HIDUNG TERSUMBAT
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelas A
PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
SURAKARTA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Swamedikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
melakukan perawatan sendiri dalam menangani penyakit tanpa berkonsultasi dengan
dokter (Izzatin, 2015). Swamedikasi merupakan bagian dari self-care yang
didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu untuk
mengobati penyakit atau gejala yang sudah dikenali, meliputi penggunaan obat-obatan
tanpa resep atau Over The Counter (OTC) dan pengobatan alternatif seperti produk
herbal, suplemen makanan, dan produk tradisional (Astri, 2007). Swamedikasi
dilakukan untuk mengurangi atau mengobati keluhan-keluhan penyakit ringan seperti
demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit
(BPOM RI, 2014).
Ada beberapa pengetahuan minimal terkait swamedikasi yang sebaiknya
dipahami masyarakat, pengetahuan tersebut antara lain tentang mengenali gejala
penyakit, memilih produk sesuai dengan indikasi dari penyakit, mengikuti petunjuk
yang tertera pada etiket brosur, memantau hasil terapi dan kemungkinan efek samping
yang ada (Depkes RI, 2008). Untuk melakukan swamedikasi secara aman, rasional,
efekif dan terjangkau masyarakat perlu menambah pengetahuan dan melatih
keterampilan dalam praktik swamedikasi. Masyarakat mutlak memerlukan informasi
yang jelas dan terpercaya agar penentuan kebutuhan jenis atau jumlah obat dapat
diambil berdasarkan alasan yang rasional (Suryawati, 1997). Penggunaan obat yang
rasional adalah bahwa pasien menerima obat yang tepat dengan keadaan kliniknya,
dalam dosis yang sesuai dengan keadaan individunya, pada waktu yang tepat dan
dengan harga terjangkau. Terapi rasional meliputi kriteria tepat indikasi, tepat obat,
tepat dosis, tepat pasien dan waspada efek samping (Tjay dan Rahardja, 1993). Pada
dasarnya, bila dilakukan secara rasional, swamedikasi memberikan keuntungan besar
bagi pemerintah dalam pemeliharaan kesehatan nasional (Depkes RI, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tinjauan penyakit hidung tersumbat?
2. Bagaimana patofisiologi penyakit hidung tersumbat?
3. Bagaimana terapi penatalaksanaan penyakit hidung tersumbat?
4. Bagaimana penyelesaian studi kasus swamedikasi penyakit hidung tersumbat
berdasarkan metode SBAR?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui tinjauan penyakit hidung tersumbat.
2. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit hidung tersumbat.
3. Untuk mengetahui terapi penatalaksanaan penyakit hidung tersumbat.
4. Untuk mengetahui penyelesaian studi kasus swamedikasi penyakit hidung
tersumbat berdasarkan metode SBAR.
D. Manfaat Makalah
Makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah informasi mengenai swamedikasi
hidung tersumbat secara aman, rasional, dan efekif terhadap masyarakat umum,
mahasiswa/pelajar dan orang-orang yang membutuhkannya berdasarkan penelitian-
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
BAB II
ISI
A. Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk pyramid yang terdiri dari pangkal hidung, batang
hidung, puncak hidung, ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior).
Rongga hidung atau kavum nasi dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya.
Tiap kavum nasi memiliki 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial ialah septum nasi, sedangkan pada dinding lateral terdapat
empat buah konka, konka yang terbesar adalah konka inferior, kemudian konka
media, konka superior dan yang terkecil adalah konka suprema yang bersifat
rudimenter. Diantara konka-konka dan dinding lateral terdapat meatus, yaitu rongga
sempit yang terbagi atas meatus inferior, medius dan superior. Pada kejadian hidung
tersumbat dapat terjadi pembengkakan mukosa yang terdapat pada lapisan luar
septum nasi dan pada kompleks osteomeatal yang merupakan celah pada dinding
lateral, jika sumbatan pada daerah ini berlangsung lama maka dapat mengakibatkan
sunisitis kronik (Iskandar et al., 2007).
b. Obat antihistamin
Obat antihistamin dimaksudkan untuk menghilangkan atau
menguranngi gejala yang diakibatkan oleh sekresi kelenjar lendir yang
berlebihan, yang menyebabkan hidung tersumbat oleh cairan lendir dan mata
terasa gatal. Antihistamin menghambat efek histamin pada pembuluh darah,
bronkus, dan bermacam-macam otot polos. Selain itu Antihistamin bermanfaat
untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai
pelepasan histamin endogen berlebihan. Efek samping dari obat ini ialah
mengantuk, dan penggunaannya merupakan kontraindikasi bagi penderita
penyakit glaucoma, asma, dan emfisema, wanita yang sedang menyusui (Tjay
& Rahardja, 2002)
Mekanisme kerja antihistamin adalah antagonis reseptor H1 berikatan
dengan H1 tanpa mengaktivasi reseptor, sehingga mencegah terjadi ikatan dan
kerja histamin. Antihistamin lebih efektif jika dimakan 1-2 jam sebelum
diperkirakan terjadinya paparan pada allergen (Puspitasari, 2010).
1) Cetirizin
- Aturan Pakai : 1x10mg perhari (pada tanda dan gejala pertama boleh
diminum 2 tablet)
- Kategori Kehamilan : B
2) Brompheniramine
- Dewasa : 1-2 tablet setiap 12 jam (maksimum 4 tablet/hari)
- Anak :
1.2 tahun : 1,25 ml setiap 12 jam (maksimum 2,5 ml/hari)
2.6 tahun : 2,5 ml setiap 12 jam (maksimum 5ml/hari)
6.12 tahun : 1 tablet setiap 12 jam (maksimum 2 tablet/hari)
- Kategori kehamilan: C
3) Chlorpheniramine
- Dewasa: 4 mg setiap 4-6 jam (maksimal 24 mg/hari)
sustained release 8-12 mg setiap 8-12 jam (maksimal 24 mg/hari)
- Anak
6.12 tahun: 1 mg setiap 4-6 jam (maksimal 6 mg/hari)
6-12 tahun: 2 mg setiap 4-6 jam (maksimal 12 mg/hari)
- Kategori Kehamilan: C
Hal yang harus diperhatikan saat menggunakan obat ini antara lain (Depkes
RI, 2007) :
1) Hindari dosis melebihi yang dianjurkan.
2) Hindari penggunaan bersama minuman beralkohol atau obat tidur.
3) Hati-hati pada penderita glaukoma dan hipertropi prostat atau minta saran
dokter.
4) Jangan minum obat ini bila akan mengemudikan kendaraan dan
menjalankan mesin.
Demacolin tablet
DIALOG
Keterangan :
1. Apoteker : Apt. Devyana Priwita Kurniasari, S. Farm
2. Pasien : Dewi Lestari
- Komposisi : Cetirizin 10 mg
- Indikasi : untuk mengatasi hidung tersumbat dan berair, untuk mengatasi
alergi misalnya alergi makanan atau rhinitis alergi. Bekerja dengan cara
menghalangi kerja senyawa histamin yang diproduksi oleh tubuh ketika
terpapar oleh alergen. Hal ini karena senyawa histamin merupakan
penyebab munculnya reaksi alergi. Cetirizine termasuk dalam golongan
obat antialergi (antihistamin) yang tidak menyebabkan rasa kantuk
- Cara penggunaan : minum sehari sekali sesudah makan.
- Efek samping : mulut kering, mual muntah.
- Harga : Rp 5.000
DIALOG
Keterangan :
1. Apoteker : Apt. Dewi Lestari, S. Farm
2. Pasien : Devy
Pada siang hari di sebuah apotek X di kota Solo.
Apoteker : Selamat siang, selamat datang di Apotek kami. Ada yang bisa saya
bantu?.
Pasien : Selamat siang mbak, hidung saya beberapa hari ini tersumbat. Kira-
kira obatnya apa ya mbak?.
Apoteker : Maaf sebelumya ini dengan ibu siapa?.
Pasien : Nama saya Devy mbak, rekomendasikan obat yang bagus ya mbak
soalnya minggu depan saya mau ujian.
Apoteker : Baik, ibu Devy. Nama saya Dewi, saya adalah apoteker di apotek ini.
Sekarang apa ibu Devy bisa menceritakan lagi keluhan apa sajakah
yang dirasakan oleh ibu Devy? Dan sudah berapa lama merasakan
keluhan tersebut?.
Pasien : Selain hidung saya tersumbat, hidung saya berair dan sering bersin.
Mata saya gatal mbak.
Apoteker : Baik ibu, apakah sebelumnya ibu sudah minum obat untuk mengobati
keluhan tersebut?.
Pasien : Belum mbak.
Apoteker : Maaf ibu, jika saya boleh tau aktivitas ibu Devy setiap hari aktivitas
ibu Devy setiap harinya bagaimana ya?.
Pasien : Saya seorang mahasiswa mbak, 6 hari ini saya membersihkan
gudang karena sudah lama tidak dibersihkan.
Apoteker : Apakah ibu Devy mempunyai alergi obat dan makanan?.
Pasien : Tidak mbak.
Apoteker : Baik ibu, keluhan yang ibu rasakan kemungkinan ibu Devy alergi
debu karena aktivitas ibu Devy akhir-akhir ini membersihkan gudang.
Mengingat bahwa ibu Devy seorang mahasiswa dan minggu depan
akan ujian ini saya berikan obat namanya Cetirizin. Obat ini diminum
1x dalam sehari 1 tablet sesudah makan. Obat ini digunakan untuk
mengatasi alergi dan obat ini tidak menyebabkan rasa
mengantuk.Apabila seminggu nggak ada perubahan ibu Devy saya
minta untuk melakukan pemeriksaan ke dokter.
Pasien : Baik mbak, saya mengambil obat cetirizin 10 tablet.
Apoteker : Baik ibu, jika ibu Devy sudah paham bolehkah ibu mengulangi cara
penggunaan obat yang sudah saya jelaskan tadi?.
Pasien : Baik mbak, ini nama obatnya cetirizin diminum 1 x sehari satu tablet
sesudah makan. Jika seminggu tidak ada peruban saya harus
memeriksakan ke dokter.
Apoteker : Baik ibu, saya rasa ibu sudah paham. Oh iya ibu satu lagi pesan saya
hindari faktor penyebab alergi ya.
Pasien : Baik mbak.
Apoteker : Ini ibu obatnya, untuk pembayarannya di kasir ya ibu. Semoga lekas
sembuh ya ibu.
Pasien : Baik mbak, terimakasih banyak mbak.
BAB III
KESIMPULAN
Astri, M dan Widayati, A. 2007, Hubungan Motivasi dan Pengetahuan dengan Perilaku
Swamediaksi Keputihan (Kandidiasis Vaginal) oleh Wanita Pengunjung Apotek di
Kota Yogyakarta Agustus 2006. jurnal farmasi sains dan komunitas, vol 2, No 4, 241-250.
BPOM. 2014. Materi Edukasi Tentang Peduli Obat Dan Pangan Aman : Jakarta.
Depkes RI. 2007. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan : Jakarta.
Depkes RI, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan :
Jakarta.
Direktorat Jendral Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006,
Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
Farmer, S.E.J. and Eccles, R., 2006. Chronic inferior turbinate enlargement and the implications for
surgical intervention. Rhinology, 44(4), p.234.
Iskandar, N., Soepardi, E., & Bashiruddin, J., et al (ed). 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke- 6. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Izzatin, 2015, Persepsi Pasien Terhadap Pelayanan Swamedikasi Oleh Apoteker Di Beberapa
Apotik Wilayah Surabaya Selatan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya.
Vol.4 No.2.
Krouse, J., Lund, V., Fokkens, W. and Meltzer, E.O., 2010. Diagnostic strategies in nasal
congestion. International journal of general medicine, 3, p.59.
Lipan, M.J. and Most, S.P., 2013. Development of a severity classification system for subjective
nasal obstruction. JAMA facial plastic surgery, 15(5), pp.358-361.
Puspitasari, I. 2010. Jadi Dokter Untuk Diri Sendiri. Bentang Pustaka : Yogyakarta.
Suryawati, S. 1997. Menuju Swamedikasi yang Rasional. Pusat Studi farmakologi klinik dan
kebijakan obat Universitas gadjah Mada : Yogyakarta.
Tjay, T.H dan Rahardja, K., 1993. Swamedikasi: Cara-Cara Mengobati Gangguan Sehari-hari
Dengan Obat-Obat Bebas Sederhana, Edisi pertama, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Tjay dan Rahardja, 2002. Obat-obat Penting, Khasiat, Pengunaaan dan Efek Sampingnya, Edisi V, PT
Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.