Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karbon monoksida (CO) adalah salah satu polutan udara yang paling umum dan
tersebar luas. Gas karbon monoksida (CO) adalah senyawa yang memiliki ciri-ciri
seperti tidak berbau, tidak berasa, pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak
berwarna serta memiliki sifat potensif racun terhadap tubuh. CO merupakan salah
satu gas toksik yang sangat berbahya apabila terhirup manusia. Gas CO dapat berasal
dari paparan asap kendaraan,. Keberadaan CO yang seringkali tidak dapat dideteksi di
lingkungan dan berakibat fatal ini menyebabkan gas CO disebut sebagai silent
killer.1,2

Setiap tahun gas CO dilepaskan ke udara dalam jumlah yang paling banyak
diantara polutan udara yang lain dan penyumbang terbesar dihasilkan oleh kendaraan-
kendaraan yang menggunakan bensin sebagai bahan bakar.3 Apabila senyawa kimia
gas CO berikatan dengan hemoglobin dalam darah manusia akan membentuk
karboksi hemoglobin (COHb) yang dapat menyebabkan kondisi kurangnya
kemampuan darah dalam mengangkut oksigen..4

Kasus keracunan CO sudah umum terjadi dan merupakan penyebab utama dari
kematian akibat keracunan di Amerika Serikat dan lebih dari setengah penyebab
keracunan fatal lainnya di seluruh dunia. Pada kurun waktu 1999-2010, terhitung
jumlah kematian akibat keracunan CO yang tidak disengaja terjadi di Amerika
Serikat sebanyak 5.149 kematian dengan ratarata 430 kematian per tahun. Di negara
Asia Timur seperti Taiwan, keracunan CO ini menyebabkan 526 kasus gawat darurat
dan 55 kematian selama 2009-2013. Dalam Republik Rakyat China, 1,35 miliar
populasi (59 kali dari Taiwan dan 4,3 kali dari Amerika Serikat), jumlah kasus
keracunan CO bahkan lebih sulit diperkirakan. Namun, karena kasus ini seringkali
salah didiagnosis, angka kejadian dapat menjadi lebih tinggi. Kasus keracunan CO di
Indonesia tercatat sebanyak 81 orang menjadi korban akibat intoksikasi karbon

1
monoksida dari bulan Januari-September 2014 dan 16 orang diantaranya meninggal
dunia.5

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Karakteristik Agen Pajanan

Karbon monoksida (CO) merupakan silent killer karena sifat fisiknya yang tidak
berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau, tetapi dalam konsentrasi yang tinggi dapat
menyebabkan kematian pada manusia. Karbon Monoksida berasal dari hasil
pembakaran tidak sempurna bahan karbon atau bahan-bahan yang mengandung
karbon.6 Karbon monoksida diproduksi dari proses alami, maupun dari aktivitas
manusia.7 Aktivitas manusia yang dapat menghasilkan karbon monoksida diantaranya
pembakaran tidak sempurna bensin pada mobil maupun sepeda motor. Gas Karbon
monoksida dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -129°C. Di kota besar yang
padat lalu lintasnya biasanya akan banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar CO
dalam udara relatif tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan.8

Satuan konsentrasi CO di udara adalah ppm atau parts per million. Dimana 1
ppm setara dengan 10-4 %. Selain dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna di luar
tubuh, gas CO juga dihasilkan dalam jumlah kecil (kurang dari 0,5 %) dari
katabolisme normal cincin protoporfirin hemoglobin di dalam tubuh dan tidak toksik
bagi tubuh. Senyawa ini sangatlah beracun karena memiliki karakteristik afinitas
terhadap hemoglobin 250-300 kali lebih kuat daripada afinitas oksigen dan oleh
karenanya sangat sulit untuk melepaskannya ketika telah berikatan dengan darah,
kemudian akan membentuk ikatan karboksihemoglobin, sehingga menghambat
distribusi oksigen ke jaringan-jaringan tubuh. Organ tubuh yang sangat sensitif
terhadap keracunan karbon monoksida adalah organ-organ dengan kebutuhan oksigen
paling banyak.8

Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses


pembakaran. Karbon monoksida mudah terbakar dan menghasilkan lidah api

2
berwarna biru, menghasilkan karbon dioksida. Walaupun ia bersifat racun, CO
memainkan peran yang penting dalam teknologi modern, yakni merupakan prekursor
banyak senyawa karbon.9

2.2 Media Perjalanan Agen Pajanan di Lingkungan

Karbon monoksida, walaupun dianggap sebagai polutan, telah lama ada di


atmosfer sebagai hasil produk dari aktivitas gunung berapi. Ia larut dalam lahar
gunung berapi pada tekanan yang tinggi di dalam mantel bumi. Kandungan karbon
monoksida dalam gas gunung berapi bervariasi dari kurang dari 0,01% sampai
sebanyak 2% bergantung pada gunung berapi tersebut. Karbon monoksida adalah gas
yang cukup stabil di atmosfer, paru-paru merupakan salah satu organ yang menjadi
rute untuk paparan dalam lingkungan. Umumnya, rute keterpaparan gas karbon
monoksida adalah melalui jalan pernapasan atau rute terhirup atau inhalasi (inhalation
route). Terdapat tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi,
yaitu kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan
asfiksia. Gas ini dikelompokkan sebagai bahan kimia asfiksia (asphyxiate). Gas CO
ini mengakibatkan racun dengan cara meracuni hemoglobin (Hb) darah. Hb berfungsi
mengikat darah dalam bentuk HbO.1,8,10

Setelah mencapai paru-paru, karbon monoksida berdifusi dengan cepat melintasi


alveolar dan membrane kapiler. Karbon monoksida terikat menjadi salah satu protein
haem. Sekitar 80-90% dari karbon monoksida yang terserap berikatan dengan
hemoglobin, Setelah CO mengikat hemoglobin darah, terbentuk ikatan
karboksihemoglobin (COHb) yang dapat diukur dalam sampel darah dengan
spektrofotometri atau metode kromatografi, sehingga oksigen perlahan tidak dapat
diikat. Sebagai biomarker paparan karbon monoksida, COHb bersifat spesifik dan
terkait erat dengan mekanisme toksisitas.1,8

Dengan mekanisme ini, tubuh mengalami kekurangan oksigen. Hal ini


disebabkan afinitas atau sifat pengikatan atau daya lengket karbon monoksida ke
hemoglobin darah dibandingkan dengan oksigen jauh lebih besar sebanyak 200-3000

3
kali lipat. Dalam jumlah sedikit pun gas karbon monoksida jika terhirup dalam waktu
tertentu dapat menyebabkan gejala racun terhadap tubuh.1,8

2.3 Analisis Dose-Respone (nilai ambang batas)

Konsentrasi CO dalam udara lingkungan dan lamanya inhalasi menentukan


kecepatan timbulnya gejala-gejala atau kematian. Menurut World Health
Organization (WHO), paparan CO dengan konsentrasi 100 mg/m3 (87,3 ppm), 60
mg/m3 (52,38 ppm), 30 mg/m3 26,19 ppm), 10 mg/m3 (8,73 ppm) memiliki durasi
batas normal paparan secara berturut-turut hanya selama 15 menit, 10 menit, 1 jam,
dan 8 jam. Efek yang ditimbulkan dari paparan CO dengan konsentrasi dan durasi
paparan yang melebihi konsentrasi normal dapat menyebabkan gangguan pada
kesehatan, yaitu gangguan pada sistem kardiologi, hematologi, neurologi, dan
respirologi.11

Batas pemaparan karbon monoksida yang diperbolehkan oleh Occupational


Safety and Health Administration (OSHA) adalah 35 ppm untuk waktu 8 jam/hari
kerja, sedangkan yang diperbolehkan oleh The American Conference of
Governmental Industrial Hygienists Treshold Limit Value-Time Weighted Average
(ACGIH TLV TWA) adalah 25 ppm untuk waktu 8 jam. Kadar yang dianggap
langsung berbahaya terhadap kehidupan atau kesehatan adalah 1500 ppm (0,15%).
Paparan dari 1000 ppm (0,1%) selama beberapa menit dapat menyebabkan 50%
kejenuhan dari karboksihemoglobin dan dapat berakibat fatal.12

2.4 Definisi dan Karakteristik Penyakit

Keracunan karbonmonoksida dapat menyebabkan turunnya kapasitas


transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen di tingkat
seluler. Karbonmonoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang
paling terganggu adalah yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti
otak dan jantung.13 Secara normal hemoglobin darah berfungsi dalam sistem transpor
untuk membawa oksigen dalam membentuk oksihemoglobin (O2Hb) dari paru-paru
ke sel-sel tubuh dan membawa gas CO2 dalam bentuk CO2Hb dari sel-sel tubuh ke

4
paru-paru. Dengan adanya COHb maka kemampuan darah untuk transpor oksigen ke
jaringan tubuh berkurang. Akibatnya suplai oksigen dalam jaringan berkurang dan
terjadi hipoksia. Pada akhirnya jaringan dan sel-sel tubuh mengalami kekurangan
oksigen dimana keadaan seperti ini disebut hipoksia.14

Hipoksia sendiri merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan


oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen
dalam tingkat sel, begitu keadaan hipoksia bertambah parah, pusat batang otak
terkena. Sifat hipoksia ada 2 yakni tidak terasa datangnya dan tidak terasa sakit. Efek
toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh gangguan
transportasi oksigen. CO mengikat hemoglobin secara reversible, yang menyebabkan
anemia relatif karena CO mengikat hemoglobn 230-270 kali lebih kuat daripada
oksigen. Kadar HbCO 16% sudah dapat menimbulkan gejala klinis. CO yang terikat
hemoglobin menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan menurun.13, 15

2.5 Mekanisme Perjalanan Penyakit dalam Tubuh Manusia

Keracunan gas CO menyebabkan hipoksia jaringan jantung dan paru-


paru. Ketika manusia bernafas gas yang ada di udara seperti oksigen, nitrogen, karbon
monoksida, dan gas lainnya akan ikut terhirup masuk ke paru-paru mengalir ke
alveoli dan masuk ke aliran darah. Gas CO masuk ke aliran darah dan meningkatkan
kadar gas CO dalam tubuh. Gas CO yang masuk dalam tubuh melalui sistem
pernapasan terdifusi melalui membran alveolar bersama-sama dengan oksigen (O2).
Setelah larut dalam darah, CO berikatan dengan hemoglobin membentuk COHb.
Pada sistem kardiovaskular maka gas CO mengikat mioglobin, sitokrom P-450
dan enzim sitokrom oksidase a3 mitokondria miokardium sehingga menyebabkan
hasil oksidasi mitokondria berupa adenosin triphosphate(ATP) berkurang.
Komplikasi pada jantung dapat berupa menurunnya kontraksi miokardium,terjadi
hipotensi, aritmia ventrikuler,dan dapat menyebabkan mati mendadak
(sudden death). Sedangkan komplikasi pada paru dapat berupa edema paru dan
perdarahan. Edema dapat terjadi akibat terganggunya fungsi ventrikel kiri jantung
atau langsung sebagai akibat hipoksia parenkim paru-paru, dan dapat terjadi

5
kegagalan pernapasan. CO dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari CO pada
temperatur ruangan adalah 3 - 4 jam. Seratus persen oksigen dapat menurunkan
waktu paruh menjadi 30 – 90 menit, sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada
tekanan 2,5 atm dengan oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh samapai 15-23
menit. 13, 14, 16

2.6 Cara Pemeriksaan dan Diagnosa

2.6.1 Cara Pemeriksaan

Untuk mengetahui kadar CO dalam darah kita, dapat dilakukan beberapa


pemeriksaan, seperti;

1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan COHb darah yang diambil melalui pembuluh darah vena
merupakan satu-satunya metode monitoring biologis untuk mengetahui
tingkat paparan CO dalam tubuh. Pengambilan sampel darah vena dari
responden kemudian dianalisis menggunakan alat spektofotometri. Kadar
HbCO yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas tersebut.
Sedangkan kadar yang rendah belum dapat menyingkirkan kemungkinan
terpapar, khususnya bila pasien telah mendapat terapi oksigen 100%
sebelumnya atau jarak paparan dengan pemeriksaan terlalu lama.13, 14
2. Pemeriksaan Imaging
a. Pemeriksaan x-foto thorax
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada kasus-kasus keracunan gas dan
saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan. Hasil pemeriksaan x-foto thorax
biasanya dalam batas normal. Adanya gambaran ground-glass appearance,
perkabutan parahiler, dan intra alveolar edema menunjukkan prognosis
yang lebih jelek.13
b. Pemeriksaan CT Scan
CT Scan kepala perlu dilakukan pada kasus keracunan berat gas CO
atau bila terdapat perubahan status mental yang tidak pulih dengan cepat.

6
Edema serebri dan lesi fokal dengan densitas rendah pada basal ganglia
bisa didapatkan dan halo tersebut dapat memprediksi adanya komplikasi
neurologis.13
c. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan untuk
mendeteksi lesi fokal dan demyelinasi substansia alba dan MRI sering
digunakan untuk follow up pasien. Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan
jika terjadi gangguan status mental yang menetap. Pernah dilaporkan hasil
CT Scan adanya hidrosefalus akut pada anak-anak yang menderita
keracunan gas CO.13

2.6.2 Diagnosa Penyakit

 Table Gejala Pajanan Karbon Monoksida 17

Keracunan gas karbon monoksida didahului dengan gejala sakit kepala, mual,
muntah, rasa lelah, berkeringat banyak, pyrexia (kenaikan suhu tubuh),
pernafasan meningkat, confusion, gangguan penglihatan, kebinganan, hipotensi,
takikardi, kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat muncul pada
orang yang menderita nyeri dada. Bahkan dapat memungkinkan seseorang
mengalami kematian yang disebabkan karena sukar bernafas dan edema paru.

7
Kematian akibat keracunan karbon monoksida disebabkan oleh kurangnya
oksigen pada tingkat seluler (seluler hypoxia).18

 Diagnosa Penyakit
Sampel gas darah sangat penting untuk menentukan keracunan CO, dan
parameter yang digunakan adalah karboksihemoglobin. Karboksihemoglobin
adalah ukuran konsentrasi karbon monoksida dalam sel darah merah, tetapi tidak
pada tingkat seluler karbon monoksida di area kritis seperti otak dan
miokardium. Pada dasarnya untuk mengukur CO menggunakan metode
spektografik. Seseorang seharusnya tidak mencoba untuk menghitung
kemungkinan tingkat pO2 (aB) yang terukur sebagai bukti tingkat FCOHb
kesetimbangan yang tidak jenuh.18

Dalam kondisi normal, nilai sekitar 0,85% FCOHb ditemukan, karena CO


adalah hasil degradasi hemoglobin. Pada perokok, nilainya dapat naik menjadi
sekitar 4%, dan pada perokok berat dapat mencapai hingga 9%. Sampel dapat
diambil dari vena atau arteri.Oksimetri nadi tidak memberikan informasi apa pun
karena metode ini tidak dapat membedakan antara oksihemoglobin (O2Hb) dan
COHb.19

2.7 Pengobatan Penyakit

Langkah awal dalam pengobatan apabila menagalami keracunan gas karbon


monoksida yaitu, segera mencari udara segar dan hubungi bantuan medis darurat jika
ada seseorang yang mengalami tanda-tanda atau gejala keracunan karbon monoksida.

Pengobatan dapat dilakukan dengan ;

1. Terapi pasien yang mengalami intoksikasi gas CO dimulai dengan pemberian


oksigen tambahan dan perawatan suportif lainnya seperti manajemen jalan
nafas, sirkulasi dan stabilisasi status kardiovaskuler. Oksigen beraliran tinggi
harus diberikan segera untuk mengatasi hipoksia yang disebabkan oleh
keracunan CO dan dapat mempercepat eliminasi gas CO dari tubuh.13

8
2. Terapi oksigen hiperbarik terkadang dianjurkan untuk kasus keracunan CO
parah dan melibatkan pemberian oksigen murni pada peningkatan tekanan di
ruang hiperbarik. Telah disarankan bahwa ini dapat meningkatkan hasil
neurologis jangka panjang, meskipun masih kontroversial. Terapi oksigen
hiperbarik adalah teknik khusus, yang hanya tersedia di beberapa pusat. Ini
juga dapat dikaitkan dengan komplikasi sendiri dan tidak digunakan secara
rutin.20

2.8 Upaya Pencegahan atau Pemutusan Mata Rantai Agen Pajanan

Dari berbagai sektor yang potensial dalam mencemari udara, sektor


transportasi memegang peran yang sangat besar dibanding dengan sektor yang
lainnya. Kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara
mencapai 60-70%, sementara, kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya
berkisar 10-15%, dan sisanya berasal dari sumber pembakaran lain; misalnya rumah
tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain. 21,22

Upaya pengendalian pencemaran udara akibat kendaraan bermotor yang


mencakup upaya-upaya pengendalian baik langsung maupun tidak langsung, akan
dapat menurunkan tingkat emisi dari bidang transportasi secara efektif antara lain:

1. Mengurangi jumlah pengunaan kendaraan pribadi, agar dapat meminimalisir


asap atau emisi pembuangan gas tidak sempurna, dengan menggunakan
kendaraan umum, jalan kaki, naik sepeda, dan menggunakan alternatif
transportasi lain yang ramah lingkungan
2. Selalu merawat mobil dengan saksama agar tidak boros bahan bakar dan emisi
pembuangannya tidak mengotori udara, misalnya dengan memperhatikan
jenis bahan bakar yang digunakan
3. Meminimalkan pemakaian AC, misalnya dengan menggunakan AC non-CFC
dan hemat energi.

Sementara untuk perlindungan proteksi masyarakat dapat dengan cara:

9
1. Sebagai alat proteksi dini terhadap diri dapat menggunakan masker gas agar
dapat meminimalisir gas-gas yang berbahaya di udara seperti gas CO masuk
ke dalam tubuh
2. Menanam pohon yang memiliki kemampuan menyerap zat pencemar udara
CO di sekitar rumah atau di jalan raya
3. Jika sedang diperjalanan menggunakan kendaraan seperti mobil kemudian
merasa sakit kepala, mual, lemas atau mengalami gejala lain seperti yang telah
disebutkan segeralah membuka jendela mobil atau kelua sejenak untuk
menghirup udara segar. 21,22

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Karbon monoksida (CO) adalah gas tidak berwarna, tidak berbau, dan hambar
daripada udara. Gas ini bersifat toksik bagi manusia ketika terpajan dalam
konsentrasi yang lebih tinggi. Karbon monoksida dapat terbentuk secara alami,
tetapi sumber utama nya adalah dari kegiatan manusia. Perjalanan gas CO dalam
tubuh menuju organ target yaitu ketika gas karbon monoksida terhirup, masuk ke
dalam paru-paru lalu ke dalam molekul hemoglobin dalam sel darah merah.
Afinitas karbon monoksida yang lebih tinggi daripada oksigen membuat gas CO
ini terikat dengan hemoglobin dan menghambat kemampuan pertukaran gas. Efek
keracunan gas karbon monoksida terhadap kesehatan adalah mulai dari sesak
nafas hingga yang lebih fatal lagi yaitu kematian. Upaya pencegahan atau
pemutusan mata rantai agen pajanan dapat dimulai dengan cara sederhana, mulai
dari perlindungan terhadap diri sendiri seperti menggunakan masker gas. Upaya
lain yang dapat dilakukan yaitu seperti mengurangi penggunaan kendaraan yang
dapat menghasilkan emisi gas, merawat mesin kendaraan agar tetap baik,
memasang scruber pada cerobong asap mesin industri, menanam pohon yang
memiliki kemampuan menyerap zat pencemar udara CO, dan lain-lain.

10
LAMPIRAN

Sumber:
Alodokter.com

11
Sumber : Aura.co.id

DAFTAR PUSTAKA

1. Euro.who.int.(2019).[online]Available at:
http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0020/123059/AQG2ndEd_5_
5carbonmonoxide.PDF [Accessed 27 Nov. 2019].
2. Rivanda A. Pengaruh Paparan Karbon Monoksida Terhadap Daya Konduksi
Trakea. Majority [Internet]. 2015 [cited 8 November 2019];4(8):154-155.
Available from:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1491
3. Kusumawardhani A. Faktor risiko yang berhubungan dengan kadar
hemoglobin dan malondialdehid pada petugas parkir yang terpapar karbon
monoksida di swalayan Surakarta. Jurnal kesehatan masyarakat [Internet].
2019 [cited 8 November 2019];3(1):306. Available from:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm/article/view/11388/11045
4. Rahmah S. Hubungan paparan gas CO (karbon moksida) di udara dengan
kadar COHb darah petugas parkir basement di mall Surabaya. Kesehatan
Lingkungan [Internet]. 2019 [cited 8 November 2019];11(3):226. Available
from: https://e-journal.unair.ac.id/JKL/article/view/4166

12
5. Luvika S. Delayed Neuropsychological Sequelae pada Keracunan Karbon
Monoksida. Agromed Unila [Internet]. 2019 [cited 8 November
2019];2(4):523. Available from:
https://pdfs.semanticscholar.org/9ed6/851d53225163f34d16d00a98287492e9
28ab.pdf
6. Cooper CD., & Alley FC. 2011. Air Pollution Control: A Design Approach.
Fourth Edition. Long Grove, IL: Wavelan Press, Inc
7. Apps.who.int. (2019). Carbon Monoxide. [online] Available at:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/42180/WHO_EHC_213.pdf;
jsessionid=F2797FBFAC1BACAB9D1E97D057A85F76?sequence=1
[Accessed 27 Nov. 2019].
8. Repository.usu.ac.id. (2019). Karbon Monoksida. [online] Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68770/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y [Accessed 27 Nov. 2019].
9. Eprints.polsri.ac.id. (2019). Karbon Monoksida. [online] Available at:
http://eprints.polsri.ac.id/1189/4/BAB%20II.pdf [Accessed 27 Nov. 2019].
10. Tomie Hermawan Soekamto, David Perdanakusuma, (2019). Intoksikasi
Karbon Monoksida. [online] Available at:
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-CO%20Intoxication.pdf
[Accessed 27 Nov. 2019].
11. Wolf SJ, Lavonas EJ, Sloan EP, Jagoda AS. Clinical policy: critical issues in
the management of adult patients presenting to the emergency department
with acute carbon monoxide poisoning. Annals of Emergency Medicine.
2008; 51(2):138–52.
12. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Penanganan darurat
pada keracunan [internet]. Jakarta: BPOM RI; 2015[Accessed 27 Nov. 2019].
Tersedia dari: http://pionas.pom.go.id/book/ioni-bab16-penanganan-darurat-
pada-keracunanpenyebab-dan-penanganankeracunan/obat-spesifik

13
13. Soekamto T. Intoksikasi Karbon Monoksida. jurnal unair [Internet]. 2019
[cited 4 December 2019];. Available from:
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-CO%20Intoxication.pdf
14. Dewanti I. Identifikasi paparan CO, kebiasaan, dan kadar COHb dalam darah
serta keluhan kesehatan di basement apartemen waterplace, surabaya.
kesehatan lingkungan. 2018;10(1):59-64.
15. Uyun H, Indriawati R. Pengaruh Lama Hipoksia terhadap Angka Eritrosit
dan Kadar Hemoglobin Rattus norvegicus. 2013;3(1).
16. Dampak polusi partikel debu dan gas kendaraan bermotor pada volume dan
kapasitas paru. biomedik [Internet]. 2009 [cited 4 December 2019];1(2):65.
Available from:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/view/814/632
17. Anggraeni NIS. Pengaruh lama paparan asap knalpot dengan kadar co 1800
ppm terhadap gambaran histopatologi jantung pada tikus wistar [skripsi].
Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2009.
18. Ik.pom.go.id. (2019). keracunan karbon monoksida. [online] Available at:
http://ik.pom.go.id/v2016/artikel/KARACUNAN_KARBON_MONOKSIDA
.pdf [Accessed 27 Nov. 2019].
19. Jansen E. Carbon monoxide intoxication - diagnosis and treat [Internet].
Acutecaretesting.org. 2019 [cited 4 December 2019]. Available from:
https://acutecaretesting.org/en/articles/carbon-monoxide-intoxication--
diagnosis-and-treat
20. Carbon monoxide poisoning symptoms and treatment [Internet].
Headway.org.uk. 2019 [cited 4 December 2019]. Available from:
https://www.headway.org.uk/about-brain-injury/individuals/types-of-brain-
injury/carbon-monoxide-poisoning/carbon-monoxide-poisoning-symptoms-
and-treatment/
21. Marlita D, Saidah D. Pencemaran udara akibat emisi gas buang kendaraan
bermotor. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik (JMTransLog)
[Internet]. 2014 [cited 25 December 2019];1(3). Available from:

14
https://media.neliti.com/media/publications/112707-ID-pencemaran-udara-
akibat-emisi-gas-buang.pdf
22. Basri I. Pecemaran udara dalam antisipasi teknis pengelolaan sumber daya
lingkungan. Jurnal SMARTek. 2019;8(2):120-129.

15

Anda mungkin juga menyukai