PARAMETER STERIK
Nilai-nilai parameter tetapan kimia fisika dari substituen-substituen digunakan untuk mencari
hubungan kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis suatu turunan obat. Nilai parameter
lain yang tidak tercantum dalam tabel di atas dapat dilihat pada tabel dalam buku-buku kimia
medisinal.
Parameter sifat kimia fisika (hidrofobik, elektronik dan sterik) yang digunakan dalam hubungan
kuantitatif struktur-aktivitas model LFER Hansch dapat di ringkas seperti yang tercantum pada
Tabel 29.
Regresi linier untuk dua dan tiga parameter kimia fisika, dapat dinyatakan melalui
persamaan-persamaan sebagai berikut:
Regresi non linier untuk dua dan tiga parameter kimia fisika dapat dinyatakan melalui
persamaan-persamaan sebagai berikut:
Y = -a(X₁)² + bX + cX2 + d [7]
Y = -a(X₁)² + bX + cX2 + dX2 + e [8]
Persamaan (1), (2), (3) dan (4) dapat digambarkan dalam grafik (a) atau (b) sebagai
gambar berikut:
Grafik (a) menunjukkan lereng (slope) dengan kemiringan positif sedang grafik (b)
menunjukkan kemiringan negatif.
Persamaan (5) dan (6) dapat digambarkan dalam grafik (c) atau (d) sebagai berikut:
Grafik (c) menggambarkan bentuk parabola dan mempunyai puncak pada titik optimum
sedang grafik (d) menggambarkan bentuk parabola terbalik yang mempunyai Puncak
pada titik minimum.
Persamaan (7) dan (8) dapat digambarkan dalam grafik e sebagai berikut:
Grafik (e) merupakan grafik tiga dimensi, butir data pada umumnya terletak sedikit di
atas atau di bawah "terowongan" tergantung pada kualitas korelasi yang didapat.
Garis tebal terputus-putus menunjukkan senyawa yang mempunyai aktivitas optimum.
c. Kriteria Statistik
Keabsahan persamaan yang diperoleh dan arti perbedaan parameter yang digunakan
dalam hubungan struktur-aktivitas model Hansch, dapat dilihat dengan beberapa kriteria
statistik, seperti r, r2, F, t dan s.
Arti kriteria statistik:
a) Nilai r (koefisien korelasi) menunjukkan tingkat hubungan antara data aktivitas
biologis pengamatan percobaan dengan data hasil perhitungan berdasarkan persamaan
yang diperoleh dari analisis regresi. Koefisien korelasi adalah angka yang bervariasi
mulai dari 0 sampai 1. Semakin tinggi nilainya semakin baik hubungannya. Untuk
mendapatkan nilai koefisie: korelasi yang dapat diterima tergantung jumlah data
penelitian. Semakin banyak jumlah data penelitian semakin rendah koefisien korelasi
atau nilai r yang dapat diterima. Dalam penelitian hubungan struktur-aktivitas dicoba
dicapai suatu nilai r yang lebih besar dari 0,9.
b) Nilai r² menunjukkan berapa % aktivitas biologis yang dapat dijelaskan hubungannya
dengan parameter sifat kimia fisika yang digunakan.
Contoh: suatu hubungan yang mempunyai koefisien korelasi (r) = 0,990 berarti dapat
menjelaskan (0,990) x 100% 98 % dari variasi antar data.
c) Nilai F menunjukkan kemaknaan hubungan bila dibandingkan dengan tabel F. Makin
besar nilai F makin besar derajat kemaknaan hubungan. Nilai Fadalah indikator
bilangan untuk menunjukkan bahwa hubungan, yang dinyatakan oleh persamaan yang
didapat, adalah benar atau merupakan kejadian kebetulan. Semakin tinggi nilai F
semakin kecil kemungkinan hubungan tersebut adalah karena kebetulan.
d) Nilai t menunjukkan perbedaan koefisien regresi a, b, c dan d dari persamaan regresi
bila dibandingkan dengan tabel t.
e) Nilai s (simpangan baku) menunjukkan nilai variasi kesalahan dalam percobaan.
Seandainya pada 17 senyawa seturunan dilakukan uji farmakologi dan respons biologis
yang didapat (Rb) dihubungkan dengan bermacam-macam kombinasi parameter sifat
kimia fisika, yaitu logaritma koefisien partisi 1-oktanol/air (log P), tetapan σ Hammett
dan parameter sterik E, Taft, sehingga misalnya didapatkan persamaan regresi imajiner
[1] sampai dengan [5] sebagai berikut:
Log Rb = 6,303 + 3,416 (0,0961) Log P + 0,942 (0,0114) (Log P)2 [2]
n s r
1) Koefisien korelasi
Koefisien korelasi (r) pada persamaan [1] mendekati 1,00 dan lebih besar dari r tabel
(Tabel 30), hal ini menunjukkan bahwa hubungan yang dihasilkan oleh percobaan
cukup baik dan dapat menjelaskan (0,957)² x 100% 91,6% variasi (12). Bila
parameter sterik dan elektronik diabaikan, memberikan persamaan baru (2) dengan
koefisien korelasi yang masih cukup baik. Oleh karena itu koefisien korelasi pada
persamaan [1], yang mengandung dua variabel tambahan ( σ dan E δ), diragukan
mempunyai kemaknaan yang terbaik. Sebagai gambaran bila pada persamaan
diberikan 17 variabel, maka dengan mengabaikan data yang ada, nilai r akan sama
dengan 1. Petunjuk terkuat berasal dari nilai koefisien korelasi pada persamaan [4]
dan [5] yang harganya sangat rendah, hal ini menunjukkan bahwa baik σ maupun E δ,
tidak menunjang aktivitas biologis. Selanjutnya kemaknaan koefisien korelasi
persamaan [3] yang
P R
DB 0,05 0,01
1 0,997 0,1000
2 0,960 0,990
3 0,878 0,959
4 0,811 0,917
5 0,754 0,874
6 0,707 0,834
7 0,666 0,798
8 0,632 0,765
9 0,602 0,735
10 0,576 0,708
11 0,553 0,684
12 0,532 0,661
13 0,514 0,641
14 0,497 0,623
15 0,482 0,606
16 0,468 0,590
17 0,456 0,575
18 0,444 0,561
19 0,433 0,549
20 0,423 0,537
Tabel 30. Tabel koefisien korelasi (r)
(Disadur dari Soedigdo S. dan Soedigdo P. Pengantar Cara Statistika Kimia, Penerbit ITB, 1977, hal. 42)
lebih rendah bila dibandingkan dengan persamaan [2] menunjukkan bahwa hubungan
antara log R, dan log P bersifat parabolik.
2) Koefisien
Koefisien dari variabel menunjang penjelasan yang diberikan oleh koefisien korelasi.
Koefisien σ dan E δ, pada persamaan [4] dan [5] adalah kecil bila dibandingkan
dengan intersep, koefisien log P dan (log P)2. Hal ini menunjukkan bahwa persamaan
[4] dan [5] menggambarkan plot bahwa garis regresi selalu sejajar dengan aksis σ
dan E δ, atau peran σ dan E δ, terhadap respons biologis dapat diabaikan.
Koefisien yang lebih rendah dari log P pada persamaan [1] dan [2] menunjang
kesimpulan yang diberikan oleh koefisien korelasi bahwa aktivitas biologis
tergantung pada sifat hidrofil-hipofil senyawa yang diuji. Koefisien yang rendah dari
(log P)2 kemungkinan menunjukkan bahwa pengaruh kuadrat tidaklah begitu penting;
sebagai contoh koefisien (log P)2 pada persamaan [1] hanya 0,731 bila dibanding
dengan koefisien log P yang 2,342.
Keadaan serupa terjadi pada contoh persamaan [6] sebagai berikut:
Log Rb = 1,313 + 2,456 σ + 0,02456 V [6]
V adalah volume molar (BM/D), mempunyai koefisien yang jauh lebih rendah
dibanding koefisien a, sehingga diduga bahwa ukuran molekul atau volume molar
bukan merupakan faktor kontrol yang menentukan aktivitas.
3) Simpangan baku
Simpangan baku dapat menunjang kesimpulan yang diberikan pada koefisien
korelasi. Semakin kecil nilai simpangan baku semakin tinggi derajat kemaknaan
hubungan. Nilai simpangan baku pada persamaan [2] lebih kecil dibanding
simpangan baku persamaan [3], hal ini menunjang pernyataan bahwa hubungan yang
terbaik bersifat parabolik.
4) Kesalahan baku koefisien dan uji studen t
Bilangan dalam tanda kurung yang mengikuti koefisien log P σ dan E δ,
menggambarkan kesalahan baku koefisien, yang berarti bahwa bila percobaan
diulang, koefisien akan terletak diantara batas tersebut, contoh koefisien σ pada
persamaan [1] adalah 0,0361 ± 0,0190.
Semakin tinggi kesalahan baku semakin kecil koefisien itu dapat dipercaya dan
semakin kecil pula kemungkinan bahwa variabel itu dapat dihubungkan dengan
respons biologis.
Kepercayaan dapat diperkirakan dengan memisahkan koefisien dengan kesalahan
baku. Dengan demikian, angka kedua pada sisi sebelah kanan persamaan [1]
perbandingannya adalah 2,342 : 0,105 = 22,3. Karena ini suatu angka yang tinggi,
memberikan kesan bahwa angka ini penting. Apabila ada keraguan apakah
perbandingannya dianggap cukup tinggi, maka dapat dibandingkan dengan batasan
nilai student t Nilai student t terbatas dapat dilihat pada Tabel 31.
Dari Tabel 31 dapat dilihat bahwa harga t tergantung pada tingkat probabilitas dan
jumlah derajat bebas. Tingkat probabilitas dalam hubungan struktur-aktivitas pada
umumnya adalah 0,05. Jumlah derajat bebas ( ϕ ) adalah (n-m), n = jumlah kumpulan
data (17 data pada contoh) dan m = jumlah variabel. Pada persamaan [1], m = 5
sehingga derajat bebas (ϕ ) 17-5 = 12.
Dari Tabel 31 juga dapat dilihat bahwa pada ϕ = 12, memberikan harga t = 2,18 untuk
probabilitas = 0,05. Harga ini jauh lebih rendah dari 22,3, dan hal ini menunjukkan
bahwa angka kedua pada log P adalah bermakna. Dengan menggunakan uji yang
sama didapatkan bahwa parameter σ dan E δ, pada persamaan [1] dapat diabaikan.
5) Nilai F
Hasil distribusi F dapat dilihat pada persamaan [1]. Dua angka di bawah garis yang
mengikuti huruf F (4 dan 12) adalah m dan n-m, dan angka 10,9 yang mengikuti
adalah nilai F percobaan, yang didapat dari perhitungan statistik data percobaan.
Nilai F menunjukkan kemungkinan bahwa persamaan tersebut adalah suatu hubungan
yang benar diantara hasil-hasil yang didapat, atau hubungan tersebut hanya
merupakan kejadian kebetulan.
Tabel 31. Nilai Studen t
Probabilitas
Derajat Bebas
0,05 0,01
1 12,71 3,66
2 4,30 9,93
3 3,18 5,84
4 2,78 4,60
5 2,57 4,03
6 2,45 3,71
7 2,37 3,50
8 2,31 3,36
9 2,26 3,25
10 2,23 3,17
11 2,20 3,11
12 2,18 3,06
13 2,16 3,01
14 2,15 2,98
15 2,13 2,95
16 2,12 2,92
17 2,11 2,90
18 2,10 2,88
19 2,09 2,86
20 2,09 2,85
(Disadur dari Soedigdo S. dan Soedigdo P. Pengantar Cara Statistika Kimia, Penerbit ITB, 1977, hal 391)
Jika nilai F perhitungan data percobaan lebih besar dari nilai batas atau F tabel maka
hasil-hasil percobaan mempunyai hubungan yang benar pada tingkat probabilitas
yang diberikan.
Daftar nilai F terbatas dapat dilihat pada Tabel 32.
Angka-angka pada Tabel 32 menunjukkan bahwa angka pada bagian atas (v) adalah
angka pertama di bawah garis yang mengikuti F, dan angka pada sisi sebelah kiri
menurun (v2) adalah angka kedua di bawah garis yang mengikuti F.
Dengan demikian dari persamaan [1], v₁ = 4 dan v₂ = 12, yang bila dilihat pada
Tabel 32 memberikan harga F = 3,26 pada probabilitas 0,05, yang berarti bahwa
kurang dari 1 dalam 20 kesempatan dalam hubungan ini adalah suatu kejadian
kebetulan.
Tabel 32. Nilai distribusi perbandingan varia, F (pada α = 0,05)
v1
v2 1 2 3 4 5
Efek biologis mencapai maksimum bila log 1/HD 50 di ubah dengan log P menjadi
nol, dengan log P yang sesuai, dan menempatkan hasil sama dengan nol, dan
menempatkan hasil sama dengan nol, akan memberikan nilai koefisien partisi
optimum (Po).
Sehingga koefisien partisi optimum pada sistem 1-oktanol/air seri turunan di atas
adalah antilog 1,97 = 93.
Tabel 33. Beberapa contoh: hubungan struktur aktivitas model LFER Hansch
(Data diambil Hanseh C, Qualitative Structure-Activity Relationships in Drug Design, dalam Ariens EJ, Vol. 1,
1972, hal 293-294, 301-303, 314, 319-320, 322).
Tabel 34. Uji aktivitas antibakteri turunan kloramfenikol terhadap Staphylococeus aureus
Struktur umum:
Log A Log A
No R σ π
(pengamatan) (perhitungan)
1. -NO2 0,71 0,06 2,00 1,77
2. -CN 0,68 -0,31 1,40 1,47
3. -SO4CH3 0,65 -0,47 1,04 1,27
4. -CO2CH3 0,32 -0,04 1,00 0,89
5. -Cl 0,37 0,70 1,00 1,08
6. -NH-C6H5 0,58 1,72 0,78 0,69
7. -OCH3 0,12 -0,04 0,74 0,46
8. -NHCO-C6H5 0,22 0,72 0,40 0,76
9. -NHCOCH3 0,10 -0,79 -0,30 -0,28
Keterangan:
Pada table di atas aktivitas relative kloramfenikol (R = NO 2) = 100 atau log A (diamati) dari
kloramfenikol = 2.
(Disadur dari Hansch (1963), J.Med. Chem., 85, 28176, dalam Doerge RF, Ed, Wilson and Gisuold’s Textbook of
Organic and Pharmaceutical Chemistry, 8th ed., Philadelphia, Toronto: J.B. Lippincott hal. 19, dengan modifikasi)
b) Gugus hidrokarbon terhalogenasi, bersifat non polar, dengan nilai π berkisar 1-3.
Bila gugus a) dan gugus b) digabungkan, diusahakan agar didapatkan nilai log P ( ∑ π )
lebih kurang dari 2, sehingga diharapkan senyawa mempunyai efek penekan system saraf
pusat yang mendekati ideal.
Contoh:
Amorbarbital
2. Turunan alcohol tersier (etklorvinol)
Etklorvinol
Log 1/I50 = 1,08 Log P - 0,09 (Log P)2 + 0,1 pKa + 0,07 [4]
(n = 39; r = 0,913; S = 0,305; F = 58,3)
Dari persamaan [1] terlihat bahwa dengan menghubungkan parameter log P dengan
aktivitas penghambatan pertumbuhan spora Ballicus subtilis dari turunan fenol didapat
suatu hubungan linier yang cukup baik (r hitung lebih besar dari r tabel).
Dari persamaan [2] terlihat bahwa dengan memasukkan parameter pKa didapat hubungan
yang lebih baik antara aktivitas penghambatan pertumbuhan spora Ballicus subtilis dari
turunan fenol dengan parameter lipofit (log P) dan parameter elektronik (pKa) disbanding
bila hanya menggunakan parameter lipofit (log P) saja (persamaan [1]).
Bila dalam menghitung korelasi antara log 1/I 50 dan log P digunakan perhitungan regresi
non linier (parabolik), didapat korelasi yang lebih baik disbanding dengan perhitungan
regresi linier (persamaan [3]).
Hubungan terbaik didapatkan bila digunakan perhitungan regresi non linier dengan
memasukkan parameter log P dan pKa (persamaan [4]).
Biagi dan kawan-kawan (1975), telah melakukan penelitian tentang hubungan aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan nilai Rm turunan fenol, yang hasilnya
dapat dijelaskan melalui persamaan linier sebagai berikut:
Dari percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
sifat lipofil, yang ditunjukkan dengan parameter Rm. dengan aktivitas antibakteri turunan
fenol terhadap Staphylococcus aureus. Hal ini disebabkan turunan fenol termasuk
golongan senyawa berstruktur tidak khas, yang aktivitas biologisnya sangat tergantung
pada sifat kimia fisika terutama sifat kelarutan dalam lemak. Senyawa yang mudah larut
dalam lemak akan mudah menembus membran sel bakteri dan memberikan aktivitas
antibakteri tinggi, sampai dicapai kelarutan dalam lemak yang optimal.
Selain itu, adanya gugus asam boronat yang bersifat elektron donor atau nilai π (-), akan
memudahkan interaksi obat dengan jaringan tumor yang kekurangan elektron. Jadi
lokalisasi selektif turunan asam benzen boronat dalam jaringan tumor di otak sangat
tergantung pada sifat lipofil dan elektronik senyawa. Bila dilakukan radiasi dengan sinar
neutron, senyawa akan melepaskan radiasi alfa dengan energi tinggi sehingga merusak
jaringan tumor otak.
Dalam hubungan struktur-aktivitas, model Hansch lebih berkembang dan lebih banyak
digunakan dibanding model de novo Free-Wilson oleh karena:
a) Lebih sederhana.
b) Konsepnya secara langsung berhubungan dengan prinsip-prinsip kimia fisika organik
yang sudah ada.
c) Data parameter sifat kimia fisika substituen sudah banyak tersedia dalam tabel-tabel.
d) Penggunaan pendekatan model Hansch telah banyak dapat i hubungan struktur dan
aktivitas suatu turunan obat. menjelaskan
Model de novo Free-Wilson kurang populer dibanding model Hansch oleh karena:
Metode lain yang digunakan untuk mempelajari hubungan struktur kimia dan aktivitas
biologis adalah metode pengenalan pola (Pattern Recognition) dari Kowalski dan Bender
(1972), serta model mekanika kuantum dengan menggunakan persamaan Schrodinger.
Peranan hubungan kuantitatif struktur kimia dan aktivitas biologis ini sangat penting dalam
usaha mencari model interaksi obat-reseptor dan merupakan unsur yang penting dalam usaha
mendapatkan obat baru dengan aktivitas lebih besar, keselektifan lebih tinggi, efek samping
lebih rendah, kenyamanan lebih besar dan biaya yang lebih ekonomis.
KEPUSTAKAAN
1. Ariens EJ, Ed. Drug Design, vol. I, New York, London: Academic Press, 1971.
2. Ariens EJ, Ed. Drug Design, Vol. III, New York, London: Academic Press, 1972.
3. Ariens EJ, Ed. Drug Design, Vol. VII, New York, London: Academic Press, 1976
4. Biagi GL, Gandolfi O, Guerra MC, Barbaro AM, and Cantelli-Forti G. Rm values of
Phenols, their relationships with log P values and activity, J. Med. Chem., 18, 9, 1975.
5. Burger A. A Guide to the Chemical Basis of Drug Design. New York, Chichester,
Brisbane, Toronto, Singapore: John Wiley & Sons, 1983.
6. Craig PN. Interdependence between Physical Parameters and Selection of Substituent
Groups for Correlation Studies, J. Med. Chem., 14, 1971.
7. Delgado JN, and Remers AW, Eds. Wilson and Gisvold's Textbook of Organic Medicinal
and Pharmaceutical Chemistry, 9th ed., Philadelphia, Toronto: J.B. Lippincott Company
1991.
8. Doerge RF, Ed. Wilson and Gisvold's Textbook of Organic Medicinal and Pharmaceutical
Chemistry, 8th ed., Philadelphia, Toronto: J.B. Lippincott Company, 1982.
9. Foye WO, Ed. Principles of Medicinal Chemistry, 3rd ed., Philadelphia: Lea & Febiger,
1989.
10. Fujita T, Iwasa J, and Hansch C. A new substituent constants for aliphatic functions
obtained from partition coefficients, J. Med. Chem., 8, 1965.
11. Fujita T. Analysis and Prediction of Partition Coefficients of meta and para-disubstituted
Benzenes in Term of Substituent Effects, J. Pharm. Sci., 72, 1983.
12. Gringauz A. Introduction to Medicinal Chemistry, How Drugs Act and Why, New York,
Chichester, Weinheim, Brisbane, Singapore, Toronto: Wiley-VCH, 1997.
13. Hansch C, and Anderson SM. The Effect of Intramolecular Hydrophobic Bonding on
Partition Coefficients, J.Org. Chem., 32, 1967.
14. Hansch C, and Dunn WJ. Linear Relationships between Lipophilic Character and
Biological Activity of Drugs, J.Pharm Sci., 61, 1972.
15. Hansch C, and Leo A. Substituen Constants for Correlation Analysis in Chemistry and
Biology. New York: Wiley Interscience, 1979.
16. Hansch C, Steward, AR, Anderson, SM, and Bentley D. The parabolic dependence of
drug action upon lipophilic character as releaved by a study of hypnotics, J Med Chem.
11, 1968.
17. Harper NJ, and Simmonds AB, Eds. Advanced in Drug Research, vol. 6, London, New
York Academic Press, 1971.
18. Hyde RM. Relationships between the Biological and Physico hemical Properties of Series
Compounds, J.Med. Chem., 18, 1975.
19. Korolkovas A. Essentials of Molecular Pharmacology, Background for Drug Design,
New York London, Sydney, Toronto: Wiley Interscience, 1970.
20. Korolkovas A. Essentials of Medicinal Chemistry, 2nd ed., New York, Chichester,
Brisbane, Toronto, Singapore: John Wiley & Sons, 1988.
21. Leo A, Jow PYC, and Hansch C. Calculation of Hydrophobic Constant (Log P) and f
Constants, J. Med. Chem., 16, 1975.
22. Leo A, Jow PYC, and Hansch C. Calculation of Hydrophobic Constant (Log P) from π
and f-Constants, J. Med Chem., 18, 1975.
23. Lien El. The use of substituent constants and regression analysis in the study of structure
activity relationship, Am. J. Pharm. Educ., 1969.
24. Lien EJ. SAR. Side Effect and Drug Design, New York and Basel, Marcel Dekker,
Inc.,1987.
25. Lien El, and Wang PH. Lipophilicity, molecular weight and drug action: Reexamination
of parabolic and bilinear models, J. Pharm. Sci., 69, 1980.
26. Mayer JM, van de Waterbeemd H, and Testa B. A Comparison between the Hydrophobic
Fragmental Methods of Rekker and Leo, Eur. J. Med. Chem., 17, 1982.
27. Martin YC. Quantitative Drug Design, A Critical Introduction, New York, Basel: Marcel
Dekker Inc., 1978.
28. McFarland JW On the Parabolic Relationships between Drug Potency and
Hydrophobicity J. Med Chem., 13, 1970.
29. Nogrady T. Medicinal Chemistry, A Biochemical Approach, New York and Oxford:
Oxford University Press, 1985.
30. Purcell WP, Bass GE, and Clayton JM. Strategy of Drugs Design, A Guide to Biological
Activity, New York, London, Sydney, Toronto: John Wiley & Sons, 1973.
31. Rekker RF dan Mannhold R. Calculation of Drug Lipophilicity, VCH, Weinheim, 1992.
32. Rekker RF The hydrophobic fragmental constant and its application in the calculation of
partition coefficient of organic structure in the octanol-water system. Amsterdam:
Elseiver Scientific Publishing Company, 1977.
33. Rekker RF. Lecturer Course QSAR, MidCareer Training in Pharmacochemistry, Fakultas
Farmasi UGM and Department of Pharmacochemistry Vrije Universiteit, Yogyakarta,
1986.
34. Siswandono dan Bambang Soekardjo. Eds. Prinsip-Prinsip Rancangan Obat, Surabaya:
Airlangga University Press, 1998.
35. Siswandono dan Bambang Soekardjo. Kimia Medisinal, Surabaya: Airlangga University
Press, 1995.
36. Smith HJ. Smith and William's Introduction to the Principles of Drug Design, 2nd ed.,
London: Wright PSG, 1988.
37. Soedigdo S. dan Soedigdo P. Pengantar Cara Statistika Kimia. Bandung Penerbit ITB,
1977.
38. Taylor JB, and Kennewell PD. Modern Medicinal Chemistry. Chichester Ellis Horwood
Ltd, 1993.
39. Taylor JB, and Kennewell PD. Introductory Medicinal Chemistry, Chichester: Ellis
Horwood Limited, 1981.
40. Topliss JG, Ed. Quantitative Structure-Activity Relationships of Drugs, New York:
Academic Press, 1983.