Anda di halaman 1dari 25

STATUS GIZI

• Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,


spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU no. 36 tahun 2009).
→ Pengertian ini memberikan makna, bahwa keadaan sehat akan
memungkinkan setiap orang hidup sejahtera.
• Tingkat kesehatan seseorang dipengaruhi beberapa faktor di
antaranya bebas dari penyakit atau cacat, keadaan sosial ekonomi
yang baik, keadaan lingkungan yang baik, dan status gizi juga baik.
• Status gizi (nutritional satus) adalah keadaan yang diakibatkan
oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dan
kebutuhan zat gizi oleh tubuh. Status gizi sangat dipengaruhi oleh
asupan gizi.
STATUS GIZI

• Status gizi seseorang tergantung dari asupan gizi dan


kebutuhannya, jika antara asupan gizi dengan kebutuhan tubuhnya
seimbang, maka akan menghasilkan status gizi baik.
• Kelebihan asupan gizi dibandingkan dengan kebutuhan akan
disimpan dalam bentuk cadangan dalam tubuh. → Contoh :
seseorang yang kelebihan asupan karbohidrat yang mengakibatkan
glukosa darah meningkat, akan disimpan dalam bentuk lemak
dalam jaringan adiposa tubuh. Sebaliknya seseorang yang asupan
karbohidratnya kurang dibandingkan kebutuhan tubuhnya, maka
cadangan lemak akan diproses melalui proses katabolisme menjadi
glukosa darah kemudian menjadi energi tubuh.
• Anak yang berat badannya kurang disebabkan oleh asupan gizinya
yang kurang, hal ini mengakibatkan cadangan gizi tubuhnya
dimanfaatkan untuk kebutuhan dan aktivitas tubuh.
• Kekurangan asupan gizi dari makanan dapat mengakibatkan
penggunaan cadangan tubuh, sehingga dapat menyebabkan
kemerosotan jaringan. Kemerosotan jaringan ini ditandai dengan
penurunan berat badan atau terhambatnya pertumbuhan tinggi
badan.
• Pada kondisi ini sudah terjadi perubahan kimia dalam darah atau
urin. Selanjutnya akan terjadi perubahan fungsi tubuh menjadi
lemah, dan mulai muncul tanda yang khas akibat kekurangan zat
gizi tertentu. Akhirnya muncul perubahan anatomi tubuh yang
merupakan tanda sangat khusus, misalnya pada anak yang
kekurangan protein, kasus yang terjadi menderita kwashiorkor.
Efek Obat dan Status Gizi (Gizi Kurang)
• Status gizi yang buruk menggambarkan pada turunnya kadar
protein plasma dapat mempengaruhi farmakokinetik obat, meliputi
proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
• Efek obat terhadap tubuh pada dasarnya merupakan interaksi obat
dengan reseptornya, efek ini tergantung pada jumlah obat yang
terangkut oleh protein plasma (albumin) dan jumlah ambilan oleh
reseptor pada target organ.
• Asupan energi-protein yang tidak adekuat, adanya malnutrisi
energi protein, dan hipoalbuminemia dapat mengakibatkan
absorpsi dan transportasi obat ke target organ tidak efektif (Johana
et al., 2010).
• Mekanisme terjadinya efek samping disebabkan turunnya albumin
yang berikatan dengan metabolit (obat) yang menyebabkan kadar
obat dalam darah meningkat sehingga kadar obat bebas
meningkat menyebabkan kadar terapetik dalam obat melebihi
kadar toksik obat yang menimbulkan efek samping obat.
Efek Obat dan Status Gizi

• Pengukuran status gizi salah satunya ditentukan oleh


IMT (Indeks Massa Tubuh) yang menyatakan batasan
berat badan normal orang dewasa, orang yang berada
dibawah ukuran berat badan normal mempunyai resiko
terhadap infeksi, sementara orang yang diatas ukuran
normal mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit
degenerative (Supariasa et al., 2002).
Efek Obat dan Status Gizi (Efek Obat pada
GIT)
• Beberapa efek khusus obat pada status gizi, yatu:
1. Perubahan asupan makanan akibat dari perubahan nafsu makan,
perubahan pada indera pengecapan dan penciuman, atau mual dan
muntah
2. Perubahan absorpsi zat gizi akibat perubahan pH dan motilitas
saluran pencernaan, penurunan aktivitas asam empedu,
pembentukan kompleks obat dan makanan sehingga mekanisme
transportasi zat gizi pada usus menjadi tidak aktif atau terjadi
kerusakan mukosa saluran pencernaan.
3. Iritasi dan pendarahan pada saluran cerna.
4. Perubahan metabolisme dan ekskresi zat gizi.
Obat dan Penurunan Nafsu Makan (Gizi
Kurang)
• Efek samping obat atau pengaruh obat secara langsung,
dapat mempengaruhi nafsu makan.
• Kebanyakan stimulan CNS dapat mengakibatkan
anorexia.
• Efek samping obat yang berdampak pada gangguan
CNS dapat mempengaruhi kemampuan dan keinginan
untuk makan.
• Obat-obatan penekan nafsu makan dapat menyebabkan
terjadinya penurunan berat badan yang tidak diinginkan
dan ketidakseimbangan nutrisi.
Obat-obatan yang mempengaruhi nafsu makan (Gizi
Kurang):
2) Obat dan Penurunan Nafsu Makan
Obat yang menekan nafsu Obat yang meningkatkan nafsu
makan makan
Amfetamin dan senyawa yang Antidepresi
berhubungan Amitriptilin
Benzfetamin Antihistamin
Fenfluramin Siproheptadin
Fenmetrazin
Fenilpropanolamin

Antibiotik
Amfoterisin B
Gentamisin
Metronidazole
Zidovudin (Anti Retroviral)
Preparat digitalis
Obat-obatan yang mempengaruhi nafsu makan (Gizi
Kurang)
• Metabolisme Obat-obatan dan zat gizi
mendapatkan enzim yang sama ketika sampai di
usus dan hati. Akibatnya beberapa obat dapat
menghambat aktifitas enzim yang dibutuhkan
untuk memetabolisme zat gizi.
• Contoh: penggunaan metotrexate pada
pengobatan kanker menggunakan enzim yang
sama yang dipakai untuk mengaktifkan folat.
Sehingga efek samping dari penggunaan obat
ini adalah defisiensi asam folat.
• Ekskresi Obat-obatan dapat mempengaruhi dan mengganggu
eksresi zat gizi dengan mengganggu reabsorbsi pada ginjal
dan menyebabkan diare atau muntah.
• Ekskresi obat juga dapat dipengaruhi oleh diet nutrien seperti
protein dan serat, atau nutrien yang mempengaruhi pH urin.
Interaksi Obat dan Makanan yang Dapat
Menurunkan Kinerja Sistem Pencernaan
• Absorbsi Obat-obatan yang dikenal luas dapat mempengaruhi
absorbsi zat gizi adalah obat- obatan yang memiliki efek
merusak terhadap mukosa usus. → Antineoplastik,
antiretroviral, NSAID dan sejumlah antibiotik diketahui
memiliki efek tersebut.
• Mekanisme penghambatan absorbsi tersebut meliputi:
pengikatan antara obat dan zat gizi (drug-nutrient binding)
contohnya Fe, Mg, Zn, dapat berikatan dengan beberapa
jenis antibiotik; mengubah keasaman lambung seperti pada
antacid dan antiulcer sehingga dapat mengganggu
penyerapan B12, folat dan besi; serta dengan cara
penghambatan langsung pada metabolisme atau perpindahan
saat masuk ke dinding usus.
3. TERAPI PENGGUNAAN OBAT PADA
GERIATRIK (LANJUT USIA)

• Reaksi merugikan & interaksi obat yg


terjadi pd orang lanjut usia adalah 3-7 kali
lebih banyak daripada mereka yg berusia
pertengahan & dewasa muda  orang
lansia menggunakan banyak obat krn
penyakit-penyakit kronik & banyaknya
komplikasi penyakit pada lansia.
3. TERAPI PENGGUNAAN OBAT PADA
GERIATRIK (LANJUT USIA)
• Masalah tambahan yg juga
mengakibatkan reaksi yg merugikan dari
obat-obat adalah :
- Pengobatan diri sendiri dengan obat-
obat bebas
- memakai obat yang diresepkan utk
masalah kesehatan yang lain
3. TERAPI PENGGUNAAN OBAT PADA
GERIATRIK (LANJUT USIA)
• Masalah tambahan yg juga
mengakibatkan reaksi yg merugikan dari
obat-obat adalah :
- Dosis yg berlebihan jika gejala-gejala tidak
mereda
- Menggunakan obat yg diresepkan utk
orang lain
- Proses penuaan fisiologis yg terus
berjalan.
3. TERAPI PENGGUNAAN OBAT PADA
GERIATRIK (LANJUT USIA)

• Pada lanjut usia, obat-obat yg bersifat


asam kurang diserap karena sekresi
lambung yg basa.
• Obat-obat tetap berada didalam saluran
gastrointestinal karena motilitas lambung
berkurang.
3. TERAPI PENGGUNAAN OBAT PADA
GERIATRIK
• Curah jantung & aliran darah yg melalui
sistem sirkulasi berkurang, mempengaruhi
aliran darah ke hati dan ginjal  setelah
usia 65 tahun, fungsi berkurang 35%, usia
70 tahun, aliran darah ke ginjal berkurang
50%.
• Disfungsi hati akibat proses penuaan
menurunkan fungsi enzim menurunkan
kemampuan hati utk memetabolisir dan
meningkatkan risiko toksisitas obat.
3. TERAPI PENGGUNAAN OBAT PADA
GERIATRIK
• Adanya disfungsi hati & ginjal, efektifitas dari
suatu dosis obat akan berkurang  hati dan
ginjal adalah 2 organ utama yg bertanggung
jawab utk klirens (bersihan) obat dari tubuh.
• Jika efisiensi ke-2 sistem tubuh ini
berkurang, maka waktu paruh (t1/2) obat
diperpanjang & toksisitas obat akan terjadi 
perlu menilai fungsi ginjal dan memantau
keluaran urin dan nilai-nilai laboratorium dari
nitrogen urea darah (BUN = Blood Urea
Nitrogen) dan kreatinin serum (Cr).
3. TERAPI PENGGUNAAN OBAT PADA
GERIATRIK

• Untuk menilai fungsi hati, enzim-enzim hati


(SGOT, SGPT, Alkali posphatase, dll) perlu
diperiksa  kadar yg meningkat
menunjukkan adanya kemungkinan disfungsi
hati
3. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien
Lansia

• Peresepan yang tidak tepat dan


polifarmasi merupakan problem utama
dalam terapi dengan obat pada pasien
lanjut usia.
• Keahlian klinis farmasis, termasuk
evaluasi terhadap pengobatan, dapat
digunakan untuk memperbaiki
pelayanan dalam bidang ini.
3. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien
Lansia

• Tujuan terapi obat pada pasien lanjut usia


harus ditetapkan dalam rangka
mengoptimalkan hasil terapi.
• Perbaikan kualitas hidup, titrasi dosis,
pemilihan obat, dan bentuk sediaan
obat yang tepat serta pengobatan
penyebab penyakit bukan sekedar
gejalanya merupakan semua tindakan
yang sangat diperlukan.
3. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien
Lansia

• Efek samping obat lebih sering terjadi


pada populasi lanjut usia. Pasien lanjut
usia tiga kali lebih beresiko masuk rumah
sakit akibat efek samping obat. Hal ini
berpengaruh secara bermakna terhadap
segi finansial seperti halnya implikasi
teraupetik.
3. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien
Lansia

• Kepatuhan penggunaan obat sering kali


mengalami penurunan karena beberapa
gangguan pada lanjut usia. Kesulitan
dalam hal membaca, bahasa, mendengar
dan ketangkasan, semuanya dapat
berperan dalam masalah ini.
3. Terapi/penggunaan Obat pada Pasien
Lansia
• Faktor ketidakpatuhan penggunaan obat
terhadap aturan obat pada lanjut usia:
1.Memakai terlalu banyak pengobatan pada
waktu berbeda-beda.
2.Tidak mengerti tujuan/alasan pemakaian
obat
3.Menurunnya daya ingat
4.Berkurangnya mobilitas & keluwesan gerak
5.Efek samping dan reaksi merugikan dari obat

Anda mungkin juga menyukai