SWAMEDIKASI KETOMBE
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. apt. R.A Oetari, SU., MM., M.Sc
Disusun oleh :
Kelas A-Kelompok 8
1. Devyana Priwita K (2120414596)
2. Dewi Lestari (2120414597)
3. Dhiya Hanifan (2120414598)
4. Diah Purwitasari (2120414599)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengobatan sendiri (self medication) merupakan upaya yang paling banyak
dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit sebelum mereka
memutuskan mencari pertolongan ke pusat pelayanan kesehatan/petugas kesehatan
(Depkes RI, 2008). Mengobati diri sendiri atau yang lebih dikenal dengan
swamedikasi berarti mengobati segala keluhan dengan obat-obatan yang dapat dibeli
bebas di apotek atau toko obat dengan inisiatif atau kesadaran diri sendiri tanpa
nasehat dokter (Muharni 2015).
Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit
ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk,
influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes RI,
2006). Salah satu penyebab tingginya tingkat swamedikasi adalah perkembangan
teknologi informasi via internet. Alasan lain adalah karena semakin mahalnya biaya
pengobatan ke dokter, tidak cukupnya waktu yang dimiliki untuk berobat, atau
kurangnya akses ke fasilitas–fasilitas kesehatan (Hermawati 2012).
Swamedikasi harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami,
pelaksanaannya sedapat mungkin harus memenuhi kriteria penggunaan obat yang
rasional. Kriteria obat rasional antara lain ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis
obat, tidak adanya efek samping, tidak adanya kontraindikasi, tidak adanya interaksi
obat, dan tidak adanya polifarmasi (Muharni 2015).
Sampai saat ini di tengah masyarakat seringkali dijumpai berbagai masalah dalam
penggunaan obat. Diantaranya ialah kurangnya pemahaman tentang penggunaan obat
tepat dan rasional, penggunaan obat bebas secara berlebihan, serta kurangnya
pemahaman tentang cara menyimpan dan membuang obat dengan benar. Sedangkan
tenaga kesehatan masih dirasakan kurang memberikan informasi yang memadai
tentang penggunaan obat (Kemenkes RI 2015). Oleh karena itu, sebagai pelaku self-
medication harus mampu mengetahui jenis obat yang diperlukan, kegunaan dari tiap
obat, menggunakan obat dengan benar (cara, aturan pakai, lama pemakaian),
mengetahui efek samping obat yang digunakan dan siapa yang tidak boleh
menggunakan obat tersebut (Depkes RI 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan penyakit ketombe?
2. Bagaimana patofisiologi penyakitketombe?
3. Bagaimana terapi penatalaksanaan penyakit ketombe?
4. Bagaimana penyelesaian studi kasus swamedikasi penyakit ketombe berdasarkan
metode SBAR?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui tinjauan penyakit ketombe.
2. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit ketombe.
3. Untuk mengetahui terapi penatalaksanaan penyakit ketombe.
4. Untuk mengetahui penyelesaian studi kasus swamedikasi penyakit ketombe
berdasarkan metode SBAR.
D. Manfaat Makalah
Makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah informasi mengenai cara
penanganan ketombe secara aman, rasional, dan efekif terhadap masyarakat umum,
mahasiswa/pelajar dan orang-orang yang membutuhkannya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Swamedikasi
Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa resep
oleh seseorang atas inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Dasar hukum swamedikasi adalah
peraturan peraturan Menteri Menteri Kesehatan Kesehatan No. 919
Menkes/Per/X/1993. Menkes/Per/X/1993. Secara sederhana, sederhana, dapat
dijelaskan bahwa swamedikasi merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan
oleh seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit yang sedang dideritanya
tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada dokter.
Penting untuk dipahami bahwa swamedikasi swamedikasi yang tepat, aman,dan
aman,dan rasional rasional tidak dengan cara mengobati mengobati tanpa terlebih
dahulu mencari informasi umum yang bisa diperoleh tanpa harus melakukan
konsultasi dengan pihak dokter. Adapun informasi umum dalam hal ini bisa berupa
etiket atau brosur. Selain itu, informasi tentang obat bisa juga diperoleh dari apoteker
pengelola apo pengelola apotek, utamanya utamanya dalam swamedikasi dalam
swamedikasi obat keras obat keras yang termasuk yang termasuk dalam d dalam
daftar obat wajib apotek (Depkes RI., 2006; Zeenot, 2013).
B. Faktor Penyebab Swamedikasi
Ada beberapa faktor penyebab swamedikasi yang keberadaannya hingga saat ini
semakin mengalami peningkatan. Beberapa faktor penyebab tersebut berdasarkan
hasil penelitian WHO; antara lain sebagai berikut :
1. Faktor sosial ekonomi
Seiring dengan meningkatnya pemberdayaan masyarakat, yang berdampak pada
semakin meningkatnya tingkat pendidikan, sekaligus semakin mudahnya akses
untuk memperoleh informasi, maka semakin tinggi pula tingkat ketertarikan
masyarakat terhadap kesehatan. Sehingga hal itu kemudian mengakibatkan
terjadinya peningkatan dalam upaya untuk berpartisipasi langsung terhadap
pengambilan keputusan kesehatan oleh masing-masing individu tersebut.
2. Gaya hidup
Kesadaran tentang adanya dampak beberapa gaya hidup yang bisa berpengaruh
terhadap kesehatan, mengakibatkan banyak orang memiliki kepedulian lebih
untuk senantiasa menjaga kesehatannya daripada harus mengobati ketika sedang
mengalami sakit pada waktu-waktu mendatang.
3. Kemudahan memperoleh produk obat
Saat ini, tidak sedikit dari pasien atau pengguna obat lebih memilih kenyamanan
untuk membeli obat dimana saja bisa diperoleh dibandingkan dengan harus
mengantri lama di Rumah Sakit maupun klinik.
4. Faktor kesehatan lingkungan
Dengan adanya praktik sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang benar sekaligus
lingkungan perumahan yang sehat, berdampak pada semakin meningkatnya
kemampuan masyarakat untuk senantiasa menjaga dan mempertahankan
kesehatannya sekaligus mencegah terkena penyakit. (Zeenot, 2013).
D. Definisi Ketombe
Ketombe adalah kelainan kulit kepala, dimana terjadi perubahan pada sel
stratum korneum epidermis dengan ditemukannya hiperproliferasi, lipid interseluler
dan intraseluler yang berlebihan, serta parakeratosis yang menimbulkan skuama
halus, kering, berlapis-lapis, sering mengelupas sendiri, serta rasa gatal.
Ketombe biasanya dianggap sebagai bentuk ringan dari dermatitis seboroika,
ditandai dengan skuama yang berwarna putih kekuningan. Brahmono mendefinisikan
ketombe sebagai kelainan kulit kepala beramut (scalp) yang ditandai dengan skuama
abu-abu keperakan berjumlah banyak, kadang disertai rasa gatal, walaupun tidak ada
atau hanyasedikit disertai tanda radang. Kulit kepala berambut tempat skuama
tersebut menjadi mudah rontok, berbau, dan rasa gatal yang sangat hebat pada kulit
kepala.
E. Etiologi
Etiologi dari dermatitis seboroik kulit kepala atau ketombe ini belum diketahui
secara pasti, sekalipun diperlihatkan adanya jamur lipofilik ( misalnya, Malassezia
furfur) pada preparat anti fungal. Tumpukan parakeratosis yang bercampur dengan
sel-sel radang akut berkumpul di sekitar folikel rambut dengan infiltrat sel-sel
neutrofil dan limfosit di seluruh daerah perivaskular superfisial. (Malassezia sp.
merupakan floranormal kulit dan berjumlah 46% dari populasi, sedangkan pada
penderita ketombejumlah tersebut meningkat menjadi 74%. Pityrosporum ovale,
termasuk golongan jamur, sebenarnya adalah flora normal di rambut. Akan tetapi
berbagai keadaan seperti suhu, kelembaban, kadar minyak yang tinggi, dan penurunan
imunitas (daya tahan) tubuh dapat memicu pertumbuhan berlebihan dari jamur ini.
F. Patofisiologi
1. Infiltrasi Malassezia
Malassezia dapat menginfiltrasi stratum korneum dari epidermis. Malassezia akan
memecah komponen sebum akan menimbulkan gejala inflamasi dan sisik
2. Inisiasi dan perkembangan dari proses inflamasi. Timbul gejala berupa eritema,
gatal, panas, rasa terbakar, terganggunya kualitas dari rambut
3. Proses kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis.Setelah Malassezia
memicu pengeluaran mediator inflamasi, kemudian terjadi proliferasi dan
diferensiasi serta kerusakan yang lebih parah pada kulit kepala. Hiperproliferasi
dari epidermis menyebabkan adanya sisik pada kulit kepala.
4. Kerusakan barrier secara fungsional maupun structural. Kerusakan barrier pada
epidermis dapat menyebabkan Transpidermal water lossyang dapat menimbulkan
rasa kering pada kulit kepala.
G. Tanda dan Gejala Ketombe
Serpihan atau sisik merupakan tanda yang paling mudah terlihat dan muncul
di luar kulit kepala serta menempel pada helaian rambut. Ketombe yang berupa
serpihan atau sisik juga dapat diartikan sebagai awal mula terjadinya kerontokan
rambut saat terjadi pengelupasan sel kulit mati yang terlalu cepat. Serpihan atau sisik
yang berwarna putih dengan berbagai ukuran dan bentuk yang terdapat di sekitar kulit
kepala dan terkadang menempel pula pada helaian rambut.
Pengelupasan atau pergantian dari sel-sel kulit mati disekitar kulit kepala akan
menimbulkan rasa gatal yang luar biasa. Rasa gatal ini disebabkan oleh adanya jamur
dan bakteri yang keluar bersamaan saat pengelupasan terjadi, jakni jamur
Pityrosporum ovale, jamur inilah yang memainkan peranan timbulnya ketombe dan
rasa gatal di kulit kepala. Jika kulit kepala digaruk terus menerus akan membuat kulit
kepala mengalami peradangan dan iritasi yang semakin mempermudah pengelupasan
sel-sel kulit mati menjadi lebih berkembang.
Setelah rasa gatal yang terjadi akibat ketombe, kemudian dengan digaruk akan
menimbulkan kemerahan di kulit kepala. Kemerahan di kulit kepala ini dapat dilihat
dengan bantuan orang lain. Tanda kemerahan di kulit kepala ini disebabkan karena
aksi menggaruk dengan tangan yang berlebihan.
H. Faktor Resiko
Usia.
Umumnya ketombe mudah terjadi pada siapa saja, namun biasanya ketombe
muncul ketika seseorang berusia muda, namun tak berarti juga mereka yang
sudah berusia lanjut tidak memiliki ketombe.
Kulit kepala dan rambut berminyak.
Kelenjar minyak juga diproduksi di kulit kepala. JamurPitysporum
Ovalememakan minyak pada kulit kepala, sehingga minyak pada kulit kepala
dan rambut secara berlebihan yang dapat memunculkan ketombe lebih
cepat.
Karena diet yang salah.
Diet bukanlah mengurangi asupan makanan dan nilai nutrisi dan gizi yang
penting bagi tubuh. Jika tubuh kekurangan sumber nutrisi dan gizi penting,
tentunya akan memudahkan kulit kepala mengalami pengelupasan sel-sel
kulit lebih cepat dari biasanya. Hal ini dikarenakan oleh kulit kepala dan
rambut membutuhkan nutrisi dan gizi yang sama seperti halnya tubuh.
I. Tatalaksana Terapi
Sulfur
Sulfur memiliki sejarah panjang pada pengobatan kulit seperti untuk acne
ointment, sampo anti ketombe dan antidote karena terpapar material
radioaktif secara akut. Efek anti ketombe karena kemampuannya sebagai
keratolitik. Sulfur dapat digunakan sebagai anti ketombe sampai dengan kadar
10% dan dapat dikombinasi dengan asam salisilat untuk meningkatkan efek
anti ketombenyab.
Asam salisilat
Asam salisilat merupakan zat yang sering ditambahkan pada produk
perawatan kulit untuk perawatan jerawat dan psoriasis. Efek pada kulit sebagai
keratolitik, dijadikan dasar penambahan asam salisilat pada produk sampo
perawatan ketombe. Pada kulit dapat mempercepat regenerasi sel. Dalam
peraturan Ka Badan POM No. HK.00.05.42.1018 kadar asam salisilat dibatasi 3%
untuk produk bilas dan 2% untuk produk lainnya.
Selenium sulfida
Selenium sulfida dengan kadar 1% dan 2,5% digunakan pada kulit kepala
untuk mengontrol gejala ketombe dan seborrheic dermatitis.
Mekanisme kerjanya sebagai anti ketombe dengan menghambat pertumbuhan sel
baik yang hiperproliferatif atau normal. Selenium sulfida 1% digunakan
sebagai anti ketombe sedang selenium sulfida mikronisasi 0,6%. Efek samping
dari penggunaan selenium sulfida adalah iritasi kulit, rambut kering atau
berminyak, rambut rontok.
Seng pirition
Bekerja sebagai anti mitosis, bakteriostatik danf ungistatik (drugs). Seng pirition
merupakan anti ketombe yang efektif dan bersifat anti fungi. Efek anti ketombe
berdasarkan kemampuan molekul pirition yang tak terionisasi untuk
mengganggu transpor membran dengan menghambat mekanisme energi
pompa protonsehingga dapat menghambat pertumbuhan jamur. Dalam
peraturan Ka Badan POM No. HK.00.05.42.1018, kadar Seng pirition sebagai anti
ketombe dibatasi 2% untuk produk dibilas dan 0,1% produk non-bilas.e.Pirokton
olaminePirokton olamin atau Octopirox adalah suatu senyawa digunakan sebagai
terapi infeksi jamur. Seringkali digunakan sebagai salah satu komponen sampo
anti ketombe sebagai pengganti seng pirition
BAB III
PEMBAHASAN
Assesment (A)
Dari gejala yang dialami pasien yakni gatal, rambut rontok, kulit kepala terasa
kering dan terdapat serpihan putih menempel di kulit kepala. Akhir-akhir ini
kegiatan pasien berlatih basket di sekolahannya. Pasien tersebut sering gonta-
ganti merk shampo dan hanya keramas seminggu sekali. Berdasarkan gejala yang
dirasakan pasien merupakan gejala dari ketombe. .
Recommended (R)
- Diberikan selsum yellow double impact untuk mengatasi ketombe
- Diberikan selsum blue untuk merawat rambut dan mencegah terjadinya
ketombe.
- Memberikan KIE tetang cara penggunaan obat
- Memberikan informasi kepada pasien jika tidak mengalami perubahan
setelah 1 minggu pengobatan, maka harap segera melakukan pemeriksaan ke
dokter.
Penjelasan Obat :
1. Selsun Yellow Double Impact
Komposisi : Selenium sulfide dan Zink PtO
Indikasi : Bekerja sinergis untuk menghilangkan ketombe yang berat
dan mengurangi gatal-gatal karena ketombe.
Cara penggunaan : Gunakan Sulsen Yellow Double Impact 2 kali seminggu
dan lanjutkan dengan Selsun blue 5 setiap hari secara teratur untuk hasil yang
maksimal.
Kontra Indikasi : Inflamasi
Efek samping : Rambut dan kulit kepala menjadi berminyak atau kering,
perubahan warna rambut, sensitivitas kutaneous
2. Selsun blue 5
Komposisi : Selenium Sulfide, Aloe vera
Indikasi : Mencegah ketombe dan merawat rambut lebih lembut dan
mudah diatur
Cara penggunaan: Digunakan setiap hari dan didiamkan selama 2-3 menit
Dialog Kasus 1
1. Ketombe adalah kelainan kulit kepala, dimana terjadi perubahan pada sel stratum
korneum epidermis dengan ditemukannya hiperproliferasi, lipid interseluler dan
intraseluler yang berlebihan, serta parakeratosis yang menimbulkan skuama halus,
kering, berlapis-lapis, sering mengelupas sendiri, serta rasa gatal.
2. Patofisiologi ketombe yaitu Infiltrasi Malassezia, Inisiasi dan perkembangan dari
proses inflamasi, proses kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi pada epidermis
serta kerusakan barrier secara fungsional maupun structural. Kerusakan barrier
pada epidermis dapat menyebabkan Transpidermal water lossyang dapat
menimbulkan rasa kering pada kulit kepala.
3. Tatalaksana terapi ketombe yaitu terapi farmakologi dan non farmakologi. Terapi
farmakologi diantaranya dengan obat-obatan yang dapat digunakan untuk
mengatasi ketombe yaitu dengan sulfur, asalm salisilat, selenium sulfide dan seng
pirition. Sedangkan terapi non farmakologi ketombe rajin-rajin keramas, tidak
jgonta ganti shampoo, jangan menggaruk-garuk kepala, dan habis keramas
rambut jangan dikuncir.
4. Penyelesaian studi kasus swamedikasi penyakit ketombe berdasarkan metode
SBAR meliputi situation (S), background (B), assesment (S), dan
recommendation (R).