Dosen Pengampu :
Butet Sinaga, S.Si., M.Farm., Apt
Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
1. Fitri Amalia (18010300004)
2. Rani Sulistiyaningrum (18010300008)
3. Erdina Kusumastuti (18010300010)
4. Elisa Fitriani (18010300019)
Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya, khususnya
dipandang dari segi kandungan kimianya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan
kimia adalah faktor kekeringan dari bahan tersebut (DepkesRI, 2000)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia
pelican (mineral). Untuk menjamin mutu keseragaman senyawa aktif, keamanan, maupun
kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Untuk dapat
memenuhi persyaratan minimal tersebut beberapa faktor yang berpengaruh antara lain
adalah: Bahan baku simplisia,Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan
bahan baku simplisia,Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia (DepkesRI, cara
pembuatan simplisia, 1985)
Metode pengeringan simplisia terdiri dari beberapa, yaitu :
1. Pengeringan yang dilakukan dengan pengeringan dengan oven
2. Pengeringan yang dilakukan dengan sinar matahari langsung
3. Pengeringan yang dilakukan dengan sinar matahari dan ditutup kain hitam. (Wiranti
Sri Rahayu, 2009 )
3
Penggunaan kelopak bunga rosella di masyarakat yaitu sebagai sediaan teh dengan cara
diseduh dengan air panas. Manfaat air seduhan kelopak bunga rosella antara lain sebagai
diuretik, memperlancar buang air besar, juga dapat menurunkan panas dan sebagai
antibakteri. Daun rosella juga dapat dimanfaatkan sebagai obat, Karena berkhasiat sebagai
antihelmintik, diuretik, dan meningkatkan peristaltik usus. Selain itu daun rosella juga bisa
mengobati kaki pecah-pecah, luka bakar ringan, dan bisul.
Daun rosella mengandung flavonoid, saponin, fenolat, tanin dan steroid, glikosida.
Senyawa flavonoid, saponin, fenolat, tanin dan steroid, glikosida, alkaloid juga hadir
dalam batang dan akar tanaman rosella. Asam tatrat dan saponin juga hadir dalam akar.
Hal ini dapat menjadi acuan bahwa kandungan senyawa dari bunga, daun dan akar rosella
ini dapat digunakan sebagai antibakteri (Padmaja et.al).
Kandungan kimia rosella yang diduga mempunyai efek sebagai antibakteri adalah
flavonoid. Dimana kandungan flavonoid mampu menghambat dan membunuh
mikroorganisme yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia. Infeksi oleh bakteri ini
terutama menimbulkan penyakit pada manusia dengan tanda-tanda yang khas, seperti
peradangan, nekrosis dan pembentukan abses.
4
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Waktu : selama semester 4
Tempat : Laboratorium Kimia Organik STIKES RS Anwar Medika
Bahan
1. Tanaman Rosela
2. aquadest,
3. etanol 70%,
4. DMSO (Dimetil sulfoksida),
5. Nutrient Agar (NA),
6. Nutrient Brooth (NB),
7. Mueller Hinton Agar (MHA),
8. NaCl 0,9%,
9. suspensi standar Mc. Farland (BaCl2 1% dan H2SO4 1%).
10. Bakteri Staphylococcus aureus,
11. Chloramphenicol sebagai antibiotik pembanding.
5
3.3 Pembuatan Simplisia
Skema Kerja :
Pembuatan Simplisia
sampel sampel
mengeringkan
mencuci meniriskan kering disimpan
rosella dengan
rosella rosella dihaluskan ditempat
diangin-
dengan yang
anginkan
blender benar
Keterangan :
1. Rosella yang masih segar dicuci bersih dengan air bersih mengalir,
2. kemudian tiriskan sampai tidak ada air yang menetes,
3. kemudia keringkan dengan cara diangin-anginkan.
4. selanjutnya sampel yang sudah kering dihaluskan dengan blender,
5. kemudian disimpan dalam wadah yang kering dan sesuai dengan penyimpanan yang
benar.
Pembuatan Ekstraksi
6
Keterangan :
1. Serbuk simplisia ditimbang masing masing simplisia :
Bunga sebanyak 59,95 gram
daun 166,3 gram
akar 50 gram.
2. Tambahkan etanol 70% hingga 10 bagian pelarut dari jumlah masing-masing
simplisia ke dalam maserator.
3. Aduk hingga simplisia terendam dengan pelarut kemudian tutup rapat.
4. Biarkan selama 18 jam terlindung dari cahaya.
5. Kemudian saring sampel dengan kertas saring pisahkan ampas dan ambil filtratnya.
6. Selama 2 hari, tiap 24 jam, ampas diremaserasi dengan cairan penyaring etanol 70%
yang baru dengan jumlah sebanyak setengah kali jumlah volume pelarut pada
penyarinan pertama.
7. Filtrat yang diperoleh dicampur, kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary
evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. (Reanza Musmulya Putri, 2019)
Uji Uji Uji Uji Uji Uji Uji Uji Uji Uji
karbohidrat Asam Fenol Tanin Flavonoid Alkaloid Minyak Saponin Steroid Terpenoid
Lemah Atsiri
Test Fehling
1. Uji karbohidrat
a. Tes Molish: 2 mL ekstrak tanaman, ditambahkan dua tetes larutan alkohol α-
naftol, lalu campuran dikocok dengan baik dan tambahkan beberapa tetes asam
7
sulfat pekat perlahan sepanjang sisi tabung reaksi. Cincin ungu menunjukkan
adanya karbohidrat (Banu & Cathrine, 2015).
b. Tes Benedict: Untuk 0,5 mL filtrat,tambahkan 0,5 mL reagen Benediktus.
Campuran dipanaskan sampai mendidih selama 2 menit. Presipitat warna
karakteristik menunjukkan adanya gula (Banu & Cathrine, 2015).
c. Tes Fehling: Penambahan pereaksi fehling 1 dan 2 dalam jumlah yang sama
banyak kedalam larutan uji, lalu akan terjadi reduksi (kadang-kadang
diperlukan pemanasan) menghasilkan endapan kupro oksida berwarna merah
bata(Hanani, 2015).
2. Uji asam lemak
Tambahkan asam sulfat 25%, pengamatan dilakukan dengan
pemanasan,dan terbentuk warna cokelat muda menunjukkan adanya asam lemak
(Hanani, 2015).
3. Uji fenol
Ekstrak ditambahkan 3-4 tetes besi (III) klorida. Senyawa fenol akan
memberikan warna hijau hingga biru hitam dengan penambahan larutan garam
besi (III) klorida (Tiwari et al., 2011).
4. Uji tanin
Ekstrak ditambahkan 3 tetes larutan feri klorida menunjukkan hijau
hingga biru kehitaman (Hanani, 2015).
5. Uji flavonoid
a. Uji Shinoda: Larutan uji diuapkan hingga kering, ditambahkan 2-3 tetes etanol,
kemudian ditambahkan dengan serbuk Mg dan beberapa tetes asam klorida
5M. Warna merah hingga merah lembayung yang timbul menandakan adanya
senyawa flavonon, flavononol dan dihidroflavonol (Hanani, 2015).
b. Uji Timbal Asetat: Ekstrak ditambahkan dengan beberapa tetes larutan timbal
asetat. Pembentukan endapan warna kuning menunjukkan adanya flavonoid
(Tiwari et al., 2011).
6. Uji alkaloid
a. Tes Mayer: untuk beberapa mL ekstrak tanaman, dua tetes reagen Mayer
ditambahakan disepanjang sisi tabung. Endapan krem putih menunjukkan
adanya alkaloid (Tiwari et al., 2011).
8
b. Tes Wagner: Beberapa tetes reagen Wagner ditambahkan ke beberapa ml
ekstrak tumbuhan disepanjang sisi tabung reaksi. Endapan coklat kemerahan
mengkonfirmasikan tes tersebut sebagai positif (Tiwari et al., 2011).
7. Uji minyak atsiri
Ekstrak ditambahkan larutan kalium permanganat, warna akan menjadi
pucat atau hilang (Hanani, 2015).
8. Uji saponin
a. Uji Busa:1 mL ekstrak ditambahkan 10 mL air kocok diamkan selama 10
menit ditambahkan 1 tetes HCL. Jika timbul busa setelah panambahan HCl
selama 10 menit dan tinggi busa 1-10 cm, menunjukkan adanya saponin
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
9. Uji steroid
Tambahkan kloroform dan lihat lapisan yang terbentuk, kemudian lapisan
kloroform dikeringkan. Lalu tambahkan 3 tetes H2SO4 P. Maka akan terbentuk
warna biru. Terbentuknya warna biru dapat diamati pada bagian pinggir plat tetes
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000).
10. Uji terpenoid
Ekstrak 1 mL ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam
sulfat pekat perubahan warna ungu atau merah kemudian menjadi biru hijau
menunjukan adanya terpenoid (Banu & Cathrine, 2015).
9
Skema Kerja :
10
Dari larutan induk asam galat 1 mg/mL dibuat berbagai konsentrasi
15; 30; 45; 60; 75; 90 μg/mL. Kemudian dipipet sebanyak 0,1; 0,3; 0,45;
0,6; 0,75; 0,9 mL tambahkan 5 mL enceran Folin Ciocalteu Lp (7,5 %
dalam air), lalu diamkan selama 8 menit, tambahkan 4 mL NaOH 1 %
inkubasi selama 1 jam. Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum
asam galat – Folin Ciocalteu dengan Spektrofotometri UV-Vis dan buat
kurva kalibrasi sehingga persamaan regresi linearnya dapat dihitung.
Larutan uji
Pipet ekstrak sebanyak 0,5 mL masukkan ke dalam labu terukur,
Ditambahkan 5 mL enceran Folin-Ciocalteu lalu diamkan selama 8 menit,
tambahkan 4 mL NaOH 1 % inkubasi selama 1 jam. Ukur serapan pada
panjang gelombang maksimum asam galat- Folin Ciocalteu dengan
Spektrofotometri Uv-Vis
2. Penetapan kadar tannin
Penetapan kadar tanin dilakukan dengan metode spektrofotometri Uv-Vis
a. Larutan pembanding
Keringkan pembanding katekin dalam oven pada suhu 105˚ C sampai
bobot tetap. Timbang seksama lebih kurang 50 mg, masukkan ke dalam labu
terukur 50 mL, larutkan dalam etil asetat P, sonikasi selama 5 menit. Pipet 2
mL larutan, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer bersumbat kaca 100 mL,
tambahkan 50 mL etil asetat P, sonikasi kembali selama 5 menit.
b. Larutan Uji
Timbang seksama lebih kurang 50 mg ekstrak, keringkan dalam oven
pada suhu 105˚ C sampai bobot tetap.Masukkan ke dalam labu terukur 50
mL, larutkan dalam etil asetat P, sonikasi selama 5 menit. Pipet 2 mLlarutan,
masukkan ke dalam labu Erlenmeyer bersumbat kaca 100 mL, tambahkan 50
mL etil asetat P, sonikasi kembali selama 5 menit.
c. Larutan blangko etil asetat P
Ukur serapan larutan pembanding, larutan uji dan larutan blangko secara
spektrofotometri pada panjang gelombang 279 nm dan 300 nm. Serapan
larutan uji pada 300 nm tidak lebih dari 0,03. Hitung persentase katekin
dalam ekstrak pada panjang gelombang 279 nm (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010).
3. Penetapan kadar flavonoid
11
Penetapan kadar flavonoid total menggunakan spektrofotometer Uv-Vis
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
a. Penentuan panjang gelombang maksimum
Larutan induk kuersetin : Timbang seksama 10 mg kuersetin dimasukkan
ke dalam labu terukur encerkan secara kuantitatif dengan etanol 80 %.
Pengukuran : Dipipet 0,5 mL masukkan kedalam labu terukur, kemudian
ditambahkan 1,5 mL etanol P, tambahkan 0,1 mL alumunium klorida P
10 %, kemudian tambahkan 0,1 mL natrium asetat 1 M dan 2,8 mL air
suling. Kocok dan diamkan selama 30 menit pada suhu ruang. Ukur serapan
pada panjang gelombang serapan maksimum.
Pembuatan kurva kalibrasi
Dari larutan induk kuersetin 1 mg/mL dibuat berbagai konsentrasi 30;
40; 50; 60; 70 μg/mL. Kemudian dipipet sebanyak 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7 mL,
tambahkan 1,5 mL etanol P, tambahkan 0,1 mL alumunium klorida P 10 %,
kemudian tambahkan 0,1 mL natrium asetat 1 M dan 2,8 mL air suling.
Kocok dan diamkan selama 30 menit pada suhu ruang.Ukur serapan pada
panjang gelombang maksimum kuersetin dengan Spektrofotometri UV-Vis
dan buat kurva kalibrasi sehingga persamaan regresi linearnya dapat
dihitung.
Larutan uji
Pipet ekstrak sebanyak 0,5 mL, tambahkan 0,1 mL alumunium klorida P
10 %, kemudian tambahkan 0,1 mL natrium asetat 1 M dan 2,8 mL air suling.
Kocok dan diamkan selama 30 menit pada suhu ruang.Ukur serapan pada
panjang gelombang maksimum kuersetin dengan Spektrofotometri UV-Vis.
4. Penetapan kadar alkaloid
Timbang seksama lebih kurang 20 mL ekstrak, sari menggunakan 100 mL
metanol Pdan 10 mL amoniak P, panaskan di atas tangas air selama 30 menit, saring.
Ulangi 2 kali penyarian menggunakan jenis dan jumlah pelarut yang sama.
Tambahkan 50 mL asam klorida 1 N LP pada kumpulan filtrat, uapkan hingga
volume kurang lebih 25 mL, saring ke dalam corong pisah. Basakan filtrat dengan
amoniak P sampai pH ± 10, sari 3 kali dengan 25 mL kloroform P kumpulkan dan
uapkan fase kloroform pada suhu 50˚, kemudian keringkan pada hingga bobot tetap.
Hitung sisa pengeringan sebagai alkaloid total (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008).
12