Anda di halaman 1dari 40

Pedoman Penyesuaian Dosis

pada Pasien Geriatri


Apt.Reza Agung Sriwijaya,M.Farm
Usia Lanjut( Geriatri)
Warga usia lanjut yang tercantum dalam Undang-Undang
no. 13/1998 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun atau lebih Pada usia 60 tahun ke atas terjadi proses
penuaan yang bersifat universal berupa kemunduran dari
fungsi biosel, jaringan, organ, bersifat progesif, perubahan
secara bertahap, akumulatif, dan intrinsik. Proses penuaan
mengakibatkan terjadinya perubahan pada berbagai organ
di dalam tubuh seperti sistem gastrointestinal, sistem
genitourinaria, sistem endokrin, sistem immunologis,
sistem serebrovaskular, sistem saraf pusat dan
sebagainya.
Dengan bertambahnya usia maka tidak dapat dihindari
terjadinya perubahan kondisi fisik baik berupa
berkurangnya kekuatan fisik yang menyebabkan individu
menjadi cepat lelah maupun menurunnya kecepatan reaksi
yang mengakibatkan gerak-geriknya menjadi lamban.
Selain itu timbulnya penyakit yang biasanya juga tidak
hanya satu macam tetapi multipel, menyebabkan usia
lanjut memerlukan bantuan, perawatan dan obat-obatan
untuk proses penyembuhan atau sekadar
mempertahankan agar penyakitnya tidak bertambah
parah.
Terapi pengobatan pada pasien usia lanjut secara signifikan berbeda
dari pasien pada usia muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh
yang disebabkan oleh usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan
obat-obatan yang digunakan sebelumnya, Keputusan terapi untuk
pasien usia lanjut harus didasarkan pada hasil uji klinik yang secara
khusus didesain untuk pasien usia lanjut Pasien usia lanjut
memerlukan pelayanan farmasi yang berbeda dari pasien usia muda.
Penyakit yang beragam dan kerumitan rejimen pengobatan adalah hal
yang sering terjadi pada pasien usia lanjut. Faktor-faktor inilah yang
menyebabkan pasien mengalami kesulitan dalam mematuhi proses
pengobatan mereka sendiri seperti menggunakan obat dengan
indikasi yang salah, menggunakan obat dengan dosis yang tidak tepat
atau menghentikan penggunaan obat.
 Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas maka
peran profesi apoteker perlu diubah
paradigmanya dari daug oriented menjadi
patient oriented yang dikenal dengan istilah
Pharmaceutical Care yang merupakan tanggung
jawab profesi apoteker dalam hal farmakoterapi
dengan tujuan meningkatnya kualitas hidup
pasien
KARAKTERISTIK PASIEN GERIATRI
BERKAITAN DENGAN TERAPI OBAT

Farmakokinetika dan farmakodinamika pada pasien


geriatri akan berbeda dari pasien muda karena beberapa
hal, yakni terutama akibat perubahan komposisi tubuh,
perubahan faal hati terkait metabolisme obat, perubahan
faal ginjal terkait ekskresi obat serta kondisi multipatologi.
Selain itu, perubahan status mental dan faal kognitif juga
turut berperan dalam pencapaian hasil pengobatan. Tidak
dapat dipungkiri bahwa aspek psikososial juga akan
mempengaruhi penerimaan pasien dalam terapi
medikamentosa
PERUBAHAN FARMAKOKINETIKA

• Oral bioavailability
Sejak 60 tahun yang lalu Vanzant dkk (1932) telah melaporkan terjadinya aklorhidria
(berkurangnya produksi asam lambung) dengan bertambahnya usia seseorang.
Aklorhidria terdapat pada 20-25% dari mereka yang berusia 80 tahun dibandingkan
dengan 5% pada mereka yang berusia 30 tahun-an. Maka obat-obat yang absorbsinya di
lambung dipengaruhi oleh keasaman lambung akan terpengaruh seperti: ketokonazol,
flukonazol, indometasin, tetrasiklin dan siprofloksasin.
Akhir-akhir ini dibicarakan pengaruh enzim gut-associated cytochrom P-450. Aktivitas
enzim ini dapat mempengaruhi bioavailability obat yang masuk per oral. Beberapa obat
mengalami destruksi saat penyerapan dan metabolisme awal di hepar (first-pass
metabolism di hepar); obat-obat ini lebih sensitif terhadap perubahan bioavailability
akibat proses menua. Sebagai contoh, sebuah obat yang akibat aktivitas enzim tersebut
mengalami destruksi sebanyak 95 % pada first-pass metabolism, sehingga yang masuk ke
sirkulasi tinggal 5 %; jika karena proses menua destruksi obat mengalami penurunan
(hanya 90 %) maka yang tersisa menjadi 10% dan sejumlah tersebut yang masuk ke
sirkulasi. Jadi akibat penurunan aktivitas enzim
• tersebut maka destruksi obat berkurang dan
dosis yang masuk ke sirkulasi meningkat dua
kali lipat. Obat dengan farmakokinetik seperti
kondisi tersebut di atas disebut sebagai obat
dengan high first-pass effect; contohnya
nifedipin dan verapamil
Distribusi obat (pengaruh perubahan komposisi tubuh & faal
organ akibat penuaan)

1. Sesuai pertambahan usia maka akan terjadi perubahan komposisi tubuh. Komposisi tubuh manusia sebagian
besar dapat digolongkan kepada komposisi cairan tubuh dan lemak tubuh. Pada usia bayi, komposisi cairan
tubuh tentu masih sangat dominan; ketika beranjak besar maka cairan tubuh mulai berkurang dan
digantikan dengan massa otot yang sebenarnya sebagian besar juga berisi cairan. Saat seseorang beranjak
dari dewasa ke usia lebih tua maka jumlah cairan tubuh akan berkurang akibat berkurangnya pula massa
otot. Sebaliknya, pada usia lanjut akan terjadi peningkatan komposisi lemak tubuh. Persentase lemak pada
usia dewasa muda sekitar 8-20% (laki-laki) dan 33% pada perempuan; di usia lanjut meningkat menjadi 33%
pada laki-laki dan 40-50% pada perempuan. Keadaan tersebut akan sangat mempengaruhi distribusi obat di
dalam plasma. Distribusi obat larut lemak (lipofilik) akan meningkat dan distribusi obat larut air (hidrofilik)
akan menurun. Konsentrasi obat hidrofilik di plasma akan meningkat karena jumlah cairan tubuh menurun.
Dosis obat hidrofilik mungkin harus diturunkan sedangkan interval waktu pemberian obat lipofilik mungkin
harus dijarangkan.

2. Kadar albumin dan a1-acid glycoprotein juga dapat mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh.
Hipoalbuminemia sesungguhnya tidak semata-mata disebabkan oleh proses menjadi tua namun juga dapat
disebabkan oleh penyakit yang diderita. Tinggi rendahnya kadar albumin terutama berpengaruh pada obat-
obat yang afinitasnya terhadap albumin memang cukup kuat seperti naproxen. Kadar naproxen bebas dalam
plasma sangat dipengaruhi oleh afinitasnya pada albumin. Pada kadar albumin normal maka kadar obat
bebas juga normal; pada kadar albumin yang rendah maka kadar obat bebas akan sangat meningkat
sehingga bahaya efek samping lebih besar.
Metabolic Clearance
• Faal hepar
Massa hepar berkurang setelah seseorang berumur 50 tahun; aliran darah ke hepar juga
berkurang. Secara umum metabolisme obat di hepar (biotransformasi) terjadi di retikulum
endoplasmik hepatosit, yaitu dengan bantuan enzim mikrosom. Biotransformasi biasanya
mengakibatkan molekul obat menjadi lebih polar sehingga kurang larut dalam lemak dan
mudah dikeluarkan melalui ginjal. Reaksi kimia yang terjadi dibagi dua yaitu reaksi oksidatif
(fase 1) dan reaksi konyugasi (fase 2). Reaksi fase satu dapat berupa oksidasi, reduksi
maupun hidrolisis; obat menjadi kurang aktif atau menjadi tidak aktif sama sekali. Reaksi
fase 1 (melalui sistem sitokhrom P- 450, tidak memerlukan energi) biasanya terganggu
dengan bertambahnya umur seseorang. Reaksi fase dua berupa konyugasi molekul obat
dengan gugus glukuronid, asetil atau sulfat; memerlukan energi dari ATP; metabolit menjadi
inaktif. Reaksi fase 2 ini tidak mengalami perubahan dengan bertambahnya usia.
Reaksi oksidatif dipengaruhi pula oleh beberapa hal seperti: merokok, indeks ADL's (=
Activities of Daily Living) Barthel serta berat ringannya penyakit yang diderita pasien geriatri.
Keadaan-keadaan tersebut dapat mengakibatkan kecepatan biotransformasi obat berkurang
dengan kemungkinan terjadinya peningkatan efek toksik obat.
Faal ginjal

• Fungsi ginjal akan mengalami penurunan sejalan dengan


pertambahan umur. Kalkulasi fungsi ginjal dengan
menggunakan kadar kreatinin plasma tidak tepat
sehingga sebaiknya menggunakan rumus Cockroft-Gault,
 
• CCT = (140-umur) x BB (kg) (dalam ml/menit)
• ––––––––––––––––
• 72 x [kreatinin]plasma
dikali 0,85 untuk pasien perempuan
• GFR dapat diperhitungkan dengan mengukur kreatinin urin 24 jam; dibandingkan
dengan kreatinin plasma. Dengan menurunnya GFR pada usia lanjut maka diperlukan
penyesuaian dosis obat; sama dengan pada usia dewasa muda yang dengan gangguan
faal ginjal. Penyesuaian dosis tersebut memang tak ada patokannya yang sesuai dengan
usia tertentu; namun pada beberapa penelitian dipengaruhi antara lain oleh skor ADL’s
Barthel. Pemberian obat pada pasien geriatri tanpa memperhitungkan faal ginjal
sebagai organ yang akan mengekskresikan sisa obat akan berdampak pada
kemungkinan terjadinya akumulasi obat yang pada gilirannya bisa menimbulkan efek
toksik.
 
Patokan penyesuaian dosis juga dapat diperoleh dari informasi tentang waktu paruh obat.

T 1/2 = 0,693 x volume distribusi


––––––––––––––
clearance
contoh:
• antipyrine, distribusi plasma menurun,
clearance juga menurun sehingga hasil akhir T
1/2 tidak berubah. Sebaliknya pada obat
flurazepam, terdapat sedikit peningkatan
volume distribusi dan sedikit penurunan
clearance maka hasil akhirnya adalah
meningkatnya waktu paruh yang cukup besar.
PERUBAHAN FARMAKODINAMIKA

Sensitivitas jaringan terhadap obat juga mengalami


perubahan sesuai pertambahan umur seseorang.
Mempelajari perubahan farmakodinamik usia lanjut lebih
kompleks dibanding farmakokinetiknya karena efek obat
pada seseorang pasien sulit di kuantifikasi; di samping itu
bukti bahwa perubahan farmakodinamik itu memang harus
ada dalam keadaan bebas pengaruh efek perubahan
farmakokinetik. Perubahan farmakodinamik dipengaruhi
oleh degenerasi reseptor obat di jaringan yang
mengakibatkan kualitas reseptor berubah atau jumlah
reseptornya berkurang.
Berikut ini disampaikan beberapa contoh obat yang sering digunakan pada
usia lanjut dengan beberapa pertimbangan sesuai respons yang bisa berbeda

1. Warfarin: perubahan farmakokinetik tak ada, maka perubahan respon yang ada adalah
akibat perubahan farmakodinamik. Sensitivitas yang meningkat adalah akibat
berkurangnya sintesis faktor-faktor pembekuan pada usia lanjut.
2. Nitrazepam: perubahan respons juga terjadi tanpa perubahan farmakokinetik yang
berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pada usia lanjut sensitivitas terhadap nitrazepam
memang meningkat. Lebih lanjut data menunjukkan bahwa pemberian diazepam
intravena pada pasien usia lanjut memerlukan dosis yang lebih kecil dibandingkan
pasien dewasa muda, selain itu efek sedasi yang diperoleh memang lebih kuat
dibandingkan pada usia dewasa muda.
3. Triazolam: pemberian obat ini pada warga usia lanjut dapat mengakibatkan postural
sway-nya bertambah besar secara signifikan dibandingkan dewasa muda.
4. Sensitivitas obat yang berkurang pada usia lanjut juga terlihat pada pemakaian obat
propranolol. Penurunan frekuensi denyut nadi setelah pemberian propranolol pada
usia 50-65 tahun ternyata lebih rendah dibandingkan mereka yang berusia 25-30
tahun. Efek tersebut adalah pada reseptor b1; efek pada reseptor b2 yakni
penglepasan insulin dan vasodilatasi akibat pemberian isoprenalin tidak terlihat.
No Obat 1 Obat 2 Level Efek Penanganan
1 Allopurinol Purinetol 1 Efek toksik dan Turunkan dosis mercaptopurin
farmakologi thiopurin 25% dari dosis lazim.
meningkat Pantau fungsi hematologi

2 Aminofilin Alprazolam 3 Aminofilin Tidak perlu tindakan


mengantagonis efek pencegahan khusus. Sesuaikan
sedatif dari dosis benzodiazepin bila perlu
benzodiazepin
3 Amitriptilin Flukonazol 2 Kadar amitriptilin Pantau respons klinik pasien
meningkat sehingga efek dan konsentrasi amitriptilin
terapi dan efek samping ketika flukonazol dihentikan.
juga meningkat Sesuaikan dosis amitriptilin jika
perlu

4 Asetosal Glibenklamid 2 Dapat meningkatkan Pantau kadar glukosa darah.


efek hipoglikemia dari Turunkan dosis glibenklamid
sulfonylurea jika terjadi hipoglikemia.
Pertimbangkan untuk
menggunakan obat alternatif
lain seperti parasetamol atau
AINS

5 Asetosal Warfarin 1 Dapat meningkatkan Pantau INR. Sesuaikan dosis


aktifitas antikoagulan. antikoagulan

6 Belladona Amitriptilin 3 Dapat menurunkan Sesuaikan dosis amitriptilin


kadar serum amitriptilin berdasarkan respon pasien.
dan Pisahkan
  pengobatan PPOK pada pasien   pemantauan kadar
dengan sejarah NIDDM glukosa darah

5 Peresepan obat antikolinergik Dapat menyebabkan Turunkan dosis obat


untuk mencegah efek agitasi, delirium, dan antipsikotik atau
ekstrapiramidal dari obat gangguan kognisi lakukan penilaian
antipsikotik ulang kebutuhan akan
obat tersebut

6 Peresepan jangka panjang Mengantuk gangguan Terapi tanpa obat dan


diphenoxilate untuk pengobatan kognitif dan diet atau berikan
diare ketergantungan loperamide

7 Peresepan Cyclobenzaprine Mengantuk, Terapi tanpa obat


atau methocarbamol untuk agitasi, dan (fisioterapi, aplikasi
pengobatan kejang otot disorientasi. panas & dingin atau
TENS (Transcutaneous
electrical nerve
stimulation)
D. Peresepan pada Kasus Diabetes
No. Peresepan Obat dalam Praktik Risiko bagi Pasien Alternatif Terapi
1 Peresepan Klorpropamid untuk Dapat menyebabkan Gunakan obat hipoglikemik
pengobatan NIDDM Syndrome of Inappropriate oral dengan waktu paruh
Antidiuretic Hormone pendek.
secretion (SIADH); Penggunaan generasi kedua
hiponatremia dapat terjadi. sulfonilurea (gliburid,
Klorpropamid juga mempunyai glipizid) untuk NIDDM telah
waktu paruh lebih dari 24 jam menggantikan penggunaan
menyebabkan hipoglikemia obat generasi pertama.

2 Peresepan Mefformin pada pasien Dapat menyebabkan lactic Gunakan dengan perhatian
dengan kerusakan ginjal atau hati acidosis dan mungkin khusus, kurangi dosis.
berakibat fatal Hindari pada gagal ginjal
yang parah.

3 Peresepan glitazone untuk Dapat menyebabkan Hentikan penggunaan obat


pengobatan diabetes akumulasi cairan yang tersebut.
berlebihan
E. Pesesepan pada PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
No. Peresepan Obat dalam Praktik Risiko bagi Pasien Alternatif Terapi
1 Peresepan bronkodilator Mula kerja (onset) lebih Penggunaan inhalasi b-
b-agonis kerja pendek secara oral pada lambat dan efek samping agonis kerja panjang
pasien dengan PPOK stabil lebih banyak lebih
6 Peresepan AINS untuk pengobatan Dapat meningkatkan risiko Terapi tanpa obat atau
osteoarthritis pada pasien yang sedang perdarahan parasetamol atau AINS dengan
menggunakan warfarin obat gastroprotektif

7 Peresepan jangka panjang AINS untuk Dapat menyebabkan retensi Terapi tanpa obat atau
pengobatan osteoarthritis pada pasien dengan garam dan air, dapat parasetamol atau Pemantauan
sejarah gagal jantung memperburuk gagal jantung ketat pada gagal jantung

8 Peresepan jangka panjang piroksikam, Risiko perdarahan lebih besar pada Terapi tanpa obat atau
ketorolac, atau asam mefenamat untuk saluran pencernaan atas yang parasetamol: ganti dengan AINS
pengobatan nyeri dihubungkan dengan penggunaan berbeda atau ganti dengan
kodein
AINS lain.

9 Peresepan jangka panjang AINS untuk Dapat menyebabkan retensi Terapi tanpa obat, parasetamol;
pasien dengan sejarah hipertensi garam dan air, dan memperburuk atau asetosal atau pemantauan
hipertensi ketat tekanan darah

10 Peresepan jangka panjang indometasin Dapat menyebabkan gastropathy, Allopurinol atau AINS dosis
untuk pengobatan gout efek samping neurologik dan intermittent sesuai kebutuhan
retensi garam dan air

11 Peresepan jangka panjang AINS untuk Dapat menyebabkan gastropathy, Parasetamol


pengobatan osteoarthritis perdarahan, serta retensi garam
dan air
C Peresepan pada Penggunaan obat Anti-Inflamasi Non Steroid (AINS) dan Analgesik lainnya

No. Peresepan Obat dalam Praktik Risiko bagi Pasien Alternatif Terapi

1 Peresepan jangka panjang obat AINS Dapat menyebabkan Terapi tanpa obat atau
untuk pengobatan osteoarthritis pada kambuhnya tukak lambung parasetamol atau AINS
pasien dengan sejarah tukak lambung dengan obat gastroprotektif

2 Peresepan fenilbutazon untuk Dapat menyebabkan depresi Parasetamol atau dosis


pengobatan osteoarthritis kronis sumsum tulang (bone- intermittent AINS kelas
marrow depression) lainnya

3 Peresepan asetosal untuk pengobatan Dapat menyebabkan risiko Parasetamol


nyeri pada pasien yang sedang perdarahan
menggunakan warfarin
4 Peresepan jangka panjang dari Dapat menyebabkan jatuh, Langkah awal dengan terapi
meperidin atau pentazocin untuk nyeri fraktur, sindrom delirium, tanpa obat, kemudian
ketergantungan dan parasetamol, kemudian
withdrawal kodein, morfin, atau
hydromorphon jika
diperlukan.

5 Peresepan jangka panjang AINS untuk Dapat memperburuk gagal Terapi tanpa obat, kemudian
pengobatan osteoarthritis pada pasien ginjal, dapat menyebabkan parasetamol
dengan gagal ginjal kronik retensi garam dan air
6 Peresepan jangka panjang benzodiazepin Dapat menyebabkan jatuh, Lozapine atau haloperidol,
waktu paruh panjang untuk pengobatan fraktur, sindrom delirium, risperidon
agitasi pada demensia ketergantungan dan
withdrawal

7. Peresepan antidepresan trisiklik untuk Dapat memperburuk hipotensi SSRI, dengan pemantauan
pengobatan depresi pada pasien dengan postural, dan menyebabkan tekanan darah
sejarah hipotensi postural jatuh

8 Peresepan jangka panjang triazolam Dapat menyebabkan Terapi tanpa obat atau dosis
untuk pengobatan insomnia abnormalitas kognitif dan rendah benzodiazepin waktu
tingkah laku paruh pendek

9. Peresepan klorpromazin untuk Dapat memperburuk hipotensi High-potency neuroleptic


pengobatan psikosis pada pasien dengan postural, dan menyebabkan seperti haloperidol,
sejarah hipotensi postural jatuh dengan pemantauan
tekanan darah.

10. Peresepan antidepresan trisiklik Dapat menyebabkan efek SSRI


metabolit aktif (seperti : imipramin atau samping antikolinergik
amitriptyline) untuk pengobatan
depresi
2 Peresepan antidepresan trisiklik Dapat memperburuk SSRI
untuk pengobatan depresi pada glaucoma, menyebabkan
pasien dengan sejarah glaukoma, retensi urin pada pasien
BPH atau heart block dengan BPH, atau
memperparah heart
block. Dapat
menyebabkan hipotensi
ortostatik

3 Peresepan barbiturat jangka Dapat menyebabkan Terapi tanpa obat atau


panjang untuk pengobatan jatuh, fraktur, sindrom dosis rendah
insomnia delirium, ketergantungan benzodiazepin waktu
dan withdrawal paruh pendek

4 Peresepan SSRI pada pasien yang Dapat memperberat efek Hindari kombinasi,
sedang mendapatkan suatu MAO yang tidak diharapkan dari pastikan telah melewati
inhibitor untuk pengobatan SSRI wash- out period paling
depresi tidak 7 hari jika
dilakukan penggantian
dari MAO inhibitor ke
SSRI

5 Peresepan jangka panjang Dapat menyebabkan Terapi tanpa obat atau


benzodiazepin dengan waktu jatuh, fraktur, sindrom obat lain tergantung
paruh panjang untuk pengobatan delirium, ketergantungan penyebab kecemasan.
kecemasan dan withdrawal
5 Peresepan Diuretik Dapat Obat
tiazida untuk memperberat/ antihiperten
hipertensi pada pasien memperburuk si lainnya
dengan sejarah gout gout

6 Peresepan Calsium Dapat Diuretik atau ACE


Channel Blocker untuk memperburu Inhibitor atau
hipertensi pada pasien k gagal keduanya
dengan sejarah gagal jantung
jantung

7 Peresepan penghambat Dapat Diuretik atau ACE


b-adrenergik untuk memperburu Inhibitor.
hipertensi pada pasien k gagal Penghambat b-
dengan sejarah gagal jantung
adrenergik
jantung
dengan dosis
lebih rendah serta
pantau efeknya
8 Peresepan jangka Dapat Calsium Channel
panjang penghambat b- memperburuk Blocker
adrenergik untuk angina penyakit Raynaud
atau hipertensi pada
pasien dengan sejarah
penyakit Raynaud

B. Peresepan pada Penggunaan Obat Psikotropik


No. Peresepan Obat Risiko bagi Alternatif Terapi
dalam Praktik Pasien

1 Peresepan jangka Dapat menyebab- Terapi tanpa obat


panjang benzodiazepin kan jatuh, fraktur, atau
dengan waktu paruh sindrom delirium, benzodiazepin
panjang untuk ketergantungan dengan waktu
pengobatan insomnia dan withdrawal paruh pendek
A. PERESEPAN PADA KASUS PENYAKIT KARDIOVASKULER
No. Peresepan Obat Risiko bagi Alternatif Terapi
dalam Praktik Pasien

1 Peresepan obat Dapat Kelas lain dari


penghambat memperburuk obat
b-adrenergik untuk penyakit antihipertensi
pernafasan
hipertensi pada pasien
dengan sejarah asma atau
PPOK
2 Peresepan obat Dapat Nitrat atau Calsium
penghambat b- adrenergik memperburuk Channel Blocker
untuk angina pada pasien penyakit
dengan sejarah asma atau pernafasan, atau
PPOK atau gagal jantung gagal jantung

3 Peresapan Reserpin Dosis tinggi dapat Obat antihipentensi


untuk pengobatan lain
hipertensi menyebabkan
depresi dan efek
ekstrapiramidal.
Dosis rendah sudah
dapat menimbulkan
hipotensi ortostatik.

4 Peresapan Disopyramid Dapat menyebabkan Digoksin,


untuk pengobatan atrial efek samping Kuinidin,
fibrilasi antikolinergik dan Prokainamid
kematian akibat
serangan jantung
mendadak.
6 Disopyramide Antimuskarinik kuat JIka mungkin gunakan
dan efek inotropik obat antiaritmia lain.
negatif Gunakan dengan dosis
yang diturunkan

7 Teofilin Sindrom delirium, Indeks terapi sempit, risiko


mual, aritmia toksisitas meningkat
karena perubahan
farmakokinetik dan
bersihan menurun pada
gagal jantung. Secara
umum tidak
dipertimbangkan sebagai
terapi pilihan pertama.b-
agonis inhalasi / dan
kortikosteroid inhalasi lebih
dianjurkan.

8 Pentoksifilin Hipotensi, pusing, Efikasi terbatas pada


muka kemerahan. penyakit pembuluh darah
Dapat mempotensiasi tepi. Diragukan
efek antihipertensi.
kemanjurannya pada
panyakit pembuluh darah
jantung (cerebrovascular).
Pantau tekanan darah.
9 Warfarin Respon antikoagulan Mulai dengan dosis yang
meningkat dan risiko lebih rendah. Pantau INR
perdarahan. Adanya secara teratur. Hindari
interaksi obat penggunaan bersama
dengan obat yang
berinteraksi secara
bermakna dengan warfarin
2 Benzodiazepi n Sindrom delirium, Secara umum tidak
(Seperti mengantuk, gangguan direkomendasikan karena
diazepam, ingatan, jatuh, waktu paruh yang panjang
oksazepam, ketergantungan dan toksisitasnya. Tersedia
temazepam, obat yang lebih aman untuk
nitrazepam) insomnia.
Coba dengan langkah tanpa
obat untuk insomnia dan
kecemasan. Hindari obat
dengan waktu paruh
panjang (diazepam,
flunitrazepam,
klordiazepoksid,
nitrazepam)

3 Phenothiazine Sindrom delirium, Yakinkan adanya indikasi


(seperti : mengantuk, efek yang sesuai.
Klorpromazin, antikolinergik, efek Gunakan dosis terendah
thioridazin, ekstrapiramidal, yang masih mungkin,
proklorperazin) tardive dyskinesia, hindari penggunaan jangka
akathisia panjang jika
memungkinkan.

4 Butirofenon Sindrom delirium, Yakinkan adanya indikasi


(seperti mengantuk, efek yang sesuai.
haloperidol) ekstrapiramidal, Gunakan dosis terendah
tardive dyskinesia, yang masih mungkin,
akathisia hindari penggunaan jangka
panjang jika
memungkinkan.

5 Antidepresan Efek entikolinergik, Jangan diberikan


trisiklik hipotensi, jatuh. antidepresan trisiklik, mulai
(seperti : dengan dosis rendah dan
amitriptilin, secara perlahan
imipramin, ditingkatkan. Berikan
doxepine, sebagai dosis tunggal pada
dethiepin) malam hari.
5 Verapamil Konstipasi, bradikardi, Hindari pada gagal
pusing, gagal jantung jantung. Pantau adanya
konstipasi.
6 Nitrat & Hipotensi postural, Mulai dengan dosis lebih
Nicorandi pusing, sakit kepala
l rendah. Pantau tekanan
darah
7 ACE - Inhibitor Hiperkalemia, Mulai dengan dosis kecil,
kerusakan pinjal, Pantau tekanan darah,
hipotensi, batuk. fungsi ginjal dan kadar
kalium dalam darah
G. DIUTERIK
1 Loop dan Dehidrasi, hipotensi, Gunakan dosis terendah
tiazida (seperti hiponatremia, yang masih
: furosemid, hipokalemia, memungkinkan. Pantau
hidroklortiazid) hiperglikemia, elektrolit dan glukosa.
hiperurisemia,
inkontinensia,
sindrom delirium

2 Diuretik hemat Hiperkalemia Pantau kadar kalium


kalium (terutama jika
(Potassium- digunakan bersama
sparing) suatu ACE-inhibitor)
seperti
amilorid

H. OBAT PSIKOTROPIK
1 Barbiturat Sedasi, sindrom Secara umum tidak
(seperti : delirium, osteoporosis, direkomendasikan karena
fenobarbital ketergantungan waktu paruh yang panjang
, pirimidon) dan toksisitasnya. Tersedia
obat yang lebih aman
untuk insomnia dan
epilepsi
E. OBAT ANTIPARKINSON
1 Amantadine Sindrom delirium, Tidak direkomendasikan.
udem perifer, ruam Jika harus, gunakan dosis
kulit rendah.

2 Antikoligergik Sindrom delirium, Secara umum tidak


(seperti : retensi urin, hipotensi direkomendasikan,
benztropin, postural kadang-kadang berguna
benzhexol) jika tremor sukar
disembuhkan dengan
pengobatan lain.

3 Levodopa Sindrom delirium, Gunakan dosis terendah


halusinasi, hipotensi yang masih efektif.
postural, mual,
gerakan involunter
(involuntary
movements)

F. OBAT KARDIOVASKULAR
1 Metildopa Depresi, hipotensi Tidak direkomendasikan -
postural, bradikardi
Tersedia obat yang lebih
aman
2 Reserpin Depresi, sedasi, Tidak direkomendasikan -
hipotensi postural Tersedia obat yang lebih
aman

3 Prazosin Stress incontinence, Bukan obat pilihan untuk


hipertensi- Tersedia obat
hipotensi postural yang lebih aman

4 Penghambat Depresi, keletihan, Hindari pada pasien asma,


Beta bronkospasme, PPOK, dan penyakit
bradikardi, hipotensi, pembuluh darah tepi.
memperparah penyakit Propranolol dan timolol
pembuluh darah tepi, tidak direkomendasikan
insomnia, mimpi yang karena tingginya kejadian
hidup (vivid dreams) efek yang tidak diinginkan
      bermakna, kecuali bila
dilakukan pemantauan
kadar obat dalam
darah (Therapeutic
Drug Monitoring=
TDM)
2 Sulfametoxaz Reaksi hipersensitif Trimetoprim tunggal
ol/ yang serius (Steven memberikan efek
Trimetoprim Johnson syndrome, yang sebanding ( dan
(cotrimoxazol blood dyscrasias) lebih aman) untuk
e) infeksi saluran kemih.
C. OBAT ANTI-DIABETIK
1 Sulfonilurea Meningkatkan risiko Lebih dianjurkan untuk
oral kerja hipoglikemia. menggunakan obat
panjang Risiko SIADH dengan dengan sifat kerja lebih
(seperti Klorpropamid pendek (seperti: gliklazid,
klorpropamid, glipizid).
glibenklamid, Klorpropamid sebaiknya
glimepirid ) tidak digunakan karena
waktu paruhnya sangat
panjang

2 Phenformin, Lactic acidosis Metformin lebih


Metformine (terutama jika ada dianjurkan (kejadian
kerusakan ginjal, lactic acidosis lebih
kerusakan hati, atau jarang). Kurangi dosis
penyakit jantung) dan pada kerusakan ginjal.
mungkin berakibat Hindari pada gagal ginjal
fatal yang berat.

D. OBAT ANTI-PIRAI (ANTI-GOUT)


1 Allopurinol Ruam kulit, gagal ginjal Kurangi dosis sampai 100
- 200 mg per hari

2 Kolkisin Diare, dehidrasi Tidak direkomendasikan


untuk terapi kronis.
    Efek Tidak
Diharapkan yang
 
No. Obat Pertimbangan dan
Bermakna Rekomendasi

A. ANALGESIK
1 AINS & Tukak dan perdarahan Gunakan parasetamol
penghambat pada saluran
terlebih dahulu . Pantau
COX-2 pencernaan, gagal ginjal,
retensi cairan, dan fungsi ginjal, keadaan
sindrom delirium. Juga jantung, tekanan darah.
mungkin mengantagonis Hindari penggunaan
efek obat antihipertensi
indometasin dan
fenilbutazon karena
meningkatkan kejadian efek
yang tidak diharapkan (SSP
dan hematologikal)
2 Analgesik Sedasi, depresi Mulai dengan dosis rendah
narkotik pernafasan, konstipasi, dan naikkan secara
hipotensi, sindrom perlahan.
delirium Pantau efek yang tidak
diharapkan. Cegah
konstipasi dengan makanan
berserat, cairan dan/atau
menggunakan pencahar
asalkan sesuai dengan
pedoman yang berlaku

B. ANTIBIOTIKA    
1 Aminoglikosi Gagal ginjal, Gunakan dosis lebih
da (seperti kehilangan fungsi rendah.
gentamisin) pendengaran Hindari jika terjadi
kerusakan ginjal yang
  Pasien mempunyai masalah medik yang sedang dalam pengobatan
dengan dosis obat berlebih (risiko toksik). Sebagai contoh: tidak
dilakukannya penyesuaian dosis pada pemakaian antibiotika
sefotaksim pada pasien yang telah mengalami penurunan fungsi
ginjal, atau tidak dilakukannya penurunan dosis digoksin yaitu obat
dengan indeks terapi sempit saat melakukan penggantian dari
sediaan oral (tablet atau eliksir) atau dari sediaan l.M ke sediaan l.V.

7. Reaksi Obat yang tidak Diharapkan


Pasien mempunyai masalah medik sebagai akibat dari reaksi obat
yang tidak diharapkan atau efek samping. Reaksi tersebut dapat
diduga maupun tidak terduga, seperti tukak lambung akibat AINS,
ruam akibat antibiotika
Banyak obat yang dapat menyebabkan sindrom delirium pada
pasien geriatri contohnya benzodiazepin dan antidepresan trisiklik;
hipotensi postural pada penggunaan obat antihipertensi atau
diuretik.

8 Interaksi Obat
Pasien mempunyai masalah medik disebabkan interaksi obat- obat,
obat - makanan, obat - laboratorium.
Meningkatnya risiko hiperkalemia pada pasien yang menggunakan
kombinasi obat antihipertensi kaptopril dengan spironolakton;
pemberian kaptopril tidak pada saat lambung kosong dimana
absorpsi kaptopril dapat berkurang dengan adanya makanan.
Masalah yang berkaitan dengan Penggunaan Obat

Terdapat indikasi medik/pengobatan yang tidak mendapatkan obat


(untreated indication)
Kondisi medik pasien memerlukan terapi obat tetapi pasien tidak
mendapatkan obat untuk indikasi tersebut. Sebagai contoh, seorang
pasien dengan tekanan darah tinggi atau glaukoma tetapi tidak diberikan
obat untuk masalah tersebut.

Terapi obat diberikan padahal ti dak terdapat indikasi Pasien


mendapatkan obat untuk suatu kondisi medik tertentu yang tidak
memerlukan terapi obat, seperti kegemukan (obesity)

Pilihan obat yang tidak tepat


Terapi obat diindikasikan tetapi pasien mendapatkan obat yang salah.
Sebagai contoh yang sering terjadi adalah pasien dengan infeksi bakteri
mendapatkan resep obat yang resisten pada bakteri yang menginfeksinya

Dosis yang subterapi


Kondisi medik pasien memerlukan terapi obat dan pasien mendapatkan
obat yang tepat tetapi dosisnya di bawah dosis terapi, misalnya
dosis insulin yang terlalu rendah.

Gagal mendapatkan obat


Kondisi medik pasien menunjukkan diperlukannya terapi obat, tetapi
karena alasan farmasetik, psikologis, sosiologis, atau alasan ekonomi
pasien tidak mendapatkan obat. Sebagai contoh: pemilihan tablet yang
tidak boleh digerus padahal pasien tidak mampu menelan obat;
peresepan obat yang banyak dengan rejimen dosis yang kompleks akan
membuat pasien dementia menjadi pasien lupa meminum obat.

Dosis berlebih atau dosis toksik


  Pasien mempunyai masalah medik yang sedang dalam pengobatan
dengan dosis obat berlebih (risiko toksik). Sebagai contoh: tidak
dilakukannya penyesuaian dosis pada pemakaian antibiotika
sefotaksim pada pasien yang telah mengalami penurunan fungsi
ginjal, atau tidak dilakukannya penurunan dosis digoksin yaitu obat
dengan indeks terapi sempit saat melakukan penggantian dari
sediaan oral (tablet atau eliksir) atau dari sediaan l.M ke sediaan l.V.

7. Reaksi Obat yang tidak Diharapkan


Pasien mempunyai masalah medik sebagai akibat dari reaksi obat
yang tidak diharapkan atau efek samping. Reaksi tersebut dapat
diduga maupun tidak terduga, seperti tukak lambung akibat AINS,
ruam akibat antibiotika
Banyak obat yang dapat menyebabkan sindrom delirium pada
pasien geriatri contohnya benzodiazepin dan antidepresan trisiklik;
hipotensi postural pada penggunaan obat antihipertensi atau
diuretik.

8 Interaksi Obat
Pasien mempunyai masalah medik disebabkan interaksi obat- obat,
obat - makanan, obat - laboratorium.
Meningkatnya risiko hiperkalemia pada pasien yang menggunakan
kombinasi obat antihipertensi kaptopril dengan spironolakton;
pemberian kaptopril tidak pada saat lambung kosong dimana
absorpsi kaptopril dapat berkurang dengan adanya makanan.
Syarat pengobatan pasen Geriatri
secara terpadu
• Tahap 1 (Forming): anggota yang akan
bergabung berkumpul untuk pertama kalinya;
menyatakan kesepakatan bersama tentang
pentingnya pembentukan tim ini. Seluruh ide
dasar/ide awal dijabarkan; semua keinginan
dan impian tiap anggota diuraikan dengan
jelas agar masing-masing memahami buah
pikiran setiap anggota.
• Tahap 2 (Norming): mulai melakukan pendefinisian, penjabaran, penguraian lebih rinci
tentang peran, kewajiban dan tugas masing- masing. Setiap anggota akan melihat
kemungkinan terdapatnya tumpang tindih dari berbagai peran masing-masing sehingga
konflik bisa terjadi. Proses pemahaman tentang kemungkinan perselisihan akibat
tumpang tindih tugas dapat diatasi manakala terungkap adanya tujuan bersama yang
harus dicapai, yakni kesembuhan dan pemulihan pasien secara paripurna. Konflik masih
potensial timbul karena masing-masing disiplin merasa paling memiliki kompetensi (atau
setidaknya lebih kompeten dari pada disiplin lainnya). Perbedaan latar belakang
pendidikan/pelatihan dan kurang- lancarnya komunikasi disadari merupakan hal yang
harus diselesaikan dengan bijak. Keadaan ini diatasi dengan mengedepankan pengertian
dan pendekatan interdisiplin serta pentingnya komunikasi antara anggota sebagai
landasan tercapainya pengertian bersama. Kesepakatan tercapai karena masing-masing
anggota temyata mempunyai visi yang sama. Akhimya Tim Terpadu Geriatri yang kompak
bisa melakukan konsolidasi, keberadaan Ketua Tim lebih bersifat fungsional. Tujuan, visi,
misi dan program
• kerja serta rencana kerja dapat segera disusun bersama; selanjutnya agenda kerja
dan cara mengukur keberhasilan kerja Tim Terpadu Geriatri mulai dijabarkan
secara rinci.

• Tahap 3 (Performing): Ketua Tim menegaskan kembali pengertian pendekatan


interdisiplin yang berbeda dari multidisiplin, paradisiplin maupun pandisiplin.
Selain itu, perbedaan yang ada dapat disikapi dengan tingkat toleransi yang tinggi
dan dianggap sebagai aset positif. Setiap anggota saling membantu dan saling
mendukung; mereka berpartisipasi aktif dan self-initiated. Pertemuan teratur,
secara berkala dapat dilaksanakan dengan baik dan tingkat kehadiran yang tinggi.
Hubungan antar anggota semakin baik; rasa saling percaya tumbuh semakin kuat.
Konflik yang kadang-kadang bisa muncul maupun kritikan tajam dianggap sebagai
sarana untuk meningkatkan keberhasilan program kerja. Tingkat produktivitas dan
aktivitas problem solving semakin meningkat.
•  
• Tim Terpadu Geriatri yang sudah terbentuk harus tetap mampu
melibatkan diri secara aktif dalam berbagai upaya di rumah sakit
maupun program lain yang berbasis komunitas. Hal tersebut penting
mengingat keberadaan tim ini tidak boleh hanya sebatas formalitas.
Penting pula untuk dipahami beberapa aspek yang berperan
menunjang keberadaan Tim Terpadu Geriatri rumah sakit. Berikut ini
disampaikan beberapa aspek yang berperan pada pembentukan
• berlangsungnya kinerja Tim Terpadu Geriatri:
1. Aspek profesional/personal
2. Aspek intra-tim
3. Aspek organisasi/institusional
4. Mempertahankan tim (team maintenance)
Aspek profesional/personal:

• Menyangkut bagaimana keinginan dan komitmen setiap anggota untuk


bergabung ke dalam tim ini dan meningkatkan kinerjanya.
• Komitmen untuk memahami dan mempelajari ranah pengetahuan disiplin
lain
• q Komitmen di atas ditujukan untuk mempererat jalinan hubungan kerja
yang seimbang dan memperkecil jurang perbedaan serta mempermudah
komunikasi karena diharapkan setiap anggota mempunyai bahasa yang
sama dalam menanggapi persoalan pasien secara bersama.
Keterbukaan pikiran untuk senantiasa menerima hal-hal baru.
• Memadukan ekspertise disiplin dengan kebutuhan pasien dan keluarga.
• Pengembangan pendekatan interdisiplin bersama-sama dengan anggota
tim yang lain.
Aspek intra-tim

1. Kesepakatan tentang tempat kerja bersama dan interaksi formal


maupun informal.
2. Memaksimalkan komunikasi (pertemuan rutin; teknologi
komunikasi).
3. Kepemimpinan fungsional secara kolektif.
4. Pencapaian tujuan bersama.
5. Memaksimalkan pendekatan secara interdisiplin.
6. Masing-masing memahami peran setiap anggota.
7. Manajemen konflik yang efektif; setiap konflik adalah sehat dan
membangun.
•  
Aspek organisasi/institusional:
1. Organisasi/institusi tempat kerja (rumah sakit) memahami konsep penanganan
pasien secara interdisiplin.
2. Dukungan yang konsisten dari rumah sakit.
3. Organisasi di luar tim ini mengenal keberadaan Tim Terpadu Geriatri dan
bersedia bekerja sama untuk kepentingan pasien.

Aspek mempertahankan tim:


4. Tim memperbaiki kinerjanya secara terus menerus dan berkesinambungan
(prosesnya, protokol-protokol, produk-produk lain).
5. Tim berupaya mendorong minat dan kinerja anggota (yang baru maupun yang
lama).

Anda mungkin juga menyukai