Anda di halaman 1dari 13

STUDI KASUS FARMASI KOMUNITAS

KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. apt. Titik Sunarni, M.Si

Oleh:

Helena Maria Oematan

2120424735

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN 41

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SETIA BUDI

SURAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek (SPKA), pelayanan
kefarmasian di apotek meliputi aspek Sumber Daya Manusia (SDM), sarana
dan prasarana, pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya,
administrasi, pelayanan dan evaluasi mutu pelayanan. Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek(SPKA)ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat
dari pelayanan yang tidak profesional, melindungi profesi dari tuntutan
masyarakat yang tidak wajar, sebagai pedoman dalam pengawasan praktek
apoteker dan untuk pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di
apotek (Depkes RI 2004)

Konseling merupakan bagian dari aspek pelayanan kefarmasian di


apotek. Peran penting konseling pasien adalah memperbaiki kualitas hidup
pasien dan menyediakan pelayanan yang bermutu untuk pasien (Rantucci
2009). Banyak penelitian yang membuktikan keefektifan penyediaan informasi
dan pemberian konseling oleh apoteker. Pemberian konseling dan informasi
kepada pasien sangat bermanfaat untuk meningkatkan kepatuhan dan
mencegah kegagalan terapi obat pasien.

Apoteker harus mengetahui secara rinci obat yang sering dipakai dalam
pengobatan dan mampu menginformasikannya kepada konsumen, karena tidak
semua konsumen tahu dan sadar yang harus dilakukan tentang obat-obatan
(Depkes RI 2006). Untuk memberikan informasi tentang obat, apoteker harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, pengetahuan untuk mencari
literatur dan jalan untuk mengakses literatur tersebut (Tietze 2004). Aspek
pelayanan kefarmasian mengharuskan adanya informasi obat yang benar dan
jelas (Handayani et al.2006). Dalam melaksanakan konseling, dibutuhkan
fasilitas berupa buku atau literatur khusus yang membahas obat dan penyakit
yang masuk dalam kriteria konseling (Purwanti et al. 2004). Suatu informasi
mengenai obat yang lengkap, jelas, tidak menyesatkan dan dapat
dipertanggung jawabkan berupa buku literatu, Jurnal penelitian dan panduan
pengobatan sangat dibutuhkan oleh tenaga kesehatan dan dapat
menginformasikannya kepada masyarakat yang hendak melakukan
swamedikasi.

Pentingnya peran apoteker saat ini yang harus menjalankan praktik


sesuai standar dan tidak sekedar berorientasi pada drug oriented tetapi juga
patient oriented, sehingga apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien
dalam memberikan konseling sehingga tujuan dari pengobatan pasien tarcapai
(Depkes RI2004).

B. Tujuan

1. Mengetahui cara pemberian KIE yang baik tentang penggunaan obat


kepada pasien
2. Mengetahui cara membangun komunikasi yang baik antara apoteker dan
pasien
3. Memberikan informasi dan edukasi cara penggunaan obat Profertil,
Metformin 500mg dan Santa-E 400 IU
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan salah satu masalah
ginekologi tersering pada perempuan usia reproduksi. Berdasarkan European Society
for Human Reproduction and Embryology/American Society for Reproductive
Medicine didapatkan prevalensi SOPK sebesar 15-20%. Diagnosis sindrom ini
ditegakkan berdasarkan dua dari tiga kriteria Rotterdam 2003 yaitu oligo-anovulasi
atau anovulasi kronik, tanda klinis dan atau biokimiawi hiperandrogenemia dan
gambaran ovarium polikistik. Prevalensi SOPK sangat beragam bergantung pada
populasi dan kriteria diagnosis.
Secara umum, SOPK banyak terdiagnosis pada perempuan usia reproduksi,
namun SOPK sendiri merupakan kelainan terkait genetik yang dapat ditemukan pada
seluruh perempuan berbagai usia. Pada penelitian Michelmore dkk (1999) di Inggris
didapatkan prevalensi SOPK pada rentang usia 18-25 tahun sebesar 33%. Diamanti
Kandarakis dkk (1999) pada penelitiannya di Yunani mendapatkan usia rata-rata dari
perempuan SOPK sebesar (24.6 ± 1.8) , penelitian Knochenhauer dkk (1998) di USA
pada perempuan SOPK kulit putih dan kulit hitam sebesar (29.4 ± 7.1 dan 31.1 ± 7.8,
berturut-turut), sedangkan di Indonesia pada penelitian yang dilakukan oleh
Sumapraja dkk (2011) didapatkan frekuensi tertinggi pada rentang usia 26-30 tahun,
yaitu sebesar 45.7%.
Alasan yang paling sering menjadi penyebab pasien dengan sindrom ini
datang ke dokter ialah adanya gangguan pada siklus menstruasi (85-90% dengan
oligomenore dan 30-40% dengan amenore sekunder), infertilitas (90%–95%), serta
kelainan lainnya seperti hirsutisme (70%) dan akne (15-30%). Berdasarkan hasil
penelitian Sumapraja, terdapat sebanyak 44.8% pasien SOPK yang memiliki fenotip
gangguan ovulasi dan ovarium polikistik.
Kemampuan diagnosis serta tatalaksana SOPK merupakan kebutuhan yang
perlu diperhatikan dalam bidang endokrinologi reproduksi, khususnya pada
penanganan infertilitas. SOPK merupakan salah satu penyebab pada kasus infertilitas,
karena itu melalui buku ini diharapkan mampu menambah wawasan, keahlian, dan
keterampilan untuk mendiagnosis dan menatalaksana SOPK pada pasien yang
mempunyai faktor risiko, gejala dan tanda klinis sehingga dapat digunakan oleh para
klinisi di Indonesia sebagai kebijakan atau pedoman yang pada akhirnya diharapkan
dapat menurunkan angka kejadian morbiditas SOPK secara bermakna melalui terapi
yang tepat dan cepat.
Pada penelitian mengenai SOPK pada berbagai ras etnik, ditemukan bahwa
prevalensi SOPK pada berbagai ras tidak berbeda, tetapi ras berpengaruh terhadap
manifestasi klinis (resistensi insulin, obesitas, hiperandrogenisme, dislipidemia)
SOPK. Perbedaan manifestasi klinis ini mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan,
seperti pola makan, kebiasaan olahraga, dan gaya hidup.
Gejala pasien SOPK cukup bervariasi dengan yang tersering dikeluhkan
oleh pasien adalah gangguan ovulasi berupa oligo hingga amenorea, infertilitas, serta
hirsutisme. Keadaan ini dihubungkan dengan perubahan hormonal-biokimia,
termasuk adanya resistensi insulin dan peningkatan androgen plasma.
Gambaran ovarium polikistik berdasarkan kriteria Rotterdam 2003 adalah
ditemukannya folikel sejumlah 12 atau lebih dengan diameter 2 – 9 mm pada masing
– masing ovarium dan/atau peningkatan volume ovarium (> 10ml. Berbeda pada
kelompok pasien yang mengonsumsi pil kontrasepsi oral, untuk memenuhi definisi di
atas hanya diperlukan satu ovarium.

B. DIAGNOSIS SPOK
1. Pemeriksaan resistensi insulin
Resistensi insulin pada pasien SPOK umumnya berkaitan dengan obesitas.
Resistensi insulin menggambarkan gangguan respon biologis terhadap insulin dan
proses metabolik. Sebagian besar pasien SOPK menderita resistensi insulin dan saat
ini merupakan etiologi tersering menyebabkan SOPK dan juga gejala – gejala klinik
yang sering terjadi seperti jerawat, hirsutisme, serta peningkatan serum androgen.
Achantosis nigricans merupakan salah satu tanda patognomonik dari resistensi
insulin, yang juga cukup sering ditemui pada pasien SOPK.
2. Diagnosis SOPK pada Remaja
Metode diagnosis SOPK perlu diperhatikan untuk diaplikasikan pada remaja
(usia di bawah 18 tahun) dengan SOPK, hal ini disebabkan beberapa fenotipe SOPK
pada dewasa merupakan variasi normal dari perubahan fisiologis yang terjadi pada
transisi hormonal masa pubertas. Fenotipe SOPK yang masih tidak begitu terlihat
kemudian akan menjadi jelas setelah berusia diatas 18 tahun. Adapun berdasarkan
panduan praktik klinis oleh Committee Endocrine Society tahun 2013 ditegakkannya
diagnosis SOPK pada remaja dengan adanya 2 gejala yaitu tanda klinis atau biokimia
hiperandrogenisme; dan (ii) gangguan ovulasi kronik. Hiperandrogenisme secara
biokimia pada remaja dapat dinilai dengan kadar testosterone total dan testosterone
bebas, 2 tahun setelah menarche. Menurut sejumlah studi kadar hormon tersebut
dinyatakan sebanding dengan kadar hormon pada dewasa. Hingga kini belum ada
studi yang menilai perkembangan rambut sejak remaja hingga dewasa terkait
hirsutisme, namun suatu studi terkait pemeriksaan fisik pada perempuan berusia 18 –
45 tahun melaporkan bahwa skor Ferriman – Gallwey yang dimodifikasi tidak
dipengaruhi oleh usia. Oleh karena itu, kriteria hiperandrogenisme untuk dewasa
dapat digunakan pada remaja 2 tahun setelah menarche. Walaupun gangguan siklus
menstruasi merupakan salah satu bentuk maturasi reproduksi normal, namun
oligomenorrhea berkepanjangan pada remaja usia 14 – 19 tahun merupakan prediksi
disfungsi ovarium persisten kemudian hari. Selain itu oligomenorreha/amenorrhea
minimal selama 2 tahun setelah menarche dan/atau amenorrhea primer hingga usia 16
tahun, setelah eksklusi penyebab sekunder, perlu diperhatikan sebagai gejala SOPK.
Rekomendasi
Pemeriksaan testosteron bebas lebih sensitif untuk menegakkan kondisi
hiperandrogenisme (Rekomendasi C) Baku emas untuk menilai sensitivitas insulin
adalah pemeriksaan klem euglikemik, alternatif lainnya adalah HOMA atau QUICKI
(Rekomendasi C) Nilai titik potong nisbah gula darah puasa per insulin puasa adalah
10,1 IU/ml yang dapat digunakan sebagai kriteria minor diagnosis SOPK
(Rekomendasi C).

C. PENATALAKSANAAN SPOK
 Modifikasi gaya hidup : Diet (karbohidrat,lemak, serat)
 Aktivitas fisik
 Klomifen Sitrat sebagai Pilihan Utama pada Induksi Ovulasi
Cara kerja : Klomifen sitrat adalah terapi lini pertama induksi ovulasi pada siklus
anovulasi yang memiliki angka keberhasilan sebesar 70-80%. Angka kehamilan
pada pasien SOPK yang respon terhadap klomifen sitrat yaitu rata-rata sebesar 15%
per siklus. Syarat pemberian klomifen sitrat yaitu adanya aksis hipotalamus-hipofisis
yang normal agar induksi ovulasi dapat terjadi. Klomifen sitrat bekerja dengan cara
mengikat reseptor estrogen di hipotalamus sehingga terjadi umpan balik positif
estrogen terhadap hipotalamus. Blokade reseptor estrogen ini akan meningkatkan
produksi GnRH dari hipotalamus yang kemudian akan menstimulasi perkembangan
folikel
Dosis : Pemberian klomifen sitrat diawali dengan dosis 50 mg/hari melalui rute oral
selama 5 hari yang dimulai pada hari ke-2 hingga ke-5 siklus menstruasi. Dosis
dapat ditingkatkan hingga 100 mg/hari jika tidak terdapat respons atau dikurangi
menjadi 25 mg/hari jika respons terlalu berlebihan. Resistensi terhadap klomifen
sitrat terjadi jika tidak terdapat ovulasi setelah diberikan klomifen sitrat selama enam
siklus berturut turut dengan dosis 150 mg.
Efek samping : klomifen sitrat harus segera dihentikan terutama jika terjadi
gangguan pengelihatan.81 Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa klomifen
sitrat dapat meningkatkan kejadian kehamilan kembar sebesar 5-7% dan triplet
sebesar 0.3%. Efek samping lainnya seperti hiperstimulasi ovarium juga dapat
terjadi namun insidensnya kurang dari 1%. Pemeriksaan ultrasonografi dibutuhkan
untuk menilai respons ovarium, menentukan waktu bersenggama yang tepat kepada
pasien, menilai perkembangan endometrium, dan mengkonfirmasi terjadinya
ovulasi.
 Metformin 500mg
Cara kerja : Metformin menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer serta menurunkan oksidasi lemak.
Dengan demikian, hiperinsulinemia dapat ditekan sehingga terjadi penurunan kadar
androgen. Pemberian metformin dapat menggeser keseimbangan endokrin terhadap
ovulasi dan kehamilan. Metformin dapat menurunkan kadar insulin puasa tetapi
tidak mempengaruhi indeks massa tubuh atau rasio pinggang-pinggul.
Efek Samping : Efek samping penggunaan metformin yaitu mual, muntah hingga
gangguan gastrointestinal lainnya seperti kembung. Metformin dikontraindikasikan
bagi pasien dengan gangguan ginjal karena berhubungan dengan kondisi asidosis
laktat dan penurunan absorpsi vitamin B12.
Dosis Metformin : Dosis awal metformin yang diberikan yaitu 250-500 mg/hari
melalui rute oral dan ditingkatkan hingga dosis optimal yaitu 1500-2250 mg yang
dibagi dalam 3 kali pemberian. Metformin seringkali menyebabkan efek samping
pada sistem gastrointestinal seperti kembung, mual, muntah hingga diare sehingga
sebaiknya dikonsumsi bersama makanan. Metformin kerja panjang (Glumetza) juga
dapat diberikan dua kali sehari sebanyak 850 mg/kali pemberian untuk
meningkatkan kepatuhan berobat.

Rekomendasi
Berdasarkan hasil telaah Cochrane tahun 2012, pemberian metformin kombinasi
dengan klomifen sitrat merupakan salah terapi yang efektif untuk membantu induksi
ovulasi pada perempuan PCOS. Laju ovulasi didapatkan lebih tinggi pada kombinasi
pemberian metformin dan klomifen sitrat terutama bagi perempuan SOPK yang
resisten terhadap klomifen sitrat. (Rekomendasi A) DLBS3233 dapat
dipertimbangkan sebagai salah satu ekstrak herbal dengan efek sensitisasi insulin
yang memiliki efek samping gastrointestinal lebih kecil dibandingkan metformin.
(Rekomendasi A).
KASUS 18
Seorang perempuan yang berbadan besar datang ke apotek didampingi suaminya. Pasien
menyerahkan resep dokter Fara Faiza Sp.OG. setelah menggali informasi dari pasien,
diketahui pasien sedang terapi untuk mendapatkan keturunan. Apoteker segera menyiapkan
obatnya,saat menyerahkan obat, pasien menanyakan tentang tujuan pemberian obat tersebut.
Apoteker memberikan KIE kepada pasien tersebut.
Informasi obat

1. Profertil

Komposisi : clomiphene citrat 50mg


Indikasi : Infertilitas pada pasien dengan amenore, sindroma Stein-Leventhal,
perdarahan uterus fungsional dengan gangguan ovulasi
Bentuk sediaan : tablet 50mg
Dosis : Infertilitas anovulatorik : 1 tablet / hari selama 5 hari, dimulai pada hari ke-5
siklus menstruasi atau kapan saja pada kasus amenore. Ovulasi terjadi 6-10 hari
setelah dosis terakhir. Bila tidak terjadi ovulasi dilanjutkan dengan 2 x sehari 1 tablet
selama 5 hari : Oligospermia : 1 tablet / hari selama 40-90 hari
Efek samping : Gangguan lambung, ruam kulit, pandangan kabur, sakit kepala,
insomnia, pembesaran ovarium, dan timbul kista ovarium, kehamilan multipel
Kontraindikasi : hipersensitif, wanita hamil, penyakit hati, pendarahan tidak normal
pada rahim, penderita kista, penderita tiroid dan tumor.

2. Metformin 500mg
Komposisi : Metformni HCL 500mg
Indikasi : METFORMIN 500 MG merupakan obat antidiabetes generik yang dapat
mengontrol dan menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes tipe 2.
Bentuk sediaan : tablet 500mg
Dosis : Dosis awal: Sehari 2 x 500 mg atau 2 x 850 mg. Dosis dapat ditingkatkan
sesuai dengan respon pasien. Dosis maksimal 3000 mg/hari dalam 3 dosis terbagi.
Dosis pemeliharaan: Sehari 2 x 850 mg.
Efek samping : Gangguan saluran cerna yang bersifat sementara, namun dapat
dihindari dengan cara konsumsi Metformin HCl bersamaan dengan makanan.
Anoreksia, mual, muntah, daire. Berkurangnya absorpsi vitamin B12. Mialgia, kepala
terasa ringan. Ruam kulit. Keringat berlebihan, dan gangguan daya pengecapan.
Kontraindikasi : Penyakit ginjal dengan kadar kreatinin serum lebih dari 1.5 mg/dL
(pria) dan lebih dari 1.4 mg/dL (wanita). Infark miokard akut, septikemia, gagal
jantung kongestif. Penyakit hati kronik, alkoholik, hipoksia. Asidosis metabolik akut
atau kronik atau memiliki riwayat asidosis laktat, termasuk ketoasidosis dibetes
dengan atau tanpa disertai koma. Wanta hamil dan/atau menyusui.

3. Santa e 400 IU

Komposisi : Vitamin D3 1000 IU


Indikasi Umum : Membantu memenuhi kebutuhan vitamin E
Bentuk sediaan : kaplet 400iu
Dosis :1 x sehari atau sesuai petunjuk dokter
Efek Samping :mual, kelemahan otot, sakit kepala
Kontra Indikasi : Hipersensitif, Fenilketonuria, Wanita hamil dengan kadar
fenilalanin tinggi, bayi dibawah usia 1 tahun
Dialog KIE

Apoteker Selamat sore ibu,selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?

pasien Selamat sore mbak,saya mau menebus resep (sambil menunjukan resep)
Apoteker Baik bu,sebelumnya perkenalkan nama saya helena apoteker diapotek ini.
Boleh saya minta resepnya bu?
pasien Iya mbak,ini resepnya (memberikan resep)
apoteker Baik bu,kalau boleh tahu ini resepnya untuk siapa?
pasien Untuk saya sendiri mbak
apoteker Oh begitu bu,mohon ditunggu sebentar yah saya cek dulu obatnya
pasien Baik mbak
Apoteker melakukan skrining resep dan menyiapkan obat. Apoteker menyerahkan obat
kepada pasien

A Dengan ibu Imelda


P Iya mbak
A Begini bu apakah saya boleh minta waktunya sebentar untuk menjelaskan
mengenai obat yang ibu terima?
P Iya mbak bisa
A Sebelumnya apakah dokter sudah menjelaskan tentang obat ini,cara
pemakaiannya atau harapan setelah meminum obat ini bu?
P Belum mbak
A Oh begitu yah bu, kalau boleh tahu bu keluhan ibu apa?
P Oh begini mbak,saya mau program hamil,dan juga gula darah saya tinggi.
A Apakah ibu sudah pernah mendapatkan obat ini?
P Belum mbak,baru pertama kali
A Apakah ibu punya riwayat alergi obat?
P Ngak ada mbak. Memangnya obat ini untuk apa yah mbak?
A Baik bu,saya akan menjelaskan mengenai obat yang ibu dapat yah.
1. obat Profertil 50mg ,diminum 1 x sehari 1 tablet sesudah makan dimalam
hari. Obat ini untuk meningkatkan kesuburan
2. metformin 500mg diminum 3x sehari 1 tablet. Obat ini untuk menurunkan
gula darah
3. santa e 400 IU diminum 1x sehari sesudah makan dimalam hari. Ini
merupakan vitamin e,dan biasa digunakan untuk meningkatkan kesuburan
pada saat PROMIL
P O iya mbak,apakah ada efek samping mbak?dan untuk cara penyimpanannya
gimna yah mbak?
A Untuk ES dari ketiga obat ini umumnya terjadi gangguan pada saluran cerna
seperti mual muntah,pusing,sakit kepala
Dan untuk penyimpanannya simpan ditempat yang sejuk,jauh dari jangkauan
anak-anak,atau simpan dikotak obat. Ada yang ingin ditanyakan lagi bu?
P Gini mba,saya kan lagi promil. Kira-kira selain minum obat ini harus ngapainb
yah mbak?
A Oh itu bu,sebaiknya ibu banyak mengkonsumsi sayuran atau buah terutama
yang banyak mengandung vitamin e seperti brokoli,terus melakukan diet dan
juga olahraga yang cukup. Juga banyakminum air. Bagaimana bu ada yang
mau ditanyakan lagi?
P Oh sudah ngak ada mbak
A Apakah ibu sudah mengerti dengan penjelasan saya?
P Sudah mbak
A Oh kalau ibu sudah mengerti,bisa minta tolong menjelaskan ulang tentang
penggunaan obatnya?
P Baik mbak,jadi saya mendapatkan 3 obat.
Profertil minum1x1 sesudah makan dimalam hari,vitamin e 1 x 1 dimalam hari
juga,kalau metformin minum 3x sehari sesudah makan. Simpan obat ditempat
sejuk,atau dikotak obat. Selain itu saya harus diet,olahraga,banyak minum air
dan makan sayuran atau buah yang mengandung vitamin e.
A Baik bu,saya rasa ibu sudah paham. Selalu rutin kontrol ke dokter yah. Untuk
semua obat ini totalnya 200.000,nanti silahkan dibayar dikasir yah bu.
P Baik mba terima kasih
A Iya sama-sama bu, semoga sehat selalu dan berhasil untuk PROMILnya
DAFTAR PUSTAKA

dr. Andon Hestiantoro, SpOG.2016. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan


Fertilitas Indonesia (HIFERI) Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
(POGI): KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM OVARIUM
POLIKISTIK.HIFERI

Fauci AS, Kasper D, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s
Principles of Internal Medicine

Azziz R, Carmina E, Dewailly D, et al. The Androgen Excess and PCOS Society
criteria for the polycystic ovary syndrome: the complete task force report.
Fertil steril 2009;91(2):456-88

Anda mungkin juga menyukai