oleh :
Nim : 170102001
Program studi : Program Studi Fisioterapi Program Sarjana Poltekes Dr. Rusdi Medan
Telah di setujui
Pada tanggal :
Mengetahui
Ketua Prodi DIV Fisioterapi Pembimbing
Riani Baiduri Siregar S.S.Ft. M.Fis Riani Baiduri Siregar S.S.Ft. M.Fis
NIDN: 0105018902 NIDN: 0105018902
i
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI
Telah diuji :
Pada Tanggal :
NPP :
NPP :
NPP :
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
Pekerjaan : Wiraswasta
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunianya sehiga penulis dapat meyelesaikan proposal
yang berjudul “Pengaruh Pemberian Terapi Cold Pack Dan Terapi Latihan Menggunakan
TherabandTerhadap Peningkatan (Rom)Pada Pemain Futsal”.Proposal ini disusun guna
iii
memenuhi sebagian persyarataan dalam menyelesaikan program pendidikan Diploma IV
Fisioterapi Poltekkes YRSU Dr. Rusdi Medan.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini tidak lepas dari bantuan,
bimbingan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dra. Hj.Marlina Nasution, Sst,M Fis selaku ketua Yayasan Politekknik Kesehatan
YRSU Dr. Rusdi Medan.
2. Ibu Nurul Rahma Siregar, M.kes selaku Direktur Politekknik Kesehatan YRSU Dr.
Rusdi Medan.
3. Ibu Relina Sinaga SSt. Ft, S. Pd, M.Kes selaku Ketua Jurusan Fisioterapi Politekknik
Kesehatan YRSU Dr. Rusdi.
4. Ibu Riani Baiduri Siregar, S.Ft, M.Fis selaku Kepala Prodi D IV Fisioterapi
Politekknik Kesehatan YRSU Dr. Rusdi Medan. dan selaku dosen pembimbing dalam
menyusun proposal penulis.
5. Para staf pendidik dan dosen yang telah memberi banyak ilmu bagi penulis yang tidak
bisa penulis ungkapkan satu-persatu.
6. Kepada Ayah dan Mamak, Abang, adik, serta ponakan penulis Zidan dan Sultan yang
telah memberi banyak dukungan dan bantuan dalam pembuatan proposal ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa apa yang tertuang dalam proposal ini masih
banyak memiliki kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran dan
iv
kritik membangun sangat penulis harapkan dan semoga proposal ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Medan 2021
Penulis
DAFTAR ISI
v
KATA PENGANTAR..........................................................................................iv
2.1.6 Dislokasi..........................................................................................12
2.3 Therabend......................................................................................................17
2.4.1 Goniometer...........................................................................................22
vi
2.6 Kerangka Berfikir..............................................................................................25
2.8 hipotesa............................................................................................................
vii
BAB I
A. PENDAHULUAN
Futsal adalah permainanbola yang dimainkan oleh dua tim, yang masing-masing
dengan memanipulasi bola dengan kaki. Selain lima pemain utama, setiap regu juga
diizinkan memiliki pemain cadangan. Tidak seperti permainan sepak bola dalam
ruangan lainnya, lapangan futsal dibatasigaris, bukan net ataupapan (Tenang, 2008).
Cidera yang sering terjadi di lapangan futsal adalah sprain ankle, karena permainan
futsal sering menggunakan gerakan yang melibatkan kaki. Gerakan pada kaki yang
salah atau benturan fisik antar pemain saat berebut bola bisa menyebabkan terjadinya
cidera, cidera pada ankle bisa juga terjadi oleh karena kesalahan saat menumpu, dimana
saat pemain menendang atau melompat berebut bola tidak jarang membuat tubuh dan
kaki pemain tidak seimbang dan menyebabkan tumpuan kaki tidak sempurna pada
lantai/ tanah dan terjadilah cidera ankle atau disebut sprain ankle (Santos, 2009).
Sprain ankeladalah cedera pada sendi, dimana tejadi robekan (biasanya tidak komplet)
dari ligament, keduanya disebabkan karena stress yang mendadak ataupun penggunaan
yang berlebihan (Giam dan Teh, 1993: 193-195).Cedera pergelangan kaki dapat terjadi
karena terkilir secara mendadak ke arah lateral atau medial yang berakibat robeknya
serabut ligamentum pada sendi pergelangan kaki (Arnheim, 1985: 473, Brunker dan
Kerusakan pada suatu bagian otot atau tendonya (termasuk titik-titik pertemuan
antara otot dan tendon) disebut strain, sendangkan sprain adalah cedera pada sendi,
dimana tejadi robekan (biasanya tidak komplet) dari ligament, keduanya disebabkan
karena stress yang mendadak ataupun penggunaan yang berlebihan (Giam dan Teh,
1
1993: 193-195).Mayoritas cedera engkel/ ankle adalah sprain dimana 85% orang
Kebanyakan cedera ankle (sekitar 85%) adalah inversion injury yaitu kaki tertekuk ke
arah dalam, sehingga terjadi peregangan pada ligament bagian luar. Ini biasa terjadi
ketika kiper menangkap bola sambil melompat dan tumpuan atau pijakannya salah.
Sedangkan cedera engkel yang dikarenakan oleh kaki tertekuk ke arah luar jarang
terjadi, dikarenakan posisi anatomis kaki kita.Pemberian ice pada kasus sprain ankle
dan mengurangi kekakuan. Terapi dingin dianjurkan selama satu sampai tiga hari setelah
cedera (tergantung pada beratnya) atau pada fase cedera akut. Selama waktu ini,
pembuluh darah di sekitar jaringan yang terluka membuka, nutrisi dan cairan masuk
Theraband therapy merupakan salah satu bentuk terapi latihan berupa karet yang
berfungsi untuk pemulihan cedera dan membantu memperkuat fungsi kerja otot,
2
1.2 B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh pemberian es dan terapi therabandpeningkatan ROM padapenderita sprine ankle.
Untuk mengetahui ada pengaruh pemberian es dan terapi theraband terhadap peninggkatan ROM
Dalam penelitian ini diharapkan fisioterapis mampu memberikan informasi tentang penderita
sprine ankle yang peningkatan ROM dan gangguan aktivitas. juga dapat melakukan penanganan yang
lebih berpengaruh terhadappeningkatan ROM, dengan memberikan intervensi terapi es dan terapi
latihan theraband.
Dengan adanya skripsi ini akan memberikan manfaat bagi peneliti,yaitu dengan bertambahnya
ilmu pengetahuandan keterampilan,dalam manajemen fisioterapi dan menjadi acuan dalam penelitian
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang pengertian, dan masalah pada
penderita sprine ankleserta penanganan fisioterapi terhadap peningkatan ROM pada penderita sprine
ankle.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
Ankle sprain merupakan cedera yang terjadi karena penguluruan berlebihan (overstretching dan
hypermobility) atau trauma pada ligamen kompleks lateral, oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi yang
tiba- tiba ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai atau tanah
sehinga menyebabkan struktur ligamen teregang melampaui panjang fisiologis dan fungsional normal.
Penguluran meyebabkan kerobekan pada ligamen-ligamen kompleks lateral, hal tersebut akan mengakibatkan
nyeri pada saat berkontraksi. Nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi penurunan kekuatan
Ankle adalah sendi yang paling utama bagi tubuh guna menjaga keseimbangan tubuh saat melakukan
aktivitas, hal tersebut membuat ankle menjadi salah satu lokasi tubuh yang sering mengalami cedera.
Umumnya cedera ankle terjadi pada saat kaki melakukan belokan atau memutar sehingga membuat
pergelangan kaki meregang pada titik di mana akan merobek ligamen atau retak tulang persendiaan
2.1.2Anatomi ankle
Ankle adalah sendi yang menopang tubuh untuk menjaga keseimbangan bila berjalan dipermukaan yang
tidak rata. Sendi ini tersusun oleh tulang, ligamen, tendon, dan seikat jaringan penghubung (Taylor, 2002:
106).
4
Sendi ankle dibentuk oleh empat tulang yaitu
1. Tibia adalah berukuran lebih besar dan mendukung sebagian besar berat badan dan merupakan
bagian penting dari kedua sendi lutut dan sendi pergelangan kaki
5
2. Fibula (tulang betis) adalah tulang panjang yang terletak di laterak tibia, ukurannya lebih kecil.
3. Talus adalah salah satu tulang penting yang membentuk sendi pergelangan kaki. Talus berfungsi sebagai
penghubung antara kedua tulang pada tungkai kaki (tulang kering dan tulang fibula).
4. Calcaneus pergerakan utama dari sendi ankle terjadi pada tulang tibia, talus dan calcaneus (Ali Satia
Graha dan Bambang Priyonoadi, 2012: 53).
6
Struktur sendi ankle sangatlah kompleks dan kuat karena sendi ankle tersusun atas ligamen-ligamen yang
kuat dan banyak. Ligamen ligamen dari sendi ankle berfungsi sebagai struktur yangmempertahankan
stabilitas sendi ankle dalam berbagai posisi (Ali Satia Graha dan Bambang Priyonoadi, 2012:54). Secara
Gambar 2.
Ligamen Ankle
Otot berperan sebagai penggerak sendi, juga berfungsi sebagai komponen stabilisator aktif yang
menjaga sendi dan tulang saat pergerakan. Tendon adalah ujung otot yang melekat pada tulang, fungsinya
untuk menghubungkan berbagai organ tubuh seperti otot dengan tulang, tulang dengan tulang, juga
memberikan perlindungan terhadap organ tubuh.Otot penggerak utama dalam gerakan dorsofleksi adalah
tibialis anterior. Otot penggerak utama gerakan plantarfleksi adalah otot gastrocnemius dan otot soleus. Otot
penggerak utama gerakan inversi adalah otot tibialis posterior sedangkan otot penggerak utama gerakan eversi
melakukan gerakan dorsofleksi, plantarfleksi, eversi, dan inversi. Range of motion (luas gerakan sendi) dalam
keadaan normal untuk dorsofleksi 20° plantarfleksi 30-50°, gerakan inversi 45-60° dan gerakaneversi 15-30°
(Anderson, 2011:688).
7
2.1.4 Cedera ligamentum
Cedera ligamentum dikenal istilah sprain, dan cedera pada ototdan tendo dikenal sebagai strain.Sprain
adalah cedera pada ligamentum cedera ini yangpalingbanyak terjadi pada berbagai cabang olahraga, hal ini
terjadi karena stress berlebihan yang mendadak atau penggunaan berlebihan yang berulang-ulang dari sendi.
yaitu:
1. Sprain Tingkat I
Cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut yang putus. Cedera
menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkakan dan rasa sakit pada daerah tersebut.
Seperti pada gambar di bawah ini:
Cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus,tetapi lebih separuh serabut ligamentum yang
utuh. Cederamenimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi (cairanyang keluar) dan biasanya tidak
dapat menggerakkan persendiantersebut. Seperti pada gambar di bawah ini:
8
3. Sprain Tingkat III
Cedera ini seluruh ligamentum putus, sehingga kedua ujungnya terpisah. Persendian yang bersangkutan
merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan
terdapat gerakan-gerakan yang abnormal. Seperti pada gambar di bawah ini:
2.1.5Dislokasi
Dislokasi adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempat yang seharusnya. Faktor yang meningkatkan resiko
adalah ligamen-ligamen yang kendor akibat pernah mengalami cedera, kekuatan otot yang menurun ataupun
karena faktor eksternal yang berupa tekanan energi dari luar yang melebihi ketahanan alamiah jaringan dalam
Gambar. Dislokasiankle
9
Patofisiologi dari ankle sprain merupakan akibat dari ketidakseimbangan gerakan inversi dan plantar fleksi
dari pergelangan kaki. Sendi pergelangan kaki terdiri dari 3 artikulasi sendi:
1. Sendi tarokrural
2. Sendi subtalar
Pada bagian lateral: ligamen anterior talofibular, posterior talofibular dan kalkaneofibular
Pada bagian medial: ligamen deltoid, anterior tibiofibular dan bony mortise.
Ketiga sendi tersebut nantinya akan berkolaborasi membentuk pergerakan pada sendi pergelangan kaki.
peregangan tersebut melebihi batas dari kekuatan jaringan maka akan terjadi robekan pada ligamen yang
menyebabkan timbulnya peradangan. Ankle sprain yang terjadi berulang kali akan menyebabkan instabilitas
Ankle sprain dapat terjadi karena overstretch pada ligament complex lateral ankle dengan posisi inversi dan
plantar fleksi yang terjadi secara tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/tanah, dimana
umumnya terjadi pada permukaan lantai/tanah yang tidak rata, sehingga hal ini menyebabkan struktur ligamen
teregang melampaui panjang fisiologis dan fungsi normalnya (Calatayud, et al., 2014).
Terkilir pada pergelangan kaki biasanya disebabkan oleh gerakan ke sisi luar/samping (lateral) atau sisi
dalam/tengah (medial) dari pergelangan kaki yang terjadi secara mendadak. Terkilir secara invesi yaitu kaki
berbelok dan atau membengkok ke dalam dan terbalik. Tipe ini merupakan cedera yang paling umum terjadi
10
pada pergelangan kaki. Hal ini disebabkan oleh banyaknya tulang penstabil pada sisi belah samping yang
mengakibatkan tekanan pada kaki menjadi terbalik. Jika kekuatan tersebut cukup besar, pembengkokan dari
pergelangan kaki tejadi sampai medial malleolus kehilangan stabilitasnya dan menciptakan titik tumpu untuk
Ada duafaktor penyebab cedera yaitu faktor intrinsik dan ektrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor dari diri
olahragawan, diantaranya kurang pemanasan, beban yang lebih dan lemahnya kondisi fisik mengakibatkan
atlit mengalami cedera. Sedangkan faktor ektrinsik yaitu faktor yang timbul dari luar, diantaranya kondisi
tempat latihan, alat yang di gunakan dan cuaca maupun suhu saat melakukan olahraga. Penyebab lain bisa di
sebabkan karena trauma atau berbenturan langsung ataupun latihan berulang-ulang dalam waktu lama.
Cedera ankle dapat terjadi karena terkilir secara mendadak dilanjutkan adanya respon dari tubuh denga n
ditandai peradangan yang terdiri dari rubor (merah), kalor (panas), tumor (bengkak), dolor (nyeri), dan
functiolaesa (penurunan fungsi). Pembuluh darah dilokasi cedera atau bagian ankle akan melebar yaitu terjadi
vasodilatasi dengan maksud untuk mengirim lebih banyak nutrisi dan oksigen dalam mendukung
penyembuhan. Pelebaran pembuluh darah itulah yang mengakibatkan bagian ankle yang cedera terlihat
memerah (rubor). Cairan darah yang banyak dikirim ke lokasi cedera akan merembes keluar dari kapiler
menuju ruang antar sel dan menyebabkan bengkak (tumor). Dengan dukungan banyak nutrisi dan oksigen,
metabolisme dilokasi cedera akan meningkat dengan sisa metabolisme yang berupa panas. Kondisi itulah yang
menyebabkan lokasi daerah ankle yang mengalami cedera akan lebih panas (kalor) dibandingkan dengan
lokasi lain yang tidak mengalami cedera. Tumpukan sisa metabolisme dan zat kimia lain akan merangsang
ujung saraf dibagian ankle yang mengalami cedera dan akan menimbulkan nyeri (dolor). Rasa nyeri tersebut
juga dipicu oleh tertekannya ujung saraf karena pembengkakan yang terjadi dilokasi cedera. Tanda peradangan
tersebut akan menurunkan fungsi organ atau sendi dislokasi cedera yang dikenal dengan istilah penurunan
11
2.2 Terapi Dingin pada Cedera Ankle SprainAkut
2.2.1COLD PACK
Cold pack adalah gel beku yang digunakan fisioterapi untuk merawat daerah yang nyeri dan peradangan. Cold
pack dibalutkan pada handuk yang basah dan diletakkan langsung pada daerah yang membutuhkan perawatan.
Efek dingin dari cold pack disalurkan ke kulit, otot dan jaringan tubuh pasien sehingga mempunyai beberapa
manfaat. Suhu yang dingin menyebabkan vasokonstriksi/penyempitan pembuluh darah vena pada area
tersebut. Dan efek ini menurunkan peradangan pada daerah tersebut. Dan dengan menurunnya peradangan
Cold pack berupa kantong plastic dua lapis. Bagian dalam kantong berisi serbuk ammonium nitrat dan
bagian luar yang mudah pecah berisi air. Ketika bungkusan dipijat, maka kantong plastic berisi air akan pecah,
dengan sedikit pengocokan ammonium sulfat akan larut dalam air. Reaksi pelarutan ammonium sulfat
merupakan reaksi endoterm yang ditandai dengan penurunan temperature. Kantung dingin yang berisi
amonium nitrat tidak dapat didaur ulang (sekali pakai), sebab larutan amonium nitrat suka dikristalkan
12
Kompres dingin sebaiknya digunakan sebagai penanganan pertama cedera, dilakukan 48 jam setelah
pertama kali Anda mengalami cedera memar maupun keseleo. Kompres dingin juga dapat digunakan untuk
mengatasi gangguan akibat: Gigitan serangga; Migrain; Tendonitis; Rasa nyeri dan perih akibat penyakit
arthritis; Gatal
Durasi pemberian kompres dingin selama 10-15 menit dan maksimal 20 menit. Hindari menempelkan
kompres dingin terlalu lama, sebab justru bisa menghambat sirkulasi darah. Kulit dan saraf pun bisa jadi rusak
Manfaat : Cold pack bermanfaat untuk membantu menurunkan tingkat aliran darah dan aktivitas saraf di area
tubuh yang cedera. Dengan mengurangi aliran darah dan aktivitas saraf, maka rasa sakit, bengkak, dan radang
Sumber: Novita(2010:24)
dan pembengkakan. . Terapidingindapat mengurangi sensitivitas dari akhiran saraf yang berakibatterjadinya
peningkatan ambang batas rasa nyeri. Terapi dingin juga akan mengurangi kerusakan jaringan dengan jalan
mengurangi metabolisme lokal sehingga kebutuhan oksigen jaringan menurun. Respon neuro- hormonal
terhadap terapi dingin adalah sebagai berikut: (a) pelepasan endorphin, (b) penurunan transmisi saraf sensoris,
13
(c) penurunan aktivitas badan sel saraf, dan (d) penurunan iritan yang merupakan limbah metabolism sel, (e)
mengungkapkan secara fisiologis pada 15 menit pertama setelah pemberian aplikasi dingin (suhu 10
°C) terjadi vasokontriksi arteriola dan venula secara lokal. Vasokontriksi ini disebabkan oleh aksi refleks dari
otot polos yang timbul akibat stimulasi sistem saraf otonom dan pelepasan epinephrin dan norepinephrin.
Walaupun demikian apabila dingin tersebut terus diberikan selama 15 sampai dengan 30 menit akan timbul
fase vasodilatasi yang terjadi intermiten selama 4 sampai 6 menit. Periode ini dikenal sebagai respon hunting.
Respon hunting terjadi untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan akibat dari jaringan mengalami anoxia
jaringan.
Selain menimbulkan vasokonstriksi, sensasi dingin juga menurunkan eksitabilitas akhiran saraf bebas sehingga
menurunkan kepekaan terhadap rangsang nyeri Aplikasi dingin juga dapat mengurangi tingkat metabolisme sel
sehingga limbahmetabolism menjadi berkurang. Penurunan limbah metabolisme pada akhirnya menurunkan
spasme otot.
2.3 THERABAND
Theraband therapy merupakan salah satu bentuk terapi latihan berupa karet yang berfungsi untuk
pemulihan cedera dan membantu memperkuat fungsi kerja otot, seperti yang di ungkapkan Laura
(2011)theraband adalah kekuatan karet tipis atau tabung yang digunakan sebagai media penyembuhan
yang berfungsi untuk merehabilitasi cedera, meningkatkan kekuatan, fungsional, dan mobilitas sendi.
14
Metode ini sering digunakan oleh para fisioterapis untuk pemulihan cedera pada ankle. Theraband
memiliki ukuran meliputi tipis, sedang, dan tebal sesuai dengan kebutuhan yang dgunakan.
theraband adalah kekuatan karet tipis atau tabung yang digunakan sebagai media penyembuhan yang
berfungsi untuk merehabilitasi cedera, meningkatkan kekuatan, fungsional, dan mobilitas sendi. Metode
ini sering digunakan oleh para fisioterapis untuk pemulihan cedera pada ankle.Theraband memiliki
ukuran meliputi tipis, sedang, dan tebal sesuai dengan kebutuhan yang dgunakan, dapat dilihat pada
gambar di bawah:
Gambar 1. Theraband
Theraband mempunyai warna kode band yang berbeda-beda sesuai tingkatan dan ketebalan, warna kode
band tersebut adalah warna Tan, Kuning, Merah, Hijau, Biru, Hitam, Silver, dan Gold (PRMOB, 2011:1).
Dijelaskan didalam Hughes, C.J., K. Hurd, A. Jones, and S. Sprigle (2006:2) bahwa tingkat level pada
Theraband therapy banyak digunakan oleh terapis untuk membantu pemulihan pada pasien yang
mengalami cedera seperti halnya pada penderita cedera pergelangan tangan.Menerapkan proses latihan
kepada seorang harus memperhatikan kebutuhan klien atau pasien, karena pada setiap pasien yang
mengalami cedera memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada dasarnya program terapi latihan terdiri
atas latihan peregangan dan latihan penguatan, seperti yang dijabarkan sebagaiberikut:
Metode latihan penguatan menurut (Tite Juliantie, Yuyun Yudiana, dan Herman Subardja, 2007: 29)
terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu metode isotonis, isometrik, dan isokinetis. Kontraksi isotonic selalu
didahului oleh kontraksi isometric sampai ketegangan yang ditimbulkan dapat mengatasi beban luar yang
harus diangkat, makin berat beban luar yang harus diangkat, makin panjang dan makin besar komponen
kontraksi isometriknya (Dikdik Zafar Sidik dan H.Y.S Santosa Giriwijoyo, 2012: 204)
Latihan isometrik merupakan kontraksi sekelompok otot untuk mengangkat atau mendorong beban
16
yang tidak bergerak dengan tanpa gerakan anggota tubuh, dan panjang otot tidak berubah, seperti
mendorong, mengangkat atau menarik benda yang tidak bergerak. Waktu perlakuan sekitar 10 detik
pengulangan 3 kali dan istirahat 20- 30 detik. Pada permulaan latihan hasil baik dilaksanakan frekuensi
selama 3 hari per minggu, sedangkan lama latihan adalah 4-6 minggu (Tite Juliantie, Yuyun Yudiana, dan
a. TherabandPlantarflexion
Tempatkan theraband sekitar terlibat kaki seperti yang digambarkan. Kaki melawan tarikan pita
tahan dan mengontrol, gerakan kembali.Ulangi delapan kali repetisi, dua set.
Gambar 1. Plantarfleksion
b. TherabandDorsoflexion
Tempatkan theraband sekitar terlibat kaki seperti yang digambarkan. Kaki melawan tarikan pita tahan
dan mengontrol, gerakan kembali. Ulangi delapan kali repetisi, dua set.
Gambar
2. Dorsoflexion
c. .TherabandEversion
17
Duduk kemudian ikat kaki dengan theraband pada pangkal jari kaki yang cedera dan kaki satunya
menginjakkan tali. Tarik kaki ke arah eversion/ luar dengan di tahan menggunakan tali dengan posisi tumit
Gambar 3. Eversion
d. .Therabandinversion
Duduk kemudian ikat kaki dengan theraband pada pangkal jari kaki yang cedera dan silangkan kaki
satunya untuk menginjakkan tali. Tarik kaki ke arah inversi/dalam dengan ditahan menggunakan tali dengan
posisi tumit menyentuh lantai. Ulangi delapan kali repetisi, dua set.
Gambar 4.Inversion
Range of movement (ROM) adalah gerakan dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh sendi yang
bersangkutan (Suratun, dkk, 2008: 11). Range Of Movement adalah rentang fleksibilitas gerak sendi tubuh
18
pada manusia. Cara pengukuran ROM dengan jumlah derajat dari posisi awal ke posisi akhir dengan
gerakan maksimal dari suatu gerakan sendi, sedangkan menurut Lance T. Twomey (2000: 74) mengatakan
bahwa Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang digunakan untuk menilai gerakan akhir dan
gerakan awal dalam suatu program terapi. Gerakan dapat dilihat pada tulang yang digerakkan oleh otot atau
pun gaya eksternal lain dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh
struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu:otot, permukaan sendi, kapsul
Gerakan yang dapat dilakukan sepenuhnya dinamakan range of movement (ROM). Untuk mempertahankan
ROM normal, setiap ruas harus digerakkan pada ruang gerak yang dimilikinya secara periodik. Faktor-faktor
yang dapat menurunkan range of movement (ROM),yaitu penyakit-penyakit sistemik, sendi, nerologis ataupun
otot, akibat pengaruh cedera atau pembedahan, inaktivitas atau imobilitas. Aktivitas ROM diberikan untuk
mempertahankan mobilitas persendian dan jaringan lunak untuk meminimalkan kehilangan kelentukan
jaringan dan pembentukan kontraktur. Teknik ROM tidak termasuk peregangan yang ditujukan untuk
Gerakan yang terjadi pada sendi ankle yaitu fleksi (ke arah atas) dan ekstensi (ke arah bawah). Dalam
keadaan normal, ekstensi ini bisa dilakukan sampai punggung kaki segaris dengan permukaan depan
tungkai bawah. Dengan demikian, ROM ekstensi normal adalah 900,dari jumlah tersebut sendi ankle ini
hanya memberi andil sejumlah 450. Fleksi mempunyai ROM ± 200dari posisi netral. Posisi netral kaki
Dalam menentukan ROM terdapat tiga sistem pencatatan yang digunakan, yang pertama dengan sistem 0 –
19
180 derajat, yang kedua dengan sistem 180 - 0 derajat, dan yang ketiga dengan sistem 360 derajat. Dengan
sistem pencatatan 0 - 180 derajat, sendi ekstremitas atas dan bawah ada pada posisi 0 derajat untuk gerakan
fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi ketika tubuh dalam posisi anatomis.. Posisi tubuh dimana sendi
ekstremitas berada pada pertengahan antara medial (internal) dan lateral (eksternal). Rotasi adalah 0 derajat
untuk ROM rotasi. ROM dimulai pada 0 derajat dan bergerak menuju 180 derajat. Sistem pencatatan
seperti ini adalah yang paling banyak digunakan di dunia.Pertama kali dirumuskan oleh Silver pada 1923
dan telah dibantu oleh banyak penulis, termasuk Cave dan roberts, Moore, American Academy of
Dua sistem pencatatan yang lainnya yaitu sistem 180 - 0 derajat yang diukur pada posisi anatomis,
ROM dimulai dari 180 derajat dan bergerak menuju 0 derajat. Sistem 360 derajat juga diukur pada posisi
anatomis, gerakan fleksi dan abduksi dimulai pada 180 derajat dan bergerak menuju 0 derajat, gerakan
ekstensi dan adduksi dimulai pada 180 derajat dan bergerak menuju 360 derajat. Kedua sistem pencatatan
tersebut lebih sulit dimengerti dibandingkan sistem pencatatan 0 - 180 derajat dan juga kedua sistem
Goniometer dapat di gunakan untuk mengkur dan mencatat besarnya gerakan yang ada baik secara
aktif maupun pasif pada sendi sebagian besar instrumen yang di gunakan untuk mengukur posisi dan gerakan
pada sendi adalah universal goniometer. Moore (dalam Chyntia C.Norkin, 1995)
Universal Goniometer
20
Gambar Ragam Goniometer.
b. Menyiapkan goniometer
2. Persiapan terapis
1. Persiapan pasien
a. Mengatur posisi pasien yang nyaman, segmen tubuh yang diperiksa mudah dijangkau pemeriksa.
b. Segmen tubuh yang akan diperiksa bebas dari pakaian, tetapi secara umum pasien masih berpakaian
2. Pelaksanaan pemeriksaan
21
a. Mengucapkan salam, memperkenalkan diri dan meminta persetujuan pasien secara lisan.
c. Memposisikan pasien pada posisi tubuh yang benar (anatomis), kecuali gerak rotasi (Bahu dan Lengan
bawah).
d. Sendi yang diukur diupayakan terbebas dari pakaian yang menghambat gerakan.
e. Menjelaskan dan memperagakan gerakan yang hendak dilakukan pengukuran kepada pasien.
f. Melakukan gerakan pasif 2 atau 3 kali pada sendi yang diukur, untuk mengantisipasi gerakan
kompensasi.
g. Memberikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal sendi yang diukur, bilamana diperlukan.
i. Meletakkan goniometer :
2) Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang statik.
j. Membaca besaran LGS pada posisi awal pengukuran dan mendokumentasikannya dengan notasi ISOM.
k. Menggerakkan sendi yang diukur secara pasif, sampai LGS maksimal yang ada. Memposisikan
2) Tangkai statik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmen tubuh yang statik.
3) Tangkai dinamik goniometer sejajar terhadap aksis longitudinal segmentubuh yang bergerak.
22
2.5 Penelitian Relevan
1. Penelitian dari Irfan Algifari, 2017 yang berjudul “Pengaruh trapi latihan menggunakan
theraband dan masase frirage saat pemulihan cedera ankel pada atlit bola basket”.
2. Penelitian dari Wahyu Tri Admojo,2017 Bahwa “Kombinasi terapi dingin dan masase efektif
3.Penelitian dari Restu aji Nugraha, ntuk mengetahui manfaat kinesio taping dan es terhadap
23
.
Peningkatan ROM
24
2.7 Kerangka konsep
Sprain ankel
Inklusi Eklusi
ROM
2.8 Hipotesa
Berdasarkan kerangka berpikir yang dibangun oleh kajian teori dan penelitian yang
relevan yaitu bahwa “ terapi cool pack dan terapi theraband efektif dalam penanganan cedera
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre-Experimental Design
dengan rancangan One Group Pretest-Posttest Design, yaitu desain penelitian yang terdapat
pretest sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberi perlakuan tanpa menggunakan
variabel kontrol. Rancangan tersebut dapat membandingkan keadaan sebelum dan sesudah
diberi perlakuan. Pada penelitian ini kelompok diukur sebelum dan sesudah mendapat
perlakuan kombinasi terapi dingin. Desain penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai
berikut:
O1 X O2
Keterangan:
X = Kombinasi terapi
Dalam penelitian ini untuk mengetahui efektivitas perlakuan kombinasi terapi dingin maka
dibandingan dari hasil tes akhir dengan tes awal, sedangkan untuk mengetahui tingkat
kesembuhan dari perlakuan maka tes akhir dibandingkan dengan orang normal dengan
melakukan tes atau acuan buku yang sudah menunjukkan standar intensitas suhu, kemerahan,
lingkar ankle, skala perasaan nyeri sendi ankle dan range of motion (ROM) pada orang
normal.
26
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah terapi dingin, masase, dan cedera ankle sprain akut.
Ankle sprain akut adalah cedera pada ligamen kompleks lateral yang berlangsung sampai
sekitar 3 hari setelah cedera. Cedera ankle sprain akut dapat terjadi karena terkilir secara
mendadak dilanjutkan adanya respon dari tubuh dengan ditandai peradangan yang terdiri dari
rubor (merah), kalor (panas), tumor (bengkak), dolor (nyeri), dan penurunan fungsi
(functiolaesa).
2. Terapi dingin
Terapi dingin adalah penggunaan dingin pada jaringan lunak tubuh seperti pada jaringan
subkutan, otot ataupun sendi untuk mengurangi nyeri dan mengontrol peradangan. Perlakuan
terapi dingin dilakukan dengan frekuensi sekali pertemuan, waktu yang diberikan yaitu
selama 15 menit, menggunakan ice pack dengan suhu 10-15 derajat celcius yang dilakukan
pada ankle yang mengalami cedera dengan posisi pasien berbaring dan kaki ditinggikan.
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah atlet futsal di wilayah Binjai Timur
27
2. Sampel
Sample adalah bagian dari populasi yang diambil sebagai penelitian. Sample ini
digunakan untuk mewakili objek penelitian sehingga dapat ditarik kesimpulan (Notoatmodjo,
2017). Teknik pengambilan sample pada penelitian ini adalah total sampling dimana seluruh
jumlah populasi akan dijadikan sample yaitu sebanyak 15 orang atlit futsal di Binjai timur.
1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah skala nyeri untuk mengukur tingkat perasaan nyeri dan goniometer
Derajat ROM
fleksi
2 Dorsofl 20°
eksi
3 Inversi 20°
4 Eversi 10°
(Sumber: Anderson, 2009: 688)
28
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dengan
menggunakan tes dan pengukuran dari atlet futsal cabang Binjai timur yang mengalami
cedera ankle sprain akut. Cara pelaksanaan pengumpulan data ini menggunakan dua tahap,
tahap awal dan tahap akhir yaitu sebelum diberi perlakuan terapi dingin dan masase serta
sesudah diberi perlakuan terapi dingin. Tahap awal dalam pengumpulan data ini yaitu,
responden terlebih dahulu mengisi angket catatan medis sebelum diberikan perlakuan terapi
dingin. Setelah diberikan perlakuan terapi dingin responden akan diukur kembali perasaan
nyeri dan ROM dengan mengisi angket catatan medis kembali. Perbandingan hasil pengisian
terapi dingin.
a. Normalitas
Untuk mengetahui data normal atau tidak, maka data uji normalitas dilakukan menggunakan
Kolmogorov-Smirnov.
b. Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesamaan variansi, atau untuk menguji bahwa
data yang diperoleh berasal dari populasi yang homogen. Uji homogenitas dalam penelitian
2. Analisis Data
29
a. Analisis Deskriptif
Mean Pretest
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan uji-t berpasangan
(paired t-test). Uji-t berpasangan adalah salah satu metode pengujian hipotesis dimana data
yang digunakan tidak bebas (berpasangan). Ciri-ciri uji-t berpasangan (paired t-test) adalah
satu individu (objek penelitian) dikenai 2 buah perlakuan yang berbeda. Walaupun
menggunakan individu yang sama, peneliti tetap memperoleh 2 macam data sampel, yaitu
data dari perlakuan pertama dan data dari perlakuan kedua (Kurniawan, 2008: 2). Uji-t ini
menggunakan taraf signifikansi 5%. Uji-t menghasilkan nilai t hitung dan nilai probabilitas
(p) yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis ada atau tidak adanya pengaruh
secara signifikan. Cara menentukan signifikan tidaknya adalah jika nilai p < 0,05 maka ada
perbedaan signifikan, selanjutnya jika p > 0,05 maka tidak ada perbedaan signifikan. Data
dianalisis menggunakan program bantuan komputer SPSS Statistic 16.00. Sedangkan untuk
mengetahui adanya perbedaan tanda-tanda peradangan ankle sprain meliputi merah (rubor),
panas (kalor), bengkak (tumor), nyeri (dolor) dan penurunan fungsi (functiolaesa) sebelum
dan sesudah mendapat perlakuan diperlukan uji berpasangan dengan uji-t p<0,05.
DAFTAR PUSTAKA
30
Bleakley, C., S. McDonough and D. MacAuley (2004). "The use of ice in the treatment of
acute soft-tissue injury." The American journal of sports medicine 32(1): 251.
Ernst, E. and V. Fialka (1994). "Ice freezes pain? A review of the clinical effectiveness of
analgesic cold therapy." Journal of pain and symptom management 9(1): 56.11
Perubahan Intensitas Nyeri dan ROM Pada Penderita sprain ankel. Jurnal Ners Indonesia.
Hubbard, T. J. and C. R. Denegar (2004). "Does cryotherapy improve outcomes with soft
experimental skeletal muscle injury." Scandinavian journal of medicine & science in sports
3(1):46
Konrath, G. A., T. Lock, H. T. Goitz and J. Scheidler (1996). "The use of cold therapy after
31