Anda di halaman 1dari 11

GAGAL HATI

Gangguan hati dapat mempengaruhi respon terhadap obat melalui beberapa cara seperti
diterangkan bawah ini, dan obat sebaiknya diberikan dengan dosis minimum untuk penderita
dengan gangguan hati berat. Masalah ini terutama terjadi pada pasien dengan ikterus, ascites,
atau yang terbukti mengalami enselopati.
Gangguan metabolisme obat. Metabolisme hati merupakan jalur eliminasi utama kebanyakan
obat. Jumlah obat yang disimpan di hati akan lebih besar dan gangguan hati menjadi makin
berat sebelum dapat diamati adanya perubahan penting metabolisme obat. Pemeriksaan
rutin dari fungsi hati bukan merupakan panduan yang baik dalam menentukan kapasitas hati
memetabolisme obat. Pada pasien tertentu tidak mungkin untuk memperkirakan gangguan
metabolisme dari obat tertentu.

Beberapa obat misalnya rifampisin dan asam fusidat diekskresi di dalam empedu tanpa
diubah dan dapat diakumulasi pada pasien dengan ikterus dengan obstruksi intrahepatik dan
ekstrahepatik.
Hipoproteinemia. Hipoalbuminemia pada gangguan hati berat terkait dengan penurunan
ikatan protein dan meningkatnya toksisitas obat yang terikat secara kuat dengan protein
misalnya fenitoin dan prednisolon.
Pengurangan Koagulasi. Pengurangan sintesis hati dari faktor koagulasi darah ditandai
dengan perpanjangan waktu pembentukan protrombin dan peningkatan sensitivitas
antikoagulan oral misalnya warfarin dan fenindion.
Ensefalopati hati. Pada gangguan hati berat, banyak obat lebih lanjut dapat merusak fungsi
otak dan dapat memperburuk ensefalopati hati. Contohnya meliputi semua obat sedatif,
analgesik opioid, diuretik yang menyebabkan hipokalemia dan obat yang menyebabkan
konstipasi.
Kelebihan Cairan. Udem dan ascites pada gangguan hati kronik dapat diperburuk dengan obat
yang meningkatkan retensi cairan misalnya AINS, kortikosteroid dan karbenoksolon.
Obat Hepatotoksik. Hepatotoksik tidak berhubungan dengan dosis dan sulit diperkirakan
(idiosinkratik). Obat yang menyebabkan toksisitas yang terkait dengan dosis pemberian, juga
dapat menyebabkan toksisitas dalam dosis kecil dibanding pada pasien dengan fungsi hati
normal. Pada pasien dengan gangguan hati, reaksi idiosinkrasi yang disebabkan oleh obat
dapat terjadi dengan frekuensi yang lebih sering. Obat tersebut sebaiknya dihindari atau
digunakan secara berhati-hati.

1
GAGAL GINJAL
Penggunaan obat pada pasien dengan fungsi ginjal menurun dapat memperburuk kondisi
penyakit karena beberapa alasan :
- Kegagalan untuk mengekskresikan obat atau metabolitnya dapat menimbulkan toksisitas.
- Sensitivitas terhadap beberapa obat meningkat, meskipun eliminasinya tidak terganggu.
- Banyak efek samping yang tidak dapat ditoleransi oleh pasien gagal ginjal.
- Beberapa obat tidak lagi efektif jika fungsi ginjal menurun.
Sebagian besar masalah ini dapat dihindari dengan mengurangi dosis atau dengan
menggunakan alternatif obat lain.
PRINSIP PENYESUAIAN DOSIS PADA GANGGUAN FUNGSI GINJAL

Batas fungsi ginjal yang mengharuskan dosis suatu obat dikurangi bergantung pada apakah
obat tersebut dieliminasi seluruhnya lewat ginjal atau sebagian dimetabolisme, dan seberapa
besar toksisitasnya.

Pada sebagian besar obat yang efek sampingnya tidak berhubungan atau sedikit
hubungannya dengan dosis, modifikasi regimen dosis secara tepat tidak diperlukan dan cukup
dilakukan perencanaan pengurangan dosis secara sederhana.

Pada obat yang lebih toksik dengan batas keamanan yang sempit, sebaiknya digunakan
regimen dosis yang didasarkan atas laju filtrasi glomerulus. Pada obat yang efikasi dan
toksisitasnya berkaitan erat dengan kadar plasma, anjuran regimen hanya dapat dijadikan
sebagai pedoman pengobatan awal; pengobatan selanjutnya harus disesuaikan dengan
respon klinis dan kadar plasma.
Dosis pemeliharaan total per hari suatu obat dapat dikurangi baik dengan cara mengurangi
dosis tiap kali pemberian atau dengan memperpanjang interval pemberian antar dosis. Untuk
beberapa obat, jika dosis pemeliharaan dikurangi, perlu diberikan suatu dosis muatan jika
dibutuhkan efek segera. Hal ini disebabkan apabila pasien diberi obat apapun dengan dosis
lazim, diperlukan waktu lebih dari lima kali waktu paruh untuk mencapai kadar plasma steady
state. Karena waktu paruh obat yang diekskresikan melalui ginjal menjadi lebih lama pada
keadaan gagal ginjal, maka diperlukan beberapa hari agar dosis yang telah dikurangi dapat
mencapai kadar plasma terapetik. Dosis muatan ini biasanya sama besarnya dengan dosis
awal untuk pasien yang fungsi ginjalnya normal.
Obat-obat nefrotoksik harus, jika mungkin, dihindari pada pasien dengan gangguan ginjal
karena akibat nefrotoksisitas ini bisa lebih parah apabila renal reserve sudah berkurang.
Penggunaan Tabel Dosis

Dosis yang dianjurkan ditetapkan berdasarkan tingkat keparahan gangguan fungsi ginjal.
Fungsi ginjal dinyatakan dalam Laju Filtrasi Glomerulus (GFR) yang dihitung berdasarkan
formula yang berasal dari penelitian mengenai modifikasi diet pada penyakit ginjal (‘Formula
MDRD’ / Modification of Diet in Renal Disease yang menggunakan kreatinin serum, umur,

2
jenis kelamin, dan ras) atau dapat juga dinyatakan sebagai bersihan kreatinin (yang paling
baik diperoleh dari urin yang dikumpulkan selama 24 jam namun seringkali dihitung
berdasarkan formula atau nomogram yang menggunakan kreatinin serum, berat badan, jenis
kelamin, dan usia).
Kadar kreatinin serum kadang-kadang juga digunakan sebagai ukuran fungsi ginjal namun
hanya sebagai panduan kasar.
Penting
Diperlukan perhatian khusus saat menginterpretasikan anjuran penyesuaian dosis yang
didasarkan pada bersihan kreatinin (misalnya dihitung berdasarkan formula Cockroft dan
Gault) karena fungsi ginjal saat ini sering dilaporkan berdasarkan perkiraan kecepatan filtrasi
glomerulus normal pada luas permukaan tubuh 1,73 m2 dan diperoleh dari formula MDRD.
Dua jenis ukuran fungsi ginjal tidak dapat saling dipertukarkan penggunaannya.
Untuk keperluan peresepan obat, gangguan fungsi ginjal secara umum dibagi ke dalam tiga
tingkat (definisi bervariasi sesuai dengan tingkat gangguan fungsi ginjal; selanjutnya, apabila
informasi yang tersedia tidak sesuai dengan penggolongan ini, nilai bersihan kreatinin atau
ukuran fungsi ginjal yang lain bisa digunakan).

Tingkat gangguan fungsi ginjal

Tingkat GFR absolut Kreatinin serum (perkiraan)


(lihat keterangan di atas)

Ringan 20 – 50 mL/menit 150 – 300 mikromol/L


Sedang 10 – 20 mL/menit 300-700 mikromol/L
Berat <10 mL/menit >700 mikromol/L

Faktor konversi:
Liter/24 jam : mL/menit x 1,44
mL/menit : Liter/24 jam x 0,69

Formula modifikasi diet pada penyakit ginjal (MDRD, Modification of Diet in Renal Disease)
menghasilkan perkiraan laju filtrasi glomerulus normal pada pasien dengan luas permukaan
tubuh 1,73 m2. Laju filtrasi glomerulus absolut individual dapat dihitung berdasarkan eGFR
seperti di bawah ini :

GFR (absolut) : eGFR x luas permukaan tubuh individual/1,73

3
DIALISIS
Untuk peresepan bagi pasien rawat jalan yang menjalani dialisis peritoneal kontinyu (CAPD,
continuous ambulatory peritoneal dialysis) atau hemodialisis, lihat literatur khusus dialisis.
Fungsi ginjal menurun sejalan dengan bertambahnya usia; banyak pasien lansia mempunyai
GFR di bawah 50 ml/menit yang, karena berkurangnya massa otot, mungkin saja tidak
memperlihatkan kenaikan kreatinin serum. Adalah lebih baik untuk mengasumsikan pasien
setidaknya mengalami gangguan fungsi ginjal ringan ketika meresepkan obat bagi pasien
lansia.
Tabel di atas dapat digunakan sebagai panduan untuk obat-obat yang diketahui memerlukan
pengurangan dosis pada gangguan fungsi ginjal, dan untuk obat-obat yang mungkin
berbahaya atau tidak efektif. Peresepan obat sebaiknya seminimum mungkin pada semua
pasien dengan penyakit ginjal berat.
Jika dari kondisi klinis dicurigai ada gangguan ginjal, yang ringan sekalipun, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal sebelum meresepkan obat apapun yang memerlukan
modifikasi dosis.

4
FARMAKOTERAPI PADA PASIEN DENGAN KONDISI PATOLOGIS PENYAKIT HATI

Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostatis tubuh meliputi:
– Metabolisme
– Biotransformasi
– Sintesis
– Penyimpanan
– Imunologi
Hati dapat mempertahankan fungsinya bila terjadi gangguan ringan. Pada gangguan berat
terjadi gangguan fungsi yang serius dan berakibat fatal. Penyakit hati adalah suatu istilah
untuk sekumpulan kondisi-kondisi, penyakit-penyakit dan infeksi-infeksi yang mempengaruhi
sel-sel, jaringan-jaringan, struktur dan fungsi dari hati.
PENYEBAB DAN RISIKO PENYAKIT :
Penyakit hati dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang bervariasi. Penyebab- penyebabnya
termasuk:
– Kerusakan-kerusakan bawaan sejak lahir atau kelainan-kelainan hati yang hadir pada
kelahiran
– Kelainan-kelainan metabolisme atau kerusakan dalam proses dasar tubuh
– Infeksi-infeksi virus atau bakteri
– Alkohol atau keracunan oleh racun
– Obat-obat terentu yang merupakan racun bagi hati
– Kekurangan Gizi (nutrisi)

Trauma atau luka Penyakit-penyakit hati yang kemungkinan besar terjadi pada anak-anak termasuk:

– Alagille’s syndrome, suatu kondisi dimana saluran empedu menyempit dan memburuk,
terutama pada tahun pertama kehidupan
– Alpha 1- antitrypsin deficiency, suatu penyakit hati genetik pada anak yang dapat menuju ke
hepatitis dan sirosis hati
– Biliary atresia, suatu kondis dimana saluran empedu yang terbentang dari hati ke usus halus
adalah terlalu kecil penampangnya atau sama sekali tidak ada
– Galactosemia, suatu penyakit keturunan dimana tubuh tidak dapat mentoleransi gula-gula
tertentu didalam susu. Gula-gula ini dapat memperluas, menyebabkan kerusakan yang serius
terhadap hati dan organ-organ lainnya dari tubuh.
– Hemorrhagic telangiectasia, suatu kondisi dimana pembuluh darah yang tipis mengizinkan
perdarahan yang mudah dan sering dari kulit dan saluran pencernaan
– Hepatitis aktif kronis, suatu peradangan hati yang menyebabkan luka yang meninggalkan
parut dan gangguan fungsi hati
– Kanker hati, yang dapat berasal dari kanker pada bagian tubuh lainnya yang telah menyebar
ke hati
– Neonatal hepatitis, adalah hepatitis pada bayi baru lahir yang terjadi pada beberapa bulan
pertama kelahiran
– Reye’s syndrome, suatu kondisi yang menyebabkan meluasnya lemak di hati. Pada beberapa
kasus kondisi ini dikaitkan dengan penggunaan aspirin, terutama yang berhubungan dengan
chickenpox, influenza, atau penyakit-penyakit lainnya dengan demam – Thalassemia, satu
grup dari anemia yang diwariskan, atau jumlah darah merah yang rendah

5
– Tyrosinemia, suatu kelainan yang menyebabkan persoalan serius dengan metabolisme hati
– Wilson’s disease, suatu kondisi warisan (keturunan) yang menyebabkan meluasnya dari
mineral tembaga didalam hati.

Penyakit-penyakit hati yang kemungkinan besar terjadi pada orang dewasa termasuk :

 Batu empedu, yang mungkin dapat menyumbat saluran empedu


 Hemochromatosis, suatu kondisi yang menyebabkan tubuh menyerap dan
menyimpan terlalu banyak besi. Penumpukan dari besi menyebabkan kerusakan hati
dan organ-organ lainnya –
 Hepatitis, suatu peradangan dan infeksi dari hati disebabkan oleh salah satu dari
beberapa virus-virus
 Penyakit cystic dari hati, yang menyebabkan luka-luka dan massa-massa yang terisi
cairan di hati
 Porphyria, suatu kondisi yang menyebabkan kesalahan fungsi dalam bagaimana
tubuh menggunakan porphyrins. Porphyrins adalah sangat penting pada pembuatan
haemoglobin didalam sel darah merah, untuk mengangkut oksigen keseluruh tubuh
 Primary sclerosing cholangitis, suatu kondisi yang menyebabkan saluran empedu dari
hati menyempit karena peradangan dan luka goresan
 Sarcoidosis, suatu penyakit yang menyebabkan suatu perluasan dari luka-luka di hati
dan organ-organ lainnya dari tubuh
 Sirosis, suatu kondisi serius yang menyebabkan jaringan dan sel-sel hati diganti oleh
jaringan parut
 Type I glycogen storage disease, yang menyebabkan persoalan pada pengontrolan
gula darah ketika sesorang sedang puasa

Penyakit hati yang berhubungan dengan alkohol termasuk :

 Hepatitis alkoholik Penyakit fatty liver yang menyebabkan pembesaran hati


 Sirosis alkoholik HAL-HAL YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN DALAM PEMBERIAN OBAT YANG
DIMETABOLISME DI HATI
 Obat-obat hepatotoksik. Obat ini umumnya menyebabkan toksik pada pasien dengan
gangguan fungsi hati.
 Ikatan protein Hati merupakan sumber utama dalam sintesis protein plasma (misalnya;
albumin)
 Pada gangguan hati, jumlah protein plasma akan berkurang, sehingga protein yang tersedia
untuk berikatan sedikit, dan obat yang bebas akan banyak. Hal ini dapat meningkatkan efek
dan toksisitas, terutama untuk obat yang memiliki indeks terapeutik sempit dan ikatannya
dengan protein plasma tinggi.

Antikoagulan dan obat-obat yang menyebabkan pendarahan. Hati merupakan tempat utama dalam
pembentukan faktor pembekuan darah dan akan terjadi resiko pendaharan pada penderita yang
kondisi hatinya buruk.

EFEK PENYAKIT HATI TERHADAP AKTIVITAS FARMAKOLOGI OBAT :

1. Perubahan terhadap parameter farmakokinetika obat

2. Perubahan farmakodinamika akibat proses penyakit yang terjadi Efek penyakit hati terhadap
farmakokinetika obat terutama disebabkan oleh :

6
 Obat dimetabolisme oleh satu atau lebih enzim pada sel didalam bagian2 hati yang berbeda.
 Beberapa obat dan metabolitnya diekskresikan melalui sekresi bilier

Penyakit hati dapat mengakibatkan antara lain:

 Akumulasi obat
 Kegagalan membentuk metabolit aktif/inaktif
 Efek lain yang terkait ikatan protein dan fungsi ginjal

PANDUAN UMUM DALAM PERESEPAN OBAT PADA GANGGUAN HATI :

1. Hindari obat-obat hepatotoksik.


2. Gunakan obat-obat yang aman untuk ginjal sebagai pilihan.
3. Monitor efek samping obat untuk obat yang aman untuk hati.
4. Hindari obat yang meningkatkan resiko pendarahan.
5. Hindari obat-obat sedatif jika ada resiko ensepalopati hepatika.
6. Pada kelainan hati sedang dan berat dapat dilakukan pengurangan dosis untuk obat yang
dimetabolisme utama di hati atau meningkatkan interval untuk semua obat yang kurang aman
untuk hati.
7. Jika albumin rendah pertimbangkan untuk menurunkan dosis obat yang ikatan proteinnya
tinggi.
8. Obat yang mempengaruhi keseimbangan elektrolit harus digunakan secara hati- hati dan
harus dimonitor.
9. Pada pilihannya gunakan obat lama, obat yang dibuat dengan baik, jika dalam pengalaman
penggunaan obat menyebabkan gangguan hati.
10. Sedapat mungkin gunakan dosis terendah dan tingkatkan kehati-hatian berdasarkan respon
efek sampingnya

TERAPI PADA PENYAKIT HATI

a. Terapi tanpa obat


b. Terapi dengan obat
c. Terapi dengan vaksinasi
d. Terapi transplantasi hati

TERAPI TANPA OBAT

1) Diet seimbang, jumlah kalori yang dibutuhkan sesuai dengan tinggi badan, berat badan dan
aktivitas.
2) Diet rendah protein, banyak makan sayur dan buah serta melakukan aktivitas sesuai
kemampuan untuk mencegah sembelit
3) Manjalankan pola hidup teratur
4) Konsultasi dengan petugas Kesehatan

TERAPI OBAT

a) Aminoglikosida: – untuk abses hati yang disebabkan karena bakteri. Diberikan tiga kali dalam
sehari secara teratur selama tujuh hari berturut-turut atau atas anjuran dokter
b) Antiamuba: – dehydroemetine, diiodohydroxyquinoline, diloxanide furoate, emetine,
etofamide, metronidazole, secnidazole, teclozan, tibroquinol, tinidazole adalah preparat yang
digunakan untuk amubiasis. Dengan terapi ini maka risiko terjadinya abses hati karena amuba
dapat diminimalkan

7
c) Antimalaria: klorokuin, dapat juga digunakan untuk mengobati amubiasis. Obat ini mencegah
perkembangan abses hati yang disebabkan oleh amuba.
d) Antivirus: Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita hepatitis B. Obat ini
mempengaruhi proses replikasi DNA dan membatasi kemampuan virus hepatitis B
berproliferasi. Pengobatan dengan lamivudine akan menghasilkan HBV menjadi negatif pada
semua pasien selama 1 bulan. Dalam pengobatan Anti Retroviral (ARV) pada koinfeksi
hepatitis C, saat ini tersedia ARV gratis di Indonesia. ARV yang tersedia gratis adalah Duviral
(Zidovudine + Lamivudine) dan Neviral (Nevirapine). Sedangkan Efavirenz (Stocrin) tersedia
gratis dalam jumlah yang amat terbatas. Didanosine atau Stavudine tidak boleh diminum
untuk penderita sedang mendapat pengobatan Interferon dan Ribavirin, karena beratnya efek
samping faal hati.
e) Thymosin alpha 1 adalah suatu imunomodulator yang dapat digunakan pada terapi hepatitis
B kronik sebagai monoterapi atau terapi kombinasi dengan interferon.
f) Diuretik tertentu, seperti Spironolactone dan furosemid dapat membantu mengatasi edema
yang menyertai sirosis hati, dengan atau tanpa asites. Obat ini tidak boleh diberikan pada
pasien dengan gangguan keseimbangan elektrolit atau gangguan ginjal berat karena
menyebabkan ekskresi elektrolit
g) Kolagogum, kolelitolitik dan hepatic protector, golongan ini digunakan untuk melindungi hati
dari kerusakan yang lebih berat akibat hepatitis dan kondisi lain. Misalnya: kalsium
pantotenate, L-ornitine-L-aspartate, lactose, metadoxine, phosphatidyl choline, silymarin dan
ursodeoxycholic acid
h) Multivitamin dengan mineral, golongan ini digunakan sebagai terapi, Sebagai terapi
penunjang pada pasien hepatitis dan penyakit hati lainnya. Vitamin terdiri dari vitamin larut
lemak (A, D, E, K) dan vitamin larut air (C dan B).
i) Terapi dengan Vaksinasi, Interferon mempunyai sistem imun alamiah tubuh dan bertugas
untuk melawan virus. Obat ini bermanfaat dalam menangani hepatitis B, C dan D.
Imunoglobulin hepatitis B dapat membantu mencegah berulangnya hepatitis B setelah
transplantasi hati.
j) Terapi dengan Transplantasi Hati, dewasa ini merupakan terapi yang diterima untuk kegagalan
hati fulminan yang tak dapat pulih dan untuk komplikasi-komplikasi penyakit hati kronis tahap
akhir. Penentuan saat transplantasi hati sangat kompleks.
k) Para pasien dengan kegagalan hati fulminan dipertimbangkan untuk transplantasi bila
terdapat tanda-tanda ensefalopati lanjut, koagulapati mencolok (waktu prothrombin 20
menit) atau hipoglikemia.
l) Pada pasien dengan penyakit hati kronis dipertimbangkan untuk transplantasi bila terdapat
komplikasi-komplikasi yang meliputi asites refrakter, peritonitis bakterial spontan,
ensefalopati, perdarahan varises atau gangguan parah pada fungsi sintesis dengan
koagulopati atau hipoalbuminemia.

PRINSIP PENGGUNAAN OBAT PADA PENDERITA GANGGUAN HATI YANG BERAT:


 Usahakan memilih obat yang eliminasinya melalui ekskresi ginjal.
 Hindari penggunaan obat depresan SSP, diuretik, obat yang menyebabkan konstipasi,
antikoagulan oral, kontrasepsi oral, dan obat hepatotoksik.
 Lakukan penyesuaian dosis Obat-obat berikut ini memerlukan perhatian khusus pada
penderita gangguan hati:
1. Sedatif (benzodiazepin, opioid) : dapat menimbulkan koma.
2. Diuretik : ensefalopati

8
3. Warfarin, AINS, aspirin : penurunan atau gangguan produksi faktor pembekuan darah
dapat menimbulkan risiko perdarahan
4. INH dan rifampisin : mempengaruhi enzim hati
5. Parasetamol, halotan, isoniazid : terkait dosis

BEBERAPA PILIHAN DALAM PENATALAKSANAAN DOSIS OBAT PADA PASIEN KERUSAKAN FUNGSI HATI

- mengurangi dosis obat tetapi interval dosis normal


- menggunakan dosis normal tetapi memperpanjang interval obat,
- memodifikasi dosis serta interval pemberian obat

PERTIMBANGAN DOSIS PADA PENYAKIT HATI

Dosis dan interval pemberian obat yang akan diberikan pada pasien dengan gangguan hati harus
mempertimbangkan hal-hal berikut:

1. Sifat dan Keparahan Penyakit Jenis dan keparahan penyakit hati mempengaruhi
farmakokinetiak obat dalam porsi yang tidak sama besar
2. Eliminasi Obat Secara umum obat dimetabolisme dalam tubuh dalam dua bentuk: Fraksi obat
yang dieliminasikan dalam bentuk asalnya, fe dan Fraksi obat yang dimetabolisme, 1-fe. Fraksi
ini dapat ditentukan dari klirens hepatik (ClH) dan klirens tubuh total (Cl). Fraksi ini
memungkinkan untuk mengetahui klirens total saat fungsi hati berkurang. Obat dengan fe
kecil, sangat dipengaruhi oleh fungsi hati .
3. Rute Adminitrasi Obat Jika obat mengalami first pass effect sebagian obat akan hilang karena
metabolism presistemik dan bioavaibilitasnya akan meningkat. Pengurangan secara terus-
menerus terjadi pada kliren hepatik dan pada efek first pass hasilnya kan meningkatkan
konsentrasi steady state untk obat yg digunakan secara oral.
4. Ikatan Protein Hati mempoduksi albumin dan alfa 1 asam glikoprotein adalh dua senyawa
protein yang menikat obat2 asam dan basa terutama dalam darah. Pasien dengan sirosis
produksi protein ini berkurang sehingga obat bebas meningkat dlm darah karena kurangnya
ikatan protein
5. Laju Darah Hepatik dan Bersihan Intrinsik Aliran darah ke hati menurun pada pasien sirosis
karena sel hati digantikan oleh jaringan yang tidak berfungsi yg mana akan meningkatkan
tekanan dari dalm organ menyebabkan tekanan vena portal tinggi dan juga aliran darah
disekitar hati. Penurunan aliran darah hati menyebabkan sebagian obat tetap mengandalkan
sel hati dan menekan kliren hepatic obat sehingga meningkatkan bioavaibilitas obat.
6. Obstruksi Bilier Ekskresi bilier dari beberapa obat dan metabolit terutama konjungat
glukoronida akan berkurang.
7. Perubahan Secara Farmakodinamik Sensitivitas jaringan dapat terganggu.
8. Range Terapetik

PENENTUAN DOSIS PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT HATI

Uji lab terbatas dalam menentukan fungsi hati aspartese aminotransferase dan alanine amino
transferase mendeteksi kerusakan sel hati, bukan menunjukkan fungsi hati sedangkan serum bilirubin
hanya suatu ukuran untuk menentukan obstruksi bilier. Tidak ada tes tunggal yang akurat untuk
mengetahui fungsi hati total. Umumnya untuk mengetahui kemampuan hati mematabolime obat
yaitu dengan menentukan nilai child pugh pada pasien. Penyesuaian dengan menggunakan metode
Child`s Pugh score digunakan sebagai suatu pendekatan untuk menyesuaikan dosis pada pasien
dengan penyakit hati.

9
Prinsip umum penggunaan obat pada pasien penyakit hati yang berat, adalah :

 Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasinya terutama melalui ekskresi ginjal.
 Hindarkan penggunaan : obat-obat yang mendepresi susunan saraf pusat (terutama morfin),
diuretic tiazid dan diuretic kuat, obat-obat yang menyebabkan konstipasi, antikoagulan oral,
kontrasepsi oral, dan obat-obat hepatotoksik.
 Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama obat-obat yang eliminasi utamanya
melalui metabolism hati, dengan cara :
- menurunkan dosis dengan interval pemberian normal
- memberikan dosis biasa dengan memperpanjang interval pemberian
- mengatur besarnya dosis sekaligus interval pemberian Tidak ada pedoman umum
untuk menghitung berapa besar dosis yang harus diturunkan, maka gunakan
educated guess atau bila ada, ikuti petunjuk dari pabrik obat yang bersangkutan.
Kemudian monitor respon klinik pasien, dan bila perlu monitor kadar obat dalam
plasma, serta uji fungsi hati pada pasien dengan fungsi hati yang berfluktuasi.

Penjelasan beberapa obat yang tidak dibolehkan atau dihindarkan penggunaannya pada pasien
penyakit hati :

1) Morfin : merupakan obat yang dimetabolisme terutama pada hati. Jika diberikan pada pasien
dengan gangguan fungsi hati maka akan memperlama kerja hati dalam metabolisme obat
sehingga akan memperparah fungsi hati serta morfin atau golongan opiod lainnya akan
terakumulasi pada hati dan dapat meningkatkan kadar opiod dalam plasma, sehingga dapat
meningkatkan efek samping yang mungkin muncul.
2) Diuretic tiazid dan diuretic kuat merupakan obat-obat yang seutuhnya dimetabolisme di hati.
3. Obat-obat hepatotoksik : obat-obat ini akan mempercepat perusakan dari sel-sel hati.

PENENTUAN DOSIS BERDASARKAN CHILD`S PUGH SCORE Tes/ gejala Nilai point : 1Nilai poin 2 Nilai
poin 3 Total bilirubin (mg/dl)Serum albumin (g/dl) Waktu protrombin (sec) Ascites Pembesaran hati <
2.0>3.5 <4 Tidak ada Tidak ada 2.0-3.02.8-3.5 4-6 Samar2 Sedang >3.0<2.8 >6 Sedang Beberapa Skor
8–9 penurunan sekitar 25% dari dosis awal dari obat-obat yang terutama (60%) dimetabolisme oleh
hati. Skor 10 atau lebih penurunan yang signifikan (sekitar 50%) dari dosis awal dari obat- obat yang
terutama dimetabolisme oleh hati. Contoh: Dosis lazim dari suatu obat yang 95 % dimetabolisme hati
adalah 500 mg setiap 6 jam dan dosis total per hari adalah 2000 mg. Untuk pasien sirosis hati dengan
skor 12
9. (Child-Pugh score), dosis awal harus dikurangi 50% dari dosis awal menjadi 1000 mg/hari. Obat
dapat diresepkan pada pasien 250 mg setiap 12 jam. Pasien harus dimonitor ketat untuk efek
farmakologis dan efek toksik dari pengobatan, dan dosis dapat disesuaikan sesuai kebutuhan pasien.

OBAT-OBAT YANG DIMETABOLISME TERUTAMA PADA ORGAN HATI

- Lidokain
- Procainamide
- Quinidine
- Phenytoin
- Carbamazepine
- Valproic acid
- Phenobarbital
- Ethosuximide
- Cyclosporine

10
- Tacrolimus
- Theophyline
- Diazepam
- Isoniazid

Beberapa contoh obat-obatan indeks terapi sempit yang lebih dari 60% dieliminasikan pada hati
seperti (FDA, 1988): Aminophylline, Carbamazepine, Clindamycin, Clonidine, Valproic Acid,
Warfarin sodium, Theophylline, Guanethidine,Quinidine gluconate, Isoproterenol, Levoxyine,
Prazosin, Procainamide, Phenytoin, Minoxidil, Oxytriphylline

Obat-obat yang menginduksi kerusakan hati:

 ACE inhibitor : gangguan kolestatik


 PCT : kerusakan sel hati Alkohol : hepatitis dan sirosis
 Aldesleukin dan Allupurinol : hepatitis dan kerusakan sel hati
 Aminoglutetimid : kolestasis
 Asam amino salisilat : dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas
 Amiodaron : sirosis dan hepatitis
 Amoxicilin dan asam klafulanat : kolestasis

Pada BNF 57 tertera banyak obat yang harus dihindari pemakaiannya karena dapat menyebabkan
kerusakan pada hati,diantaranya obat golongan:

1. Antivirus : abacavir

2. Antigipertensi : ACE inhibitor

3. NSAID : asiklofenak

4. Antikoagulan : Acenokumarol

5. Opioid analgetik : alfentanil

6. Anxyolitik dan hipnotik : alprazolam

7. Diuretik : golongan thiazid

8. Gol.statin : atorvastatin

9. Kontrasepsi : desogestrol

10. Sulfonilurea : glibenklamid

About Support Terms Privacy Copyright

English

© 2022 SlideShare from Scribd

11

Anda mungkin juga menyukai