• Oral bioavailability
Sejak 60 tahun yang lalu Vanzant dkk (1932) telah melaporkan terjadinya aklorhidria
(berkurangnya produksi asam lambung) dengan bertambahnya usia seseorang.
Aklorhidria terdapat pada 20-25% dari mereka yang berusia 80 tahun dibandingkan
dengan 5% pada mereka yang berusia 30 tahun-an. Maka obat-obat yang absorbsinya di
lambung dipengaruhi oleh keasaman lambung akan terpengaruh seperti: ketokonazol,
flukonazol, indometasin, tetrasiklin dan siprofloksasin.
Akhir-akhir ini dibicarakan pengaruh enzim gut-associated cytochrom P-450. Aktivitas
enzim ini dapat mempengaruhi bioavailability obat yang masuk per oral. Beberapa obat
mengalami destruksi saat penyerapan dan metabolisme awal di hepar (first-pass
metabolism di hepar); obat-obat ini lebih sensitif terhadap perubahan bioavailability
akibat proses menua. Sebagai contoh, sebuah obat yang akibat aktivitas enzim tersebut
mengalami destruksi sebanyak 95 % pada first-pass metabolism, sehingga yang masuk ke
sirkulasi tinggal 5 %; jika karena proses menua destruksi obat mengalami penurunan
(hanya 90 %) maka yang tersisa menjadi 10% dan sejumlah tersebut yang masuk ke
sirkulasi. Jadi akibat penurunan aktivitas enzim
• tersebut maka destruksi obat berkurang dan
dosis yang masuk ke sirkulasi meningkat dua
kali lipat. Obat dengan farmakokinetik seperti
kondisi tersebut di atas disebut sebagai obat
dengan high first-pass effect; contohnya
nifedipin dan verapamil
Distribusi obat (pengaruh perubahan komposisi tubuh & faal
organ akibat penuaan)
1. Sesuai pertambahan usia maka akan terjadi perubahan komposisi tubuh. Komposisi tubuh manusia sebagian
besar dapat digolongkan kepada komposisi cairan tubuh dan lemak tubuh. Pada usia bayi, komposisi cairan
tubuh tentu masih sangat dominan; ketika beranjak besar maka cairan tubuh mulai berkurang dan
digantikan dengan massa otot yang sebenarnya sebagian besar juga berisi cairan. Saat seseorang beranjak
dari dewasa ke usia lebih tua maka jumlah cairan tubuh akan berkurang akibat berkurangnya pula massa
otot. Sebaliknya, pada usia lanjut akan terjadi peningkatan komposisi lemak tubuh. Persentase lemak pada
usia dewasa muda sekitar 8-20% (laki-laki) dan 33% pada perempuan; di usia lanjut meningkat menjadi 33%
pada laki-laki dan 40-50% pada perempuan. Keadaan tersebut akan sangat mempengaruhi distribusi obat di
dalam plasma. Distribusi obat larut lemak (lipofilik) akan meningkat dan distribusi obat larut air (hidrofilik)
akan menurun. Konsentrasi obat hidrofilik di plasma akan meningkat karena jumlah cairan tubuh menurun.
Dosis obat hidrofilik mungkin harus diturunkan sedangkan interval waktu pemberian obat lipofilik mungkin
harus dijarangkan.
2. Kadar albumin dan a1-acid glycoprotein juga dapat mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh.
Hipoalbuminemia sesungguhnya tidak semata-mata disebabkan oleh proses menjadi tua namun juga dapat
disebabkan oleh penyakit yang diderita. Tinggi rendahnya kadar albumin terutama berpengaruh pada obat-
obat yang afinitasnya terhadap albumin memang cukup kuat seperti naproxen. Kadar naproxen bebas dalam
plasma sangat dipengaruhi oleh afinitasnya pada albumin. Pada kadar albumin normal maka kadar obat
bebas juga normal; pada kadar albumin yang rendah maka kadar obat bebas akan sangat meningkat
sehingga bahaya efek samping lebih besar.
Metabolic Clearance
• Faal hepar
Massa hepar berkurang setelah seseorang berumur 50 tahun; aliran darah ke hepar juga
berkurang. Secara umum metabolisme obat di hepar (biotransformasi) terjadi di retikulum
endoplasmik hepatosit, yaitu dengan bantuan enzim mikrosom. Biotransformasi biasanya
mengakibatkan molekul obat menjadi lebih polar sehingga kurang larut dalam lemak dan
mudah dikeluarkan melalui ginjal. Reaksi kimia yang terjadi dibagi dua yaitu reaksi oksidatif
(fase 1) dan reaksi konyugasi (fase 2). Reaksi fase satu dapat berupa oksidasi, reduksi
maupun hidrolisis; obat menjadi kurang aktif atau menjadi tidak aktif sama sekali. Reaksi
fase 1 (melalui sistem sitokhrom P- 450, tidak memerlukan energi) biasanya terganggu
dengan bertambahnya umur seseorang. Reaksi fase dua berupa konyugasi molekul obat
dengan gugus glukuronid, asetil atau sulfat; memerlukan energi dari ATP; metabolit menjadi
inaktif. Reaksi fase 2 ini tidak mengalami perubahan dengan bertambahnya usia.
Reaksi oksidatif dipengaruhi pula oleh beberapa hal seperti: merokok, indeks ADL's (=
Activities of Daily Living) Barthel serta berat ringannya penyakit yang diderita pasien geriatri.
Keadaan-keadaan tersebut dapat mengakibatkan kecepatan biotransformasi obat berkurang
dengan kemungkinan terjadinya peningkatan efek toksik obat.
Faal ginjal
1. Warfarin: perubahan farmakokinetik tak ada, maka perubahan respon yang ada adalah
akibat perubahan farmakodinamik. Sensitivitas yang meningkat adalah akibat
berkurangnya sintesis faktor-faktor pembekuan pada usia lanjut.
2. Nitrazepam: perubahan respons juga terjadi tanpa perubahan farmakokinetik yang
berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pada usia lanjut sensitivitas terhadap nitrazepam
memang meningkat. Lebih lanjut data menunjukkan bahwa pemberian diazepam
intravena pada pasien usia lanjut memerlukan dosis yang lebih kecil dibandingkan
pasien dewasa muda, selain itu efek sedasi yang diperoleh memang lebih kuat
dibandingkan pada usia dewasa muda.
3. Triazolam: pemberian obat ini pada warga usia lanjut dapat mengakibatkan postural
sway-nya bertambah besar secara signifikan dibandingkan dewasa muda.
4. Sensitivitas obat yang berkurang pada usia lanjut juga terlihat pada pemakaian obat
propranolol. Penurunan frekuensi denyut nadi setelah pemberian propranolol pada
usia 50-65 tahun ternyata lebih rendah dibandingkan mereka yang berusia 25-30
tahun. Efek tersebut adalah pada reseptor b1; efek pada reseptor b2 yakni
penglepasan insulin dan vasodilatasi akibat pemberian isoprenalin tidak terlihat.
No Obat 1 Obat 2 Level Efek Penanganan
1 Allopurinol Purinetol 1 Efek toksik dan Turunkan dosis mercaptopurin
farmakologi thiopurin 25% dari dosis lazim.
meningkat Pantau fungsi hematologi
2 Peresepan Mefformin pada pasien Dapat menyebabkan lactic Gunakan dengan perhatian
dengan kerusakan ginjal atau hati acidosis dan mungkin khusus, kurangi dosis.
berakibat fatal Hindari pada gagal ginjal
yang parah.
7 Peresepan jangka panjang AINS untuk Dapat menyebabkan retensi Terapi tanpa obat atau
pengobatan osteoarthritis pada pasien dengan garam dan air, dapat parasetamol atau Pemantauan
sejarah gagal jantung memperburuk gagal jantung ketat pada gagal jantung
8 Peresepan jangka panjang piroksikam, Risiko perdarahan lebih besar pada Terapi tanpa obat atau
ketorolac, atau asam mefenamat untuk saluran pencernaan atas yang parasetamol: ganti dengan AINS
pengobatan nyeri dihubungkan dengan penggunaan berbeda atau ganti dengan
kodein
AINS lain.
9 Peresepan jangka panjang AINS untuk Dapat menyebabkan retensi Terapi tanpa obat, parasetamol;
pasien dengan sejarah hipertensi garam dan air, dan memperburuk atau asetosal atau pemantauan
hipertensi ketat tekanan darah
10 Peresepan jangka panjang indometasin Dapat menyebabkan gastropathy, Allopurinol atau AINS dosis
untuk pengobatan gout efek samping neurologik dan intermittent sesuai kebutuhan
retensi garam dan air
No. Peresepan Obat dalam Praktik Risiko bagi Pasien Alternatif Terapi
1 Peresepan jangka panjang obat AINS Dapat menyebabkan Terapi tanpa obat atau
untuk pengobatan osteoarthritis pada kambuhnya tukak lambung parasetamol atau AINS
pasien dengan sejarah tukak lambung dengan obat gastroprotektif
5 Peresepan jangka panjang AINS untuk Dapat memperburuk gagal Terapi tanpa obat, kemudian
pengobatan osteoarthritis pada pasien ginjal, dapat menyebabkan parasetamol
dengan gagal ginjal kronik retensi garam dan air
6 Peresepan jangka panjang benzodiazepin Dapat menyebabkan jatuh, Lozapine atau haloperidol,
waktu paruh panjang untuk pengobatan fraktur, sindrom delirium, risperidon
agitasi pada demensia ketergantungan dan
withdrawal
7. Peresepan antidepresan trisiklik untuk Dapat memperburuk hipotensi SSRI, dengan pemantauan
pengobatan depresi pada pasien dengan postural, dan menyebabkan tekanan darah
sejarah hipotensi postural jatuh
8 Peresepan jangka panjang triazolam Dapat menyebabkan Terapi tanpa obat atau dosis
untuk pengobatan insomnia abnormalitas kognitif dan rendah benzodiazepin waktu
tingkah laku paruh pendek
4 Peresepan SSRI pada pasien yang Dapat memperberat efek Hindari kombinasi,
sedang mendapatkan suatu MAO yang tidak diharapkan dari pastikan telah melewati
inhibitor untuk pengobatan SSRI wash- out period paling
depresi tidak 7 hari jika
dilakukan penggantian
dari MAO inhibitor ke
SSRI
H. OBAT PSIKOTROPIK
1 Barbiturat Sedasi, sindrom Secara umum tidak
(seperti : delirium, osteoporosis, direkomendasikan karena
fenobarbital ketergantungan waktu paruh yang panjang
, pirimidon) dan toksisitasnya. Tersedia
obat yang lebih aman
untuk insomnia dan
epilepsi
E. OBAT ANTIPARKINSON
1 Amantadine Sindrom delirium, Tidak direkomendasikan.
udem perifer, ruam Jika harus, gunakan dosis
kulit rendah.
F. OBAT KARDIOVASKULAR
1 Metildopa Depresi, hipotensi Tidak direkomendasikan -
postural, bradikardi
Tersedia obat yang lebih
aman
2 Reserpin Depresi, sedasi, Tidak direkomendasikan -
hipotensi postural Tersedia obat yang lebih
aman
A. ANALGESIK
1 AINS & Tukak dan perdarahan Gunakan parasetamol
penghambat pada saluran
terlebih dahulu . Pantau
COX-2 pencernaan, gagal ginjal,
retensi cairan, dan fungsi ginjal, keadaan
sindrom delirium. Juga jantung, tekanan darah.
mungkin mengantagonis Hindari penggunaan
efek obat antihipertensi
indometasin dan
fenilbutazon karena
meningkatkan kejadian efek
yang tidak diharapkan (SSP
dan hematologikal)
2 Analgesik Sedasi, depresi Mulai dengan dosis rendah
narkotik pernafasan, konstipasi, dan naikkan secara
hipotensi, sindrom perlahan.
delirium Pantau efek yang tidak
diharapkan. Cegah
konstipasi dengan makanan
berserat, cairan dan/atau
menggunakan pencahar
asalkan sesuai dengan
pedoman yang berlaku
B. ANTIBIOTIKA
1 Aminoglikosi Gagal ginjal, Gunakan dosis lebih
da (seperti kehilangan fungsi rendah.
gentamisin) pendengaran Hindari jika terjadi
kerusakan ginjal yang
Pasien mempunyai masalah medik yang sedang dalam pengobatan
dengan dosis obat berlebih (risiko toksik). Sebagai contoh: tidak
dilakukannya penyesuaian dosis pada pemakaian antibiotika
sefotaksim pada pasien yang telah mengalami penurunan fungsi
ginjal, atau tidak dilakukannya penurunan dosis digoksin yaitu obat
dengan indeks terapi sempit saat melakukan penggantian dari
sediaan oral (tablet atau eliksir) atau dari sediaan l.M ke sediaan l.V.
8 Interaksi Obat
Pasien mempunyai masalah medik disebabkan interaksi obat- obat,
obat - makanan, obat - laboratorium.
Meningkatnya risiko hiperkalemia pada pasien yang menggunakan
kombinasi obat antihipertensi kaptopril dengan spironolakton;
pemberian kaptopril tidak pada saat lambung kosong dimana
absorpsi kaptopril dapat berkurang dengan adanya makanan.
Masalah yang berkaitan dengan Penggunaan Obat
8 Interaksi Obat
Pasien mempunyai masalah medik disebabkan interaksi obat- obat,
obat - makanan, obat - laboratorium.
Meningkatnya risiko hiperkalemia pada pasien yang menggunakan
kombinasi obat antihipertensi kaptopril dengan spironolakton;
pemberian kaptopril tidak pada saat lambung kosong dimana
absorpsi kaptopril dapat berkurang dengan adanya makanan.
Syarat pengobatan pasen Geriatri
secara terpadu
• Tahap 1 (Forming): anggota yang akan
bergabung berkumpul untuk pertama kalinya;
menyatakan kesepakatan bersama tentang
pentingnya pembentukan tim ini. Seluruh ide
dasar/ide awal dijabarkan; semua keinginan
dan impian tiap anggota diuraikan dengan
jelas agar masing-masing memahami buah
pikiran setiap anggota.
• Tahap 2 (Norming): mulai melakukan pendefinisian, penjabaran, penguraian lebih rinci
tentang peran, kewajiban dan tugas masing- masing. Setiap anggota akan melihat
kemungkinan terdapatnya tumpang tindih dari berbagai peran masing-masing sehingga
konflik bisa terjadi. Proses pemahaman tentang kemungkinan perselisihan akibat
tumpang tindih tugas dapat diatasi manakala terungkap adanya tujuan bersama yang
harus dicapai, yakni kesembuhan dan pemulihan pasien secara paripurna. Konflik masih
potensial timbul karena masing-masing disiplin merasa paling memiliki kompetensi (atau
setidaknya lebih kompeten dari pada disiplin lainnya). Perbedaan latar belakang
pendidikan/pelatihan dan kurang- lancarnya komunikasi disadari merupakan hal yang
harus diselesaikan dengan bijak. Keadaan ini diatasi dengan mengedepankan pengertian
dan pendekatan interdisiplin serta pentingnya komunikasi antara anggota sebagai
landasan tercapainya pengertian bersama. Kesepakatan tercapai karena masing-masing
anggota temyata mempunyai visi yang sama. Akhimya Tim Terpadu Geriatri yang kompak
bisa melakukan konsolidasi, keberadaan Ketua Tim lebih bersifat fungsional. Tujuan, visi,
misi dan program
• kerja serta rencana kerja dapat segera disusun bersama; selanjutnya agenda kerja
dan cara mengukur keberhasilan kerja Tim Terpadu Geriatri mulai dijabarkan
secara rinci.