrasi, hipovolemia, hipotensi,
peningkatan kreatinin darah.

Umum: hemokonsentrasi, hiponatremia, hipokloremia, hipokalemia, peningkatan kolesterol


darah, peningkatan asam urat darah, gout, enselopati hepatik pada pasien dengan penurunan
fungsi hati, peningkatan volume urin.

Tidak umum: trombositopenia, reaksi alergi pada kulit dan membran mukus, penurunan
toleransi glukosa dan hiperglikemia, gangguan pendengaran, mual, pruritus, urtikaria, ruam,
dermatitis bulosa, eritema multiformis, pemfigoid, dermatitis eksfoliatif, purpura,
fotosensitivitas.

Jarang: eosinofilia, leukositopenia, anafilaksis berat dan reaksi anafilaktoid, parestesia,


vakulitis, muntah, diare, nefritis tubulointerstisial, demam.

Sangat jarang: anemia hemolitik, anemia aplastik, agranulositosis, tinnitus, pankreatitis akut,
kolestasis intrahepatik, peningkatan transaminase.

Tidak diketahui frekuensinya: hipokalsemia, hipomagnesemia, alkalosis metabolik,


trombosis, sindroma Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksik, pustulosis eksantema
generalisata akut (Acute Generalized Exanthematous Pustulosis/AGEP), reaksi obat dengan
eosinofilia dan gejala sistemik (Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic
Symptom/DRESS), peningkatan natrium urin, peningkatan klorida urin, peningkatan urea
darah, gejala gangguan fungsi mikturisi, nefrokalsinosis dan/atau nefrolitiasis pada bayi
prematur, gagal ginjal, peningkatan risiko persistent ductus arteriosus pada bayi prematur
usia seminggu, nyeri lokal pada area injeksi. Juga mulut kering; paraestesia anggota badan
jarang.

Dosis: Oral, edema, 5 mg sekali sehari, sebaiknya pada pagi hari, jika perlu tingkatkan
sampai 20 mg sekali sehari; dosis maksimal 40 mg sehari. Hipertensi, 2,5 mg sehari, bila
perlu tingkatkan sampai 5 mg sekali sehari.

2.1.3. Diuretika Hemat Kalium

Amilorid dan triamteren tunggal merupakan diuretika yang lemah. Keduanya


menyebabkan retensi kalium dan karenanya digunakan sebagai alternatif yang lebih efektif
sebagai suplementasi kalium pada penggunaan tiazid atau diuretika kuat. Suplemen kalium
tidak boleh diberikan bersama diuretika hemat kalium. Juga penting untuk diingat bahwa
pemberian diuretika hemat kalium pada seorang pasien yang menerima suatu penghambat
ACE atau antagonis reseptor angiotensin II dapat menyebabkan hiperkalemia berat.
Monografi:

1) AMILORID HIDROKLORIDA

Indikasi: Edema, konversi kalium dengan tiazid dan diuretika kuat.

Peringatan: Kehamilan dan menyusui; gangguan ginjal; diabetes mellitus; usia lanjut.

Interaksi: Angiotensin II receptor antagonist, cyclosporine, lithium.

Kontraindikasi: Hiperkalemia, gagal ginjal.

Efek Samping: Meliputi gangguan saluran cerna, mulut kering, ruam kulit, bingung,
hipotensi postural, hiperkalemia, hiponatremia.

Dosis: Digunakan sendiri, dosis awal 10 mg sehari atau 5 mg 2 kali sehari, sesuaikan
menurut respons; maksimal 20 mg sehari. Dengan diuretika lain, gagal jantung kongestif dan
hipertensi, dosis awal 5-10 mg sehari; sirosis dengan asites, dosis awal 5 mg sehari.
2) TRIAMTEREN

Indikasi: Edema, sebagai penahan kalium dalam terapi kombinasi dengan hidroklortiazid
dan diuretika kuat.

Peringatan: Kehamilan dan menyusui; gangguan ginjal; diabetes mellitus; usia lanjut, dapat
menyebabkan warna urin berubah menjadi biru fluoresens.

Kontraindikasi: Hiperkalemia, gagal ginjal

Efek Samping: Gangguan saluran cerna, mulut kering, ruam kulit; sedikit penurunan tekanan
darah, hiperkalemia, hiponatremia; juga dilaporkan fotosensitivitas dan gangguan darah;
triamteren ditemukan pada batu ginjal.

Dosis: Awal, 150-250 mg per hari, dosis dikurangi menjadi setiap dua hari setelah satu
minggu; diberikan dalam dosis terbagi setelah sarapan dan makan siang; dosis awal yang
lebih rendah jika diberikan bersama diuretika lain.

 Antagonis Aldosteron

Spironolakton mempotensiasi tiazid atau diuretika kuat dengan cara melawan kerja
aldosteron. Spironolakton bermanfaat dalam pengobatan udem sirosis pada hati.
Spironolakton dosis rendah bermanfaat pada gagal jantung berat. Spironolakton juga
digunakan untuk hiperaldo-steronisme (sindrom Conn). Spironolakton diberikan sebelum
pembedahan. Apabila pembedahan tidak mungkin dilakukan, spironolakton diberikan dengan
dosis efektif terendah untuk penunjang.

Spironolakton adalah diuretika hemat kalium yang paling sering digunakan pada anak-
anak, obat ini merupakan antagonis aldosteron dan meningkatkan retensi kalium dan ekskresi
natrium di tubulus distal. Spironolakton dikombinasikan dengan diuretika lain untuk
mengurangi hilangnya kalium melalui urin. Obat ini juga digunakan dalam jangka waktu
panjang untuk penatalaksanaan sindrom Bartter dan dosis tinggi dapat mengendalikan asites
pada bayi dengan hepatitis neonatal menahun (kronis). Manfaat klinis spironolakton dalam
penatalaksanaan udem paru pada awal neonatal prematur dengan penyakit paru kronis belum
diketahui dengan pasti.

Eplerenon digunakan sebagai terapi tambahan pada disfungsi ventrikel kiri yang disertai
dengan kejadian gagal jantung setelah infark miokard. Seperti juga diuretika hemat kalium,
suplemen kalium tidak boleh diberikan bersama dengan antagonis aldosteron.

Monografi:

1) SPIRONOLAKTON

Indikasi: Edema dan asitas pada sirosis hati, asites malignan, sindroma nefrotik, gagal
jantung kongestif; hiperaldosteronism primer.

Peringatan: Produk-produk metabolik berpotensi karsinogenik pada hewan mengerat; usia


lanjut; gangguan hati; gangguan ginjal (hindari bila sedang sampai berat); pantau elektrolit
(hentikan bila terjadi hiperkalemia, hiponatremia; penyakit Addison).

Efek Samping: Gangguan saluran cerna; impotensi, ginekomastia, menstruasi tidak teratur,
letargi, sakit kepala, bingung; ruam kulit; hiperkalemia; hiponatremia; hepatotoksisitas,
osteomalasia, dan gangguan darah dilaporkan.

Dosis: 100-200 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 400 mg; Anak. dosis awal 3 mg/kg
bb dalam dosis terbagi.
2) EPLERENON

Indikasi: Tambahan terapi standar termasuk beta bloker untuk mengurangi risiko mortalitas
dan morbiditas kardiovaskuler pada pasien disfungsi ventrikel kiri yang stabil LVEF < 40%,
dengan bukti klinis gagal jantung setelah infark miokard.

Peringatan: Periksa kadar kalium plasma sebelum terapi, selama pemberian awal, dan saat
perubahan dosis; lansia, gangguan fungsi hati; gangguan fungsi ginjal, kehamilan, menyusui.

Kontraindikasi: Hiperkalemia, penggunaan bersamaan dengan diuretika hemat kalium, atau


suplemen kalium; hipersensitif terhadap komponen obat, gangguan fungsi ginjal (bersihan
kreatinin di bawah 50 mL/menit), gangguan fungsi hati, pasien dengan kadar kalium serum
awal di atas di atas 5,0 mmol/L.

Efek Samping: Diare, mual; hipotensi; pusing; hiperkalemia; lebih jarang perut kembung,
muntah, atrial fibrillation, hipotensi postural, arterial thrombosis, dislipidemia, faringitis,
sakit kepala, insomnia, pyelonefritis, hiponatremia, dehidrasi, eosinofilia, asthenia, malaise,
sakit punggung, kram kaki, gangguan fungsi ginjal, azotemia, berkeringat, gatal.

Dosis: Dosis awal 25 mg sehari sekali, ditingkatkan dalam 4 minggu sampai 50 mg sehari
sekali dengan mempertimbangkan kadar kalium serum (lihat tabel).

Tabel pengaturan dosis sesudah pemberian awal.

Kalium
serum Penyesuaian
(mmol/L) Tindakan dosis

<5,0 Ditingkatkan 1x25 mg setiap


dua hari
menjadi 1x25
mg setiap hari

1x25 mg setiap
hari menjadi
1x50 mg setiap
hari

Tidak
ada penyesuaian
5,0–5,4 Tetap dosis

1x50 mg setiap
hari menjadi
1x25 mg setiap
hari
1x25 mg setiap
hari menjadi
1x25 mg setiap
dua hari
1x25mg setiap
dua hari
menjadi
5,0–5,9 Diturunkan dihentikan

>6,0 Dihentikan Tidak ada

Terapi eplerenon biasanya dimulai antara 3-14 hari setelah infark miokard akut;
pasien dengan kalium serum di atas 5,0 mmol/L tidak boleh dimulai dengan eplerenon,
kalium serum harus diukur sebelum memulai terapi eplerenon selama satu minggu dan satu
bulan, sesudah dimulainya terapi atau penyesuaian dosis; kalium serum harus dinilai secara
periodik; tidak dianjurkan untuk anak-anak. Eplerenon dihentikan karena kalium serum > 6,0
mmol/L, eplerenon dapat dimulai kembali dengan dosis 25 mg dua kali sehari jika kadar
kalium serum menurun di bawah 5,0 mmol/L.

2.1.4. Diuretika Osmotik

Diuretika golongan ini jarang digunakan pada gagal jantung karena dapat
meningkatkan volume darah secara akut. Manitol digunakan pada edema serebral, dengan
dosis 1 g/kg sebagai larutan 20% yang diberikan lewat infus intravena dengan kecepatan
yang cepat. Manitol juga digunakan untuk mengurangi meningkatnya tekanan intra okuler.

Monografi:

1) MANITOL

Indikasi: Edema serebral.

Peringatan: Gagal jantung kongestif, edema paru.

Efek Samping: Menggigil, demam.

Dosis: Infus intravena, diuresis, 50 - 200 mg selama 24 jam, didahului oleh dosis uji 200
mg/kg bb injeksi intravena yang lambat. Serebral edema, lihat keterangan diatas.
2.1.5. Penghambat Karbonik Anhidrase

Penghambat enzim karbonik anhidrase (asetazolamid) merupakan diuretika yang


lemah dan jarang digunakan untuk efek diuretikanya. Asetazolamid dan tetes mata
dorzolamid menghambat pembentukan cairan bola mata dan digunakan untuk glaucoma.
Pada anak-anak, asetazolamid juga digunakan untuk pengobatan epilepsi dan meningkatkan
tekanan intrakranial.

2.1.6. Diuretika Kombinasi

Ada pasien yang dalam pengobatan dengan diuretika tidak memerlukan suplementasi
kalium. Pada pasien yang memerlukan suplementasi kalium, jumlah kalium pada sediaan
kombinasi mungkin tidak mencukupi, karena itu penggunaannya tidak terlalu dianjurkan.

Diuretika dengan suplemen kalium dan diuretika hemat kalium tidak boleh diberikan
bersamaan. Diuretika dan suplemen kalium harus diberikan secara terpisah pada anak-anak.

KONSELING: Tablet kalium dengan formulasi lepas lambat harus ditelan utuh dengan
banyak minum, diberikan saat makan dapat sambil duduk atau berdiri.

2.2 ANTIKOAGULAN

Penggunaan utama antikoagulan adalah untuk mencegah pembentukan trombus atau


memecah trombus yang sudah terbentuk di sisi vena dengan aliran yang lambat, di mana
trombus terdiri dari jaringan fibrin dengan trombosit dan sel darah merah. Antikoagulan
banyak digunakan dalam pencegahan dan pengobatan trombosis vena dalam di kaki.

Antikoagulan kurang berguna dalam pencegahan pembentukan trombus dalam arteri,


untuk trombus dalam pembuluh darah dengan aliran darah yang lebih cepat, yang terutama
terdiri dari platelet dengan sedikit fibrin. Biasanya digunakan untuk mencegah pembentukan
trombus yang terjadi pada katup jantung prostetik

2.2.1. Antikoagulan Oral


Antikoagulan oral melawan efek vitamin K, dan diperlukan waktu paling tidak 48-72
jam untuk mendapat efek antikoagulan yang maksimal. Jika diperlukan efek yang segera,
heparin harus diberikan bersamaan.

Penggunaan: Indikasi utama terapi antikoagulan oral adalah trombosis vena dalam. Selain
itu juga digunakan pada pasien embolisme paru, fibrilasi atrium dengan risiko embolisasi,
dan pasien dengan katup jantung prostetik mekanik (untuk mencegah terjadinya emboli di
atas katup tersebut). Obat antiagregasi dapat juga digunakan pada pasien tersebut.
Warfarin merupakan obat terpilih, sedangkan asenokumarol dan fenindion jarang digunakan.
Warfarin merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan tromboemboli sistemik pada anak-
anak (bukan neonatus) setelah heparinisasi awal.

Antikoagulan oral tidak boleh digunakan sebagai terapi lini pertama pada trombosis
arteri serebral atau oklusi arteri perifer; asetosal lebih sesuai untuk mengurangi risiko
serangan iskemik otak yang bersifat sementara. Heparin atau heparin bobot molekul rendah
biasanya dipilih untuk profilaksis tromboemboli vena pada pasien yang akan dibedah.

Dosis: Apabila memungkinkan, sebaiknya dilakukan pengukuran waktu protrombin awal,


namun dosis awal tidak boleh ditunda pemberiannya walau hasil uji belum didapatkan.
Dosis induksi lazim pada dewasa untuk warfarin adalah 10 mg sehari selama 2 hari
(tidak dianjurkan dosis yang lebih tinggi). Dosis penunjang lanjutan bergantung pada waktu
protrombin, dilaporkan sebagai INR (internasional normalised ratio). Dosis penunjang per
hari warfarin biasanya 3 sampai dengan 9 mg (diminum pada jam yang sama setiap hari).
Target INR menurut rekomendasi British Society for Haematology:
 INR 2,5 untuk pengobatan trombosis vena-dalam dan embolisme paru (atau untuk
kekambuhan pada pasien yang tidak lagi menerima warfarin), untuk pengobatan
trombosis vena-dalam dan embolisme paru yang berhubungan dengan sindrom
antifosfolipid, untuk fibrilasi atrial, cardioversion (target nilai INR yang lebih tinggi,
misalnya 3, sebelum melakukan tindakan), dilated kardiomiopati, mural thrombus
pasca infark miokard, dan hemoglobinuria paroksismal di malam hari;
 INR 3,5 untuk trombosis vena-dalam kambuhan dan embolisme paru (pada pasien
yang sedang mendapat terapi warfarin dengan INR di atas 2);
 Untuk pasien dengan katup jantung prostetik mekanik, target INR yang dianjurkan
tergantung pada tipe lokasi dari katup. Pada umumnya, target INR 3 dianjurkan untuk
katup aorta mekanik, dan 3,5 untuk katup mitral mekanik
Pemantauan: Penting untuk menentukan INR setiap hari atau selang sehari pada awal
pengobatan, selanjutnya dengan interval yang lebih panjang (bergantung pada respon yang
diperoleh) dan selanjutnya dilakukan setiap 12 minggu.
Pendarahan: Efek samping utama semua antikoagulan oral adalah perdarahan. Pemantauan
INR dan melewatkan dosis jika perlu dapat dilakukan; apabila antikoagulan sudah dihentikan
namun perdarahan tidak berhenti, INR harus diukur 2-3 hari kemudian untuk memastikan
bahwa INR menurun.
Rekomendasi the British Society for Haematology untuk pasien yang menerima
warfarin (berdasarkan nilai INR dan kondisi perdarahan mayor atau minor):
 Perdarahan mayor – hentikan warfarin; berikan fitomenadion (vitamin K) 5-10 mg
secara injeksi intravena lambat; berikan konsentrat protrombin kompleks (faktor II,
VII, IX dan X) 30-50 unit/kg bb atau plasma segar beku (fresh frozen plasma) 15
mL/kg bb (jika konsentrat tidak tersedia).
 INR >8,0, tidak ada perdarahan atau perdarahan minor– hentikan warfarin, mulai
gunakan kembali bila INR <5,0; jika ada faktor risiko perdarahan yang lain berikan
fitomenadion (vitamin K) 500 mcg secara injeksi intravena lambat atau 5 mg per oral
(untuk mengatasi sebagian efek antikoagulan diberikan fitomenadion dengan dosis
oral yang lebih kecil misalnya 0,5–2,5 mg dengan menggunakan preparat intravena
secara oral); ulangi dosis fitomenadion jika INR masih terlalu tinggi setelah 24 jam.
 INR 6,0–8,0, tidak ada perdarahan atau perdarahan minor– hentikan warfarin, mulai
lagi bila INR <5,0.
 INR < 6,0 tetapi lebih dari 0,5 unit di atas nilai sasaran– kurangi dosis atau hentikan
warfarin, mulai lagi bila INR<5,0.
 Perdarahan yang tidak terduga pada dosis terapi– periksa kemungkinan penyebabnya
misalnya penyakit ginjal atau saluran cerna yang tidak terduga.
Efek samping: Utama semua antikoagulan oral adalah perdarahan.
Kehamilan: Antikoagulan oral bersifat teratogenik. Karena itu, tidak boleh diberikan pada
trimester pertama kehamilan. Wanita dengan risiko hamil harus diberi peringatan terhadap
bahaya obat ini karena menghentikan pemakaian warfarin sebelum 6 minggu usia kehamilan
akan menghindarkan risiko abnormalitas janin. Antikoagulan oral menembus plasenta dengan
risiko menimbulkan perdarahan plasenta atau fetus, terutama selama beberapa minggu
terakhir kehamilan dan pada masa persalinan. Karena itu, antikoagulan oral seharusnya
dihindari pada kehamilan, terutama pada trimester pertama dan ketiga. Hal ini sulit
dilakukan, terutama pada wanita dengan katup jantung buatan, fibrilasi atrium atau dengan
riwayat trombosis vena kambuhan atau embolisme paru.
Monografi:

1) APIKSABAN

Indikasi: Pencegahan kejadian tromboemboli vena (Venous Thromboembolic Events, VTE)


pada pasien dewasa paska operasi penggantian pinggul atau lutut.
Peringatan: Risiko perdarahan, kerusakan ginjal, kerusakan hati ringan dan sedang, anastesi
neuraksial, operasi pinggul yang retak, tukak pada saluran pencernaan, riwayat stroke
hemoragik, hipertensi berat, infeksi endokarditis, paska operasi otak, sumsum tulang
belakang, atau mata, sedang menggunakan obat yang meningkatkan risiko perdarahan, tidak
direkomendasikan penggunaan pada kehamilan dan menyusui.

Interaksi: Risiko perdarahan meningkat pada penggunaan bersama dengan antiplatelet,


AINS, antikoagulan dan sulfinpirazon, antifungi (ketokonazol, itrakonazol, vorikonazol, dan
posakonazol) meningkatkan konsentrasi plasma apiksaban (disarankan untuk dihindari),
antibakteri (rifampisin) menurunkan konsentrasi plasma apiksaban, antivirus, hindari
penggunaan bersama dengan atazanavir, darunavir, fosamprenavir, indinavir, lopinavir,
nelfinavir, ritonavir, saquinavir dan tipranavir.

Kontraindikasi: Perdarahan aktif, penyakit hati terkait koagulopati dan risiko perdarahan
lainnya.
Efek Samping: Umum:anemia, perdarahan, memar, dan mual;

Tidak umum: hipotensi, trombositopenia, epistaksis, perdarahan saluran pencernaan,


perdarahan melalui anus (hematozesia), peningkatan transaminase, peningkatan aspartat
aminotransferase, peningkatan gamma-glutamiltransferase, gangguan pada hasil uji fungsi
hati, peningkatan fosfatase alkali darah, peningkatan bilirubin darah, hematuria.

Dosis: Oral, 2,5 mg dua kali sehari, diberikan 12-24 jam setelah operasi. Pengobatan
dilakukan selama 10-14 hari untuk pasca operasi penggantian lutut atau 32-38 hari untuk
pasca operasi penggantian pinggul.

2) DABIGATRAN ETEKSILAT

Indikasi: Profilaksis primer tromboemboli vena pasien dewasa pasca operasi elektif
penggantian pinggul total (total hip replacement) dan operasi penggantian lutut total (total
knee replacement), profilaksis embolisme stroke dan sistemik pada pasien dengan fibrilasi
atrial dengan paling sedikit satu faktor risiko stroke (seperti riwayat stroke iskemik, Transient
Ischemic Attack (TIA), atau embolisme sistemik, disfungsi ventrikular kiri), terapi trombosis
vena dalam akut (DVT) dan/atau emboli paru (PE).

Peringatan: Pasien dengan risiko perdarahan seperti: gangguan koagulasi, trombositopenia


atau kerusakan fungsi platelet, penyakit ulseratif saluran pencernaan aktif, perdarahan
pencernaan, tindakan biopsi atau trauma besar, perdarahan intrakranial, pembedahan otak,
spinal, atau optalmik, endokarditis bakterial. Tidak direkomendasikan pada gangguan fungsi
hati sedang dan berat (Klasifikasi Child-Pugh B dan C) atau kenaikan enzim hati >2 ULN.
Gangguan fungsi ginjal sedang (klirens kreatinin 30-50 mL/menit) dan usia ≥75 tahun
diperlukan pengurangan dosis. Gagal ginjal akut: penggunaan harus dihentikan. Pada pasien
dengan anastesi spinal/anastesi epidural/pungsi lumbal, dosis awal diberikan satu jam setelah
kateter dilepas. Kehamilan dan menyusui. Tidak direkomendasikan anak usia dibawah 18
tahun. Tidak direkomendasikan penggantian terapi dari antikoagulan parenteral.

Interaksi: Obat yang bekerja pada sistem hemostasis atau koagulasi termasuk unfractionated
heparin, heparin derivat, heparin berat molekul (BM) tinggi, heparin BM rendah atau turunan
heparin, fondaparinuks, despiramin, zat trombolitik, antagonis reseptor GP IIb/IIIa,
klopidogrel, tiklopidin, dekstran, sulfinpirazon, rivaroksaban, prasugrel, asam asetilsalisilat,
itrakonazol, takrolimus, siklosporin, ritonavir, tipranavir, nelfinavir, saquinavir, dan
antagonis vitamin K: meningkatkan risiko perdarahan. Penghambat P-glikoprotein seperti
amiodaron, verapamil, kuinidin, tikagrelor, dan klaritromisin meningkatkan konsentrasi
plasma dabigatran. Penggunaan bersama dengan penginduksi P-glikoprotein seperti
rifampisin atau karbamazepin: mengurangi konsentrasi dabigatran dalam plasma.

Kontraindikasi: Hipersensitivitas, gangguan fungsi ginjal berat (klirens kreatinin <30


mL/menit), manifestasi perdarahan, perdarahan diatesis, gangguan hemostasis spontan atau
farmakologikal, penggantian katup jantung prostetik, kerusakan hepatik atau penyakit pada
hati yang diduga mempengaruhi kelangsungan hidup, lesi organ dengan risiko perdarahan
bermakna secara klinis, termasuk ulkus gastrointestinal yang baru atau sedang terjadi,
menunjukkan adanya neoplasma malignan pada risiko tinggi perdarahan, cedera otak atau
spinal yang baru terjadi, operasi optalmik atau spinal, perdarahan intrakranial yang baru
terjadi, dugaan varises esofagus, malformasi arteriovena, aneurisma vaskular atau intraspinal
mayor, atau abnormalitas intraserebral vaskular, penggunaan bersama dengan ketokonazol
sistemik atau dronedaron.

Efek Samping: Umum: epistaksis (mimisan), perdarahan gastrointestinal, dispepsia,


perdarahan urogenital, anemia, nyeri abdomen, diare, mual, abnormalitas fungsi hati,
perdarahan pada kulit dan hematuria.

Tidak umum: hipersensitivitas, ruam kulit, hematoma, perdarahan, hemoptisis, ulkus


gastrointestinal, gastroesofagitis, refluks gastroesofageal, muntah, hemartrosis,
trombositopenia, pruritus, perdarahan intrakranial, perdarahan pada luka, disfagia, perdarahan
traumatik, perdarahan di area insisi, hematoma post-prosedural, perdarahan post-prosedural,
anemia pasca operasi, post-procedural discharge, dan sekresi cairan pada luka (wound
secretion). Jarang: urtikaria, angiodema, perdarahan di area injeksi, perdarahan di area
kateter, bloody discharge, wound drainage, post-procedural drainage.

Dosis: Profilaksis tromboembolisme vena setelah operasi penggantian lutut total (total knee
replacement). 110 mg, 1-4 jam setelah operasi, dilanjutkan pada hari berikutnya, 220 mg (2
kapsul 110 mg) sekali sehari selama 10 hari. Profilaksis tromboembolisme vena setelah
operasi penggantian pinggul total (total hip replacement). 110 mg, 1-4 jam setelah operasi,
dilanjutkan pada hari berikutnya, 220 mg (2 kapsul 110 mg) sekali sehari selama 28-35 hari.
Jika terapi tidak dimulai pada hari yang sama dengan operasi/pembedahan, dosis awal yang
diberikan adalah 220 mg (2 kapsul 110 mg). Jika terjadi gangguan hemostasis, terapi awal
dapat ditunda. Penggunaan bersama dengan penghambat P-glikoprotein kuat: dosis
diturunkan menjadi 150 mg per hari (2 kapsul 75 mg) pada pasien gangguan fungsi ginjal
sedang (klirens kreatinin 30-50 ml/menit). Lansia (lebih dari 75 tahun): mempertimbangkan
kondisi ginjal (pengecekan klirens kreatinin). Penggantian dengan antikoagulan parenteral:
pemberian 24 jam setelah dabigatran eteksilat. Dosis yang terlupa: lanjutkan penggunaan
sesuai jadwal pada hari selanjutnya.

Profilaksis embolisme stroke dan sistemik pada pasien dengan fibrilasi atrial, dosis harian
300 mg (150 mg, 2 kali sehari). Lansia (diatas 80 tahun): dosis harian 220 mg (110 mg, 2 kali
sehari). Penggunaan bersama penghambat P-glikoprotein kuat: dosis harian 300 mg (150 mg,
2 kali sehari). Pasien yang berisiko perdarahan: dosis harian 220 mg (110 mg, 2 kali sehari).
Penggantian dengan antikoagulan parenteral: 12 jam setelah pemberian dabigatran eteksilat.
Kardioversi: dapat tetap mendapatkan dabigatran eteksilat selama kardioversi. Bila dosis
terlupa >6 jam sebelum jadwal berikutnya: minum obat sesuai aturan. Jika dosis terlupa <6
jam: dosis diabaikan, lanjutkan pemberian pada jadwal berikutnya.
Terapi pada DVT dan PE. dosis harian 300 mg (150 mg, 2 kali sehari), diikuti dengan
antikoagulan parenteral minimal 5 hari. Terapi harus dilanjutkan selama 6 bulan. Penggantian
dengan antikoagulan parenteral menunggu hingga 12 jam setelah dosis terakhir dabigatran
eteksilat. Penggantian dari antikoagulan parenteral ke dabigatran eteksilat diberikan 0-2 jam
sebelum jadwal pemberian. Penggantian dari antagonis Vit. K: antagonis Vit. K harus
dihentikan, dabigatran eteksilat diberikan segera saat INR <2,0. Penggantian ke antagonis
Vit. K disesuaikan dengan klirens kreatinin: Klirens kreatinin ≥50 mL/menit, warfarin
dimulai 3 hari sebelum dihentikannya dabigatran eteksilat. Klirens kreatinin ≥30 - <50
mL/menit, warfarin dimulai 2 hari sebelum dihentikannya dabigatran eteksilat. Bila dosis
terlupa >6 jam sebelum jadwal berikutnya: minum obat sesuai aturan. Jika dosis terlupa <6
jam: dosis diabaikan, lanjutkan pemberian pada jadwal berikutnya.
3) RIVAROKSABAN

Indikasi: Mengurangi risiko stroke dan embolisme pada pasien atrial fibrilasi nonvalvular
dengan riwayat stroke atau TIA atau pada pasien atrial fibrilasi nonvalvular dengan skor
CHADS2 > 2, trombosis vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT).

Peringatan: Risiko hemoragi, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hepar.

Interaksi: Pemberian bersamaan dengan ketokonazol, ritonavir dan antikoagulan dapat


meningkatkan risiko perdarahan.

Kontraindikasi: Hipersensitivitas, pendarahan, penyakit hati yang terkait koagulopati dan


risiko pendarahan yang relevan, kehamilan dan menyusui, pemberian bersamaan dengan
antijamur azol.

Efek Samping: Umum: anemia, pusing, sakit kepala, pingsan, hemoragik mata (termasuk
hemoragik konjungtiva), takikardi, hipotensi, hematoma, epistaksis, hemoragik
gastronintestinal (termasuk gingival bleeding, hemoragik rektal), nyeri ekstremitas,
perdarahan saluran kencing (termasuk hematuria, menoragia), demam, edema perifer, letih,
astenia, peningkatan transaminase, perdarahan pasca operasi (termasuk anemia, perdarahan
luka), bingung;

Tidak umum: trombositemia (termasuk peningkatan jumlah platelet), reaksi alergi, alergi
dermatitis, hemoragik intrakarnial dan serebral, hemoptisis, mulut kering, abnormal fungsi
hati, urtikaria, hemoragik kulit dan subkutan, hemartrosis, gangguan fungsi ginjal (termasuk
peningkatan kreatinin darah, peningkatan urea darah), malaise, edema lokal, peningkatan
bilirubin, peningkatan fosfatase alkali, peningkatan amilase, peningkatan GGT, wound
secretion;
Jarang; jaundice, hemoragik otot, peningkatan bilirubin terkonjugasi (dengan atau tanpa
peningkatan ALT);

frekuensi tidak diketahui; pembentukan pseudoaneurisme setelah dilakukan intervensi


perkutan, compartment syndrom seconday to a bleeding, gagal ginjal/gagal ginjal akut akibat
perdarahan yang menimbulkan hipoperfusi.

Dosis: 20 mg sekali sehari (dosis maksimal), untuk DVT: 15 mg dua kali sehari (dosis
maksimal 30 mg, jika lupa dapat diminum sekaligus dua tablet), untuk tiga minggu pertama
diikuti selanjutnya 20 mg sekali sehari (dosis maksimal).

4) NATRIUM WARFARIN

Indikasi: Profilaksis embolisasi pada penyakit jantung rematik dan fibrilasi atrium;
profilaksis setelah pemasangan katup jantung prostetik; profilaksis dan pengobatan trombosis
vena dan embolisme paru; serangan iskemik serebral yang transien.

Peringatan: Gangguan hati dan ginjal, baru saja mengalami pembedahan, menyusui, hindari
sari buah cranberi.

Kontraindikasi: Kehamilan, tukak peptik, hipertensi berat, endokarditis bakterial.

Efek Samping: Perdarahan; hipersensitivitas, ruam kulit, alopesia, diare, hematokrit turun,
nekrosis kulit, purple toes, sakit kuning, disfungsi hati; mual, muntah, pankreatitis.

Dosis: Pemberian warfarin harus diukur berdasarkan penetapan "quick onestage prothrombin
time" atau thrombotest. Tingkat lazim untuk terapi antikougulan penunjang adalah 2 kali
lebih besar atau lebih kecil dari "normal quick one-stage prothrombin time" atau 15-30%
nilai normal pada "converted cougulation activity" atau kurang lebih 10% dari normal pada
thrombotest.
Dosis yang lazim pada orang dewasa adalah 10 mg sehari selama 2 sampai 4 hari dengan
penyesuaian setiap hari berdasarkan hasil penetapan waktu protombin, terapi lanjutan dengan
dosis penunjang 2-10 mg sekali sehari.

Karena kepekaan terhadap obat sangat individualistik, maka dapat berubah, penetapan waktu
prothombin harus secara berkala dilakukan terutama pada awal terapi agar kegiatan kougulasi
pasien pada rentang terapi.

2.2.2. Antikoagulan Parenteral

Heparin

Heparin mula kerjanya cepat sebagai antikoagulan, namun mempunyai masa kerja
yang singkat. Heparin sering dirujuk sebagai heparin standar atau heparin tidak terfraksinasi
untuk membedakan dengan heparin bobot molekul rendah yang mempunyai masa kerja yang
lebih panjang.

Pengobatan: Untuk pengobatan awal trombosis vena dalam dan embolisme paru, heparin
diberikan sebagai dosis muatan (loading dose) intravena, diikuti dengan infus intravena
(menggunakan pompa infus) atau injeksi subkutan secara intermiten.
Penggunaan injeksi intravena secara intermiten tidak lagi disarankan. Sebagai
alternatif, untuk pengobatan awal trombosis vena dalam dan embolism paru dapat digunakan
heparin bobot molekul rendah. Antikoagulan oral (biasanya wafarin) dimulai pada waktu
yang sama dengan heparin (yang perlu dilanjutkan paling tidak selama 5 hari, sampai INRnya
mencapai kadar terapi selama 2 hari berturut-turut). Pemantauan melalui uji laboratorium
(sebaiknya setiap hari) penting dilakukan, penentuan waktu APTT-(Activated Partial
Tromboplastin Time) merupakan teknik yang paling luas digunakan.
Heparin juga digunakan untuk penatalaksanaan infark miokard, untuk mencegah
reoklusi koroner setelah trombolisis, atau pada pasien risiko tinggi seperti embolisme paru.
Juga digunakan untuk tatalaksana angina tidak stabil dan oklusi arteri perifer akut.

Profilaksis: Pada pasien yang menjalani bedah umum, pemberian heparin dosis rendah
secara injeksi subkutan banyak dianjurkan untuk mencegah trombosis vena dalam dan
embolisme paru pasca bedah pada pasien risiko tinggi (misalnya pasien dengan obesitas,
penyakit keganasan, riwayat trombosis vena dalam atau embolisme paru, pasien di atas 40
tahun, atau yang dengan gangguan trombofilik atau yang mengalami bedah besar atau rumit).
Dengan regimen profilaktik baku ini, tidak diperlukan pemantauan secara laboratorium.
Untuk mengatasi peningkatan risiko pada bedah ortopedik mayor, dapat digunakan
regimen dosis yang disesuaikan (dengan pemantauan) atau dapat dipilih heparin berat
molekul rendah.

Extracorporel Circuits: Heparin juga digunakan dalam pemeliharaan extracorporeal circuits


pada bedah pintas jantung-paru dan hemodialisis.
Perdarahan: Jika terjadi perdarahan, biasanya cukup dengan menghentikan heparin. Tetapi,
jika efek heparin perlu dihentikan dengan cepat, protamin sulfat merupakan antidot yang
spesifik (tetapi hanya menghentikan sebagian efek heparin bobot molekul rendah).
Monografi:

1) HEPARIN

Indikasi: Pengobatan trombosis vena-dalam dan embolisme paru, angina tidak stabil,
profilaksis pada bedah umum, infark miokard.

Peringatan: Usia lanjut, hipersensitif terhadap heparin bobot molekul rendah; gangguan hati
dan ginjal; kehamilan.

Trombositopenia: Trombositopenia yang secara klinis penting adalah yang diperantarai


sistem imun, biasanya tidak terjadi sampai setelah 6-10 hari. Ini mungkin disertai dengan
trombosis. Disarankan menghitung angka trombosit bagi pasien yang mendapat heparin
(termasuk heparin dengan bobot molekul rendah) lebih dari 5 hari (dan heparin harus segera
dihentikan pada pasien yang mengalami trombositopenia) atau pengurangan angka platelet.
Pasien yang memerlukan antikoagulasi lebih lanjut sebaiknya diberi suatu heparinoid seperti
danaparoid; alternatifnya heparin bobot molekul rendah (tetapi dapat terjadi reaksi silang),
warfarin atau epoprostenol.
Hiperkalemia: Inhibisi dari sekresi aldosteron oleh heparin (termasuk heparin bobot molekul
rendah) dapat menyebabkan hiperkalemia, umumnya pada pasien dengan diabetes mellitus,
gagal ginjal kronik, asidosis, kenaikan kalium plasma, mendapatkan obat hemat kalium.
Kalium plasma harus diukur pada pasien yang beresiko sebelum memulai terapi heparin dan
dimonitor secara teratur sesudahnya jika pengobatan dengan heparin lebih dari 7 hari.
Kontraindikasi: Hemofilia dan gangguan hemorhagik lain, trombositopenia, tukak lambung,
perpendarahan serebral yang baru terjadi. Hipertensi berat, penyakit hati berat (temasuk
farises esofagus), gagal ginjal, sehabis cedera berat atau pembedahan (termasuk pada mata
atau susunan saraf), hipersensitivitas terhadap heparin.

Efek Samping: Perdarahan (lihat keterangan di atas), nekrosis kulit, trombositopenia (lihat
keterangan di atas), hiperkalsemia (lihat keterangan di atas), reaksi hipersensitivitas
(urtikaria, angiodema, dan anafilaksis); osteoforisis setelah penggunaan jangka panjang (dan
jarang terjadi alopesia).

Dosis: Pengobatan trombosis vena-dalam dan embolisme paru, secara injeksi intravena, dosis
muatan 5000 unit (10.000 unit pada embolisme paru yang berat) diikuti dengan infus
berkesinambungan 15-25 unit/kg bb/jam atau secaara injeksi subkutan 15.000 unit setiap 12
jam (pemantauan laboratorium penting sekali sebaiknya setiap hari).

Remaja Muda dan Anak-anak, dosis muatan lebih rendah, kemudian 15-25 unit/kg bb/jam
secara infus intravena, atau 250 unit/kg bb/jam secara injeksi subkutan. Angina tak stabil,
oklusi arteri perifer akut, sebagai regimen intravena untuk trombosis vena-dalam dan
embolisme paru, lihat keterangan diatas. Profilaksis pada bedah umum (lihat keterangan di
atas), lewat injeksi subkutan, 5000 unit 2 jam sebelum pembedahan, kemudian setiap 8-12
jam selama 7 hari atau sampai pasien pulang dari rumah sakit (pemantauan tidak diperlukan);
selama kehamilan (dengan pemantauan), 5000-10.000 unit setiap 12 jam (penting:tidak
termasuk pencegahan trombosis katup jantung prostetik pada kehamilan yang memerlukan
penatalaksanaan khusus).
Infark Miokard. Untuk pencegahan reoklusi setelah trombosis, heparin digunakan dengan
regimen yang bervariasi sesuai dengan protokol yang telah disetujui di masing-masing
institusi. Untuk pencegahan trombosis mural, heparin dianggap efektif bila diberikan lewat
injeksi subkutan 12.500 unit setiap 12 jam selama paling tidak 10 hari.
Heparin Berat Molekul Rendah
Heparin bobot molekul rendah (sertoparin, dalteparin, enoksaparin, revirapin dan
tinzaparin) efektif dan aman seperti heparin tidak terfraksinasi dalam pencegahan
tromboembolism vena, dan dalam praktek ortopedik, golongan heparin ini mungkin lebih
efektif. Selain itu, heparin bobot molekul rendah memiliki masa kerja yang lebih panjang
daripada heparin tidak terfraksinasi, dosis subkutan sekali sehari nyaman untuk digunakan.
Regimen profilaksis standar tidak memerlukan pemantauan.

Beberapa heparin bobot molekul rendah juga digunakan dalam pengobatan trombosis
vena-dalam, embolisme paru, penyakit arterikoroner tidak stabil, dan untuk mencegah
gumpalan pada extracorporeal circuits. Pemantauan rutin efek antikoagulan dari regimen
pengobatan biasanya tidak diperlukan, tapi pada pasien dengan risiko perdarahan (contoh
pada kegagalan ginjal dan pasien dengan bobot badan kurang atau berlebih), monitoring
tersebut diperlukan. Perdarahan. Lihat keterangan heparin di atas.
Monografi:

1) DALTEPARIN NATRIUM

Indikasi: Profilaksis pada pra dan pasca pembedahan.

Peringatan: Pasien dengan risiko komplikasi pendarahan, stroke hemorage, gagal hati atau
gagal ginjal berat, trombositopenia rusaknya fungsi platelet, hipertensi yang tidak terkontrol,
hipertensif atau diabetes retinopati, pasien yang sedang menerima pengobatan
antikoagulan/antiplatelet. Platelet harus dihitung sebelum memulai pengobatan dan dimonitor
secara teratur. TROMBOSITOPENIA: keterangan lihat heparin. HIPERKALEMIA:
keterangan lihat heparin Pada pasien yang sedang menjalani anastesi spinal atau epidural,
dapat terjadi hematom intraspinal yang menyebabkan paralisis permanen atau
berkepanjangan. Risiko hematom intraspinal meningkat pada epidural atau penggunaan
cateter spinal.

Interaksi: Efek anti koagulasi dapat berkurang jika diberi bersama-sama dengan
antihistamin, glikosida jantung, tetrasiklin dan asam askorbat.

Kontraindikasi: Hipersensitif; trombositopenia yang diperantarai sistem imun; tukak


gastroduodenum akut, cerebral hemorage; endokarditis subakut; luka dan pembedahan pada
SSP, mata dan telinga. Pembiusan lokal dan atau regional pada prosedur pembedahan
tertentu, jika obat ini tidak digunakan sebagai profilaksis.

Efek Samping: Perdarahan, trombositopenia dan hiperkalemia, reaksi hipersensitif (termasuk


urtikaria, angioderma dan anafilaksis), hematom pada tempat injeksi, osteoporosis setelah
penggunaan jangka panjang, reaksi anafilaktoid dan imunologi berat yang diperantarai
trombositopenia (tipe II) yang disertai trombosis arteri/vena atau tromboembolisme, hematom
epidural dan spinal, meningkatkan level liver transaminase (ASAT, ALAT), trombosis katup
pada katup jantung buatan. Jika dosis tidak memadai

Dosis berlebih : Protamin injeksi intravena selama 10 menit. 1 mg protamin menghambat 100
IU Dalteparin.

Dosis: Profilaksis trombosis vena dalam pada pasien DEWASA

 Operasi tromboprofilaksis pada pasien dengan risiko trombosis sedang: secara injeksi
subkutan: 2500 IU diberikan 1-2 jam sebelum pembedahan dan sesudahnya, 2500 IU
setiap pagi sampai pasien mampu bergerak, umumnya 5-7 hari atau lebih.
 Operasi tromboprofilaksis pada pasien dengan risiko trombosis tinggi: secara injeksi
subkutan : 2500 IU 1-2 jam sebelum pembedahan, dilanjutkan 8-12 jam kemudian.
Pada hari berikutnya 5000 IU setiap pagi (atau 5000 IU pada malam sebelum
pembedahan dan 5000 IU pada malam berikutnya). Pengobatan dilanjutkan sampai
pasien mampu bergerak, umumnya 5-7 hari atau lebih.
 Perpanjangan tromboprofilaksis pada operasi hip replacement: secara injeksi
subkutan: 5000 IU diberikan sebelum operasi dan 5000 IU pada malam berikutnya.
Pengobatan dilanjutkan sampai 5 minggu pasca bedah.
 Pencegahan tromboemboli vena pada pasien medis: dosis yang dianjurkan adalah
5000 IU sehari sekali. Pengobatan dengan dalteparin dilakukan sampai hari ke-14 atau
lebih.
Pengobatan tromboemboli vena, tromboemboli vena dalam dan embolisme paru
DEWASA: Diberikan secara injeksi sub kutan sebagai dosis tunggal atau dua kali sehari.
Pemberian dosis tunggal: 200 IU/kg bb, dosis tunggal per hari tidak lebih dari 18.000 IU.
Pengamatan efek antikoagulan tidak diperlukan. Dosis dua kali sehari: 100 IU/kg bb, dapat
diberikan untuk pasien dengan peningkatan risiko pendarahan. Monitoring terapi umumnya
tidak diperlukan, tapi dapat dilakukan dengan pengujian fungsi anti-faktor Xa. Kadar plasma
maksimum diperoleh 3-4 jam setelah pemberian secara subkutan, dimana sampel harus
diambil. Kadar plasma yang dianjurkan antara 0,5-1,0 IU (anti-faktor Xa)/mL. Pemberian
secara bersamaan antikoagulan dengan antagonis vitamin K dapat dimulai segera.
Pengobatan dengan dalteparin dapat diteruskan hingga kadar prothrombin kompleks (faktor
II, VII, IX dan X) menurun sampai kadar terapetik. Sekurangnya diperlukan 5 hari untuk
kombinasi pengobatan sampai diperoleh nilai normal yang dikehendaki.

Pencegahan penggumpalan darah selama hemodialisis atau hemofiltrasi


Dosis pada pasien dengan gangguan ginjal kronik yang diketahui mempunyai risiko
pendarahan:
 Hemodialisis atau hemofiltrasi jangka panjang, lamanya hemodialisis atau
hemofiltrasi lebih dari 4 jam secara injeksi bolus intravena 30-40 IU (anti-faktor
Xa)/kg bb, diikuti dengan infus 10-15 IU (anti faktor Xa)/kg bb/jam.
 Hemodialisis atau hemofiltrasi jangka pendek, lamanya hemodialisis atau hemofiltrasi
kurang dari 4 jam : secara injeksi bolus IV5000 IU (anti-faktor Xa). Untuk
hemodialisis/hemofiltrasi jangka panjang atau jangka pendek, kadar plasma anti-
faktor Xa harus berada pada rentang 0,5-1,0 IU (anti-faktor Xa)/mL.
Dosis pada pasien dengan gagal ginjal akut atau kronik dengan risiko tinggi pendarahan:

 Secara injeksi bolus intravena 5-10 IU (anti-faktor Xa)/kg bb, diikuti dengan infus 4-5
IU (anti-faktor Xa)/kg bb/jam. Kadar plasma anti-faktor Xa harus berada pada rentang
0,2-0,4 IU (anti-faktor Xa)/mL.
 Efek anti trombik dalteparin harus diamati dengan menganalisis aktivitas anti-faktor
Xa dengan pengujian menggunakan substrat kromogenik yang sesuai, karena
dalteparin hanya mempunyai efek perpanjangan pada pengujian waktu penggumpalan
darah seperti APTT atau waktu thrombin.

 Dalteparin tidak dianjurkan untuk anak-anak. Dalteparin aman digunakan pada pasien
lansia tanpa perlu adanya penyesuaian dosis.

2) ENOKSAPARIN

Indikasi: Pengobatan trombosis vena yang berhubungan dengan operasi ortopedi atau
operasi umum, pengobatan trombosis vena pada pasien yang dirawat akibat penyakit akut
termasuk insufisiensi kardiak, gagal pernapasan, infeksi parah, penyakit rematik, selama
hemodialisis; profilaksis trombosis vena dalam; pengobatan angina tidak stabil dan infark
miokard non Q wave, dikonsumsi bersamaan dengan asam asetil salisilat; pencegahan
trombus pada sirkulasi ekstrakorporeal.

Peringatan: Berat badan rendah (menigkatkan risiko pendarahan).

Interaksi: Tidak dapat dikonsumsi dengan asam asetil salisilat, anti inflamasi non steroid,
dekstran, atau tiklodipin.

Kontraindikasi: Hipertensi arteri sedang sampai berat yang tidak terkontrol dengan gagal
ginjal (bersihan kreatinin 30-60 mL/menit); hipersensitif terhadap enoksaparin.

Dosis: Profilaksis trombosis vena dalam, melalui injeksi subkutan, risiko sedang, 20 mg
(2000 unit) 2 jam sebelum pembedahan, kemudian 20 mg (2000 unit) setiap 24 jam selama 7-
10 hari; risiko tinggi, 40 mg (4000 unit) 12 jam sebelum pembedahan, kemudian 40 mg
(4000 unit) setiap 24 jam selama 7-10 hari. Pengobatan trombosis vena dalam, melalui injeksi
subkutan, 1 mg/kg bb (100 unit/kg bb setiap 12 jam, biasanya selama paling tidak 5 hari (dan
sampai antikoagulansi oral yang cukup tercapai).

3) NADROPARIN KALSIUM

Indikasi: Profilaksis pencegahan tromboemboli vena pada pembedahan pasien dengan risiko
sedang atau tinggi, pencegahan koagulasi pada extracorporal circulation loop dyalisis,
pengobatan trombosis vena dalam yang sudah established, angina tidak stabil dan infark
miokard non-Q wave pada fase akut dalam kombinasi dengan terapi standard. Indikasi
nadroparin forte: Pengobatan trombosis vena dalam (DVT).

Peringatan: Risiko perdarahan (pada orang tua, gagal ginjal, berat badan < 40 kg,
perpanjangan lama pengobatan hingga lebih dari 10 hari, ketidaksesuaian dengan kondisi
pengobatan dan kombinasi dengan obat yang dapat meningkatkan risiko perdarahan), risiko
trombopenia yang diinduksi oleh heparin (HIT) (eksaserbasi trombosis, flebitis, embolisme
paru, iskemik akut pada bagian bawah badan dan kejadian infark miokardia atau iskemik
cerebrovaskular). Hiperkalemia: lihat pada heparin/dalteparin. Hematom intraspinal: lihat
pada dalteparin. Fungsi ginjal harus dievaluasi sebelum memulai pengobatan khususnya pada
orang tua usia > 75 tahun. Platelet harus dihitung sebelum memulai pengobatan dan
dimonitor secara teratur.

Interaksi: Asetosal pada dosis analgetik antipiretik, AINS, dextran 40, antikoagulan oral,
anti agregasi platelet (absiksimab, klopidogrel, eptifibatid, iloprosot, tiklopidin, tirofiban).
Kontraindikasi: Sebagai terapi pencegahan/profilaksis: hipersensitif, riwayat trombopenia
berat tipe II yang diinduksi heparin, tanda-tanda perdarahan yang terkait hemostasis, lesi
organ yang mengarah ke perdarahan. Sebagai terapi kuratif: perdarahan intra serebral, gagal
ginjal berat (kreatinin klirens 30 mL/menit); anastesi epidural atau spinal. Tidak dianjurkan
pada pemberian sebagai kuratif: iskemik serebrovaskular fase akut, infeksi endokarditis akut,
gagal ginjal ringan-sedang.

Efek Samping: Perdarahan, trombositopenia dan hiperkalemia (lihat peringatan), reaksi


hipersensitif (termasuk urtikaria, angioderma dan anafilaksis), hematom pada tempat injeksi,
osteoporosis setelah penggunaan jangka panjang, reaksi imuno alergi thrombopenia (tipe II),
hematom intraspinal, meningkatkan kadar liver transaminase.

Dosis: Pencegahan thromboemboli vena pada pasien dengan pembedahan, secara injeksi
subkutan: risiko thrombogenik sedang, 2800 IU antifaktor Xa (0,3 mL) sebagai dosis tunggal,
diberikan 2 jam sebelum pembedahan; risiko thrombogenik tinggi: 38 IU antifaktor Xa/kg bb,
diberikan 12 jam sebelum pembedahan, dilanjutkan 12 jam setelah operasi, dan setiap hari
sampai hari ke-3 pasca bedah dan dilanjutkan dengan 57 IU antifaktor Xa/kg bb mulai dari
hari ke 4 pasca bedah dan pengobatan tidak lebih dari 10 hari. Pasien dengan berat badan 70
kg: 0,4 mL sebelum operasi sampai hari ke-3 pasca bedah dan 0,6 mL mulai dari hari ke-4
pasca bedah.
Jika risiko tromboemboli tetap bertahan sampai pengobatan selesai, dianjurkan untuk
melanjutkan pengobatan menggunakan antikoagulan oral.

Pencegahan koagulasi extracorporal circulation loop/dyalisis, secara injeksi intra vena (ke
dalam arterial line dari loop dyalisis), dosis awal 65 IU antifaktor Xa/kg bb sebagai dosis
tunggal, hanya untuk dialisis dengan waktu 4 jam atau kurang. Dosis dapat disesuaikan
tergantung dari variabilitas intra dan antar individu. Pasien dengan berat badan 70 kg: 0,6
mL. Pada pasien dengan risiko hemoragik, dialisis dapat dilakukan dengan menggunakan
separuh dosis.
Pengobatan trombosis vena-dalam (DVT), 2 kali injeksi per hari diberikan setiap 12 jam.
Dosis diberikan sebagai fungsi dari bobot pasien yaitu 0,1mL/10 kg bb setiap 12 jam. Pasien
dengan berat badan 40-49 kg: 0,4 mL; berat badan 50-59 kg: 0,5 mL; berat badan 60-69 kg:
0,6 kg; berat badan 70-79 kg: 0,7 kg; berat badan 80-89 kg: 0,8 kg; berat badan 90-99 kg: 0,9
mL dan berat badan > 100 kg: 1,0 mL. Pengobatan tidak lebih dari 10 hari. Antikoagulan oral
harus segera diberikan setelah pengobatan dengan heparin bobot molekul rendah, kecuali
dikontraindikasikan.
Pengobatan angina tidak stabil/non Q-wave infark miokard, secara injeksi sub kutan 2 kali
sehari diberikan setiap 12 jam dengan dosis 86 IU antifaktor Xa/kg bb dikombinasikan
dengan aspirin (rekomendasi dosis 75 mg-325 mg secara oral, diikuti dengan dosis minimum
160 mg). Dosis awal harus diberikan secara bolus intra vena atau injeksi sub kutan dengan
dosis 86 IU anti-faktor Xa/kg berat badan. Lamanya pengobatan selama 6 hari sampai pasien
stabil secara klinis. Dosis disesuaikan dengan berat badan : berat badan 100 kg secara IV/SC
1,0 mL. Pemberian secara subkutan diberikan setiap 12 jam.

Pengobatan DVT, secara injeksi subkutan. Dosis disesuaikan dengan berat badan: 40-49 kg:
0,4 mL; 50-59 kg: 0,5 mL; 60-69 kg: 0,6 mL; 70-79 kg: 0,7 mL; 80-90 kg: 0,8 mL; 90-99 kg
: 0,9 mL; > 100 kg: 1,0 mL.

4) PARNAPARIN

Indikasi: Profilaksis trombosis vena dalam, terapi gangguan vena akibat kondisi trombotik.

Peringatan: Tidak boleh diberikan secara intramuskular. Harus dilakukan monitoring


pemeriksaan darah lengkap. Hati-hati pada gagal hati, gagal ginjal, riwayat ulkus yang dapat
menimbulkan perdarahan, pasca operasi otak atau saraf spinal.

Interaksi: Peningkatan risiko perdarahan pada penggunaan penggunaan bersamaan dengan


asetosal, AINS, tiklopidin, antiplatelet, antikoagulan, glukokortikoid, infus dexrtran.

Kontraindikasi: Kehamilan, menyusui, riwayat trombositopenia pada penggunaan


parnaparin, luka pada organ dengan risiko perdarahan (ulkus peptik, retinopati, sindrom
hemoragik), endokarditis bakteri akut (kecuali jika disebabkan oleh prosteses mekanik).
Trauma serebrovaskuler dengan perdarahan. Alergi terhadap produk. Nefropati berat,
pankreatopati, hipertensi arteri berat, trauma kranioenselopati (pasca operasi). Terapi dengan
antivitamin K. Penggunaan bersamaan dengan tiklopidin, salisilat atau AINS, antiplatelet.

Efek Samping: Perdarahan, trombositopenia, nekrosis pada lokasi penyuntikan, alergi,


peningkatan enzim transaminase.

Dosis: Harus diberikan secara subkutan. Bedah umum: Satu injeksi subkutan 0,3 mL (3200
IU aXa) 2 jam sebelum operasi. Dilanjutkan setiap 24 jam selama 7 hari. Tidak diperlukan uji
hemakoagulasi.

Pasien dengan risiko tinggi mengalami tromboembolik dan pada operasi ortopedi : Satu
injeksi subkutan 0,4 mL (4250 IU aXa) 12 jam sebelum dan 12 jam sesudah operasi,
kemudian 1 injeksi perhari selama minimal 10 hari. Untuk terapi trombosis vena-dalam,
pemberian subkutan harus didahului dengan pemberian infus intravena secara lambat selama
3-5 hari.

Trombosis vena dalam: Dua injeksi subkutan 0,6 mL (3400 IU aXa) setiap hari. Terapi
diberikan selama 7-10 hari. Terapi dapat didahului dengan pemberian infus intravena 12800
IU aXa secara lambat selama 3-5 hari. Setelah melewati fase akut, terapi dapat dilanjutkan
dengan 0,6 mL (6400 IU aXa) per hari atau 0,4 mL (4250 IU aXa) per hari yang diberikan
secara subkutan selama 10-20 hari. Sindrom pasca plebitis, insufisiensi vena kronis: Satu
injeksi subkutan 0,3 mL (3200 IU aXa) setiap 24 jam, tergantung dari keparahan. Lama terapi
minimal 30 hari.

Tromboplebitis superfisial akut, varikoplebitis: Satu injeksi subkutan 0,4 mL (4250 IU aXa)
atau 0,3 mL (3200 IU aXa) setiap 24 jam, tergantung dari keparahan. Lama terapi minimal 20
hari.

Heparinoid

Danaparoid merupakan heparinoid yang digunakan untuk profilaksis trombosis vena-


dalam pada pasien yang mengalami bedah umum atau bedah ortopedik. Meskipun tidak ada
bukti reaksi silang, obat ini juga berperan pada pasien yang mengalami trombositopenia
akibat heparin.
Fondaparinuks

Fondaparinuks adalah pentasakarida sintetis yang menghambat faktor X teraktivasi.


Digunakan untuk profilaksis pasien dengan tromboemboli vena dan pada pasien yang
menjalani operasi ortopedi mayor di lengan atau operasi abdomen. Juga digunakan untuk
pengobatan trombosis vena dalam dan embolisme paru.

Monografi:

1) NATRIUM FONDAPARINUKS

Indikasi: Pencegahan venous thromboembolic events (VTE) pada pasien yang menjalani
pembedahan ortopedi mayor pada anggota badan bagian bawah seperti fraktur tulang pinggul,
operasi penggantian lutut atau pinggul, pasien yang menjalani operasi perut yang berisiko
komplikasi tromboemboli, pasien yang berisiko komplikasi tromboemboli karena penyakit
akut, pengobatan akut deep vein thrombosis (DVT), pengobatan akut pulmonary
embolism (PE), pengobatan angina tidak stabil atau non-ST segmen elevasi infark miokard
(UA / NSTEMI) pada pasien kritis (<120 menit) manajemen invasif [Intervensi Koroner
Perkutan (PCI)] tidak diindikasikan, pengobatan tambahan dari ST segmen elevasi infark
miokard (STEMI) pada pasien yang sedang melakukan pengobatan dengan trombolitik

Peringatan: Rute pemberian tidak diperbolehkan melalui intramuskular, penggunaan


sebelum dan selama intervensi koroner perkutan (PCI) tidak dianjurkan, peningkatan risiko
perdarahan, peningkatan risiko perdarahan pada lansia, gagal ginjal, kehamilan, dan
menyusui.

Interaksi: Desirudin, fibrinolitik agent, reseptor antagonis GP IIb/IIIa, heparin, heparinoid


dan heparin bobot molekul rendah dapat meningkatkan risiko perdarahan, antiplatelet (asam
asetil salisilat, dipiridamol, sulfinpirazon, tiklopidin, klopidogrel) dan AINS harus diberikan
dengan perhatian.

Kontraindikasi: Hipersensitivitas, perdarahan aktif, endokarditis bakterial akut, gangguan


ginjal berat (kreatinin klirens < 20 mL/menit).

Efek Samping: Umum: anemia, perdarahan (di berbagai tempat termasuk kasus jarang
seperti perdarahan intrakranial, intraserebral, retroperitoneal), purpura, hematoma, hematuria,
hemoptisis, perdarahan gusi;

Tidak umum: trombositopenia, trombositemia, platelet abnormal, gangguan koagulasi, sakit


kepala, mual, muntah, abnormalitas pada uji fungsi hati, peningkatan enzim hati, ruam,
pruritus, wound secretion demam, udem perifer, anemia, dispnea, nyeri dada; jarang: infeksi
pada luka pasca operasi, reaksi alergi, hipokalemia, ansietas, bingung, pusing, somnolens,
vertigo, hipotensi, dispnea, batuk, nyeri abdomen, dispepsia, gastritis, konstipasi, diare,
bilirubinemia, reaksi pada lokasi injeksi, nyeri dada, nyeri kaki, letih, udema pada genital,
kulit memerah, sinkop.
Dosis: Pencegahan venous thromboembolic events (VTE): 2,5 mg sehari sekali diberikan
secara sub kutan pasca bedah, dosis awal harus diberikan minimal 6 jam setelah pembedahan
selesai. Pengobatan dilanjutkan selama 5-9 hari, lansia > 75 tahun dan/ atau dengan berat
badan < 50 kg dan/atau gangguan ginjal sedang dengan kreatinin klirens 30 mL/menit
pemberian pertama tidak boleh kurang dari 6 jam setelah pembedahan selesai, injeksi tida k
boleh diberikan kecuali apabila hemostasis tercapai; pengobatan deep vein thrombosis (DVT)
dan pulmonary embolism (PE) dosis 5 mg untuk BB < 50 kg, 7,5 mg BB 50 – 100 kg, 10 mg
BB >100 kg , pengobatan diberikan secara sub kutan selama minimal 5 hari, pengobatan
bersama antagonis vitamin K dimulai sesegera mungkin dalam waktu 72 jam.
2.3 HIPOLIPIDEMIK

Perlu dilakukan tindakan untuk mencegah penyakit kardiovaskuler pada pasien


dengan risiko tinggi aterosklerosis. Pasien yang berisiko tinggi meliputi pasien yang
mempunyai penyakit aterosklerosis atau pasien diabetes yang berusia lebih dari 40 tahun.

Tindakan pencegahan diperlukan juga untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami penyakit aterosklerosis kardiovaskuler; besarnya risiko dievaluasi berdasarkan
pada kadar lipid beserta faktor risiko yang lain seperti merokok, tekanan darah tinggi,
gangguan toleransi glukosa, laki-laki, usia, menopause dini, etnis, obesitas, peningkatan
kadar trigliserida, dan riwayat keluarga menderita penyakit kardiovaskuler pada usia muda.
Pada pasien dengan risiko mengalami penyakit kardiovaskuler pada 10 tahun mendatang
sebesar 20% atau lebih, perlu diberikan pengobatan.

Aterosklerosis yang mulai terjadi pada waktu anak-anak dan peningkatan kolesterol
serum pada anak-anak dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler ketika dewasa.
Penurunan kolesterol, tanpa mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak- anak dan
remaja, dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler pada kehidupan selanjutnya.

Intervensi diet merupakan pengobatan utama hiperkolesterolemia pada anak-anak.


Tujuannya adalah untuk menurunkan risiko aterosklerosis sambil tetap memastikan
pertumbuhan dan perkembangan tetap normal. Juga tetap disarankan perubahan gaya hidup.
Pada anak-anak dengan riwayat hiperkolesterolemia familial, riwayat keluarga dengan
penyakit kardiovaskuler merupakan faktor yang penting dalam mempertimbangkan mulai
diberikannya obat hipolipidemik. Pada anak, hiperkoles-terolemia familial jarang terjadi dan
diperlukan penanganan oleh dokter spesialis.

Penurunan Low Density Lipoprotein (LDL) dan peningkatan High Density


Lipoprotein (HDL) dapat memperlambat memburuknya aterosklerosis dan dapat
menginduksi regresi. Perubahan gaya hidup dan diet dapat memberikan manfaat. Pengobatan
menggunakan obat hipolipidemik harus dikombinasikan dengan diet dan perubahan gaya
hidup, penurunan tekanan darah, penggunaan asetosal dosis rendah dan penanganan diabetes
mellitus.
Ada beberapa kondisi, sebagian di antaranya herediter, dimana kadar kolesterol atau
trigliserida plasma, atau keduanya sangat tinggi. Di antara lima kategori hiperlipidemia, yang
paling lazim dijumpai adalah Tipe II (hiperkolesterolemia familial, dimana kolesterol
berikatan dengan lipoprotein dan meningkatkan kadar lipoprotein densitas rendah-Low
Density Lipoprotein = LDL) dan Tipe IV (dimana kadar trigliserida serum dan kadar
lipoprotein densitas sangat rendah-very low density lipoprotein = VLDL meningkat. Apabila
intervensi diet saja selama 6-12 bulan telah gagal, terapi obat diindikasikan pada anak berusia
lebih dari 6 tahun yang mempunyai risiko tinggi penyakit kardiovaskuler. Diet dan
pemantauan gaya hidup harus tetap dilanjutkan meskipun telah diberikan obat hipolipidemik.
Obat hipolipidemik dipertimbangkan apabila intervensi diet gagal untuk menurunkan
kolesterol secara bermakna; tetapi data penggunaan pada anak-anak masih terbatas karena itu
obat-obat tersebut sebaiknya diberikan oleh dokter spesialis.
Statin efektif untuk menurunkan risiko kejadian penyakit jantung pada derajat
dislipidemia berapapun. Statin merupakan obat pilihan untuk mengobati hiperkolesterolemia
dan hipertrigliserida sedang. Hipertrigliserida berat yang tidak cukup diatasi dengan
pemakaian statin dosis maksimal perlu tambahan obat hipolipidemik seperti ezetimib dan
kolestiramin, tetapi pengobatan ini umumnya harus diawasi oleh dokter spesialis.
Beberapa kondisi, diantaranya bersifat genetik, ditandai dengan kadar LDL yang
sangat tinggi, kadar trigliserida tinggi, maupun keduanya. Fibrat ditambahkan pada terapi
statin apabila trigliserida tetap tinggi meskipun kadar kolesterol LDL telah cukup
penurunannya; asam nikotinat dapat juga digunakan lebih lanjut untuk menurunkan kadar
trigliserida atau LDL kolesterol. Kombinasi statin dengan fibrat maupun dengan asam
nikotinat dapat meningkatkan efek samping (seperti rabdomiolisis) dan harus digunakan di
bawah pengawasan dokter spesialis; diperlukan pemantauan fungsi ginjal dan kreatinin
kinase. Penggunaan bersama gemfibrosil dengan statin dapat meningkatkan risiko
rabdomiolisis, karena itu kombinasi ini tidak boleh digunakan.
Untuk pencegahan penyakit kardiovaskuler pada pasien dengan risiko tinggi,
pengobatan menggunakan obat hipolipidemik harus disesuaikan untuk mencapai target kadar
kolesterol total kurang dari 4 mmol/L (=150 mg/dL) (atau penurunan sebesar 25%) dan target
kadar kolesterol LDL kurang dari 2 mmol/L (= 77 mg/dL) (atau penurunan sebesar 30%).
Pasien dengan hipotiroid harus menerima terapi sulih tiroid yang cukup sebelum
dievaluasi kebutuhan terhadap pengobatan dengan obat hipolipidemik karena dengan
mengkoreksi hipotiroid itu sendiri kemungkinan dapat menormalkan lipid. Pemberian obat
hipolipidemik pada pasien hipotiroid yang tidak diterapi meningkatkan risiko miositis.
Fibrat digunakan untuk hipertrigliseridemia, sedangkan statin atau fibrat dapat
digunakan, sendiri atau bersama, digunakan untuk mengobati hiperlipidemia campuran. Bukti
penggunaan golongan fibrat (bezafibrat maupun fenofibrat) pada anak-anak masih terbatas;
oleh karena itu fibrat sebaiknya hanya diberikan apabila intervensi diet dan pengobatan
dengan statin dan resin penukar ion tidak berhasil.
Hiperlipidemia yang berat seringkali memerlukan kombinasi obat-obat hipolipidemik
seperti resin penukar anion dengan fibrat, statin, atau asam nikotinat. Kombinasi statin
dengan asam nikotinat atau fibrat meningkatkan resiko terjadinya efek samping (termasuk
rabdomiolisis) dan harus digunakan dengan hati-hati.

2.3.1. Resin Penukar Anion

Kolestiramin dan kolestipol adalah resin penukar anion yang digunakan dalam
penanganan hiperkolesterolemia. Obat-obat tersebut bekerja dengan cara mengikat asam
empedu dan mencegah reabsorpsinya; dengan demikian akan terjadi peningkatan konversi
kolesterol menjadi asam empedu di dalam hati; hasilnya akan meningkatkan aktivitas
reseptor-LDL dalam sel hati, sehingga meningkatkan pemecahan kolesterol LDL dari plasma.
Jadi, kedua obat tersebut menurunkan kolesterol-LDL secara efektif, tetapi dapat
memperburuk hipertrigliseridemia.

Peringatan: Resin penukar anion mengganggu absorpsi vitamin larut lemak. Suplemen
vitamin A, D, dan K serta asam folat mungkin diperlukan bila pengobatan berlangsung lama.
Interaksinya dapat dilihat pada lampiran 1 (kolestiramin dan kolestipol).

Efek samping: Karena kolestiramin dan kolestipol tidak diabsorpsi, efek samping saluran
cerna menonjol. Konstipasi lazim terjadi, tetapi diare juga dilaporkan. Demikian pula mual,
muntah, dan rasa tidak enak dalam saluran cerna. Hipertrigliseridemia bisa memburuk.
Kecenderungan perdarahan yang meningkat telah dilaporkan akibat hipoprotombinemia yang
disertai dengan defisiensi vitamin K.
Catatan: Obat-obat lain harus diminum paling tidak 1 jam sebelum atau 4-6 jam setelah
pemberian kolestiramin atau kolestipol guna mengurangi kemungkinan gangguan
absorpsinya.
Monografi:

1) KOLESTIPOL HIDROKLORIDA
Indikasi: Hiperlipidemia, terutama tipe IIa, pada pasien yang tidak cukup memberikan
respon terhadap diet dan tindakan lain yang sesuai.

Peringatan: Kehamilan.

Dosis: 5 g 1-2 kali sehari dalam cairan, jika perlu tingkatkan pada interval 1-2 bulan sampai
maksimal 30 g sehari (dalam dosis tunggal atau 2 dosis terbagi).

2) KOLESTIRAMIN

Indikasi: Hiperlipidemia, terutama tipe IIa, pada pasien yang tidak cukup memberikan
respon terhadap diet dan tindakan lain yang sesuai; pencegahan primer penyakit jantung
koroner pada pria; usia 35 - 59 tahun dengan hiperkolesterolemia primer yang tidak responsif
terhadap diet dan tindakan lain yang relevan; pruritus akibat obstruksi empedu parsial dan
sirosis empedu primer.

Peringatan: Kehamilan dan menyusui.

Kontraindikasi: Obstruksi empedu total (kemungkinan tidak akan efektif).

Efek Samping: Asidosis hiperkloremik dilaporkan pada penggunaan yang lama.

Dosis: Penurunan lipid (setelah pemberian awal selama 3-4 minggu) 8-24 g sehari dalam air
(atau cairan lain yang sesuai) dalam dosis tunggal atau 4 dosis terbagi, jika perlu sampai
dengan 36 g sehari. Pruritus, 4-8 g sehari dalam air (atau cairan lain yang cocok).
2.3.2. Ezetimib

Ezetimib menghambat absorpsi kolesterol pada saluran cerna. Obat ini digunakan
sebagai tambahan untuk manipulasi diet pada pasien dengan hiperkolesterolemia primer
dalam kombinasi dengan statin atau secara tunggal (jika statin tidak mencukupi), pada pasien
dengan hiperkolesterolemia familial dalam kombinasi dengan statin dan pada pasien dengan
sitosterolemia familial (fitosterolemia). Jika ezetimib digunakan dalam kombinasi dengan
statin risiko rabdomiolisis dapat meningkat.

Monografi:

1) EZETIMIB

Indikasi: Hiperkolesterolemia primer, diberikan tunggal atau kombinasi dengan inhibitor


HMG-CoA reduktase (statin), dan Homozygous Familial hiperkolesterolemia, kombinasi
dengan statin.

Peringatan: Ezetimib tidak dianjurkan pada pasien dengan penurunan fungsi hati sedang
atau berat. Pemberian terkontrol bersamaan dengan statin, transaminase meningkat teratur ≥ 3
kali limit atas normal (ULN), uji fungsi hati harus dilakukan pada awal terapi dan sesuai
dengan rekomendasi statin. Efikasi dan keamanan ezetimib kombinasi dengan fibrat belum
diketahui past. (lihat interaksi).

Kehamilan dan menyusui. Tidak ada data klinis penggunaan pada kehamilan. Tidak boleh
digunakan pada pasien menyusui kecuali manfaat diperhitungkan terhadap resiko pada bayi.

Interaksi: antasid, kolestiramin, siklosporin, fibrat.

Efek Samping: Gangguan saluran pencernaan, sakit kepala, lemas, mialgia.


Jarang: reaksi hipersensitivitas termasuk ruam dan angioedema.
Sangat jarang: pankreatitis, kolelitiasis, kolesistitis, trombositopenia dan peningkatan
kreatinin kinase, miopati dan rabdomiolisis.
Ezetimib kombinasi dengan statin: sakit kepala, lemas, sakit perut, konstipasi, diare,
kembung, mual, peningkatan ALT, peningkatan AST, mialgia.

Dosis: Pasien harus diet yang cukup untuk menurunkan lipid dan melanjutkan diet selama
pengobatan dengan Ezetimib. Dosis 10 mg sehari sekali, digunakan secara tunggal atau
kombinasi dengan statin, dengan atau tanpa makanan.

Pada lansia diperlukan penyesuaian dosis, pada anak-anak dan remaja ≥ 10 th tidak
diperlukan penyesuaian dosis, dan Ezetimib tidak dianjurkan pada anak < 10 th.

Pada pasien dengan gangguan hati ringan: tidak diperlukan penyesuaian dosis; disfungasi hati
sedang atau berat: tidak dianjurkan. Pada pasien dengan gangguan ginjal : tidak diperlukan
penyesuaian dosis.

Pemberian bersamaan dengan asam empedu sequstrans: Ezetimib diberikan ≥ 2 jam sebelum
atau ≥ 4 jam sesudah pemberian asam empedu sequstrans.

2.3.3. Fibrat

Bezafibrat, siprofibrat, fenofibrat, gemfibrosil bekerja terutama untuk menurunkan


kadar trigliserida serum. Obat-obat ini mempunyai efek yang berbeda-beda terhadap
kolesterol-LDL. Meskipun fibrat dapat menurunkan risiko kejadian penyakit jantung koroner
pada pasien dengan kolesterol HDL rendah atau yang kadar trigliseridanya tinggi, statin harus
menjadi obat pilihan pertama. Fibrat dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama pada
pasien di mana kadar trigliserida serum lebih besar dari 10 mmol/L.

Fibrat dapat menyebabkan sindrom menyerupai miositis, terutama apabila fungsi


ginjal pasien terganggu. Juga, kombinasi fibrat dengan statin meningkatkan risiko efek pada
otot (terutama rabdomiolisis) dan harus digunakan dengan hati-hati dan sebaiknya dilakukan
pemantauan fungsi ginjal dan kreatinin kinase. Gemfibrosil dan statin tidak boleh digunakan
secara bersamaan.

Monografi:
1) BEZAFIBRAT

Indikasi: Hiperlipidemia tipe IIa, IIb, III, IV, dan V pada pasien yang tidak cukup
memberikan respons terhadap diet dan tindakan-tindakan lain yang sesuai.

Peringatan: Gangguan ginjal dan hati (hindarkan jika berat, lihat juga pada miotoksisitas di
bawah). MIOTOKSISITAS. Perhatian khusus diperlukan pada pasien dengan penyakit ginjal,
karena peningkatan progresif kadar kreatinin serum atau gagal untuk mengikuti petunjuk
aturan dosis dapat mengakibatkan miotoksisitas (rabdomiolisis). Hentikan jika diduga atau
kadar kinase kreatinin meningkat secara bermakna.

Kontraindikasi: Gangguan hati atau ginjal berat, hipoalbuminemia, sirosis empedu primer,
penyakit kandung empedu, sindrom nefrotik, kehamilan dan menyusui.

Efek Samping: Saluran cerna (mual, anoreksia, nyeri lambung), pruritus, ruam kulit,
urtikaria, impotensi; juga sakit kepala, pusing, vertigo, letih, rambut rontok; miotoksisitas
(dengan miastenia atau mialgia) risiko khusus pada gangguan ginjal.

Dosis: 200 mg 3 kali sehari dengan atau setelah makan.

2) FENOFIBRAT
Indikasi: Hiperlipidemia Tipe IIa, IIb, III, IV, dan V pada pasien yang tidak merespons
dengan cukup terhadap diet dan tindakan-tindakan lain yang sesuai.

Peringatan: Gangguan ginjal dan hati (hindarkan jika berat, lihat juga pada miotoksisitas di
bawah). MIOTOKSISITAS. Perhatian khusus diperlukan pada pasien dengan penyakit ginjal,
karena peningkatan progresif kadar kreatinin serum atau gagal untuk mengikuti petunjuk
aturan dosis dapat mengakibatkan miotoksisitas (rabdomiolisis). Hentikan jika diduga atau
kadar kinase kreatinin meningkat secara bermakna.

Kontraindikasi: Gangguan ginjal atau hati yang berat, adanya penyakit kandung empedu;
kehamilan dan menyusui.

Efek Samping: Saluran cerna (mual, anoreksia, nyeri lambung), pruritus, ruam kulit,
urtikaria, impotensi; juga sakit kepala, pusing, vertigo, letih, rambut rontok; miotoksisitas
(dengan miastenia atau mialgia) risiko khusus pada gangguan ginjal (lihat pada Peringatan).

Dosis: Dosis awal 300 mg sehari dalam dosis terbagi; kisaran lazim 200-400 mg sehari; anak-
anak 5 mg/kg bb sehari.

3) GEMFIBROZIL

Indikasi: Pencegahan primer penyakit jantung koroner pada pria usia 40-55 tahun dengan
hiperlipidemia yang tidak merespons dengan baik terhadap diet. Hiperkolesterolemia dengan
dislipidemia dan hipertrigliseridemia, atau dengan klasifikasi Fredrickson tipe IIa, IIb, dan
IV. Terapi hiperlipidemia lain, seperti: Fredrickson tipe III dan V, dislipidemia akibat
diabetes, dan xantoma akibat dislipidemia.

Peringatan: Kolelitiasis, mempengaruhi uji fungsi hati [peningkatan SGOT, SGPT, kadar
basa fosfat, laktat dehidrogenase (LDH), CK, dan bilirubin], gangguan hematopoietik
(penurunan hemoglobin, hematokrit, dan sel darah putih), monitor perhitungan sel darah dan
profil lipid secara periodik, kehamilan, menyusui.

Interaksi: Tidak boleh digunakan bersamaan dengan HMG-CoA reductase


inhibitor (simvastatin, serivastatin) dan repaglinid. Antikoagulan (warfarin): pengurangan
dosis warfarin untuk mengurangi risiko perdarahan. Resin pengikat asam empedu
(kolestipol): menurunkan bioavailabilitas gemfibrozil. Repaglinid: risiko hipoglikemia berat.
Kolkisin: peningkatan risiko toksisitas neuromuskular dan rabdomiolisis.

Kontraindikasi: Gangguan fungsi hati berat dan ginjal, penyakit kantung empedu,
hipersensitivitas, penggunaan bersama HMG-CoA reductase inhibitor (simvastatin,
serivastatin) dan repaglinid.

Efek Samping: Sangat umum: gangguan saluran cerna, dispepsia.

Umum: nyeri abdomen, apendisitis akut, diare, lelah, mual/muntah, eksim, ruam, vertigo,
konstipasi, sakit kepala.

Tidak umum: fibrilasi atrium.

Tidak diketahui frekuensinya: ikterus kolestatik, pankreatitis, pusing, kantuk, paraestesia,


neuritis perifer, penurunan libido, depresi, pandangan kabur, impotensi, artralgia, sinovitis,
mialgia, miopati, miastenia, nyeri pada ekstremitas, rabdomiolisis, dermatitis eksfoliatif,
dermatitis, pruritus, angiodema, urtikaria, udem laring, fotosensitivitas, alopesia, kolesistitis.

Dosis: 600 mg 2 kali sehari, 30 menit sebelum makan. Dosis 900 mg diberikan pada pasien
yang intoleran pada dosis normal. Dosis maksimal: 1.500 mg per hari diberikan jika
diperlukan penurunan maksimal trigliserida seperti pada pasien tipe V.

4) KLOFIBRAT
Indikasi: Hiperlipidemia Tipe IIa, IIb, III, IV, dan V pada pasien yang tidak merespons
dengan cukup terhadap diet dan tindakan-tindakan lain yang sesuai.

Peringatan: Gangguan ginjal dan hati (hindarkan jika berat, lihat juga pada miotoksisitas di
bawah). MIOTOKSISITAS. Perhatian khusus diperlukan pada pasien dengan penyakit ginjal,
karena peningkatan progresif kadar kreatinin serum atau gagal untuk mengikuti petunjuk
aturan dosis dapat mengakibatkan miotoksisitas (rabdomiolisis). Hentikan jika diduga atau
kadar kinase kreatinin meningkat secara bermakna.

Kontraindikasi: Gangguan hati atau ginjal berat, hipoalbuminemia, sirosis empedu primer,
penyakit kandung empedu, sindrom nefrotik, kehamilan dan menyusui.

Efek Samping: Saluran cerna (mual, anoreksia, nyeri lambung), pruritus, ruam kulit,
urtikaria, impotensi; juga sakit kepala, pusing, vertigo, letih, rambut rontok; miotoksisitas
(dengan miastenia atau mialgia) risiko khusus pada gangguan ginjal.

Dosis: di atas 65 kg, 2 g sehari (50-65 kg, 1,5 g sehari) dalam 2 atau 3 dosis terbagi.

5) SIPROFIBRAT
Indikasi: Hiperlipidemia tipe IIa, IIb, III, dan IV pada pasien yang tidak memberikan respons
dengan baik terhadap diet.

Peringatan: Gangguan ginjal dan hati (hindarkan jika berat, lihat juga pada miotoksisitas di
bawah). MIOTOKSISITAS. Perhatian khusus diperlukan pada pasien dengan penyakit ginjal,
karena peningkatan progresif kadar kreatinin serum atau gagal untuk mengikuti petunjuk
aturan dosis dapat mengakibatkan miotoksisitas (rabdomiolisis). Hentikan jika diduga atau
kadar kinase kreatinin meningkat secara bermakna.

Kontraindikasi: Gangguan hati atau ginjal berat, hipoalbuminemia, sirosis empedu primer,
penyakit kandung empedu, sindrom nefrotik, kehamilan dan menyusui.

Efek Samping: Saluran cerna (mual, anoreksia, nyeri lambung), pruritus, ruam kulit,
urtikaria, impotensi; juga sakit kepala, pusing, vertigo, letih, rambut rontok; miotoksisitas
(dengan miastenia atau mialgia) risiko khusus pada gangguan ginjal.

Dosis: 100 mg sehari.

2.3.4. Statin

Statin (atorvastatin, fluvastatin, pravastatin, rosuvastatin dan simvastatin)


menghambat secara kompetitif koenzim 3-hidroksi-3-metilglutaril (HMG CoA) reduktase,
yakni enzim yang berperan pada sintesis kolesterol, terutama dalam hati. Obat-obat ini lebih
efektif dibandingkan obat-obat hipolipidemia lainnya dalam menurunkan kolesterol-LDL
tetapi kurang efektif dibanding fibrat dalam menurunkan trigliserida.

Statin dapat mengurangi serangan penyakit kardiovaskular dan angka kematian pada
orang dewasa, berapapun kadar kolesterol awal. Statin harus dipertimbangkan untuk semua
pasien, termasuk untuk orangtua, dengan gejala penyakit kardiovaskular seperti penyakit
jantung koroner (termasuk riwayat angina atau infark miokard akut), penyakit arteri oklusif
(termasuk penyakit vaskuler perifer, stroke tanpa perdarahan, atau serangan iskemik
transien).

Pada pasien diabetes mellitus, risiko peningkatan penyakit kardiovaskular tergantung


pada lamanya dan komplikasi diabetes, usia dan faktor risiko yang menyertai. Terapi statin
harus dipertimbangkan untuk semua pasien usia di atas 40 tahun dengan diabetes melitus tipe
1 dan 2. Pada pasien berusia muda dengan diabetes, pengobatan dengan statin harus
dipertimbangkan jika terdapat kerusakan organ target, kontrol glikemi yang buruk (HbA C
lebih besar dari 9%), kolesterol HDL yang rendah, peningkatan kadar trigliserida, hipertensi
atau riwayat penyakit kardiovaskular dini dalam keluarga.

Statin juga digunakan untuk pencegahan serangan penyakit kardiovaskular pada


individu dengan peningkatan risiko tanpa gejala. Individu dengan risiko penyakit
kardiovaskular pada 10 tahun mendatang sebesar 20% atau lebih, akan mendapat manfaat
dari pengobatan statin berapapun kadar kolesterolnya, penggunaan statin harus
dikombinasikan dengan perubahan gaya hidup dan terapi lain untuk mengurangi risiko
kardiovaskuler. Pengobatan dengan statin juga harus dipertimbangkan jika rasio kadar
kolesterol total terhadap kolesterol HDL lebih dari 6.

Peringatan: Statin harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat penyakit
hati atau peminum alkohol (hindari penggunaan pada penyakit hati yang aktif).
Hipotiroidisme harus diatasi secara memadai sebelum memulai pengobatan dengan statin.
Fungsi hati harus diukur sebelum dan selang 1-3 bulan sejak dimulainya pengobatan dan
setelah pengobatan dengan selang 6 bulan sampai 1 tahun kecuali jika diindikasikan segera
karena adanya gejala hepatotoksisitas. Obat harus dihentikan bila kadar transaminase serum
meningkat hingga, dan bertahan pada 3 kali batas atas nilai normal. Statin harus digunakan
hati-hati pada pasien dengan faktor risiko miopati atau rabdomiolisis. Pasien harus dinasehati
untuk melaporkan nyeri otot yang tidak dapat diketahui penyebabnya (lihat efek pada otot di
bawah). Statin harus dihindari pada porfiria tapi rosuvastatin dianggap aman.
Kontraindikasi: pasien dengan penyakit hati yang aktif dan pada kehamilan (karena itu
diperlukan kontrasepsi yang memadai selama pengobatan dan selama 1 bulan setelahnya) dan
menyusui (lihat lampiran 4 dan 5).
Efek Samping: Miositis yang bersifat sementara merupakan efek samping yang jarang tapi
bermakna (lihat juga efek pada otot). Statin juga menyebabkan sakit kepala, perubahan fungsi
ginjal dan efek saluran cerna (nyeri lambung, mual dan muntah). Statin juga menyebabkan
sakit kepala, perubahan uji fungsi hati (hepatitis namun jarang terjadi), parestesia, dan efek
pada saluran cerna meliputi nyeri abdomen, flatulens, konstipasi, diare, mual dan muntah.
Ruam kulit dan reaksi hipersensitivitas (meliputi angioedema dan anafilaksis) telah
dilaporkan namun jarang terjadi.
Efek pada otot: Bila diduga terjadi miopati dan terjadi peningkatan kadar kreatin kinase
yang sangat tajam (lebih dari 5 kali batas atas nilai normal), atau terjadi gejala gangguan otot
yang parah, maka statin harus dihentikan.
Pada pasien dengan risiko tinggi mengalami efek terhadap otot, statin tidak boleh mulai
diberikan jika kadar kreatin kinase meningkat.
Insiden miopati meningkat bila statin diberikan pada dosis tinggi atau diberikan bersama
fibrat, atau asam nikotinat pada dosis hipolipidemiknya, atau imunosupresan seperti
siklosporin. Diperlukan monitoring yang intensif terhadap fungsi hati dan jika ada gejala,
pemantauan kadar kreatin kinase juga diperlukan pada pasien yang menerima obat ini. Telah
dilaporkan pula rabdomiolisis dengan gangguan fungsi ginjal akut akibat mioglobinuria

Saran: Pasien disarankan agar melaporkan dengan segera gejala nyeri otot, rasa kaku, atau
rasa lemah otot yang tidak diketahui pasti penyebabnya.

Monografi:

1) ATORVASTATIN

Indikasi: Sebagai terapi tambahan pada diet untuk mengurangi peningkatan kolesterol total,
c-LDL, apolipoprotein B dan trigliserida pada pasien dengan hiperkolesterolemia primer;
kombinasi hiperlipidemia; hiperkolesteolemia heterozigous dan homozigous familial ketika
respon terhadap diet dan pengukuran non farmakologi lainnya tidak mencukupi.

Pada pasien pediatrik (10-17 tahun): sebagai terapi tambahan pada diet untuk mengurangi
kadar kolesterol total, c-LDL dan Apo-B pada laki-laki dan wanita yang telah mengalami
menstruasi, usia 10-17 tahun, dengan hiperkolesteolemia heterozigous dan homozigous
familial jika setelah trial yang cukup dari terapi diet, diketahui :

 c-LDL tersisa ≥ 190 mg/dL atau

 c-LDL tersisa ≥ 160 mg/dL atau

- positif mempunyai keluarga dengan riwayat penyakit kardiovaskular prematur


atau;
- dua atau lebih faktor risiko CDV terdapat pada pasien pediatrik.
Interaksi: Antasid, antipirin, kolestipol, digoksin, eritromisin/klaritromisin, kontrasepsi oral,
inhibitor protease.

Kontraindikasi: Hipersensitif.

Efek Samping: Insomnia, angio udema, anoreksia, asthenia, neuropati perifer, alopesia,
pruritus, ruam, impoten, sakit dada, hipoglikemik dan hiperglikemik, trombositopenia jarang
dilaporkan.

Dosis: Hiperkolesterolemia primer dan hiperlipidemia campuran, biasanya 10 mg sekali


sehari, bila perlu dapat ditingkatkan dengan interval 4 minggu hingga maksimal 80 mg sekali
sehari. Anak 10-17 tahun: dosis awal 10 mg sekali sehari (pengalaman terbatas dengan dosis
diatas 80 mg sehari);

Hiperkolesterolemia turunan, dosis awalnya 10 mg sehari, tingkatkan dengan interval 4


minggu sampai 40 mg sekali sehari; bila perlu, tingkatkan lebih lanjut sampai maksimal 80
mg sekali sehari (atau dikombinasi dengan resin penukar anion pada hiperkolesterolemia
turunan heterozigot). Anak 10-17 tahun hingga 20 mg sekali sehari (pengalaman terbatas
dengan dosis lebih besar).

2) FLUVASTATIN
Indikasi: Terapi tambahan pada diet untuk menurunkan kolesterol (kolesterol total, LDL,
alipoprotein B, trigliserida) dan meningkatkan kolesterol HDL pada pasien dewasa dengan
hiperkolesterolemia primer dan dislipidemia campuran. Terapi tambahan pada diet untuk
menurunkan kolesterol pada pasien anak dengan hiperkolesterolemia familial heterozigot,
usia 10-16 tahun sedikitnya satu tahun post menarche, di mana diet tidak memberikan hasil
yang adekuat (LDL > 190 mg/dL atau LDL > 160 mg/dL atay bila ada riwayat keluarga
positif penyakit kardiovaskular premature atau ada dua faktor risiko untuk penyakit jantung).
Juga diindikasikan untuk memperlampat progresi aterosklerosis koroner pasien dewasa
dengan hiperkolesterolemia primer dan disertai penyakit jantung koroner yang tidak dapat
dikendalikan dengan diet saja.

Kontraindikasi: Hipersensitivitas, penyakit liver aktif atau peningkatan serum transaminase


persisten yang tidak dapat dijelaskan; kehamilan dan menyusui.

Efek Samping: Insomnia; Sangat jarang: dyasthesia, hypoesthesia, neuropati perifer,


trombositopenia, vasculitis, eksim, dermatitis, bullous exanthema, dan sindrom seperti lupus
erythematosus

Dosis: Sebelum memulai obat pasien sudah harus dalam pengaturan diet. Satu tablet sehari
dapat diminum menjelang tidur, atau kapan saja. Dosis dapat dimulai dengan 40 mg sekali
sehari, dan pada kasus ringan 20mg/hari. Efek klinik tercapai dalam 4 minggu. Dosis
disesuaikan dengan kebutuhan pasien, dan perubahan dosis dilakukan setelah penggunaan 4
minggu atau lebih. Dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 80 mg/hari. Anak. dosis
yang dianjurkan 20 mg/hari, peningkatan dosis hanya dilakukan setelah evaluasi 6 minggu.
Dosis maksimum 40 mg 2 kali sehari atau 80 mg 1 kali sehari.
3) LOVASTATIN

Dosis: Oral, dewasa, dosis awal, 10 mg (kadar kolesterol total serum kurang dari 240 mg/dL)
atau 20 mg (kadar kolesterol total serum lebih dari 240 mg/dL) sekali sehari pada waktu
malam. Diet serat tinggi dapat merintangi absorpsi obat, oleh sebab itu diet tersebut harus
dikonsumsi selama beberapa jam sebelum penggunaan obat. Rentang dosis yang disarankan
adalah 20 mg hingga maskimum 80 mg/hari dalam dosis tunggal atau dosis terbagi. Dosis
terbgai dapat lebih efektif. Pada pasien usia lanjut, efek terapi maksimum dicapai pada dosis
kurang dari 40 mg/hari.

4) PITAVASTATIN

Indikasi: Terapi tambahan selain diet untuk menurunkan kadar kolesterol total (TC), low-
density lipopotrein cholesterol (LDL-C), apolipoprotein B (Apo B), trigliserid (TG), dan
peningkatan HDL-C pada pasien dewasa dengan hiperlipidemia primer atau dislipidemia.
Peringatan: Tidak boleh menggunakan pitavastatin dengan dosis lebih dari 4 mg perhari,
efek pada otot rangka, terdapat kasus miopati dan rabdomiolisis dengan gagal ginjal akut,
kelainan enzim hati, peningkatan kadar HbA1c dan glukosa darah puasa.

Interaksi: Siklosporin, lopinavir/ ritonavir, eritromisin, dan rifampisinmeningkatkan kadar


pitavastatin, fibrat meningkatkan risiko miopati, niasin meningkatkan efek terhadap otot
rangka.

Kontraindikasi: Hipersensitivitas, penyakit hati, kehamilan atau akan hamil, menyusui,


gagal ginjal berat (GFR < 30 mL/min/1,73 m2).

Efek Samping: Nyeri punggung, konstipasi, diare, mialgia, nyeri ekstremitas.

Dosis: 1-4 mg sehari dengan atau tanpa makanan. Dosis awal yang direkomendasikan 2 mg
dan maksimum 4 mg sehari. Dosis tergantung pada karakteristik individu dan respon terapi. ,
Pada penderita gagal ginjal sedang (GFR 30 – 59 mL/min/1,73 m2) dan menjalani
hemodialisis dosis 1 mg sehari, maksimum 2 mg sehari, Penggunaan bersama eritromisin 1
mg satu kali sehari, penggunaan bersama rifampisin 2 mg satu kali sehari.

5) PRAVASTATIN

Indikasi: Pasien hiperkolesterol tanpa bukti klinis penyakit jantung koroner, sebagai
tambahan pada diet untuk mengurangi resiko infark miokardial, revaskularisasi miokardial,
dan kematian kardiovaskular dengan tidak meningkatkan kematian bukan akibat
kardiovaskular. Pasien hperkolesterol dengan bukti klinis penyakit jantung koroner,
menurunkan resiko kematian total dengan menurunkan kematian koroner, infark miokardial,
revaskularisasi miokardial, stroke dan memperlambat arterosklerosis koroner.
Hiperlipidemia, sebagai tambahan pada diet untuk menurunkan kadar total C, LDL.C, Apo B
dan TG yang tinggi pada pasien hiperkolesterol primer dan dislipidemia campuran
(Frederickson type II A dan II B).

Peringatan: Kelainan fungsi ginjal, hamil dan menyusui, peningkatan level kreatinin
fosfokinase dan transaminase, homozigot familial hiperkolesterol, kerusakan fungsi ginjal.

Interaksi: Imunosupresan, gemfibrozil, asam nikotinat, eritromisin, inhibitor sitokrom P450


3A 4, kolestiramin, diitiazem, itrakonazol, antipirin.

Efek Samping: Ruam kulit, nyeri dada, rasa lelah, pening, gangguan tidur, urinasi yang tidak
normal (tidak urinasi, frekuensi urinasi, nokturia), disfungsi seksual, gangguan penglihatan,
alopesia, sangat jarang ditemukan pankreatitis, kekuningan, nekrosis hepatik fulminan,
neuropati perifer, sindroma lupus eritematosus sistemik.

Dosis: Sebelum menggunakan Pravastatin pasien harus diberikan diet rendah kolesterol yang
diberikan terus selama pengobatan; awal 10, 20 atau 40 mg sehari, disfungsi hati dan ginjal.
Pasien dengan riwayat disfungsi hati yang bermakna, dosis awal yang dianjurkan 10 mg
perhari.

Efek maksimal dari dosis yang diberikan akan terlihat dalam jangka waktu 4 minggu,
penetapan lipid secara periodik harus dilakukan pada saat ini dan dosis disesuaikan
tergantung pada respon pasien pada terapi dan pedoman terapi yang ada.

Pasien yang mendapatkan imunosupresan seperti siklosporin bersamaan dengan pravastatin,


terapi harus diawali dengan 10 mg pravastatin sekali sehari sebelum tidur dan titrasi menjadi
dosis yang lebih besar harus dilakukan secara hati-hati. Kebanyakan pasien yang
mendapatkan pengobatan dengan kombinasi ini mendapatkan dosis pravastatin 20 mg/hari.

6) ROSUVASTATIN KALSIUM
Indikasi: Hiperkolesterol primer (tipe IIa termasuk heterozigot familial) atau dislipidemia
campuran (tipe IIb) sebagai terapi tambahan jika upaya diet dan olah raga tidak mencukupi.

Interaksi: Antagonis Vitamin K, gemfibrozil, siklosporin, antasida, enzim sitokrom P450,


eritromisin, kontrasepsi oral.

Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap obat dan komponennya, penyakit liver aktif


(termasuk peningkatan serum transaminase dan serum transaminase lain melebihi 3 kali batas
normal yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya), miopati, memperoleh siklosporin, hamil
dan menyusui.

Efek Samping: Sakit kepala, pusing, asthenia proteinuria, nyeri otot, konstipasi, mual, nyeri
abdomen, jarang terjadi proteinuria, kuning, artralgia, jaundice, polineuropati.
Rhabdomiolisis pernah dilaporkan pada pengunaan dosis 80 mg.

Dosis: Sebelum menggunakan Rosuvastatin pasien harus melakukan diet rendah kolesterol
terus selama pengobatan. Dosis awal 10 mg sekali sehari jika perlu ditingkatkan menjadi 20
mg sekali sehari setelah 4 minggu; Dosis 40 mg sekali sehari hanya boleh diberikan pada
pasien dengan hiperkolesterol berat (termasuk hiperkolesterol familial) yang tidak
memberikan hasil dengan 20 mg.

7) SIMVASTATIN
Indikasi: Hiperkolesterolemia primer (hiperlipidemia tipe Ila) pada pasien yang tidak cukup
memberikan respons terhadap diet dan tindakan-tindakan lain yang sesuai; untuk mengurangi
insiden kejadian koroner klinis dan memperlambat progresi aterosklerosis koroner pada
pasien dengan penyakit jantung koroner dan kadar kolesterol 5,5 mmol/l atau lebih.

Kontraindikasi: Porfiria.

Efek Samping: Ruam kulit, alopesia, anemia, pusing, depresi, parestesia, neuropati perifer,
hepatitis, sakit kuning, pankreatitis; sindrom hipersensitivitas (termasuk angioedema) jarang
dilaporkan.

Dosis: Hiperkolesterolemia, 10 mg sehari malam hari, disesuaikan dengan interval tidak


kurang dari 4 minggu; kisaran lazim 10-40 mg sekali sehari malam hari. Penyakit jantung
koroner, awalnya 20 mg sekali sehari malam hari.

2.3.5. Asam Nikotinat

Manfaat asam nikotinat dibatasi oleh efek sampingnya, terutama vasodilatasi. Pada
dosis 1,5 sampai dengan 3 gram per hari asam nikotinat dapat menurunkan kadar kolesterol
dan trigliserida dengan menghambat sintesisnya. Asam nikotinat juga meningkatkan
kolesterol HDL. Asam nikotinat disarankan untuk digunakan bersama dengan statin apabila
statin tunggal tidak cukup untuk mengendalikan dislipidemia (Kolesterol LDL meningkat,
trigliseridemia, dan kolesterol HDL rendah); asam nikotinat juga dapat digunakan sebagai
pengobatan tunggal apabila pasien tidak dapat mentoleransi statin (pengobatan dislipidemia,
termasuk penggunaan kombinasi obat).

Asipimoks memperlihatkan efek samping yang lebih sedikit, tetapi mungkin kurang
efektif dalam menurunkan kadar lipid.

Monografi:
1) ASAM NIKOTINAT

Indikasi: Terapi tambahan pada upaya diet dan olah raga tidak merespon dengan cukup,
dengan menurunkan kadar TC, LDL-C, Apo B dan TG, dan meningkatkan HDL-C pada
pasien dengan hiperkolesterolemia (heterozigot familial dan non familial) dan mixed
dyslipidemia (Frederickson Type IIa dan IIb).

Peringatan: Diabetes mellitus, pirai, penyakit hati, otot skelet, angina tidak stabil, infark
miokardial akut, jaundice, tukak peptik.

Kontraindikasi: Pendarahan arteri, tukak peptik aktif, kehamilan dan menyusui.

Efek Samping: Paling sering: flushing episode (rasa hangat, kemerahan, gatal dan mati
rasa/tingling), diare, mual, muntah, sakit perut, dispepsia, pruritus, ruam kulit.

Umum: takikardia, palpitasi, pernafasan pendek, oedem peripheral, sakit kepala, pusing, asam
urat, hipofosfatemia, perpanjangan waktu prothrombin dan pengurangan jumlah platelet.
Jarang: hipotensi, sinkop, rhinitis, insomnia, pengurangan toleransi glukosa, mialgia,
miophati dan misasthenia.
Sangat jarang: anoreksia, rabdomiolisis.
Dosis: Terapi dengan asam nikotinat harus dimulai secara bertahap dalam peningkatan dosis
untuk mengurangi insiden dan beratnya efek samping yang mungkin terjadi selama awal
terapi. Dosis yang dianjurkan adalah :

 375 mg sehari sekali sebelum tidur untuk satu minggu pertama, jika dapat ditoleransi
dengan baik dapat ditingkatkan menjadi;
 500 mg sehari sekali sebelum tidur untuk minggu kedua, jika dapat ditoleransi dengan
baik dapat ditingkatkan menjadi;
 750 mg sehari sekali sebelum tidur untuk minggu ketiga, jika dapat ditoleransi dengan
baik dapat ditingkatkan menjadi;
 500 mg dua tablet sebelum tidur untuk minggu ke 4-7, jika dapat ditoleransi dengan
dapat ditingkatkan menjadi 1000 mg dua tablet sebelum tidur.
 Setelah minggu ke-7 titrasi dosis tergantung pada respon pasien dan toleransinya. Jika
respon 1000 mg sehari sekali mencukupi, dapat ditingkatkan hingga dosis 1500 mg
sehari sekali; kemudian dosis dapat ditingkatkan mencapai 2000 mg sehari sekali.

Dosis penunjang: Dosis yang dianjurkan untuk penunjang adalah 1000 mg (2 tablet 500 mg)
sampai 2000 mg (2 tablet 1000 mg) sehari sekali sebelum tidur. Dosis per hari tidak boleh
ditingkatkan lebih dari 500 mg dalam waktu 4 minggu.

2.4 SYOK DAN HIPOTENSI

Sifat-sifat simpatomimetik bervariasi sesuai dengan kerjanya pada reseptor alfa atau
beta. Adrenalin (epinefrin) bekerja pada reseptor alfa dan beta dan meningkatkan detak
jantung dan kontraktilitas (efek beta); adrenalin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer (efek
beta ) atau vasokonstriksi (efek alfa).

Respon terhadap simpatomimetik dapat sangat bervariasi pada anak-anak, terutama


pada neonatus. Penting untuk melakukan titrasi dosis untuk mencapai efek yang diinginkan
dan pantau anak secara intensif.

2.4.1. Simpatomimetik Inotropik

Stimulan jantung dobutamin dan dopamin bekerja pada reseptor beta pada otot
jantung dan meningkatkan kontraktilitas dengan sedikit efek terhadap kecepatan kerja
jantung. Dopamin mempunyai efek yang bervariasi, tidak dapat diduga, dan mempengaruhi
kondisi vaskuler tergantung pada dosis. Infus dosis rendah (2 mcg/kg bb/menit) umumnya
dapat menyebabkan vasodilatasi, namun bukti manfaat secara klinis masih sedikit; dosis
sedang dapat meningkatkan kontraktilitas miokard dan curah jantung pada anak-anak yang
lebih tua, namun pada neonatus dosis sedang dapat menyebabkan penurunan curah jantung.
Dosis tinggi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan hambatan vaskuler, dan
oleh karena itu harus digunakan dengan hati-hati pada pembedahan jantung, atau apabila
neonatus juga mengalami hipertensi paru.
Pada neonates: Respon pada simpatomimetik inotropik bervariasi. Pada neonatus yang lahir
prematur; diperlukan titrasi dosis dan pemantauan.

Syok: Syok merupakan keadaan darurat medis yang dikaitkan dengan angka kematian yang
tinggi. Penyebab mendasar syok seperti perdarahan, sepsis atau insufisiensi miokard harus
diatasi. Syok pada hipotensi berat harus diatasi segera untuk mencegah hipoksia jaringan dan
gagal organ. Terapi penggantian cairan sangat penting untuk mengatasi hipovolemia yang
disebabkan oleh perdarahan dan sepsis namun pada syok jantung dapat menyebabkan
kerusakan.
Berdasarkan status hemodinamik, curah jantung dapat dipulihkan dengan penggunaan
simpatomimetik inotropik seperti adrenalin (epinefrin), dobutamin, atau dopamin (lihat
keterangan di atas). Pada syok septik (septic shock), apabila terapi penggantian cairan dan
inotropik gagal untuk mengendalikan tekanan darah, noradrenalin vasokonstriktor
(norepinefrin) dapat digunakan. Pada syok jantung, hambatan perifer sering tinggi dan
kenaikan yang lebih tinggi dapat memperburuk kinerja miokard dan memperparah iskemia
jaringan.
Syok septik pada neonatus dapat diperburuk oleh transisi dari sirkulasi fetus menjadi
neonatus. Pengobatan gagal jantung ventrikel kanan dengan menurunkan tekanan arteri paru
umumnya diperlukan pada neonatus dengan syok yang sukar diatasi dengan pemberian cairan
dan hipertensi paru menetap pada bayi baru lahir. Pemberian cairan dengan cepat pada
neonatus dengan patent ductus arteriosus dapat menyebabkan shunting left to right dan gagal
jantung kongestif yang diinduksi oleh overload ventrikel.
Penggunaan simpatomimetik inotropik dan vasokonstriktor lebih baik apabila dibatasi
hanya untuk penggunaan dengan pengawasan intensif dan diberikan dengan pemantauan
hemodinamik invasif.

Monografi:
1) DOBUTAMIN

Indikasi: Efek inotropik positif pada infrak miokard, bedah jantung, kardiomiopati, syok
septik, dan syok kardiogenik.

Peringatan: Hipotensi berat pada syok kardiogenik.

Efek Samping: Takikardia dan tekanan darah sistolik sangat meningkat sangat menunjukan
dosis berlebih; flebitis.

Dosis: Infus intravena, 2,5-10 mcg/kg bb/menit, disesuaikan menurut responnya.

2) DOPAMIN HIDROKLORIDA

Indikasi: Syok kardiogenik pada infrak miokard atau bedah jantung.

Peringatan: Koreksi hipovolemia; dosis rendah pada syok akibat infrak miokard akut.

Kontraindikasi: Takiaritmia, feokromositoma.

Efek Samping: Mual dan muntah, vasokontriksi perifer, hipotensi, hipertensi, takikardia.
Dosis: Dosis awal infus intravena, 2-5 mcg/kg bb/menit.

3) ISOPRENALIN HIDROKLORIDA

Indikasi: Blok jantung; bradikardia berat.

Peringatan: Penyakit jantung iskemik, diabetes melitus; hipertiroidisme.

Efek Samping: Takikardi; aritmia, hipotensi, berkeringat, tremor, sakit kepala.

Dosis: Oral, dosis awal 30 mg setiap enam jam, rentang 90-840 mg per hari (tetapi cara oral
jarang digunakan);

Infus intravena 0,5-10 mcg/menit.

2.4.2. Simpatomimetik Vasokonstriktor

Vasokonstriktor simpatomimetik meningkatkan tekanan darah sementara dengan


bekerja pada reseptor alfa adrenergik untuk menimbulkan konstriksi pembuluh darah perifer.
Kadang-kadang obat golongan ini digunakan sebagai metoda darurat untuk peningkatan
tekanan darah ketika terapi lain gagal.

Meskipun dapat meningkatkan tekanan darah, vasokonstriktor juga dapat berbahaya


karena mengurangi perfusi dari organ vital seperti ginjal. Anestesi spinal dan epidural dapat
menyebabkan blok simpatetik dengan efek hipotensi meningkat. Terapi meliputi cairan
intravena (yang biasanya diberikan secara profilaksis), oksigen, elevasi lengan dan injeksi
efedrin.

Seperti halnya sebagai konstriksi pembuluh perifer, efedrin juga mempercepat kerja
jantung (dengan bekerja pada reseptor beta). Efek ganda efedrin ini digunakan untuk
mengendalikan bradikardi (meskipun mungkin juga diperlukan injeksi intravena atrofin sulfat
400 sampai 600 mcg jika bradikardi berlangsung dalam waktu lama).

Pada anak: Efedrin digunakan untuk mengatasi hipotensi yang disebabkan oleh anestesi
spinal dan epidural.
Fenilefrin menyebabkan vasokonstriksi perifer dan meningkatkan tekanan arteri.
Efedrin dan fenilefrin jarang diperlukan pada anak-anak dan harus digunakan di bawah
pengawasan dokter spesialis.

Noradrenalin (norepinefrin) dicadangkan pada anak dengan resistensi vaskuler


sistemik yang rendah yang tidak membaik dengan pemberian cairan pada syok septik, syok
spinal, dan anafilaksis.

Adrenalin (epinefrin) terutama digunakan berdasarkan kerja inotropik. Dosis rendah


(bekerja pada reseptor beta) menyebabkan vasodilatasi sistemik dan pulmoner, dengan
peningkatan frekuensi jantung, stroke volume dan juga kontraktilitas jantung. Dosis tinggi
bekerja terutama pada reseptor alfa menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang kuat.

Monografi:

1) NOREPINEFRIN BITATRAT (NORADRENALIN BITATRAT)

Indikasi: Hipotensi akut, henti jantung.

Peringatan: Trombosis pembuluh darahkoroner, mesenterik atau perifer; setelah infrak


miokard, angina Prinzmetal, penyakit tiroid, diabetes melitus, hipoksia atau hiperkapmia;
penggantian volume darah yang sesuai diperlukan; usia lanjut; ekstravasasi pada tempat
suntikan dapat menyebabkan nekrosis.
Kontraindikasi: Hipertensi (sering pantau tekanan darah dan kecepatan aliran), kehamilan.

Efek Samping: Hipertensi, sakit kepala, bradikardia, aritmia, iskemia perifer.

Dosis: Hipotensi akut, infus intravena, melalui kateter vena sentral, larutan mengandung
norepinerfin bitatrat 80 mcg/mL (setara dengan norepinerfin basa 40 mcg/mL) dengan
kecepatan awal 0,16-0,33 mL/menit, disesuaikan sesuai dengan responnya.

Henti jantung, injeksi intravena cepat atau intrakardiak, 0,5-0,75 mL larutan mengandung
norepinerfin bitatrat 200 mcg/mL (setara dengan norepinerfin base 100 mcg/mL).

2.4.3. Resusitasi Jantung Paru

Pada kondisi henti jantung, adrenalin (epinefrin) 1 dalam 1000 (100 mcg/mL)
dianjurkan dalam dosis 10 mL melalui injeksi intravena, dianjurkan pemberian melalui
pembuluh darah sentral. Jika melalui perifer, obat harus dilarutkan sekurangnya dalam 20 mL
larutan injeksi NaCl 0,9% (agar dapat memasuki sirkulasi pusat). Pemberian injeksi intravena
amiodaron 300 mg (dari prefilled syringe atau dilarutkan dalam larutan infus intravena
glukosa 5%), harus dipertimbangkan setelah injeksi adrenalin untuk mengatasi fibrasi
ventrikel atau takikardia ventrikel yang pulseless pada kondisi henti jantung yang sulit diatasi
dengan defibrilator. Injeksi intravena atropin 3 mg dosis tunggal juga digunakan pada
resusitasi jantung paru untuk menahan aktivitas vagal.

Paediatric advanced life support. Henti jantung pada anak-anak jarang terjadi dan seringkali
menggambarkan tahap akhir syok progresif atau gagal nafas.
Selama kondisi cardiac arrest pada anak-anak tanpa adanya akses intravena, rute pemberian
intraoseus dipilih karena dapat memberikan respon yang cepat dan efektif. Apabila akses
sirkulasi tidak dapat dicapai, dapat digunakan endotracheal tube. Apabila rute endotrakeal
yang digunakan sudah sepuluh kali maka harus digunakan pemberian intravena. Rute
endotrakeal bermanfaat untuk obat-obat yang larut dalam lemak termasuk lidokain, adrenalin,
atropin, dan nalokson. Obat-obat yang tidak larut dalam lemak (misalnya natrium bikarbonat
dan kalsium klorida) tidak boleh diberikan melalui rute ini karena akan melukai pada saluran
nafas.
Monografi:
1) EPINEFRIN (ADRENALIN)

Indikasi: Henti jantung (untuk resusitasi jantung-paru).

Peringatan: Penyakit jantung, diabetes melitus, hipotiroidisme, hipertensi, aritmia, penyakit


serebrovaskuler.

Efek Samping: Ansietas, tremor, takikardi, sakit kepala, ekstremitas dingin; pada dosis
berlebih aritmia, pendarahan otak, edema paru, mual, muntah, berkeringat, letih,
hipoglisemia.

Dosis: Epinefrin 1:10.000 (1 mg/10 mL) dalam dosis 10 mL secara injeksi intravena sentral.

2.5 GANGGUAN SIRKULASI DARAH

2.5.1. Vasodilator Perifer

Sebagian besar penyakit vaskuler perifer yang parah, seperti klaudikasio intermiten,
disebabkan oleh oklusi pembuluh darah, baik spasme maupun plak sklerotik. Perubahan gaya
hidup meliputi berhenti merokok dan latihan fisik merupakan langkah yang paling penting
dalam tatalaksana penyakit ini. Dosis rendah asetosal (75 mg per hari) sebaiknya diberikan
sebagai profilaksis jangka panjang untuk mengatasi serangan kardiovaskuler dan statin
(bagian 2.10.4) dapat diberikan apabila kolesterol serum total meningkat.

Naftidrofuril 200 mg tigakali sehari kemungkinan dapat meringankan gejala dan


memperbaiki pain-free walking distance pada penyakit yang sedang, namun tidak diketahui
apakah obat ini bermanfaat pada kesembuhan penyakit tersebut. Pasien yang mendapatkan
pengobatan naftidrofuril harus dievaluasi perbaikannya setelah 3-6 bulan. Silostazol
disarankan digunakan untuk klaudikasio intermiten, untuk memperbaiki jarak berjalan pada
pasien tanpa nekrosis jaringan perifer dan pada pasien yang tidak menderita nyeri pada saat
istirahat. Inositol nikotinat, pentoksifilin dan sinarisin belum diketahui efektivitasnya.

Kurangnya pasokan darah arteri di perifer dapat disebabkan oleh angioneuropati


(kegagalan pengaturan sirkulasi akibat tidak sempurnanya pembuluh kecil bereaksi terhadap
rangsang) atau angioorganopati (meliputi penyakit sumbatan arteri, angiitis, sumbatan
pembuluh arteri karena emboli).

Penyebab penyakit sumbatan arteri terutama aterosklerosis dan tromboangiitis


obliterans. Sindrom Raynaud meliputi episode vasospasme pada jari tangan dan kaki yang
sering dikaitkan dengan paparan dingin Tatalaksana sindrom Raynaud meliputi menghindari
udara dingin dan berhenti merokok. Gejala-gejala yang lebih parah mungkin memerlukan
pengobatan dengan vasodilator, dan yang paling sering berhasil pada
sindroma Raynaud primer.

Nifedipin (bagian 2.4.2) bermanfaat untuk menurunkan frekuensi dan keparahan


serangan vasospastik. Sebagai alternatif, naftidrofuril dapat juga memperbaiki gejala
penyakit; inositol nikotinat (derivat asam nikotinat) dapat dipertimbangkan juga. Sinarisin,
pentoksifilin, dan prazosin belum diketahui efektivitasnya. Efektivitas terapi menggunakan
vasodilator pada anak-anak belum diketahui.

Monografi:
1) NAFTIDROFURIL OKSALAT

Indikasi: Penyakit pembuluh darah perifer; penyakit pembuluh darah perifer.

Efek Samping: Mual, nyeri epigastrik, ruang kulit, hepatitis, gangguan hati.

Dosis: Penyakit pembuluh darah perifer, 100-200 mg 3 kali sehari; penyakit pembuluh darah,
100 mg 3 kali sehari.

2) PENTOKSIFILIN

Indikasi: Klaudikasi intermiten akibat oklusi arteri perifer kronis.

Peringatan: Pasien yang alergi terhadap turunan xantin; mungkin mengurangi aras
fibrinogen plasma; pada pasien yang juga menerima obat antihipertensi sebaiknya tekanan
darahnya dipantau.

Efek Samping: Lazim terjadi mual dan dispepsia; kurang lazim kembung, anoreksia,
muntah; pusing, sakit kepala, muka merah; kadang-kadang insomnia, mengantuk, cemas,
bingung; jarang terjadi palpitasi, angina, aritmia, hipotensi, dispnea, edema; juga pernah
dilaporkan kolesistitis, hepatitis, pansitopenia, trombositopenia, purpurea, anemia aplastik;
kadang-kadang juga terjadi pengelihatan kabur, ruam kulit, urtikaria, mulut kering, sumbatan
nasal.
Dosis: 400 mg 2-3 kali sehari setelah makan; jika dalam 1-2 minggu tidak ada perbaikan
sebaiknya dihentikan; jika terjadi efek samping saluran cerna atau SSP berkembang
sebaiknya dosis dikurangi menjadi 400 mg 1-2 kali sehari.

3) SINARIZIN

Indikasi: Penyakit pembuluh darah arteri perifer; sindrom Raynaud.

Kontraindikasi: Penyakit Parkinson; hipotensi.

Efek Samping: Hipotensi pada dosis besar, mengantuk, sakit kepala gangguan saluran cerna;
jarang terjadi reaksi kulit alergik, letih.

Dosis: Dosis awal 75 mg 3 kali sehari; dosis penunjang 75 mg 2-3 kali sehari.

4) TURUNAN ASAM NIKOTINAT


Indikasi: Penyakit pembuluh darah perifer (untuk hiperlipidemia lihat bab 2.10.5).

Peringatan: Diabetes.

Efek Samping: Muka merah, pusing, mual muntah, hipertensi (lebih sering dengan asam
nikotinat daripada turunannya); efek diabetogenik dilaporkan dengan asam nikotinat dan
nikotinil alkohol; jarang terjadi perubahan fungsi hati (Pantau padan penggunaan dosis tinggi
jangka panjang).

Dosis: Inositol nikotinat, 1 g 3 kali sehari, jika perlu tingkatkan sampai 4 g sehari.

Nikotinil alkohol (sebagai tartrat) 25-50 mg 4 kali sehari.


5) FLUNARIZIN

Indikasi: Mencegah migren, Pengobatan dan pencegahan gangguan vestibular akibat


gangguan peredaran darah serebral dan perifer misalnya, pusing, tinitus, vertigo, sulit
berkonsentrasi dan bingung, gangguan daya ingat, iritabilitas, gangguan irama
tidur, kejang sewaktu berjalan atau berbaring, parestesia, ekstremitas dingin dan gangguan
tropic, Selama pengobatan dengan Flunarizin bila perlu disertai diet, tidak merokok dan
latihan jalan.

Kontraindikasi: Depresi, hamil, penyakit hati, menyusui, penyakit Parkinson, sangat perasa.

Peringatan:
 Wanita yang sedang merencanakan kehamilan, sedang hamil, atau menyusui,
sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi flunarizin.
 Sebaiknya tidak mengemudikan kendaraan atau mengoperasikan alat berat saat
mengonsumsi flunarizin karena obat ini menyebabkan kantuk.
 Harap berhati-hati bagi yang sedang mengalami gangguan fungsi hati, gangguan
fungsi gerak tubuh, penyakit Parkinson, atau pernah mengalami depresi.
 Hindari konsumsi minuman beralkohol, karena bisa memicu rasa kantuk berlebihan.
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

Efek Samping: Mengantuk, lelah, reaksi ekstrapiramidal, depresi, penambahan berat


badan.

Dosis Flunarizin
Dosis flunarizin untuk tiap pasien berbeda-beda. Biasanya, dosis ditentukan dokter
berdasarkan jenis penyakit dan respons tubuh tiap pasien. Umumnya, dosis flunarizin yang
diberikan adalah 5–10 miligram dalam sehari.

Untuk pencegahan profilaksis migren, terapi akan dihentikan jika selama dua bulan
penderita tidak mengalami perbaikan. Untuk dosis pemeliharaan, penderita akan menjalani
terapi pengobatan selama 5 hari setiap minggu, 2 hari obat diliburkan, dan dosis akan
dihentikan bila pengobatan sudah berjalan 6 bulan tanpa sekalipun mengalami kekambuhan.

Penderita vertigo tidak boleh menjalani terapi lebih lama dari yang dibutuhkan untuk
mengendalikan gejala. Terapi akan dihentikan bila tidak ada perbaikan setelah satu bulan
untuk penderita vertigo kronik, dan dua bulan untuk penderita vertigo paroksismal.

6) ISOKSUPRIN

Indikasi: Penyakit pembuluh darah perifer

Peringatan: Diabetes

Efek samping: Muka merah, pusing, mual muntah, hipertensi (lebih sering dengan asam
nikotinat daripada dengan turunannya); efek diabetogenik dilaporkan dengan asam nikotinat
dan nikotinil alcohol; jarang terjadi perubahan fungsi hati (pantau pada penggunaan dosis
tinggi jangka panjang)

Dosis: Inositol Nikotinat, 1g 3 kali sehari, jika perlu tingkatkan sampai 4 g sehari, Nikotinil
alcohol (sebagai tatrat) 25-50 mg 4 kali sehari.
7) NISERGOLIN

Indikasi: Kelainan kronis atau akut di otak metabolisme vaskular , yang dapat
disebabkan hipertensi, atherosclerosis, emboli, trombosis, serangan iskemik,
vasospasms dan demensia vaskular; Raynaud; pelanggaran sirkulasi perifer; migrain; tungkai
arteriopati; vertigo; endarteriit; diabetes angiopati ;penyakit kornea, diabetes retinopathy;
saraf optik neuropati.

Kontraindikasi: Hipersensitivitas, kehamilan, porfiria.

Interaksi: Antihypertensives, dan propranolol

Efek samping: Mual, perasaan ketidaknyamanan, gangguan perut ringan, tekanan darh
rendah, rubeosis, hot flashes.

Dosis:

Larutan injeksi

Tetapkan intramuskular, intravena dan intra-2 kali sehari selama 2-4 mg setelah pembubaran
sebelum di 0,9% larutan natrium klorida yang menyertainya.

Intraarterially digunakan 4 mg dalam 10 ml larutan natrium klorida fisiologis (persiapan


diberikan lebih dari 2 menit).

Nicergoline intravena diberikan 4-8 mg per 100 ml fisiologis larutan natrium klorida (bila
diperlukan pengenalan solusi dapat diulang beberapa kali sehari).

Durasi - tidak kurang dari 2 bulan (efek terapi nicergoline berkembang secara bertahap).tablet

Tablet

Nicergoline diambil secara lisan.


Dosis dan durasi dari program ditentukan oleh sifat, tingkat keparahan penyakit dan
efektivitas terapi.Kadang-kadang memulai perawatan disukai oleh pemberian parenteral, dan
kemudian untuk pengobatan pemeliharaan harus pergi ke penerimaan nicergoline dalam.

Rata dosis tunggal - 10 mg, banyaknya penerimaan - 3 kali sehari untuk memenuhi interval
yang sama antara dosis.Biasanya, pengobatan jangka panjang (sampai beberapa bulan).

Pengobatan demensia vaskular biasanya diberikan 30 mg 2 kali sehari, dengan satu setiap 6
bulan dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter Anda untuk mengkonfirmasi apakah
akan melanjutkan terapi.

Ketika gangguan fungsi ginjal (dengan kreatinin serum ≥ 2 mg / dL) direkomendasikan dosis
terapi nicergoline lebih rendah.

8) XANTINOL NIKOTINAT

Indikasi: Untuk meningkatkan metabolisme glukosa dalam otak dan meningkatkan aliran
darah dalam otak, untuk mengobati gangguan ingatan jangka pendek (short-term memory)
dan insufisiensi aliran darah ke arteri.

Kontraindikasi: Hamil, hipersensitivitas, infark miokard, insufisiensi jantung, kecelakaan


serebrovaskular, perdarahan akut.

Efek samping: Gatal generalized, ruam, sakit perut, hipoglikemia, hipotensi.

Dosis: 3 gr/ hari melalui oral.


9) BENSIKLAN

Indikasi: Penyakit pembuluh darah perifer.

Efek samping: Muka merah, pusing, mual muntah, hipertensi (lebih sering dengan asam
nikotinat daripada dengan turunannya); efek diabetogenik dilaporkan dengan asam nikotinat
dan nikotinil alcohol; jarang terjadi perubahan fungsi hati (pantau pada penggunaan dosis
tinggi jangka panjang).

2.5.2. Vasodilator Serebral

Obat-obat golongan ini diklaim dapat memperbaiki fungsi mental. Beberapa telah
dilaporkan dapat memperbaiki kinerja uji psikologis, tetapi obat-obat tersebut secara klinis
belum terbukti bermanfaat untuk demensia (pikun).

Monografi:

1) CO-DERGOKRIN MESILAT
Indikasi: Tambahan pada pasien usia lanjut dengan demensia ringan sampai sedang.

Peringatan: Bradikardia yang parah.

Efek Samping: Gangguan saluran cerna, muka merah, sakit kepala, ruam kulit, sumbatan
nasal; pusing dan hipotensi postural pada pasien hipertensi.

Dosis: 1,5 mg 3 kali sehari sebelum makan atau 4,5 mg sekali sehari sebelum makan.

Keterangan: Suatu campuran sebanding dihidroergokornin mesilat, dihidroergokristin


mesilat, dan dalam rasio 2:1 a dan b-dihidroergokriptin mesilat.

2.5.3. Gangguan Aliran Darah Vena

Penyakit pembuluh vena yang paling sering terjadi adalah gejala varikosis (dilatasi
pembuluh vena permukaan kaki dan akibat-akibat yang menyertainya (edema lokal, indurasi,
atrofi, pigmentasi hebat, sianosis kulit, borok kaki, tromboflebitis) yang timbul akibat
pengaruh mekanik dan hormonal pada jaringan ikat yang lemah.

Pengobatan gejala-gejala varikosis dapat dilakukan dengan senyawa tonik vena (misal
dihidroergotamin) dan glikosida triterpen hasil isolasi Aesculus hippocastanum
(aesin). Senyawa-senyawa tersebut mungkin bekerja dengan cara menurunkan permeabilitas
kapiler, dan menurunkan filtrasi kapiler, mengurangi edema lokal, dan memperbaiki aliran
balik vena. Pemberian aesin intravena, terutama untuk anak-anak, sebaiknya dihindari karena
mungkin dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Varikosis vena juga diobati dengan senyawa
sklerosan (senyawa-senyawa iritan yang digunakan untuk melenyapkan varikosis vena pada
kaki dan hemoroid). Banyak iritan yang telah digunakan sebagai sklerosan, diantaranya
garam natrium asam lemak dari minyak ikan, etanolamin oleat, dan natrium tetradesil sulfat.
DAFTAR PUSTAKA

 http://www.situsobat.com
 https://health.detik.com
 http://www.tabletwise.com
 http://www.alodokter.com
 http://www.artikelfarmasi.com
 https://hellosehat.com
 http://ahli-farmasi.blogspot.co.id
 http://pionas.pom.go.id

Anda mungkin juga menyukai