Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI PENYAKIT SALURAN

CERNA, NUTRISI, ENDOKRIN DAN GINEKOLOGI

“CND & KIE OBESITAS & ANTIULSER”

Kelompok : 4 Gelombang 3
Kelas : FA2

Putri Nuryanti ( 211FF03052 )

Arin Nur Halizah ( 211FF03054 )

Else Salsabila ( 211FF03057 )

Dini Aqila Putri ( 211FF03058 )

Fahman Nurhakim ( 211FF03062 )

Nur Mulyantini ( 211FF03064 )

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
2023
MODUL 9
CND & KIE OBESITAS & ANTIULSER

A. Tujuan Praktikum
Dapat mengetahui pola pengobatan, monitoring dan evaluasi terhadap peptic ulcer
dan obesitas.

B. Prinsip
Pemahaman terhadap aspek farmakoterapi dan aspek pelayanan kefarmasian.

C. Dasar Teori

Kemajuan di berbagai bidang termasuk teknologi memberi kemudahan penggunanya


dan membawa perubahan gaya hidup. Meskipun demikian hal ini juga menyebabkan
kurangnya aktivitas dan perubahan perilaku makan sehingga mengakibatkan prevalensi
penyakit degenerative menjadi tinggi. Diabetes mellitus menjadi salah satu penyakit
degeneratif yang prevalensinya kian meningkat baik di negara maju maupun Negara
berkembang (Suiraoka, 2012). Diabetes mellitus merupakan penyakit tidak menular
(PTM). PTM bertanggung jawab terhadap 70 persen kematian di dunia.

Diabetes merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan


peningkatan kadar glukosa melebihi batas normal (hiperglikemia) akibat kerusakan
sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (American Diabetes Association, 2014). Pada
tahun 2019, Organisasi International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan jumlah
penyandang diabetes di dunia sedikitnya sebanyak 463 juta orang pada penduduk usia 20-
79 tahun. Seiring pertambahan usia penduduk, prevalensi diabetes diperkirakan
meningkat menjadi 111,2 juta orang pada usia 65-79 tahun. Angka ini akan semakin
meningkat menjadi 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045 (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Berdasarkan proyeksi IDF, satu-satunya negara di wilayah Asia Tenggara yang masuk
ke dalam 10 daftar jumlah tertinggi penyandang diabetes tahun 2019 ialah Indonesia,
yakni di urutan ke tujuh dengan jumlah mencapai 10,7 juta. Diperkirakan pada tahun
2030 mendatang penyandang DM di Indonesia mencapai 21,3 juta jiwa dan DM juga
akan menduduki peringkat ke-7 penyebab kematian di dunia (Sitorus et al., 2018).

Tukak Peptik berupa suatu keadaan rusaknya jaringan mukosa, submukosa hingga
lapisan otot dari suatu daerah saluran pencernaan atas yang berhubungan dengan cairan
lambung asam/pepsin sehingga menimbulkan luka yang bersifat kronik. Secara klinis,
suatu tukak peptik adalah hilangnya lapisan lebih dalam dari mukosa lambung maupun
duodenum dengan diameter > 5 mm yang dapat diamati secara endoskopi atau radiologi
(Akil, 2014). Tukak peptik yang terdapat di lambung pada umumnya disebut juga tukak
lambung (tukak gaster) dan yang terdapat di duodenum disebut sebagai tukak duodenum.

Tukak peptik merupakan keadaan yang perlu mendapat perhatian yang serius karena
prevalensinya yang cukup tinggi. Penyakit ini setidaknya pernah dialami oleh 5-10%
penduduk dunia. Di Amerika Serikat, kasus tukak peptik dijumpai pada sekitar 4,5 juta
penduduk per tahun. Penelitian di Swedia penderita tukak peptik adalah 4,1% dari 1.001
subjek. Penelitian di China menunjukkan prevalensi kasus tukak peptic sebesar 17,2%
dari 1.022 subjek. Prevalensi penyakit tukak peptic di Indonesia berkisar 6-15% dengan
rataan usia antara 20-50 tahun (Raehana, 2021). Prevalensi tukak peptik di Indonesia ini
menempati urutan ke-14 terbanyak di dunia dan nomor 3 di Asia (WHO, 2017).

Menurut WHO, angka kematian akibat tukak peptik di Indonesia mencapai 17.494
atau 1,04% dari total kematian. Angka ini membawa tukak peptik menempati urutan ke-
22 dari 50 penyebab kematian di Indonesia dengan angka kematian 9,56 per 100.000
penduduk (WHO, 2017).

Penyebab dari tukak peptik berupa penggunaan NSAID dan infeksi H. Pylori. Adanya
riwayat pengobatan NSAID dapat mempengaruhi pola penggunaan obat secara benar dan
tepat. Ketidaktepatan obat yang diberikan dapat menimbulkan kegagalan terapi dan
memicu komplikasi. Ditemukan sedikitnya 25% kasus komplikasi pada tukak peptik
berupa perdarahan saluran (Santika, 2019).

Peran Seorang Farmasis dalam pelayanan resep adalah bagaimana asuhan


kefarmasian (Pharmaceutical Care) menjadi filosofi dalam praktik pengerjaan resep.
Asuhan kefarmasian adalah tanggung-jawab Farmasis khussunya Apoteker dalam
penyediaan terapi obat secara langsung dengan tujuan mencapai manfaat optimal bagi
peningkatan kualitas hidup pasien. Secara praktis yang dilakukan Farmasis adalah
bagaimana mencegah terjadinya dan mengatasi adanya masalah-masalah terkait obat
(Drug Related Problems/DRPs) yang dapat mengganggu keberhasilan terapi. Manfaat
terapi sangat tergantung pada kesesuaian indikasi, besar-kecilnya risiko, efektivitas obat,
dan terpenuhi-tidaknya kebutuhan obat. Manfaat optimal meliputi sembuh dari sakit,
berhentinya atau terhambatnya proses sakit, hilangnya atau berkurangnya gejala sakit, dan
terhindar dari sakit.

Kegiatan pengkajian Resep merupakan langkah awal penerapan filosofi dalam


praktik pengerjaan resep tersebut, meliputi kajian administrasi, kesesuaian farmasetik dan
pertimbangan klinis.
1. Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, alamat, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, berat badan (harus diketahui
untuk pasien pediatri, geriatri, kemoterapi, gangguan ginjal, epilepsi, gangguan
hati dan pasien bedah) dan tinggi badan pasien (harus diketahui untuk pasien
pediatri, kemoterapi).
b. Nama, No.SIP/SIPK dokter (khusus resep narkotika), alamat, serta paraf,
kewenangan klinis dokter, serta akses lain.
c. Tanggal resep.
d. Ada tidaknya alergi.
2. Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan dan jumlah obat.
b. Stabilitas dan OTT.
c. Aturan dan cara penggunaan.
d. Tidak menuliskan singkatan yang tidak baku. Jika ditemukan
e. singkatan yang tidak baku dan tidak dimengerti, klarifikasikan
f. dengan dokter penulis resep.
3. Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, obat, dosis dan waktu/jam penggunaan obat.
b. Duplikasi pengobatan.
c. Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
d. Kontraindikasi.
e. Interaksi obat.

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka harus


menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan,
pengkajian, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, peracikan obat bila
perlu, pemeriksaan ulang, penyerahan disertai KIE/Konseling.

Compounding atau meracik merupakan proses yang melibatkan pembuatan


(preparation), pemasangan / pengkombinasian antara obat satu dengan yang lain
(assembling), pencampuran (mixing), pengemasan (packaging), dan pemberian etiket
(labelling) dari obat sesuai dengan resep dokter. Compounding dilakukan apabila ada
permintaan resep dokter berupa pencampuran obat dengan tujuan penyesuaian dosis
atau pencampuran dengan maksud mengkombinasi beberapa kasiat obat yang tidak
terdapat pada satu sediaan obat jadi.

Dispensing atau penyerahan obat harus disertai dengan pemberian KIE


(Komunikasi, Informasi dan Edukasi), dengan tujuan agar pasien mengerti untuk apa
dan bagaimana menggunakan obat dengan benar, baik cara maupun waktunya. Karena
pada akhirnya penanggung jawab penuh dalam penggunaan obat adalah pasien itu
sendiri, agar tujuan pengobatan dapat dicapai.

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) adalah suatu proses penyampaian


informasi antara apoteker kepada pasien atau keluarga pasien yang dilakukan secara
sistematis untuk memberikan kesempatan kepada pasien atau keluarga pasien dan
membantu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, sehingga pasien atau keluarga
pasien memperoleh keyakinan akan kemampuan dalam penggunaan obat yang benar.
Peran farmasis dalam penyampaian Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
dengan obat kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang penting tentang
obat dan pengobatannya. Tujuan KIE adalah supaya farmasis dapat menjelaskan dan
menguraikan (explain and describe) penggunaan obat yang benar dan baik bagi
pasien, sehingga tujuan terapi pengobatan dapat tercapai dan pasien merasa aman
dengan obat yang dikonsumsi.

D. Alat Dan Bahan

Alat Bahan
 Komputer/laptop  Resep
 LCD
 HP
 Internet
 Alat tulis

E. Prosedur Kerja
1. Studi Kasus KIE : Regimen penyakit ulkus peptikum

Bapak Edi 40 tahun, datang ke apotek Bhakti setelah mendapat diagnosi


penyakit ulkus peptikum yang diinduksi oleh Helicobacter pylori. Dia
menebus resep :
R/ Azitromisin 250 mg 2 x 1
Amoxicillin 1000 mg 2 x 1
Omeprazole 20 mg 2 x 1
Masing-masing yang akan diminum selama 10 hari, diikuti dengan
tambahan 18 hari omeprazole 20 mg. Bapak Edi tidak memiliki kondisi
komorbiditas atau alergi obat-obatan.

Apakah regimen obatnya sudah Bagaimana rencana monitoring


tepat ? dan konseling yang akan dilakukan
ke pada Bapak Edi ?
Jika tidak, perubahan apa yang
akan direkomendasikan ?

2. Studi kasus KIE : Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Seorang bapak, dengan usia 41 tahun, datang ke IGD di suatu rumah sakit
dengan keluhan nyeri yang hebat di sekitar perut, kembung, mual dan
terkadang disertai sesak nafas. Dokter meresepkan :
R/ Lansoprazol 30 mg, sehari 1x1
Bagaimana guideline terapi untuk GERD ?

Bagaimana terapi nonfarmakologi untuk GERD ?

Bagaimana rencana konseling ke pada pasien tersebut ?

3. Studi kasus KIE : Obesitas

Bunga, berusia 20 tahun, sejak kecil sudah berbadan gemuk. Saat ini dia
mempunyai berat badan 75 kg dengan tinggi badan 157 cm. Lingkar
pinggang/perutnya : 95 cm. Hasil medical check up :
Kolesterol total : 275 mg/dL
Kolesterol LDL : 180 mg/dL
Kolesterol HDL : 40 mg/dL
Trigliserida : 250 mg/dL
Glukosa puasa : 125 mg/dL
Ayahnya sudah meninggal karena PJK saat usia 58 tahun, ibunya
penderita DM semenjak 5 tahun yang lalu.

Bagaimana penatalaksaan obesitas baik secara farmakologik maupun non


farmakologik ?

Bagaimana mekanisme kerja, efek samping dan kontraindikasi obat antilipid

Bagaimana konseling yang direncanakan untuk Bunga ?

4. Studi Kasus CnD : Peptic Ulcer

Tn. Beton mengeluhkan nyeri pada bagian ulu hati sudah 3 hari, dan
melakukan pemeriksaan ke dokter. Hasil dari pemeriksaan, dokter
mendiagnosa pasien mengalami peptic ulcer dikarenakan H.Pylori dan
dokter meresepkan obat :
Berapa jumlah obat lansoprazole yang didapat oleh pasien tersebut

Pasien ingin menebus obat dengan membawa resep ke Apotek BK Farm dan
ingin menebus lansoprazole sebanyak 15 kapsul. Bagaimana penulisan di
salinan resep?

F. Data Pengamatan
1. Studi Kasus KIE : Regimen penyakit ulkus peptikum
 Apakah regimen obatnya sudah tepat ?
Regimen obat yang diberikan dinyatakan kurang tepat pada pemberian
kombinasi antibiotic yang direepkan. Selain itu waktu lamanya konsumsi obat
dinyatakan kurang tepat.
Perubahan yang direkomendasikan
Konfirmasi kepada dokter penulis resep, kemudian rekomendasikan perubahan
obat dan lamanya waktu konsumsi obat yang disarankan :
- Omeprazole 20 mg : 2x1 selama 7 hari
- Azitromisin diganti menjadi Klaritromisin 500 mg : 2x1 selama 7 hari.
Klaritromisin lebih efektif digunakan untuk pengobatan ulkus peptikum.
- Amoksisillin 1000 mg : 2x1 selama 7 hari

 Bagaimana rencana monitoring dan konseling yang akan dilakukan ke pada Bapak
Edi ?
Apabila pengobatan telah diberikan, maka perlu dilakukan monitoring dan
konseling untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan pasien
dalam menjalani pengobatan serta untuk memantau terapi yang telah dijalani oleh
pasien. Konseling yang dilakukan antara lain:
a. Pemberian informasi obat terkait aturan pakai obat
- Omeprazole 20 mg – 2 x sehari selama 7 hari
Omeprazole merupan obat yang berfungsi untuk mengatasi sakit akibat
tukak peptic, Omeprazole dikonsumsi sehari 2 kali setiap 12 jam yaitu
pada (jam 7.00 pagi untuk dosis pertama dan jam 19.00 malam untuk dosis
kedua) 30-60 menit sebelum makan
- Klaritromisin 500 mg – 2 x sehari selama 7 hari
Klaritromisin merupakan antibiotic yang berfungsi untuk mengobati
infeksi bakteri penyebab tukak peptic, Klaritromisin dikonsumsi sehari 2
kali setiap 12 jam yaitu pada (jam 7.00 pagi untuk dosis pertama dan jam
19.00 malam untuk dosis kedua) 30-60 menit setelah makan, selama 7 hari
obat harus dihabiskan
- Amoksisilin 1000 mg – 2 x sehari selama 7 hari
Amoksisilin merupakan antibiotic yang berfungsi untuk mengobati infeksi
bakteri penyebab tukak peptic, amoksisillin dikonsumsi sehari 2 kali setiap
12 jam yaitu pada (jam 7.00 pagi untuk dosis pertama dan jam 19.00
malam untuk dosis kedua) 30-60 menit setelah makan, selama 7
hari obat harus dihabiskan

b. Pemberian informasi obat terkait efek samping obat


- Omeprazole : Mual, muntah, diare, sembelit, perut kembung, sakit perut,
lemas, urtikaria, sakit kepala dan insomnia
- Klaritromisin: Sakit perut, diare, mual, muntah, dysgeusia, dyspepsia,
insomnia dan sakit kepala
- Amoksisilin : Sakit kepala, pusing, agitasi, Ruam, urtikaria, pruritus

c. Pemberian informasi terkait terapi non-farmakologi


- Mengurangi konsumsi makanan pedas, asam, kopi, teh dan alcohol
- Tidak atau mengurangi merokok
- Makan dalam porsi yang sedikit tapi sering
- Menjaga pola hidup sehat
- Menjaga kebersihan

Monitoring yang dilakukan:


1) Monitoring efek samping obat
2) Monitoring penggunaan antibiotic
3) Diagnosis terjadinya eradikasi h. pylori dilakukan dengan C-Urea Breath Test
Kits Test melibatkan pengumpulan sampel napas sebelum dan sesudah
konsumsi larutan oral Curea; Sampel dikirim untuk dianalisis oleh
laboratorium yang sesuai.
4) Apabila terapi gagal maka dapat direkomendasikan 2 minggu pengobatan
menggunakan PPI + tripotassium dicitratobismuthate + tetracycline atau
pasien dapat dirujuk untuk endoskopi dan pengobatan berdasarkan hasil
pengujian kultur dan sensitivitas.

2. Studi kasus KIE : Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)


 Bagaimana guideline terapi untuk GERD ?
Tujuan pengobatan GERD adalah untuk mengatasi gejala, memperbaiki
kerusakan mukosa, mencegah kekambuhan, dan mencegah komplikasi.
Berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal
Reflux Disease tahun 1995 dan revisi tahun 2013, terapi GERD dapat dilakukan
dengan :
a. Treatment Guideline I : Lifestyle Modification
b. Treatment Guideline II : Patient Directed Therapy
c. Treatment Guideline III : Acid Suppression
d. Treatment Guideline IV : Promotility Therapy
e. Treatment Guideline V : Maintenance Therapy
f. Treatment Guideline VI : Surgery Therapy
g. Treatment Guideline VII : Refractory GERD

 Bagaimana terapi nonfarmakologi untuk GERD ?


Secara garis besar, prinsip terapi GERD di pusat pelayanan kesehatan
primer berdasarkan Guidelines for the Diagnosis and Management of
Gastroesophageal Reflux Disease adalah dengan melakukan modifikasi gaya
hidup dan terapi medikamentosa GERD. Modifikasi gaya hidup, merupakan
pengaturan pola hidup yang dapat dilakukan dengan :
a. Menurunkan berat badan bila penderita obesitas atau menjaga berat badan
sesuai dengan IMT ideal
b. Meninggikan kepala ± 15-20 cm/ menjaga kepala agar tetap elevasi saat
posisi berbaring
c. Makan malam paling lambat 2 – 3 jam sebelum tidur
d. Menghindari makanan yang dapat merangsang GERD seperti cokelat,
minuman mengandung kafein, alkohol, dan makanan berlemak - asam –
pedas.

 Bagaimana rencana konseling ke pada pasien tersebut ?


a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan terapinya.
b. Diet hindari makanan yang pedas, asam, tinggi kafein, minuman
berkarbonasi, dan makanan tinggi lemak
c. Minum obat dengan teratur untuk mencegah kambuhnya nyeri dan kenaikan
asam lambung.
d. Melakukan kontrol rutin ke Rumah Sakit untuk mengetahui perkembangan
penyakit.

Terapi medikamentosa merupakan terapi menggunakan obat-obatan. PPI


merupakan salah satu obat untuk terapi GERD yang memiliki keefektifan serupa
dengan terapi pembedahan. Jika dibandingkan dengan obat lain, PPI terbukti
paling efektif mengatasi gejala serta menyembuhkan lesi esofagitis.
Apabila gejala tidak membaik setelah terapi inisial selama 8 minggu atau
gejala terasa mengganggu di malam hari, terapi dapat dilanjutkan dengan dosis
ganda selama 4 – 8 minggu. Bila penderita mengalami kekambuhan, terapi inisial
dapat dimulai kembali dan dilanjutkan dengan terapi maintenance. Terapi
maintenance merupakan terapi dosis tunggal selama 5 – 14 hari untuk penderita
yang memiliki gejala sisa GERD.
Selain PPI, obat lain dalam pengobatan GERD adalah antagonis reseptor
H2, antasida, dan prokinetik (antagonis dopamin dan antagonis reseptor
serotonin). Antagonis reseptor H2 dan antasida digunakan untuk mengatasi gejala
refluks yang ringan dan untuk terapi maintenance dikombinasi dengan PPI. Yang
termasuk ke dalam antagonis reseptor H2 adalah simetidin (1 x 800 mg atau 2 x
400 mg), ranitidin (2 x 150 mg), farmotidin (2 x 20 mg), dan nizatidin (2 x 150
mg). Prokinetik merupakan golongan obat yang berfungsi mempercepat proses
pengosongan perut, sehingga mengurangi kesempatan asam lambung untuk naik
ke esofagus. Obat golongan prokinetik termasuk domperidon (3 x 10 mg) dan
metoklopramid (3 x 10 mg).

3. Studi kasus KIE : Obesitas


 Bagaimana penatalaksaan obesitas baik secara farmakologik maupun non
farmakologik ?
Farmakologi :
Berikut adalah beberapa obat yang digunakan untuk pasien penderita obesitas,
yaitu (Dipiro, 2015) :
a. Orlistat menginduksi penurunan berat badan dengan cara menurunkan absopsi
lemak dan mengembangkan profil lipid, control glukosa dan metabolit yang
lain. Nyeri perut atau colic, flatulence, fecal urgency, banyak terjadi pada
80% individu dari ringan sampai berat. Dan berkembang setelah 1-2 tahun
terapi. Orlistat berinteraksi dengan absorpsi vitamin larut lemak dan
siklosporine.
b. Sibutramine lebih efektif dari pada placebo tetapi pasien akan berkurang berat
badannya setelah 6 bulan terapi. Mulut kering, anorexia, insomnia, konstipasi,
pening, mual timbul 3 kali lebih sering dari pada placebo. Sibutramine tidak
digunakan pada pasien dengan stroke, penyakit arteri koroner, CHF, aritmia,
dan yang menggunakan MAOi.
c. Pentermine (30 mg pada pagi hari atau 8 mg sebelum makan ) adalah
stimulant yang agak kuat dan potensial penyalahgunaan yang lebih rendah
daripada amphetamine dan lebih efektif daripada placebo-control studies.
Efek samping ( peningkatan tekanan darah, palpitasi, aritmia, midriasis,
peningkatan kerja insulin hingga terjadi hipoglikemi) dan ineteraksi dengan
MAOI yang memiliki implikasi pada beberapa pasien.
d. Dietilpropion ( 25 mg sebelum makan atau 75 mg pada sediaan lepas lambat
setiap pagi) lebih efktif dari pada placebo dapat mengurangi berat badan
dengan cepat. Adalah salah satu supresan noradrenergic yang aman dan dapt
digunakan pada pasien dengan hipertensi ringan sampai sedang atau angina
tapi tidak dapat digunakan pada pasien dengan hipertensi berat atau penyakit
kardiovaskuler yang signifikan.
e. Amfetamin secara umum dihindari karena kekuatan stimulan dan potensial
adiksi nya.
f. Efedrin (20 mg dengan atau tanpa caffeine 200 mg, sampai 3 kali sehari)
memiliki aktifitas supresif dan termogenik yang lebih baik daripada placebo
dalam percobaan hingga 6 bulan. Efek samping yang umum terjadi adalah
tremor, agitasi, panic, keringat berlebih dan insomnia, palpitasi dan takikardi
juga pernah dilaporkan.
g. Agen serotonergik memiliki stimulant pusat yang dihubungkan dengan potesi
penyalahgunaan dengan komponen noradrenergic tapi agen serotonergik
dapat mengubah pola tidur dan mengubah kebiasaan.
h. Pasien yang menerima fluoksetin 65 mg sehari memiliki penurunan berat
badan 2-4 kg dari pada percobaan control-plasebo. Tapi tidak berbeda
diantara masing-masing grup dalam periode hingga 1 tahun. Penemuan
sejenis juga ditemukan pada penggunaan sertralin 200mg per hari.
i. Peptida- peptida (seperti leptin, neuropeptida Y, galanin) yang sedang
diselidiki karena manipulasi eksogenus mungkin menyediakan pendekatan
terapetik kedepan untuk manajemen obesitas.

Karena pasien tergolong obesitas (BMI: 30.0-34.9 kg/m2 ) sangat dianjurkan


untuk diberikan Apisate® 1/3 tablet perhari (dosis kecil ini bertujuan untuk
mengurangi efek samping obat). Dari hasil uji laboratorium pasien didapatkan
data bahwa total kolesterol adalah 275; kadar LDL adalah 180; kadar HDL adalah
40, Trigliserida 250; Glukosa puasa 125. Hal tersebut sangat berbahaya karena
tidak sesuai dengan batas kadar normal. Terapi farmakologi dilakukan dengan
penggunaan obat – obatan antikolesterol. Pasien sebaiknya diberikan obat
penurun kolesterol (Lipitor). Kadar gula darah pasien yaitu 125 mg/dl sehingga
pasien harus diberikan obat antidiabetes seperti metformin dan untuk
dislipidemia, diberikan obat golongan statin agar komplikasi tidak berlanjut.

Non Farmakologi
a. Olahraga yang teratur misalnya jalan cepat, seminggu 3-4 kali selama 20
menit, dan
b. meningkatkan aktivitas fisik yang lain.
c. Mengurangi makanan berlemak seperti daging, jeroan, dan seafood.
d. Menghindari makanan olahan atau siap saji
e. Mengurangi konsumsi makanan manis seperti cokelat, permen.
f. Perbanyak makanan berserat seperti sayur dan buah

 Bagaimana mekanisme kerja, efek samping dan kontra indikasi obat


antilipid?
Obat-obat yang dapat digunakan pada hiperlipidemia (Lipid) meliputi :
a. Niasin atau Asam Nikotinat (vitamin B7)
Obat ini mempunyai kemampuan menurunkan lipid yang luas, tetapi
penggunaan dalam klinik terbatas karena efek samping yang tidak
menyanangkan.
- Mekanisme kerja : Menghambat lipolisis trigiliserida menjadi asam
lemak bebas. Di hati, asam lemak bebas digunakan sebagai bahan sintesis
trigliserida yang selanjutnya senyawa ini diperlukan untuk sintesis VLDL.
- Efek smaping : Kemerahan pada kulit (disertai perasaan panas) dan
pruritus (rasa gatal pada kulit), pada sebagian pasien mengalami mual dan
sakit pada abdomen, meningkatkan kadar asam urat (hiperurikemia)
dengan menghambat sekresi tubular asam urat, toleransi glukosa dan
hepatotoksik.
- Kontraindikasi : Riwayat alergi atau hipersensitivitas terhadap komponen
obat ini.

b. Derivat Asam Fibrat


Obat yang termasuk golongan ini adalah Fibrat-Klofibrat-Bezafibrat dan
Gemfibrozil yang menurunkan kadar trigliserida darah. Obat ini sedikit
menurunkan kadar kolesterol. Digunakan terutama untuk menurunkan VLDL
pada hiperlipidemia tipe IIb, III dan V.
- Mekanisme Kerja : Memacu aktivitas lipase lipoprotein, sehingga
menghidrolisis trigliserida pada kilomikron dan VLDL.
- Efek Samping : Efek gastrointestinal: gangguan pencernaan ringan,
Litiasis : pembentukan batu empedu, Keganasan : terutama Klofibrat yang
dapat menyebabkan keganasan terkait dengan kematia, Otot : Miositis
(peradangan otot polos)
- Kontra indikasi : Pasien dengan kelainan fungsi hati, ginjal atau pasien
dengan penyakit kandung empedu.

c. Resin Pengikat Asam Empedu


Obat yang termasuk golongan ini adalah Kolesteramin dan Kolestipol.
- Mekanisme kerja : obat ini merupakan resin (damar) penukar ion yang
bersifat basa, yang mempunyai afinitas tinggi terhadap asam empedu.
Asam empedu akan diikat oleh resin ini, membentuk senyawa yang tidak
larut dan tak dapat direabsorbsi untuk selanjutnya diekskresi melalui feses.
- Efek Samping : Efek gastrointestinal: konstipasi, mual dan kembung
(flatulen), Gangguan absorbsi: mengganggu absorbsi vitamin larut lemak
(A,D,E,K) pada resin dosis tinggi.
- Kontra Indikasi : Pasien dengan Riwayat Alergi terhadap obat ini, anak
anak dan lansia.

d. Probukol
Obat ini dapat menurunkan kadar HDL dan LDL, maka obat ini tidak
disukai. Namun sifat antioksidannya penting dalam menghambat
aterosklerosis.
- Mekanisme Kerja : Menghambat oksidasi kolesterol, sehingga terjadi
penguraian LDL-kolesterol yang teroksidasi oleh makrofag.
- Efek Samping : Gangguan pencernaan ringan.
- Kontra Indikasi : Ibu hamil dan menyusui, anak-anak dan remaja.

e. Inhibitor HMG-CoA (Hidroksimetilglutaril koenzim A) Reduktase Obat


yang termasuk golongan ini adalah Lovastatin, Pravastatin, Simvastatin dan
Fluvastatin.
- Mekanisme Kerja : Menghambat enzim HMG CoA reduktase dalam
sintesis kolesterol, dengan demikian akan meningkatkan penguraian
kolesterol intrasel sehingga mengurangi simpanan kolesterol intrasel.
- Efek Samping : Kelainan biokimiawi fungsi hati dan gangguan oto
(miopati)
- Kontra indikasi : Ibu hamil dan menyusui, anak-anak dan remaja.

 Bagaimana konseling yang direncanakan untuk Bunga?


a. Melakukan Modifikasi gaya hidup
b. Perubahan perilaku pasien sangat diperlukan untuk mendapatkan efek
maksimal dari terapi yang diberikan. Modifikasi perilaku dilakukan melalui
langkah-langkah berikut :
- Tentukan kesiapan pasien untuk menurunkan berat badan dan kemauan
untuk menerapkan rencana penurunan berat badan.
- Membangun dan memelihara kemitraan pasien-pengelola.
- Menata kembali kemampuan kognitif.
- Menetapkan tujuan yang ingin dicapai.
- Sering menghubungi pasien.
- Anjurkan pasien tentang pentingnya teknik monitoring sendiri.
- Pengendalian rangsangan yang negatif yang dapat mempengaruhi
penurunan berat badan atau berat pemeliharaan.
- Berikan hadiah kepada pasien untuk setiap penurunan berat badan

4. Studi Kasus CnD : Peptic Ulcer


Pengkajian Resep di Apotek (PMK 73 Tahun 2016)
a. Pengkajian Administratif

Aspek Ada Tidak Keterangan


Ada
Nama Dokter  - Dr. Tias Anggani, Sp. PD
Nomor SIP -  Konfirmasi Kepada Dokter
Alamat  - Jl. Adi Flora, Cempaka Raya No. 1
Nomor Telepon  - (022) 09668
Tanggal Resep  - Bandung, 11 April 2022
Nama Pasien  - Tn. Beton
Umur  - 54 Tahun
Jenis Kelamin  - Laki-Laki
Berat Badan -  Konfirmasi Kepada Pasien
Paraf Dokter -  Konfirmasi Kepada Dokter
b. Pengkajian Farmasetik

Hasil
Aspek Keterangan
Pengkajian
 Lansoprazole
Nama Obat Ada  Amoxicillin
 Klaritromisin
 Lansoprazole : Lansoprazole
Kandungan Zat
Ada  Amoxicillin : Amoxicillin
Aktif
 Klaritromisin : Klaritromisin
 Lansoprazole : Kapsul
Bentuk Sediaan Ada  Amoxicillin : Tablet
 Klaritromisin : Tablet
 Lansoprazole : -
Kekuatan
Ada  Amoxicillin : 500 mg
Sediaan
 Klaritromisin : 500 mg

Kompatibilitas Tidak Ada -

Stabilitas Ada Stabil

c. Pengkajian Klinis

Hasil
Aspek Keterangan
Pengkajian
 Lansoprazole : menurunkan
produksi asam lambung dan
Ketepatan indikasi meredakan gejala akibat
Sudah tepat
dan dosis peningkatan asam lambung.
 Amoxicillin : antibiotik untuk
mengatasi infeksi bakteri.
 Klaritomisin : obat golongan
antibiotik makrolid yang
digunakan untuk mengatasi
berbagai jenis infeksi bakteri.
 Lansoprazole : sehari dua kali
satu kapsul.
Aturan dan cara  Amoxicillin : sehari dua kali
Sudah tepat
penggunaan obat satu tablet
 Klaritomisin : sehari dua kali
satu tablet
Duplikasi dan/atau
- -
Polifarmasi
Efek samping
 Lansoprazole: Efek samping
yang mungkin terjadi dari
lansoprazole yaitu mual, perut
kembung, sakit perut, sembelit
atau malah diare, sakit
kepala, atau pusing.
 Amoxicillin: Efek samping
yang mungkin terjadi dari
ROTD (Alergi, ESO) -
Amoxicillin yaitu mual, muntah
dan diare.
 Klaritomisin: Efek samping
yang mungkin terjadi dari
klaritomisin yaitu sakit perut,
mual, muntah, diare, gangguan
pada indra pengecap atau
terjadinya perubahan rasa dan
sakit kepala.
Kontraindikasi -  Lansoprazole: Lansoprazole
tidak boleh diberikan pada
orang dengan hipersensitivitas
terhadap obat ini atau
hipersensitivitas terhadap obat
golongan proton pump
inhibitor (PPI) lainnya.
 Amoxicillin: pasien yang punya
riwayat alergi terhadap
amoxicillin dan antibiotik
golongan penisilin lainnya,
serta antibiotik golongan
sefalosporin.
 Klaritomisin: pasien yang
Hipersensitif terhadap
clarithromycin atau antibiotik
jenis makrolida lainnya

Interaksi - Tidak ada interaksi

Etiket Lansoprazol

APOTEK BK FARMA
Jl. Soekarno Hatta No. 754Telp. 022-7830768
APA : apt. Bhakti Kencana,M.Farm
SIPA : 503/0081-
SIPA/DPMPTSP/IV/2021
SIA : 503/0020-PPK-
IA/DPMPTSP/IV/2021
No.
Tgl. 11-04 2022
Nama : Tn.Beton
Tgl Lahir:-

Nama obat : Lansoprazole caps

Sehari 2 X 1
Tab/capsul/Bungkus

Khasiat : mengobati tukak lambung

DIHABISKAN/JIKA PERLU
Pagi: Siang:-
Malam:

(12 menit/jam) Sesudah/Saat/Sebelum Makan


Jumlah : 1 caps
BUD/ED: 7 hari

Jauhkan Obat dari


Jangkauan Anak-anak
SEMOGA LEKAS SEMBUH

Etiket Amoksisilin

APOTEK BK FARMA
Jl. Soekarno Hatta No. 754Telp. 022-7830768
APA : apt. Bhakti Kencana,M.Farm
SIPA : 503/0081-
SIPA/DPMPTSP/IV/2021
SIA : 503/0020-PPK-
IA/DPMPTSP/IV/2021
No.
Tgl. 11-04 2022
Nama : Tn.Beton
Tgl Lahir:-

Nama obat : Amoxicillin

Sehari 2 X 1
Tab/capsul/Bungkus

Khasiat : Antibiotik

DIHABISKAN/JIKA PERLU
Pagi: Siang:-
Malam:

(12 menit/jam) Sesudah/Saat/Sebelum Makan


Jumlah : 1 caps
BUD/ED: 7 hari

Jauhkan Obat dari


Jangkauan Anak-anak
SEMOGA LEKAS SEMBUH

Etiket Klaritromisin

APOTEK BK FARMA
Jl. Soekarno Hatta No. 754Telp. 022-7830768
APA : apt. Bhakti Kencana,M.Farm
SIPA : 503/0081-
SIPA/DPMPTSP/IV/2021
SIA : 503/0020-PPK-
IA/DPMPTSP/IV/2021
No.
Tgl. 11-04 2022
Nama : Tn.Beton
Tgl Lahir:-

Nama obat : Klaritomisin

Sehari 2 X 1
Tab/capsul/Bungkus

Khasiat : Antibiotik

DIHABISKAN/JIKA PERLU
Pagi: Siang:-
Malam:

(12 menit/jam) Sesudah/Saat/Sebelum Makan


Jumlah : 1 caps
BUD/ED: 7 hari

Jauhkan Obat dari


Jangkauan Anak-anak
SEMOGA LEKAS SEMBUH

Copy Resep
G. Pembahasan

Tentang teknik compounding dan dispensing obat untuk obesitas dan antiulser.
Praktikum ini Dilakukan dengan metode praktikum langsung di laboratorium farmasi.
CND merupakan teknik pembuatan obat yang dilakukan dengan mencampurkan
bahan-bahan obat dengan cara yang tepat. Teknik ini dapat digunakan untuk membuat
obat yang tidak tersedia di pasaran atau untuk menyesuaikan obat dengan kebutuhan
pasien. Dispensing tablet merupakan teknik pemberian obat dalam bentuk tablet.
Teknik ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan bahwa tablet diberikan
dengan dosis yang tepat dan sesuai dengan kondisi pasien. Pada praktikum ini,
compounding menggunakan alat-alat dan bahan-bahan yang sesuai. Proses
compounding dilakukan dengan mengikuti prosedur yang benar sehingga
menghasilkan sirup yang berkualitas. Dispensing tablet dilakukan dengan cara
menimbang tablet sesuai dengan dosis yang dibutuhkan. Tablet kemudian dimasukkan
ke dalam wadah yang sesuai dan diberi etiket yang informatif. Praktikum ini
memberikan pemahaman tentang teknik compounding dan dispensing obat yang baiik.
Praktikum ini juga dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam CND.

Praktikum ini menghasilkan beberapa hasil, antara lain:


Obesitas adalah kondisi di mana berat badan seseorang melebihi batas normal.
Obesitas dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pola makan yang tidak
sehat, kurang aktivitas fisik, dan faktor genetik, penyebab obesitas dapat terjadi dari
pola makan yang tidak sehat merupakan salah satu penyebab obesitas yang paling
utama. Pola makan yang tidak sehat ditandai dengan konsumsi makanan yang tinggi
kalori, lemak, dan gula. Kurang aktivitas fisik juga merupakan faktor penyebab
obesitas. Aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan tubuh menjadi lebih banyak
menyimpan energi dalam bentuk lemak. Faktor genetik juga dapat berperan dalam
menyebabkan obesitas. Orang yang memiliki gen obesitas lebih cenderung mengalami
obesitas. Obesitas dapat menyebabkan berbagai dampak kesehatan, Penyakit jantung,
stroke, diabetes tipe 2, kanker, penyakit pernapasan, osteoarthritis

Antiulser adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit tukak lambung dan
duodenum obat antiulser bekerja dengan cara mengurangi produksi asam lambung,
melindungi dinding lambung dan duodenum dari asam lambung, dan membantu proses
penyembuhan tukak lambung dan duodenum.

KIE obesitas dapat dilakukan dengan cara: Menyampaikan informasi tentang obesitas,
termasuk pengertian, penyebab,Dampak, dan cara mencegahnya. Menyampaikan tips
untuk menurunkan berat badan

KIE antiulser dapat dilakukan dengan cara: Menyampaikan informasi tentang


penyakit tukak lambung dan duodenum, termasuk Gejala, penyebab, dan cara
mengobatinya. Menyampaikan informasi tentang obat antiulser, termasuk cara kerja,
efek samping, dan cara penggunaannya. Pentingnya mengonsumsi obat antiulser sesuai
anjuran dokter. KIE obesitas dan antiulser merupakan upaya penting untuk
meningkatkan kesadaran Masyarakat tentang bahaya obesitas dan penyakit tukak
lambung dan duodenum. KIE dapat Dilakukan dengan berbagai cara yang disesuaikan
dengan target sasaran. Praktikum KIE OBESITAS & ANTIULSER ini merupakan
praktikum yang penting untuk Dilakukan. Praktikum ini dapat memberikan
pemahaman tentang teknik KIE tentang obesitas dan antiulser. Pemilihan metode KIE
yang tepat harus disesuaikan dengan target sasaran. Misalnya, jika target sasaran
adalah anak-anak, maka metode KIE yang digunakan sebaiknya metode yang menarik
dan interaktif.

H. Kesimpulan
I. Daftar Pustaka
Akil H. A. 2014, Tukak Duodenum, Dalam : Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata
M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ke-6,
Interna Publishing, Jakarta, Indonesia.
Alfiawati, N., & Mutmainah, N. (2015). Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Tukak
Peptik Di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2014
(Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
American Diabetes Association. (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care, 37(SUPPL.1), 81–90.
Cahyaningrum, N. (2023). Hubungan Pola Makan 3j Dan Perilaku Sedentari Dengan
Status Kadar Gula Darah Pasien Dm Tipe 2 (Studi Kasus Di Puskesmas
Mulyoharjo). Nutrizione: Nutrition Research And Development Journal, 3(1), 12-22.
Dipiro, J. T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G and Posey, L.M. 2015.
Pharmacotherapy: A Patophysiologic Approach, 9th Edition. New York: Mc Graw
Hill.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Tetap Produktif, Cegah dan Atasi
Diabetes Mellitus. In pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI.
Langley, C. A., & Belcher, D. (2012). Pharmaceutical Compounding and Dispensing.
Pharmaceutical Press.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek.
Raehana, N.S. 2021, Efek Gastroprotektif Pemberian Rimpang Kunyit (Curcuma
domestica Val.) dari Ulkus Lambung yang Diinduksi oleh NSAID, J. Med. Hutama,
2(4):1053–1059.
SAMOSIR, N. A. (2017). Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE) obat dengan Resep oleh Tenaga Teknis Kefarmasian di
Apotek RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.
Santika, N.Y., Rise D., Muhammad A.Y. 2019, Evaluasi Penggunaan Obat Tukak Peptik
pada Pasien Tukak Peptik di Instalasi Rawat Inap RSUD Sultan Syarif Mohamad
Alkadrie Pontianak, Majalah Farmaseutik, 15(1):1-15.
Saputera, M. D., & Budianto, W. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana Gastroesophageal
Reflux Disease (GERD) di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer. Cermin Dunia
Kedokteran, 44(5), 329-332.
Sitorus, N., Epid, M., S, O. S., Yunita, I., Putri, S., & Psi, S. (2018). Determinan Kualitas
Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Kota Bogor Tahun 2018 Tim Pelaksana :
Kementerian Kesehatan RI
Suiraoka, I. (2012). Penyakit Degeneratif: Mengenal, Mencegah dan Mengurangi faktor
resiko 9 Penyakit Degenaratif. Nuha Medica, 1–123.
WHO. 2017, World health rangkings : peptic ulcer disease, Geneva, World Health
Organization Departemen of Noncommunicable disease surveillance.

Anda mungkin juga menyukai