Anda di halaman 1dari 19

Spironolactone Ramipril (MAJOR)

Menggunakan ramipril bersama-sama dengan spironolactone dapat meningkatkan kadar kalium


dalam darah Anda (hyperkalemia berat), terutama jika digunakan pada penderita yang
mengalami dehidrasi atau memiliki penyakit ginjal, diabetes, gagal jantung, atau pada pasien
geriatric. Hiperkalemia ini dapat menyebabkan gejala seperti lemas, kebingungan, mati rasa atau
kesemutan, dan detak jantung yang tidak teratur.
Pantau kadar kalium pada penggunaan spironolokton dosis kecil.

Spironolakton
Tidak boleh digunakan pada penderita Diabetes, karena obat ini dapat
menutupi gejala hipoglikemik atau menyembunyikan keadaan hipoglikemik.

Penanganan DRP
Penggunaan Spironolakton mempunyai interaksi dengan Ramipril yang dapat
menimbulkan efek samping Hyperkalemia, selain itu spironolakton dapat
menutupi gejala hipoglikemik atau menyembunyikan keadaan hipoglikemik.
Sehingga penggunaan Spironolakton ini perlu dihentikan untuk mencegah
terjadinya efek samping dan interaksi obat yang merugikan. Selain itu pasien
sudah mendapat terapi furosemide sebagai diuretic yang mempunyai
indikasi yang sama dengan spironolakton.

Furosemide - Ramipril (MODERATE)


Kombinasi Furosemide dan ramipril ini sering digunakan bersama-sama,
namun efeknya mungkin aditif dalam menurunkan tekanan darah atau
hipertensi yang dialami oleh pasien. Namun interaksi kedua obat ini masih

bersifat moderate sehingga masih aman jika digunakan bersamaan, namun


perlu dilakukan monitoring tekanan darah untuk meminimalisir terjadinya
efak samping.

Ramipril - Food (MODERATE)

Hal ini direkomendasikan bahwa jika Anda mengambil ramipril Anda harus
dianjurkan untuk menghindari asupan makanan kalium (Ramiprin dapat
menyebabkan hyperkalemia) cukup tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
tingginya kadar kalium dalam darah. Jangan gunakan pengganti garam atau
suplemen

kalium

saat

mengambil

ramipril,

kecuali

dokter

telah

memberitahukan sebelumnya.

INFORMASI OBAT
Levemir
Brand::

Novo Nordisk

Komposisi:

Insulin detemir

Indikasi:

Diabetes Melitus

Dosis:

0,2-1 u/kgBB/hari, diberikan secara SK 1-2 x/hari.

Pemberian Obat:

Diberikan sebelum atau sesudah makan. Untuk pasien yang diterapi denga rejimen 1
x/hari, berikan bersama dengan makan malam atau menjelang tidur. Untuk pasien yang
memerlukan pemberian dosis 2 x/hari, dosis malam dapat diberikan bersama makan

malam atau menjelang tidur atau 12 jam sesudah pemberian dosis pagi.
Perhatian:

Penghentian terapi dapat


menyebabkan hiperglikemia & ketoasidosis. Melewatkan jadwal
makan atau menjalani latihan fisik yang keras & tidak
direncanakan dapat menyebabkan hipoglikemia;
hipoalbuminemia berat. Kondisi infeksi & demam. Jangan berikan
secara IV & tidak untuk digunakan dalam
pompa infus insulin. Dpt mengganggu kemampuluan mengemudi
atau menjalankan mesin. Hamil & laktasi. Anak <6 tahun.

Efek Samping:

Hipoglikemia, reaksi pada tempat injeksi.

Kontraindikasi :

Hipersensitifitas

Interaksi Obat:

Obat antidiabetik oral, MAOI, penyekat non selektif, ACE inhibitor, salisilat, alkohol, tiazid,
glukokortoid, hormon tiroid, simpatomimetik , hormon pertumbuhan, danazol,
oktreotid/lanreotid dapat meningkatkan atau menurunkan efeknya.

Bentuk sediaan :

Levemir FlexPen 100 IU/mL

Kemasan:

FlexPen 100 u/mL x 3 mL x 5.

Price:

Rp. 245,825

Spironolaktone
Obat ini berfungsi mengatasi penimbunan cairan atau edema, gangguan ginjal, gagal jantung,
aldosteronisme primer, hipertensi, penyakit hati, dan sindrom nefrotik. Spironolactone juga
berfungsi mencegah penimbunan cairan dalam tubuh dengan meningkatkan jumlah urine yang
diproduksi oleh ginjal
Nama Generik: Spironolakton Golongan: Diuretik Indikasi: Edema yang berhubungan dengan
ekskresi aldosteron berlebihan, hipertensi, gagal jantung kongestif, hiperaldosteronism primer,
hipokalemia, penanganan hipersutism, sirosis hati yang diikuti dengan edema atau asites. Kontra
Indikasi: Hipersensitif terhadap spironolakton atau komponen lain dalam sediaan, anure, insufisiensi
ginjal akut, gangguan fungsi ekskresi ginjal yang signifikan, hiperkalemia, kehamilan (hipertensi
yang diinduksi kehamilan) Dosis dan Cara Pemakaian: Untuk menghilangkan penundaan
munculnya efek, dapat diberikan 2-3 kali dosis harian lazim pada terapi hari pertama. Pemberian
Oral: Anak-anak 1-17 tahun: diuretik, hipertensi :dosis awal: 1 mg/kg/hari dalam dosis terbagi setiap
12-24 jam, dosis maksimum: 3.3 mg/kg/hari. Hiperaldosteronism primer: 125-375 mg/m2/hari dalam
dosis terbagi. Dewasa: Edema, hipokalemia: 25-200 mg/hari dalam 1-2 dosis terbagi. Hipertensi:
25-50 mg/hari dalam 1-2 dosis terbagi. Aldosteronism primer: 100-400 mg/hari dalam 1-2 dosis
terbagi. Jerawat (pada wanita): 25-2200 mg sekali sehari. Hirsutism: 50-200 mg/hari dalam 1-2 dosis
terbagi Gagal jantung kongestif parah (dengan inhibitor ACE dan diuretik loop + digoksin): 12.5-25
mg/hari, dosis harian maksimum: 50 mg (dosis lebih tinggi umum digunakan). Jika kalium > 5.4
mEq/L, dosis diturunkan. Pasien lanjut usia: dosis awal: 25-50 mg/hari dalam 1-2 dosis terbagi,
ditingkatkan menjadi 25-50 mg setiap 5 hari, sesuai kebutuhan. Catatan: Interval dosis untuk
kerusakan ginjal: Clcr 10-50 mL/menit: pemberian hanya setiap 12-24 jam. Clcr <10 mL/menit:
hindari penggunaan spironolakton. Efek Samping: Edema, gangguan SSP seperti mengantuk,
lethargi, sakit kepala, kebingungan, demam, ataksia, makulopopular, erupsi eritematosus, urtikaria,

hiesutism, eosinofilia, ginekomastia, sakit payudara, hiperkalemia serius, hiponatremia, dehidrasi,


metabolik asidosis, impotensi, haid tidak teratur, amenorea, pendarahan setelah postmenopouse,
anoreksia, mual, muntah, kram perut, diare, pendarahan lambung, ulserasi, gastritis, muntah,
agranulositosis, toksisitas hepatoselular peningkatan konsentrasi BUN. Peringatan dan atau
Perhatian: Hindari penggunaan suplemen, garam mengandung kalium, makanan yang mengandung
kalium, atau obat-obat lain yang mengandung kalium. Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit.
Ginecomastia berhubungan dengan dosis dan durasi terapi. Terapi dengan diuretik harus disertai
perhatian untuk pasien yang mengalami disfungsi hati parah, perubahan elektrolit dan cairan dapat
memperparah ensefalopati. Hentikan penggunaan obat sebelum katerisasi vena adrenal. Saat
evaluasi terhadap pasien gagal jantung yang menggunakan terapi spironolakton, kadar kreatinin
harus < 2.5 mg/dL pada pria atau < 2 mg/mL pada wanita dan kalium < 5 mEq/L Bentuk dan
Kekuatan Sediaan: Tablet: 25 mg, 100 mg Penyimpanan dan Stabilitas: Simpan pada temperatur <
25 C. Hindari dari cahaya. Pustaka: -MIMS Indonesia Edisi 15 Tahun 2014. -ISO Indonesia Volume
46 Tahun 2011-2012

http://pionas.pom.go.id/monografi/spironolakton

RAMIPRIL

Kemasan

Obat ini biasanya dipasarkan berupa Ramipril 2.5 mg, 5 mg, dan 10 mg.

INDIKASI

Berikut ini adalah beberapa kegunaan Ramipril :

Ramipril digunakan untuk menurunkan tekanan darah (hipertensi) baik


secara tunggal atau dalam kombinasi dengan anti hipertensi lain terutama
diuretik golongan tiazid.
Untuk pengobatan gagal jantung kongestif. Pengobatan ini mampu
mengurangi gejala, meningkatkan daya tahan pasien saat beraktivitas atau
berolah raga, mengurangi insiden kekambuhan dan menurunkan frekuensi
rawat inap bahkan menurunkan tingkat kematian.

Mengobati pasien pasca infark miokard akut yang memiliki tanda-tanda


klinis gagal jantung kongestif.
Pencegahan (profilaksis) serangan penyakit kardiovaskular seperti infark
miokard dan stroke.
Ramipril juga digunakan untuk mengobati Nefropati glomerulus
nondiabetik dan Nefropati insipiens pada penderita diabetes melitus tipe 2.

KONTRA INDIKASI

Jangan menggunakan obat ini pada pasien yang memiliki riwayat


hipersensitif terhadap Ramipril atau obat-obat yang termasuk ACE inhibitor
lain.
Jangan menggunakan Ramipril jika Anda sedang hamil atau berencana
untuk hamil karena obat ini bisa membahayakan bayi yang belum lahir.
Segera hentikan penggunaan obat ini jika Anda sedang hamil.
Pengobatan dengan Ramipril tidak boleh dilakukan terhadap orang-orang
yang memiliki riwayat angioedema (herediter atau idiopatik) atau pernah
mengalami angioedema saat menggunakan obat-obat golongan inhibitor
ACE.
Jangan menggunakan aliskiren dan Ramipril secara bersamaan pada
pasien dengan diabetes melitus.

EFEK SAMPING RAMIPRIL

Efek samping Ramipril yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut :

Efek samping yang paling umum adalah peningkatan serum kreatinin,


pusing, dan sinkop.
Batuk juga sering terjadi karena peningkatan kadar bradikinin. Batuk akan
segera hilang jika pengobatan dihentikan.
Efek samping lainnya adalah kemungkinan terjadinya hipotensi (tekanan
darah rendah) dan gagal ginjal akut. Hentikan pemakaian obat ini bila
tekanan darah sistolik turun menjadi < 90 mm Hg, atau kalium meningkat >
6 mmol/l, atau kreatinin meningkat 50% atau > 3 mg/dl.

Obat ini juga bisa menyebabkan hiperkalemia yang terjadi terjadi karena
penurunan kadar aldosteron, hormon steroid yang berfungsi menahan
natrium dan mengekskresi kalium.
Efek samping yang jarang tetapi sangat berbahaya akibat pemakaian
obat yang mengandung Ramipril adalah angioneurotik edema, yang
biasanya timbul pada bulan pertama pemakaian.
Obat-obat ACE inhibitors diketahui bersifat teratogenik sehingga tidak
boleh diberikan pada wanita hamil.
Efek samping lainnya adalah : Sakit kepala, kelelahan, nyeri perut dan
dada, pusing, mual, muntah, diare, infeksi saluran pernafasan atas,
asthenia, dan ruam.

PERHATIAN

Hal-hal yang harus diperhatikan pasien saat menggunakan Ramipril adalah


sebagai berikut :

Segera hentikan pemakaian obat jika anda positif hamil, karena obat-obat
yang termasuk ACE inhibitor dapat menyebabkan cedera dan kematian pada
janin.
Obat ini disekresi dalam ASI dan tidak direkomendasikan untuk digunakan
saat menyusui.
Keamanan dan efektivitas obat ini pada pasien anak belum ditetapkan.
Penggunaan pada anak-anak bisa dilakukan jika pengendalian tekanan
darah dengan cara lain tidak efektif.
Ramipril hanya digunakan dalam pengawasan dokter, terutama pada
permulaan terapi untuk antisipasi terjadinya penurunan tekanan darah yang
drastis. Penurunan tekanan darah secara drastis bisa menyebabkan pusing,
sakit kepala dan penurunan kewaspadaan. Jangan mengemudi dan
mengoperasikan mesin yang membutuhakn kewaspadaan tinggi.
Jika mengalami tanda-tanda atau gejala angioedema seperti :
pembengkakan wajah, mata, bibir, lidah, laring dan ekstremitas, kesulitan
dalam menelan atau bernapas, suara serak segera hubungi dokter anda.
Segera hubungi dokter jika mengalami infeksi (misalnya, sakit
tenggorokan, demam) yang bisa saja merupakan tanda terjadinya
neutropenia atau edema progresif yang berhubungan dengan proteinuria
dan sindrom nefrotik.
Sebaiknya jangan menggunakan obat diuretik hemat kalium atau
suplemen yang mengandung kalium atau pengganti garam kalium selama
menggunakan Ramipril, karena ada potensi hiperkalemia.

Berkonsultasi dengan dokter jika anda berkeringat secara berlebihan,


dehidrasi, muntah, atau diare karena dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah yang drastis akibat berkurangnya cairan tubuh.
Perhatian khusus perlu diberikan kepada pasien dengan bilateral renal
artery stenosis atau pasien dengan ginjal tunggal penderita unilateral renal
artery stenosis, penderita penyakit vaskular kolagen, aortic atau mitral valve
stenosis, dan pasien dengan riwayat gangguan ginjal.
Diperlukan pengurangan dosis pada pasien-pasien lanjut usia, gagal
ginjal, atau mengalami gangguan fungsi hati karena diketahui metabolit
aktif ramipril yaitu ramiprilat meningkat pada pasien-pasien tersebut.
Jangan menghentikan pemakaian Ramipril tanpa diketahui dokter.

RAMIPRIL Kaplet
KOMPOSISI:
RAMIPRIL 2,5
Tiap kaplet mengandung:
Ramipril 2,5 mg
RAMIPRIL 5
Tiap kaplet mengandung:
Ramipril 5 mg
Farmakologi:
Farmakodinamik
Ramipril merupakan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE) generasi kedua. Metabolit
aktifnya, ramiprilat, berikatan secara kompetitif dengan ACE yang pada awalnya membentuk suatu
kompleks enzim-inhibitor yang kemudian mengalami isomerisasi menghasilkan penghambatan yang
menyeluruh.
Mekanisme aksi ACE adalah mengatalisis konversi angiotensin I menjadi senyawa vasokonstriksi,
angiotensin II. Angiotensin II menstimulasi pelepasan aldosteron dari korteks adrenal, dan juga
menyebabkan perubahan trophic pada jantung dan pembuluh darah.
Ramipril menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menyebabkan:

Penurunan resistensi vaskular.

Penurunan retensi natrium dan air.

Penurunan efek trophic dari angiotensin II pada jantung dan pembuluh darah.
ACE juga bertanggung jawab terhadap degradasi kinin, dan dengan adanya penghambatan ACE,
konsentrasi bradikinin meningkat. Pengurangan angiotensin II dan penghambatan degradasi
bradikinin menyebabkan vasodilatasi. Peningkatan aktivitas bradikinin berperan dalam efek
cardioprotective dan endothelioprotective. Adanya penghambatan oleh ACE juga mengurangi
iskemia dan pengurangan luas infark.

Farmakokinetik
Ramipril diabsorbsi lebih dari 55% pada dosis oral dan bioavailabilitasnya tidak dipengaruhi oleh
makanan.
Setelah diabsorbsi ramipril mengalami deesterifikasi menjadi metabolit aktif, yaitu ramiprilat..
Konsentrasi plasma puncak dari ramipril dan ramiprilat masing-masing dicapai dalam waktu sekitar
1 dan 3 jam.
Ramipril, ramiprilat dan metabolitnya terutama dieliminasi melalui ginjal. Kira-kira 60% dosis oral
tunggal ramipril ditemukan di urine, 40% ditemukan di feses termasuk ekskresi melalui empedu.
Konsentrasi plasma ramiprilat meningkat pada pasien usia lanjut dan pasien gagal ginjal atau
jantung, sementara ramipril terpotensiasi pada pasien dengan gangguan hati. Dengan demikian,
dosis awal yang rendah dan/atau pengurangan dosis ramipril diperlukan pada pasien-pasien di atas.
Indikasi:
1. Hipertensi, dapat digunakan tunggal atau dikombinasikan dengan diuretik tipe tiazid.
2. Gagal jantung kongestif pada beberapa hari setelah menderita infark miokardia akut.
3. Menurunkan risiko terjadinya infark miokardia, stroke, cardiovascular death dan kebutuhan untuk
prosedur revaskularisasi pada pasien dengan risiko tinggi penyakit kardiovaskular.
4. Nefropati glomerulus nondiabetik (bersihan kreatinin 20-70 ml.menit) dan proteinuria >3g/24 jam.
5. Nefropati insipiens pada pasien dengan diabetes tipe 2 normotensif.
Kontraindikasi:
- Hipersensitif terhadap obat ini.
- Pasien dengan riwayat angioedema terkait dengan pengobatan sebelumnya dengan
menggunakan penghambat ACE.
Dosis dan cara pemberian:
Hipertensi
Dosis awal tanpa pemakaian diuretik: 2,5 mg, sekali sehari. Dosis disesuaikan dengan respon
tekanan darah. Dosis pemeliharaan pada orang dewasa: 2,5-20 mg per hari, 1 atau 2 kali sehari.
Jika respon tekanan darah berkurang dengan pemberian sekali sehari pada akhir interval pemberian
obat, dosis ditingkatkan atau pemberian obat dibagi menjadi 2 kali sehari. Bila tekanan darah tidak
dapat terkontrol hanya dengan ramipril, dapat ditambahkan diuretik.
Gagal jantung setelah infark miokardia
Pada pasien dewasa setelah infark miokardia yang secara klinis menunjukkan gagal jantung
kongestif, terapi ramipril dimulai 2 hari setelah infark miokardia. Dosis awal: 2,5 mg, 2 kali sehari,
jika terjadi hipotensi dosis dikurangi menjadi 1,25 mg, 2 kali sehari.
Dosis ditingkatkan hingga 5 mg, 2 kali sehari.Setelah pemberian dosis awal ramipril, pasien harus
diawasi selama paling sedikit 2 jam, sampai tekanan darah telah stabil selama paling sedikit 1 jam
berikutnya. Jika memungkinkan, dosis diuretik yang digunakan bersamaan harus dikurangi untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya hipotensi. Hipotensi setelah pemberian dosis awal tidak
menghalangi penyesuaian dosis, setelah hipotensi dapat diatasi.
Nefropati glomerulus
Dosis awal yang direkomendasikan adalah 1,25 mg satu kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan

tergantung respon tekanan darah dan toleransi pasien, dianjurkan untuk meningkatkan dosis
menjadi dua kali lipat dalam interval waktu 2-3 minggu, maksimum 10 mg perhari. Fungsi ginjal
harus diperhitungkan.
Dosis pada pasien gangguan ginjal
Pasien dengan bersihan kreatinin <40 ml/menit/1,73 m2 (serum kreatinin >2,5 mg/dl), dosis
diberikan 25% dari dosis normal.
Pasien hipertensi dengan gangguan ginjal
Dosis awal 1,25 mg, sekali sehari. Kemudian dosis ditingkatkan tergantung toleransi individual dan
respon tekanan darah hingga dosis maksimum 5 mg per hari.
Pasien gagal jantung dengan gangguan ginjal
Dosis awal 1,25 mg, sekali sehari. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 1,25 mg, 2 kali sehari hingga
mencapai dosis maksimum 2,5 mg, 2 kali sehari tergantung pada respon klinis dan toleransi pasien.
Peringatan dan perhatian:

Pasien dengan riwayat angioedema yang tidak berkaitan dengan penggunaan penghambat
ACE memungkinkan terjadinya peningkatan risiko angioedema saat menerima penghambat ACE.

Reaksi anafilaktoid dilaporkan terjadi pada pasien dialisis dengan membran high-flux dan
pengobatan bersamaan dengan penghambat ACE.

Ramipril dapat menyebabkan hipotensi simtomatik, setelah dosis awal atau pada
peningkatan dosis.

Penghambat ACE dapat menyebabkan sindrom yang diawali dengan cholestatic jaundice
dan fulminant hepatic necrosis dan kadang-kadang kematian.

Penghambat ACE lain dapat menyebabkan agranulositosis dan depresi sumsum tulang,
lebih sering terjadi pada pasien dengan penyakit vaskular kolagen seperti lupus eritematosus
sistemik atau skleroderma dan pasien dengan gangguan ginjal.

Penghambat ACE dapat menyebabkan morbiditas dan kematian pada fetal dan neonatal bila
diberikan pada wanita hamil, jika diketahui hamil maka penggunaan penghambat ACE segera
dihentikan.

Pasien gagal jantung kongestif berat dengan fungsi ginjal yang tergantung pada aktivitas
sistem renin-angiotensin-aldosteron, pengobatan dengan penghambat ACE, termasuk ramipril dapat
menyebabkan oliguria dan/atau azotemia yang progresif dan (jarang terjadi) gagal ginjal akut
dan/atau kematian.

Hiperkalemia (serum K >5,7 mEq/l) terjadi kira-kira 1% pada pasien hipertensi yang
menggunakan ramipril.

Pernah dilaporkan penghambat ACE dapat menyebabkan batuk tidak produktif, batuk akan
hilang bila pengobatan dengan ramipril dihentikan.

Pasien dengan kerusakan fungsi hati dapat meningkatkan kadar ramipril dalam plasma.

Bila obat ini harus diberikan pada wanita sedang menyusui, maka pemberian ASI harus
dihentikan.

Keamanan dan efektivitas penggunaan pada anak-anak belum diketahui dengan pasti.
Efek samping:

Seluruh tubuh: reaksi anafilaktoid.


Kardiovaskular: gejala hipotensi, sinkop, angina pektoris, aritmia, nyeri dada, palpitasi,
infark miokardia, cerebrovascular accident.
Hematologi: pantositopenia, anemia hemolitik, dan trombositopenia.
Ginjal: peningkatan nitrogen urea dalam darah dan kreatinin serum terutama jika ramipril
diberikan bersama dengan diuretik.
Edema angioneurosis.

Batuk: batuk yang gatal, kering, menetap dan nonproduktif dilaporkan terjadi dengan
penggunaan penghambat ACE. Batuk akan hilang segera setelah menghentikan pengobatan.

Gastrointestinal: pankreatitis, sakit perut, anoreksia, konstipasi, diare, mulut kering,


dispepsi, disfagia, gastroenteritis, hepatitis, mual, peningkatan air liur, gangguan indera pengecap,
dan muntah.

Dermatologi: reaksi hipersensitivitas (seperti urtikaria, pruritus, atau ruam dengan/tanpa


demam), eritema, pemfigus, fotosensitivitas dan purpura.

Neurologi dan psikiatri: ansietas, amnesia, konvulsi, depresi, gangguan pendengaran,


insomnia, gugup, neuralgia, neuropati, parestesia, somnolence, tinitus, tremor, vertigo dan
gangguan penglihatan.

Lain-lain: kompleks gejala yang pernah dilaporkan, meliputi: antinuclear antibodies (ANA)
positif, peningkatan kecepatan sedimentasi eritrosit, artritis/artralgia, mialgia, demam, vaskulitis,
eosinofilia, fotosensitivitas, ruam dan manifestasi dermatologi lainnya. Terjadinya eosinophilic
pneumonitis juga pernah dilaporkan.
Interaksi obat:

Penggunaan ramipril bersamaan dengan obat-obat golongan antiinflamasi nonsteroid (AINS)


dapat menurunkan fungsi renal dan meningkatkan konsentrasi kalium serum.

Pemberian diuretik bersamaan dengan ramipril dapat menyebabkan penurunan tekanan


darah yang drastis. Efek hipotensi diminimalkan dengan penghentian diuretik atau meningkatkan
asupan garam pada awal pengobatan. Jika tidak memungkinkan dosis awal harus dikurangi.
Ramipril dapat menurunkan kehilangan kalium yang disebabkan oleh diuretik tiazid.
Adanya peningkatan kadar serum litium dan gejala toksik litium pernah dilaporkan pada
pasien yang menerima penghambat ACE selama terapi dengan litium.

Overdosis:
Overdosis dapat menyebabkan vasodilatasi perifer yang berlebihan (ditandai oleh hipotensi, syok),
bradikardia, perubahan elektrolit, dan gangguan ginjal.

Furosemide
Indikasi Obat furosemid dapat digunakan pada keadaan berikut : Sebagai obat lini
pertama pada keadaan edema yang disebabkan oleh penyakit gagal jantung
kongestif, penyakit sirosis hati, dan penyakit ginjal serta sindrom nefrotik. Sebagai
terapi tambahan pada keadaan edema serebral atau edema paru yang memerlukan
diuresis cepat termasuk juga pengobatan hiperkalsemia. Sebagai terapi hipertensi
dapat digunakan secara tunggal maupun kombinasi dengan diuretik lain seperti
spironolakton Kontraindikasi Obat furosemid tidak boleh digunakan pada keaadan
berikut : Penderita yang diketahui memiliki riwayat alergi atau hipersensitif
terhadap furosemid. Penderita yang sedang mengalami anuria atau tidak bisa
buang air kecil Pederita yang sedang hamil karena dapat memberikan efek buruk
pada janin Dosis Obat furosemide tersedia dalam bentuk furosemide 40 mg tablet
dan furosemide 20 mg injeksi. Adapun dosis furosemid yang dianjurkan adalah
sebagai berikut
Dosis dewasa yang digunakan untuk pengobatan edema gagal jantung kongestif,
gagal ginjal, asites, hipertensi, oliguria nonobstruktif, dan edema paru adalah
furosemid tablet dengan dosis awal 20 mg hingga 80 mg, untuk dosis pemeliharaan
dapat ditingkatkan secara bertahap 20 hingga 40 mg per dosis setiap 6 hingga 8
jam dengan dosis maksimum sehari 600 mg Untuk pengobatan secara suntikan
Intravena atau intramuskular dosis yang digunakan adalah furosemid injeksi 10 mg
hingga 20 mg yang dapat diulangi dalam waktu 2 jam apabila respon diuresis tidak
memadai. Untuk pegobatan secara infus Intravena dosis yang digunakan adalah 0.1
mg per kg berat badan sebagai dosis awal, kemudian tingkatkan dua kali lipat
setiap 2 jam sekali sampai dosis maksimal 0.4 mg per kg per jam. Untuk

pengobatan hiperkalsemia dosis yang digunakan adalah furosemid tablet 10 mg


hingga 40 mg yang diberikan sebanyak 4 kali dalam sehari dan furosemid Intravena
dengan dosis 20 mg hingga 100 mg setiap 1 sampai 2 jam Efek Samping Furosemid
Obat furosemide dapat menimbulkan beberapa efek samping berikut : Sama seperti
loop diuretik lain furosemide dapat menyebabkan hipokalemia, hal ini dapat diatasi
dengan mengkombinasikan obat dengan produk kalium. Furosemide juga dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar asam urat dan kadar gula darah pada
saluran pencernaan dapat menimbulkan mual, muntah, nafsu makan menurun,
iritasi pada mulut dan lambung, dan diare. Efek samping lainnya yang juga dapat
timbul antara lain gangguan pendengaran, sakit kepala, pusing dan penglihatan
kabur. Efek samping yang berat antara lain anemia aplastik, anemia hemolitik,
trombositopenia, leukopenia, agranulositosis,dan eosinofilia. Informasi Keamanan
Hati hati penggunaan pada pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap
sulfonamid ada kemungkinan alergi terhadap furosemid Hati hati penggunaan
pada sirosis hati karena dapat menyebabkan perubahan pada keseimbangan cairan
dan elektrolit secara tiba tiba yang dapat memicu koma hepatik. Hati hati
penggunaan pada lansia karena dapat menyebabkan dehidrasi dan ganggguan
elektrolit Hati hati penggunaan pada ibu menyusui karena dapat keluar melalui air
susu ibu (ASI). Pemberian furosemide pada bayi prematur atau anak di bawah 4
tahun, harus dipertimbangkan dengan sangat masak karena obat ini bisa
menyebabkan nefrokalsinosis / nefrolitiasis. Jika obat ini harus diberikan fungsi
ginjal harus dipantau dengan seksama. Hati hati penggunaan pada penderita
penyakit asam urat dan penderita diabetes karena efek samping yang dapat
meingkatkan asam urat dan gula darah Tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi
furosemid pada malam hari karena obat ini menyebabkan anda sering buang air
kecil sehigga akan mengganggu waktu tidur Obat ini dapat menimbulkan interaksi
dengan NSAID, Lithium, antibiotik aminoglikosida, asam ethacrynic, salisilat,
cephalosproin, ACE inhibitor, sukralfat, fenitoin, dan indometasin oleh karena itu
sebaiknya tidak dikombinasikan dengan obat tersebut
Bersumber dari: Furosemid : Kegunaan, Dosis, Efek Samping | Mediskus
Bersumber dari: Furosemid : Kegunaan, Dosis, Efek Samping | Mediskus

INDIKASI FUROSEMIDE

Furosemide adalah obat lini pertama pada pengobatan edema yang


disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, dan penyakit ginjal,
termasuk sindrom nefrotik.

Sebagai terapi tambahan untuk edema serebral atau paru saat diuresis
cepat diperlukan juga pengobatan hiperkalsemia.
Furosemide digunakan juga untuk pengobatan hipertensi, baik tunggal
maupun dikombinasikan dengan obat diuretik lain, seperti triamtene atau
spironolactone.

KONTRA INDIKASI

jangan menggunakan furosemide untuk pasien yang memiliki riwayat


alergi terhadap furosemide.
obat ini juga dikontraindikasikan untuk pasien dengan anuria.

EFEK SAMPING FUROSEMIDE

efek samping furosemide seperti loop diuretic lainnya adalah terjadi


hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam tubuh). Hal ini biasanya
diatasi dengan mengkombinasikan furosemide dengan produk-produk
kalium.
Furosemide juga diketahui menyebabkan peningkatan kadar asam urat
(hiperurikemia) dan kadar gula darah (hiperglikemia).
Efek samping pada saluran gastrointestinal seperti mual, muntah,
anoreksia, iritasi mulut dan lambung, diare, dan sembelit.
Efek samping yang umum lainnya misalnya gangguan pendengaran,
pusing, sakit kepala, juga penglihatan kabur.
Furosemide juga menyebabkan efek samping yang cukup berat seperti
anemia aplastik, anemia hemolitik, trombositopenia, agranulositosis,
leukopenia, dan eosinofilia.
Efek samping pada kulit misalnya nekrolisis epidermal toksik, sindrom
stevens-johnson, eritema, ruam, dermatitis eksfoliatif, dan bisa
menyebabkan kulit menjadi lebih sensitif terhadap sinar matahari.
Furosemide juga bisa menyebabkan hipotensi ortostatik yang akan
bertambah buruk jika anda juga mengkonsumsi alkohol, barbiturat atau
narkotika.

PERHATIAN

Pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obat jenis


sulfonamid harus memberitahukannya kepada dokter, karena ada
kemungkinan alergi juga terhadap furosemide sehingga dikhawatirkan
terjadi eksaserbasi atau aktivasi lupus eritematosus sistemik.
Jika anda menderita sirosis hati, jangan menggunakan furosemide tanpa
pengawasan dokter karena furosemide dapat menyebabkan perubahan tibatiba pada keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat memicu koma
hepatik.
Penggunaan obat diuretik termasuk furosemide bisa menyebabkan
dehidrasi dan ganggguan elektrolit terutama pada pasien usia lanjut. Jika
tanda-tanda seperti : mulut kering, haus, letih, lesu, mengantuk, gelisah,
nyeri otot atau kram, detak jantung cepat dan tidak teratur atau gangguan
pencernaan seperti mual dan muntah, konsultasikan dengan dokter anda.
Suplemen kalium mungkin akan disarankan oleh dokter.
Jangan menggunakan furosemide selama menyusui karena obat ini
diketahui ikut keluar melalui air susu ibu (ASI).
Pemberian furosemide pada bayi prematur atau anak di bawah 4 tahun,
harus dipertimbangkan dengan sangat masak karena obat ini bisa
menyebabkan nefrokalsinosis / nefrolitiasis. Jika obat ini harus diberikan
fungsi ginjal harus dipantau dengan seksama.
Sebaiknya jangan menggunakan furosemide jika anda menderita penyakit
asam urat, penyakit ginjal, prostat, atau diabetes.
Jangan mengkonsumsi furosemide terlalu malam karena obat ini
menyebabkan anda akan sering buang air kecil sehingga mengganggu
waktu tidur anda.

INTERAKSI OBAT

Furosemide berinteraksi dengan obat-obat berikut :

NSAID, Lithium, antibiotik aminoglikosida , asam ethacrynic, salisilat,


cephalosporin : penggunaan obat-obat ini bersamaan dengan furosemide
dapat meningkatkan potensi toksisitasnya.
ACE inhibitor : penggunaan bersamaan antara furosemide dan ACE
inhibitor menyebabkan hipotensi berat dan penurunan fungsi ginjal.
Sukralfat : obat ini dapat menurunkan efek natriuretik dan antihipertensi
dari furosemide. Jika tetap digunakan beri jarak setidaknya 2 jam.
Fenitoin : obat ini menyebabkan penurunan penyerapan furosemide di
usus, dan akibatnya menurunkan konsentrasi serum puncak furosemide.
Akibatnya efektivitas furosemide sedikit berkurang.
Indometasin : jika indometasin dan furosemide digunakan bersamaan
dapat mengurangi efek natriuretik dan antihipertensi dari furosemide.

DOSIS FUROSEMIDE

furosemide diberikan dengan dosis :


Dosis lazim dewasa untuk ascites, gagal jantung kongestif,
edema, hipertensi, oliguria nonobstruktif, edema paru, gagal ginjal,
dan oliguria :
oral : awal : 20 80 mg / dosis

Pemeliharaan : tingkatkan secara bertahap dari 20 40 mg / dosis setiap 6 8


jam. Berikan 1 2 x sehari, dengan dosis harian maksimum 600 mg.
Intravena / intramuskular : 10 20 mg sekali selama 1 2 menit. ulangi dalam
waktu 2 jam jika respon tidak memadai.
infus Intravena : 0.1 mg / kg sebagai dosis bolus awal, selanjutnya tingkatkan
dua kali lipat setiap 2 jam sampai maksimal 0.4 mg / kg / jam.

Dosis lazim dewasa untuk hiperkalsemia


Oral : 10 40 mg 4 x sehari.
Intravena : 20 100 mg setiap 1 2 jam selama 1 2 menit.

INSULIN

Tentang Insulin Suntik


Jenis obat

Preparat insulin

Golongan

Obat resep

Manfaat

Menangani diabetes melitus

Dikonsumsi oleh

Dewasa dan anak-anak

Bentuk

Suntik

Peringatan Insulin Suntik


Wanita yang sedang merencanakan kehamilan, sedang hamil, atau menyusui,
sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakan insulin suntik.

Sebaiknya tidak mengemudikan kendaraan atau mengoperasikan alat berat, karena


insulin suntik bisa mengganggu kemampuan mengemudi akibat efek sampingnya, yaitu
hipoglikemia.

Harap berhati-hati bagi yang sedang menderita gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi
hati, efek samping hipoglikemia, hipokalemia, stres, infeksi, alergi terhadap insulin atau sedang
mengonsumsi obat lain.

Hindari konsumsi minuman beralkohol, karena dapat memengaruhi kadar gula darah.

Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.


Dosis Insulin Suntik
Dosis insulin suntik untuk tiap pasien berbeda-beda. Biasanya, dosis ditentukan dokter
berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan respons tubuh tiap pasien.

Dokter akan memberitahu jenis, dosis, serta bagaimana menyuntikkan insulin.


Umumnya, dosis insulin suntik untuk dewasa ditentukan dokter berdasarkan kadar gula
darah penderita.

Menggunakan Insulin Suntik Dengan Benar


Pastikan untuk membaca petunjuk pada kemasan obat dan mengikuti anjuran dokter dalam
menggunakan insulin suntik. Jangan menambahkan atau mengurangi dosis tanpa izin dokter.

Ikuti petunjuk dokter atau perawat untuk cara menyuntikkan insulin sendiri. Biasanya
insulin disuntikkan pada lengan bagian atas, paha, pantat atau perut.
Usahakan untuk menyuntikkan insulin pada bagian tubuh yang berbeda dan jangan
menyuntikkan pada otot, luka atau jaringan parut, atau tahi lalat. Sebaiknya tidak
mengocok botol insulin, karena gelembung akan muncul yang bisa menyebabkan
pengukuran dosis menjadi tidak tepat.

Dokter akan menentukan kapan waktu yang tepat untuk menyuntikkan dosis insulin
yang sesuai. Dosis biasa ditentukan berdasarkan kecepatan kerja jenis insulin yang
digunakan dan kadar gula darah penderita. Berbagai jenis insulin diberikan pada waktu
yang berbeda-beda terkait dengan jenis makanan yang dikonsumsi. Dan beberapa jenis
dosis insulin perlu digabungkan dengan jenis lainnya.
Jangan memperpanjang atau mengurangi durasi pengobatan tanpa izin dokter. Bagi
pasien yang lupa menyuntikkan insulin, disarankan untuk segera menyuntikkan begitu
teringat jika jadwal dosis berikutnya tidak terlalu dekat. Jangan menggandakan dosis
insulin pada jadwal berikutnya untuk menggantikan dosis yang terlewat.

Kenali Efek Samping dan Bahaya Insulin Suntik


Reaksi orang terhadap sebuah obat berbeda-beda. Beberapa efek samping insulin suntik yang
umumnya terjadi adalah:
Hipoglikemia (tanda-tandanya antara lain berkeringat, pucat, merasa lapar, debar-debar

kencang, dan pusing).

Pembengkakan, kemerahan dan gatal di bagian tubuh yang disuntikkan.

Perubahan pada permukaan kulit (menebal atau menipis)

Berat badan bertambah.

Konstipasi.
Segera periksakan ke dokter bila Anda mengalami sesak napas, mengi (napas berbunyi),
pandangan kabur, kesulitan menelan, dan pembengkakan tangan, kaki, serta kaki bagian
bawah.
PCT
Indikasi Paracetamol Indikasi utama paracetamol yaitu digunakan sebagai obat
penurun panas (analgesik) dan dapat digunakan sebagi obat penghilang rasa sakit
dari segala jenis seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri pasca operasi, nyeri
sehubungan dengan pilek, nyeri otot pasca-trauma, dll. Sakit kepala migrain,
dismenore dan nyeri sendi juga dapat diringankan dengan obat parasetamol ini.
Pada pasien kanker, parasetamol digunakan untuk mengatasi nyeri ringan atau
dapat diberikan dalam kombinasi dengan opioid (misalnya kodein). Paracetamol
telah dibandingkan dengan banyak analgesik lain dan dianggap kurang equipotent
jika dibandingkan dengan aspirin (asam asetilsalisilat). Dengan demikian, secara
umum, parasetamol kurang mujarab ketimbang salisilat dan agen antirematik
lainnya jika digunakan sebagai obat anti-inflamasi dan antinyeri. Kabar baiknya
paracetamol dapat digunakan pada anak-anak. Ini merupakan alternatif yang lebih

disukai ketika aspirin (asam asetilsalisilat) merupakan kontraindikasi (misalnya


karena riwayat ulkus atau infeksi virus pada anak).
Bersumber dari: Paracetamol | Mediskus
Kontraindikasi Obat parasetamol tidak boleh digunakan pada orang dengan kondisi
sebagai berikut: Alergi parasetamol atau acetaminophen Gangguan fungsi hati dan
penyakit hati Gangguan Fungsi Ginjal Serius, Shock Overdosis Acetaminophen Gizi
Buruk Dosis Parasetamol Dosis Parasetamol Dewasa untuk Demam dan Nyeri:
Pedoman umum: 325-650 mg diminum setiap 4 sampai 6 jam atau 1000 mg setiap
6 sampai 8 jam. Paling sering adalah Paracetamol 500mg tablet: 500 mg tablet oral
setiap 4 sampai 6 jam Dosis Paracetamol Anak untuk Demam dan Nyeri: Untuk
mengukur dosis paracetamol anak dengan tepat maka kita harus mengetahui berat
badan dan umur anak, karena ini akan menjadi pertimbangan <= 1 bulan: 10-15
mg/kg BB/dosis setiap 6 sampai 8 jam sesuai kebutuhan. > 1 bulan 12 tahun: 10
15 m /kg BB/dosis setiap 4 sampai 6 jam sesuai kebutuhan (maksimum: 5 dosis
dalam 24 jam). Jangan obat parasetamol ini melebihi dosis yang direkomendasikan.
Jumlah maksimum untuk orang dewasa adalah 1 gram (1000 mg) per dosis dan 4
gram (4000 mg) per hari. Menggunakan paracetamol yang berlebihan dapat
menyebabkan kerusakan hati. Pada anak-anak, gunakanlah sediaan sirup atau
suppositoria. Hati-hati dan selalu ikuti petunjuk dosis pada label obat. Jangan
memberikan paracetamol untuk anak di bawah usia2 tahun tanpa nasihat dari
dokter. Berhenti menggunakan paracetamol dan hubungi dokter jika: Selama 3 hari
penggunaan masih demam. Selama 7 hari penggunaan masih terasa sakit (nyeri
belum teratasi) atau 5 hari pada anak-anak. Terjadi reaksi alergi seperti ruam kulit,
sakit kepala terus menerus, atau kemerahan atau bengkak. Lebih lanjut baca efek
samping parasetamol di bawah ini Efek Samping Paracetamol Walaupun efek
samping paracetamol jarang, namun jika itu terjadi maka ditandai dengan: Ruam
atau pembengkakan ini bisa menjadi tanda dari reaksi alergi Hipotensi (tekanan
darah rendah) ketika diberikan di rumah sakit dengan infus. Kerusakan hati dan
ginjal, ketika diambil pada dosis lebih tinggi dari yang direkomendasikan (overdosis)
Dalam kasus ekstrim kerusakan hati yang dapat disebabkan oleh overdosis
parasetamol bisa berakibat fatal. Carilah bantuan medis darurat jika Anda memiliki
salah satu dari tanda-tanda reaksi alergi paracetamol seperti : gatal-gatal; kesulitan
bernapas; pembengkakan wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan. Berhenti
menggunakan obat ini dan hubungi dokter apabila mengalami efek samping
parasetamol yang serius seperti: Mual, sakit perut, dan kehilangan nafsu makan; Air
seni berwarna gelap, tinja berwarna tanah liat; atau Jaundice (menguningnya kulit
atau mata). Jika salah satu gejala overdosis berikut terjadi, maka segeralah mencari
bantuan medis darurat: Diare Keringat berlebihan Kehilangan nafsu makan Mual
atau muntah Kram perut atau nyeri Pembengkakan, atau nyeri di perut atau perut
daerah atas Ibu Hamil dan Menyusui Paracetamol untuk ibu hamil diyakini aman,
asalkan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunaannya pun harus dengan
indikasi atau kebutuhan yang tepat. Hal ini diperkuat dengan data epidemiologis
pada penggunaan acetaminophen oral pada wanita hamil tidak menunjukkan

peningkatan risiko cacat bawaan pada bayi. Penelitian reproduksi hewan belum
dilakukan dengan acetaminophen, dan tidak diketahui apakah parasetamol IV
(infus) dapat menyebabkan kerusakan janin bila diberikan kepada ibu hamil. Obat
parasetamol diekskresikan ke dalam air susu ibu dalam konsentrasi kecil. Salah satu
kasus ruam telah dilaporkan pada bayi menyusui. Paracetamol dianggap aman
untuk ibu menyusui oleh American Academy of Pediatrics.
Bersumber dari: Paracetamol | Mediskus

Anda mungkin juga menyukai