Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM PERKEMIHAN

MAKALAH

GLOMERULONEFRITIS & NEFROTIK SYNDROM

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan dengan dosen pembimbing: Tina Shinta.,Mkep.,Ns.,Sp.KepAn

Disusun oleh :

Anastasia Pratiwi 30120115004

Aulia Lika Nadila 30120115012

Bagus Ade Wibowo 301201150

Cicilia Santi F 30120115016

Monica Sihotang 30120115037

Program Studi S1 Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Santo Borromeus
Jalan Parahyangan Kav.8 Blok B no. 1, Kota Baru Parahyangan
Padalarang – Bandung Barat
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tubuh manusia hampir separuhnya terdiri dari air. Air yang merupakan komponen
kimia yang diperlukan oleh tubuh untuk berbagai proses metabolisme. Tubuh orang dewasa
terdir dari 60-70% air dan air tersebut terdistribusi di dalam tubuh melewati pembuluh darah.
Kebutuhan air seseorang berbeda-beda begitu juga jumlah pengeluarannya. Air yang sudah
ada di dalam tubuh dan dipakai untuk proses metabolisme akan dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian kecil air akan keluar melalui proses pernafasan, keringat, dan tinja. Jumlah
pengeluaran air yang dikeluarkan melalui kulit, saluran cerna, dan paru-paru hanya
mengeluarkan 20% dari jumlah air yang harus dikeluarkan.
Namun pengeluaran terbanyak dikeluarkan melalui urine. Proses pembentukan urine
terjadi di ginjal dan dikeluarkan oleh organ perkemihan lain ke luar tubuh. Ginjal memiliki
berbagai fungsi, namun fungsi utama adalah untuk menyaring darah dan membentuk urine
sehingga urine dapat dikeluarkan oleh tubuh. Ketika ginjal tidak berfungsi, maka air di dalam
tubuh akan menumpuk dan dapat menimbulakn berbagai masalah. Banyak peyakit yang dapat
menimbulkan penyakit pada organ perkemihan baik ginjal maupun saluran urine. Salah
satunya adalah infeksi dari berbagai microorganism.
Sebagai petugas kesehatan khususnya perawat, harus mengetahui konsep berbagai
penyakit yang mengenai organ perkemihan. Salah satu pemyakit yang menyerang ginjal
adalah glomerulonephritis. Glomerulus merupakan bagian dari ginjal yang mempunyai fungsi
khusus, namun fungsinya dapat berubah dan bahkan hilang pada penyakit ini karena
peradangan atau respon inflamasi. Penyakit lain ialah sindrom nefrotik, sindrom nefrotik
adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminuria, edema dan
hyperlipidemia, yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus.

Maka penyusun mencari ke berbagai sumber yang ada mengenai glomerulonefritis dan
sindrom nefrotik. Dimana sebagai perawat harus dapat memahami dan mengerti konsep
penyakit agar dapat menegakan diagnose keperawatan dan intervensi yang diperlukan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada gangguan
sistem perkemihan ?
2. Bagaimana etiologi glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada gangguan sistem
perkemihan ?
3. Bagaimana manifestasi klinis glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada gangguan
sistem perkemihan?
4. Bagaimana pemeriksaan glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada gangguan
sistem perkemihan?
5. Bagaimana penatalaksanaan glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada gangguan
sistem perkemihan?
6. Bagaimana komplikasi glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada gangguan sistem
perkemihan?
7. Bagaimana asuhan keperawatan glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada
gangguan sistem perkemihan?

C. TUJUAN

1. Memahami definisi glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada gangguan sistem


perkemihan
2. Memahami etiologi glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada gangguan sistem
perkemihan.
3. Memahami manifestasi klinis glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada gangguan
sistem perkemihan
4. Memahami pemeriksaan diagnostik glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada
gangguan sistem perkemihan
5. Memahami penatalaksanaan glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada gangguan
sistem perkemihan
6. Memahami komplikasi glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada gangguan sistem
perkemihan
7. Memahami asuhan keperawatan glomerulonephritis dan sindrom nefrotik pada
gangguan sistem perkemihan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Glomerolunefritis adalah penyakit yang diduga melibatkan mekanisme
imunologis, dapat menimbulkan reaksi peradangan berat serta pembentukan jaringan
fibrosis pada glomerolus.
Glomerulonefritis adalah reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu akibat infeksi kuman streptococcus, sering diitemukan pada usia 3-7 tahun
dan lebih sering pada laki-laki (Mansoer Arif, 2001)
Glomerulonefritis akut dapat dihasilkan dari penyakit sistemik atau penyakit
glomerulus primer, tapi glomerulo nefritis akut post streptococcus (juga diketahui
sebagai glomerulonefritis proferatif akut) adalah bentuk keadaan yang sebagian besar
terjadi. Infeksi dapat berasal dari faring atau kulit dengan streptococcus beta
hemolitik A adalah yang bisa memulai terjadinya keadaan yangn tidak teratur ini.
Stapilococcus atau infeksi virus seperti hepatitis B, gondok, atau varicella
(chickenpox) dapat berperan penting untuk glomerulonefritis akut pasca infeksi yang
serius (porth.2005)
Glomerolusnefritis kronis (GMK) adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari
sel-sel glomerolus dengan diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria dan
proteinuria yang menetap. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut
yang tidak membaik atau timbul secara sepontan. Glomerolus nefritis sering timbul
beberapa tahun setelah cidera dan peradangan glomerolus subklinis yang disertai oleh
hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria (Protein dalam urin ) ringan (Mutaqqin
dan Sari, 2012).
Glomerolusnefritis kronis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel
glomerolus. kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolusnefritis akut yang tidak
membaik atau timbul secara spontan (Muttaqin, Arif & Sari, Kumala, 2011).

B. Anatomi Fisiologi
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak digunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air
kemih).
Sistem perkemihan terdiri dari:
1. Dua ginjal (ren) yang menghasilkan urine
2. Dua ureter yang membawa urine dari ginjal ke kandung kemih
3. Satu vesika urinaria (VU) tempat urine dikumpulkan
4. Satu urethra saluran urine dikeluarkan dari vesika urinaria
a. Ginjal

Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostatis cairan tubuh


secara baik. Terletak di rongga abdomen, retroperitorenal primer kiri dan kanan kolumna
vertebra. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua
sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai lumbalis ke-3. Ginjal berbentuk seperti kacang tanah,
panjang 11,5 cm, lebar 3,5 berat 130 gram.

Sumber: http:/chyrun.com/seputar-sindrom-nefroti/
b. Nefron
Nefron adalah unit fungsional sistem perkemihan. Setiap ginjal mempunyai sekitar 1
juta nefron. Selama 24 jam dapat menyaring 10 liter darah, arteri renalis membawa darah
murni dari aorta ke ginjal. Satu nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, ansa henle
dan tubulus distal yang tersambung pada duktus koligentes.

Sumber:
Legacy/college/tortora/0470565101/hearthis_ill/pap13e_ch26/stimulations/hear/glomerular.ht
ml

1. Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam kapsula
berwarna bowman dan menerima darah dari arteriol aferen dan meneruskan darah ke sistem
vena melalui arteriol eferen. Natrium secara bebas difiltrasi dalam glomerulus sesuai dengan
konsentrasi dalam plasma, kalium juga difiltrasi secara bebas.
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari
arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua
arteriola itu disebut kutub vaskuler. Diseberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan
tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut,
ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel
mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar.

Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma
yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas
membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau
“foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel
dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement
membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan
mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari
arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, laminadensa dan lamina rara externa.
Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitelparietal yang gepeng, yang
terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan
membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler
pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang
berproliferasi membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau
sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
1. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar
korteks.
2. Glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian
dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan
merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan slut.

Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai


penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang
sangat tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A.
Membran basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel
endotel dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :

1. Lamina dense yang padat (ditengah)


2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel

Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan
sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-
tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A.
Pori-pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium (sel-sel
mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus dan membentuk bagian
medial dinding kapiler. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan
mungkin bereran dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada
glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-
saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.
Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus
menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel
endotel,membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion
negatif yang kuat. Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-
sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam daragh relatif memiliki
isoelektrik yang rendah dan membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh
dinding kapiler gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.

Sumber: http:/chyrun.com/seputar-sindrom-nefroti/

2. Tubulus kontortus proksimal


Panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku. Pada permukaan yang menghadap
lumen tubulus ini terdapat sel-sel epitel kuboid yang kaya akan mikrovilus (brush border)
dan memperluas area permukaan lumen tempat terjadinya reabsorbsi.

3. Ansa Henle.
Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa Henle yang masuk ke
dalam medula, membentuk lengkungan jepit yang tajam (lekukan) dan membalik ke atas
membentuk tungkai asenden ansa Henle.

4. Tubulus Kontortus Distal


Tubulus yang juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 mm dan membentuk segmen
terakhir nefron.
1. Di sepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding arterio aferen. Bagian
tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel-sel termodifikasi yang
disebut macula densa. Macula densa berfungsi sebagai suatu kemoreseptor dan
distimulasi oleh penurunan ion natrium.
2. Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula densa mengandung sel-sel
otot polos termodifikasi yang disebut sel juktaglomerular. Sel ini distimulasi melalui
penurunan tekanan darah untuk memproduksi renin.
3. Macula densa, sel juktaglomerular, dan sel mesangium saling bekerja sama untuk
membentuk aparatus juktaglomerular yang penting dalam pengaturan tekanan darah.

5. Duktus Koligentes
Karena setiap tubulus koligentes berdesenden di korteks, maka tubulus tersebut akan
mengalir ke sejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk duktus
pengumpul besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang
mengalirkan urin ke dalam kaliks minor. Kaliks minor bermuara ke dalam pelvis ginjal
melalui kaliks mayor. Dari pelvis ginjal, urin dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung
kemih (vesika urinaria).

c. Sistem Peredaran Darah Pada Ginjal


Darah yang mengalir ke ginjal normalnya sekitar 22% dari curah jantung, atau 1100
ml/menit. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian bercabang- cabang
secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis, arteri
aferen yang menuju kapiler glomerulus tepat sejumlah besar cairan dan zat terlarut kecuali
protein plasma. Difiltrasi untuk memulai pembentukan urin.

d. Sistem Persarafan Ginjal


Kandung kemih mendapat persarafan utama dari nervus pelvikus, yang berhubungan
dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama dengan sekmen sacral dua dan
tiga medula spinalis. Dalam nervus pelvikus terdapat 2 jenis saraf yaitu serat saraf sensorik
dan serat saraf motoric. Serat sensorik mendeteksi derajat tegangan regangan dalam dinding
kandung kemih. Sinyal-sinyal regangan khususnya dari uretra posterior merupakan sinyal
yang kuat dan berperan untuk memicu reflex pengosongan kandung kemih. Persarafan
motoric yang dibawa dalam nervus pelvikus merupakan serat parasimpatis. Saraf ini berakhir
di sel ganglion yang terletak didalam dinding kandung kemih. Kemudian saraf post yang
pendek akan mempersarafi otot detrusor.
Selain saraf pelvis terdapat 2 jenis persarafan yang mengatur fungsi kandung kemih.
Saraf yang paling penting adalah saraf motoric skeletal yang di bawa melalui nervus
pudendus ke spingter eksternal kandung kemih. Saraf ini merupakan serat saraf somatic yang
mempersarafi dan mengatur otot rangka folunter spingter tersebut. Kandung kemih juga
mendapat persarafan simpatis melalui nervus hipogastrik yang behubungan dengan segmen
lumbal 2 medula spinalis. Saraf simpatis ini merangsang pembuluh darah dan memberi
sedikit efek terhadap proses kontraksi kandung kemih.
C. ETIOLOGI

Secara umum Glomerulonefritis terjadi akibat adanya infeksi eksternal dan penyakit
lain sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas atas dan kulit (streptococcus haemoliticus group A)
Pada bakteri steptococcus grup A terdapat bagian dari kuman tersebut yang memiliki
ciri yang sama dengan sel yang terdapat didalam ginjal manusia. Hal ini menyebabkan
antibodi atau kekebalan tubuh dari streptococcus grup A salah mengenali sel yang
terdapat di dalam ginjal sebagai antigen atau kuman yang perlu untuk dibasmi. Antibodi
spesifik tersebut lalu menyerang sel-sel ginjal sehingga dapat menimbulkan kelainan
pada ginjal.
2. Penyakit sifilis
Merupakan penyakit menular seksual yang disebabakan oleh Bakteri Triponema
Palidum. Masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lender seperti di vagina atau mulut.
Ketika baktri ini menginfeksi maka bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat
dan menyebar keseluruh tubuh melalui aliran darah. Jika sampai ke ginjal dan membetuk
reaksi inflamasi di glomerulus akan berkaibat pada glomerulonefritis.
3. Keracunan (timah hitam)
Timah hitam atau yang dalam nama ilmiah disebut Timbal atau Pb adalah senyawa
kimia yang dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan maupun udara. Timbale
dapat menguap dan menjadi timbale oksida dan masuk ke dalam paru-paru. Timbale bnyak
ditemukan dalam asap kendaraan bermotor dan tersering adalah sayuran yang terkontaminasi
asap atau debu jalan dan tercerna di dalam tubuh. Jika Pb masuk ke dalam pembuluh darah
maka sistem imun akan menganggapnya sebagai antigen dan menimbulkan reaksi inflamasi.
4. Penyakit kolagen
Penyakit kolagen adalah suatu penyakit dimana sistem imun menganggap tubuh sebagai
antigen. Penyakit yang termasuk dalam penyakit ini adalah penyakit SLE.
Factor pencetus:
1. Infeksi saluran nafas atas
2. Reaksi alergi (sengatan binatang, zat kimia)
3. Dermatitis kontak

Dermatitis kontak merupakan reaksi Hipersensitivitas tipe IV dimana baik CD4 maupun
CD8 berperan. Sel T mengeluarkan sitokin yang menginduksi monosit dan menempel ke
endotel pembuluh darah, bermigrasi darisirkulasi ke jaringan sekitar. Ketika sitokin tersebut
bermigrasi ke glomerulus, akan mengaktifkan makrofag dan sel inflamasi lain.
Factor penyebab glomerulonefritis Akut adalah sebagai berikut:
1. Infeksi
a. Streptococcus
1) Radang tenggorokan (faringitis) 5-10 %
2) Infeksi kulit 25%
b. Non-streptococcus
1)Bakteri
2)Virus
3)Parasit
2. Non-infeksi
a. Lupus eritmatosus sistemik (SLE)
SLE merupakan penyakit autoimun yang ditandai produksi antibody terhadap
komponen-komponen inti sel dan merupakan peyakit inflamasi multisystem yang terjadi
di jaringan ikat, pembuluh darah, dan membrane mukosa atau serosa. Jika inflamasi terjadi
di pembuluh darah dan kompleks antibody terbawa sampai glomerulus sampai akhirnya
menempel pada membrane kapiler glomerulus dapat menyebabkan Glomerulunefritis akut.
b. Vaskulitis
Vaskulitis adalah suatu kondisi dimana terjadinya peradangan pada pembuluh darah.
Hal ini terjadi karena bentuk abnormal dari sistem imun dimana sistem imun menganggap
bahwa pembuluh darah merupakan benda asing sehingga terjadi peradangan dan
penyempitan pembuluh darah. Kondisi ini dapat berupa komplikasi dari SLE, atritis
rheumatoid, maupun sindrom sjogren, akibat infeksi berulang dan juga obat-obatan
tertentu. Ketika vaskulitis mengenai pembulih darah glomerulus dan menempelkan
kompleks antibody, tak hanya pembuluh darah yang dirusak, naun dapat merusak
komponen glomerulus maupun nefron.
c. Sindrom Goodpasture
Sindrom goodpature merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi
pada glomerulus di ginjal dan alveolus di paru-paru.
d. Sindrom gillain-barre
GBS adalah penyakit langka dimana sistem kekebalan seseorang menyerang sistem
sistem saraf tepid an menyebabkan kelemahan otot. Glomerulonefritis merupakan
komplikasi dari GBS dimana kompleks antibody yang beredar pada pembuluh darah
menyangkut dan menempel pada membrane glomerulus sehingga menimbulkan reaksi
inflamasi.

D. KLASIFIKASI
Glomerulonefritis dibagi menjadi 3:
1. Difus
Mengenai semua glomerulus, bentuk yang paling sering ditemui timbul akibat
gagal ginjal kronik. Bentuk klinisnya ada 3:
- Akut: jenis gangguan yang klasik dan jinak, yang selalu diawali oleh infeksi
streptococcus dan disertai endapan kompleks imun pada membran basalis
glomerulus dan perubahan proliferasi seluler
- Subakut: bentuk glomerulonefritis yang progresif cepat, ditandai dengan
perubahan-perubahan proliferatif seluler nyata yang merusak glomerulus
sehingga dapat mengakibatkan kematian akibat uremia.
- Kronik: glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju perubahan
sklerotik dan abliteratif pada glomerulus, ginjal mengisut dan kisut, kematian
akibat uremia.
2. Fokal
Hanya sebagian glomerulus yang abnormal
3. Lokal
Hanya sebagian rumbai glomerulus yang abnormal misalnya satu sampai kapiler

Menurut derajat penyakitnya:

1. Glomerulonefritis akut
Adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut glomerulus
terjadi akibat peradangan kompleks antigen antibodi dikapiler-kapiler glomerulus.
Komplek biasanya terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh
streptococcus tetapi dapat timbul setelah infeksi lain ( corwin, elizabeth J, 2000)
2. Glomerulonefritis Kronik
Adalah peradangan yang lama dari sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi
akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.
Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah pada urin )
dan proteinuria (protein dalam urine) ringan, yang sering menjadi penyebab
adalah diabetes melitus dan hipertensi. Hasil akhir dari peradangan adalah
pembentukan jaringan parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap
diabetes yang mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal
jangka panjang yang kurang baik. (corwin, elizabeth J, 2000)
E. PATOFISIOLOGI

Secara garis besar mekanisme imunologik yang menerangkan terjadinya


glomerulonefritis dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yang dikenal dengan nefritis
kompleks imun dan nefritis anti membrane basal glomerulus.
Nefritis kompleks imun terjadi karena kompleks imun dalam sirkulasi darah akan
menyangkut dini dan berakumulasi pada saringan glomerulus. Antigen berasal dari luar yang
akan merangsang pembentukan antibody danakan membentuk kompleks imun yang ikut
dalam sirkulasi. Kompleks imun dapat pula terjadi stempat, jadi tidak ikut dalam sirkulasi
darah, endapan kompleks imun dapat terjadi pada membrane basal daerah seb endotel, sub
epitel atau intra membrane dan dapat pula terjadi pada mesangium.
Pada glomerulonefritis akut terjadi perubahan structural pada bagian ginjal yang meliputi:
1. Proliferasi Seluler

Priliferasi seluler menyebabkan peningkatan jumlah glomerulus karena proliferasi


endotel, mesangial dan epitel sel. Proliferasi tesebut dapat bersifat endokapiler (yaitu dalam
batas-batas dari kapiler glomerulus) atau ekstrakapiler (yaitu dalam ruang Bowman yang
melibatlkan sel-sel epitel). Dalam proliferasi ekstrakapiler, proliferasi sel epitel pariental
mengarah pada pembentukan tertentu dari glomerulonefritis progresif cepat.
2. Proliferasi leukosit
Terjadinya proliferasi leukosit ditujukan dengan adanya neutrofil dan monosit dalam
lumen kapiler glumerulus dan sering menyertai poliferasi selular.
3. Hialinisasi atau sklerosis
Hialinisasi atau sklerosis pada glomerulus menunjukkan cedera irreversible.
4. Penebalan membrane basal glomerulus

Penebalan membrane basal glomerulus muncul terjadi pada dinding kapiler baik disisi
endotel atau epitel membrane besar.
Perubahan structural ini diperantai oleh reaksi antigen antibody agregat molekul
(kompleks) dibentuk dan beredar ke seluruh tubuh. Beberapa dari kompleks ini terperangkap
di glomerulus, suatu bagian penyaring ginjal dan mencetuskan respon peradangan. Sehingga
terjadi reaksi peradangan di glomerulus yang menyebabkan pengaktigfan komplemen dan
terjadi peningkatan aliran darah dan juga peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus serta
filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui edema di ruang
intertisium Bowman. Hal ini meningkatkan tekanan cairan intertisium, yang dapat
menyebabkan kolapsnya setiap glomerulus daerah tersebut.
Akhirnya, peningkatan tekanan cairan intertisium akan melawan filtrasi glomerulus
lebih lanjut. Reaksi peradangan mengaktifkan komplemen yang menarik sel-sel darah putih
dan trombosit ke glomerulus. Pada peradangan terjadi pengaktifan factor-faktor koagulasi
yang dapat menyebabkan pengendapan fibrin, pembentukan jaringan parut dan hilagnya
fungsi glomerulus. Membrane glomerulus menebal dan dapat menyebakan penurunn GFR
lebih lanjut.
Setelah kejadian berulang infeksi penyebab glomerulonefritis akut, ukuran ginjal
sedikit berkurang sekitar seperlima ukuran normal, dan terjadi atas jaringan fibrosa yang luas.
Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau kurang. Bekas jaringan parut
merusak sisa korteks menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irregular. Sejumlah
glomerulus dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut, serta cabang-cabang arteri renal
menebal.
Perubahan ini terjadi dalam rangka untuk menjaga GFR dari nefron yang tersisa
sehingga menimbulkan kosekuensi kehilangan fungsional nefron. Perubahan inipada
akhirnya akan menyebabkan kondisi glomerulosklerosis dan kehilangan nefron lebih lanjut.
Pada penyakit ginjal dini (tahap 1-3), penurunan substansial dalam GFR dapat
mengakibatkan hanya sedikit peningkatan kadar serum kreatinin. Azotemia (kondisi
peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum) terlihat ketika GFR menurun hingga kurang
dari 60-70 mL/menit. Selain peningkatan BUN dan kadar kreatinin, beberapa kondisi lain
juga memperberat kondisi klinik, meliputi:
a. Penurunan eritropoetin sehingga mengakibatkan anemia
b. Penurunan produksi vitamin D singga terjadi hipokalsemia, hiperparatiroidisme,
hiperfostemia dan osteodistrofi ginjal.
c. Pengurangan ion hydrogen, kalium, garam dan eksresi air, mengakibatkan kondisi
asidosis, hiperkalemia, hipertensi, dan edema.
d. Disfungsi trombosit yang menyebabkan peningkatan kecenderungan terjadinya
perdarahan.

Pada Glomerulonefritis kronik akumulasi produk ureum yang mempengaruhi hampir


semua sistem organ. Sehingga terjadi Uremia pada GFR sekitar 10 mL/menit yang kemudian
berlanjut pada keadaan gagal ginjal terminal. Respons perubahan secara struktural dan
fungsional memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang mengalami
glomerulus kronis.
Glomerulonefritis progresif cepat berkaitan dengan proliferasi difus sel-sel glomerulus di
dalam ruang Bowman. Hal ini menimbulkan struktur yang berbentuk mirip bulan sabit yang
merusak ruang Bowman. Kecepatan filtrasi glomerulus menurun sehingga terjadi gagal
ginjal. Sindrom Goodpasture adalah suatu jenis glomerulonefritis progresif cepat yang
disebabkan oleh terbentuknya antibody yang melawan sel-sel glomerulus itu sendiri. Kapiler
paru juga terkena. Terjadi pembentukan jaringan parut luas di gromelurus. Dalam beberapa
minggu atau bulan sering terjadi gagal ginjal. Awitan penyakit ini sering kali tidak jelas atau
bisa juga akut, disertai peradarahan paru-paru dan hemoptisis. Biasanya tidak didahului oleh
penyakit yang dapat memberikan kesan disebabkan oleh antibody autoimun terhadap
membran basalis gromelurus yang timbul dalam darah penderita sendiri.

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang sering ditemukan adalah:
1. Hematuria (kencing berwarna merah seperti air daging)
2. Kadang disertai edema ringan disekitar mata atau dapat juga seluruh tubuh
3. Umumnya terjadi edema berat bila terdapat oliguria dan gagal jantung
4. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama dan akan
kembali normal pada akhir minggu pertama juga.
5. Jika terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama
beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan penyakitnya menjadi kronik.
6. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi sekali pada hari
pertama
7. Gajala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, diare sering menyertai
8. Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan
tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus pun
menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai
akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat
9. Fungsi tubulus relative kurang terganggu. Ion natrium dan air di reabsorpsi kembali
sehingga dieresis mengurangi (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium
mengurang, ureum pun direabsopsi kembali lebih dari biasa. Akibatnya terjadi
insufisiensi ginjal akut dengan urema, hiperfosfatemia, hidremia dan asidosis
metabolic.
10. Umumnya terjadi hipertensi ringan sampai berat dan nyeri tekan pada sudut
kostovertebral(Baughman , 2000)

G. KOMPLIKASI
1. Oliguria-Anuria
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti indufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperkalemia, hiperfofatenia, dan hidremia. Walau oliguria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialysis peritoneum kadang-kadang
diperlukan.
2. Enselopati hipertensi
Merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terapat gejala berupa gangguan
penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah local
dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi
Dispneu, ortopneu, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya
tekanan darah bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan
oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat
hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia
Timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.

H. PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di
glomerulus
1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu
Untuk memberikan kesempatan pada ginjal untuk menyembuh
2. Pemberian penisilin pada fase akut

Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonephritis, melainkan


mengurangi menyebarnya infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama
sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terhadap
imunitas yag menetap
3. Makanan
Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila
suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan
larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komlikasi pemberian cairan disesuaikan dengan
kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oligua, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi


Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedative untuk menenangkan penderita
sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin
dan hidralazin. Mula- mula diberikan reserpine sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuscular.
Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpine diberikan peroral dengan
dosis rumat 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena
memberi efek toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialysis pertonium, hemodialysis, bilasan lambung dan
usus(tindakan ini kurang efektif, transfuse tukar)

6. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonephritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemide (Lasix) secara intravena(1 mg/kgbb/hari)dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedative dan oksigen
Penatalaksanaan glomerulonephritis akut menurut Baughman (2000) bertujuan untuk
memulihkan fungsi ginjal dan untuk mengobati komplikasi dengan cepat
1. Pemberian antibiotic penisilin, untuk infeksi streptococcus residual
2. Preparat diuretic untuk keseimbangan cairan tubuh dan pemberian anti hipertensi
3. Pertukaran plasma (plasmaferesis) dan pengobatan dengan obat-obat stroid dan
sitotoksik untuk mengurangi respon inflamasi, diberikan untuk progresif
glomerulonephritis akut.kadang diperlukan dialysis
4. Tirah baring sangat diperlukan, selama fase akut sampai urine jernih dan BUN ,
kreatinin dan tekanan darah kembali normal
5. Nutrisi diberikan berupa Diit protein dibatasi pada peningkatan BUN, natrium dibatasi
pada hipertensi, edema dan gagal jantung kongesif, karbohidrat untuk energy dan
penurunan protein katabolisme, serta
6. Cairan yang diberikan sesuai dengan kehilangan cairan dan berat badan harian :
masukan dan haluaran.

I. TEST DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan urine

Adanya protenuria (+1 sampai +4) kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik,
leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan
lain-lain. Analisa urine adanya streptococcus
2. Pemeriksaan darah :
a. Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat
b. Jumlah elektrolit : hyperkalemia, hiperfosfatemia, hypernatremia dan hipokalsemia.
c. Analisa gas darah : adanya asidosis
d. BUN dan kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal menurun
e. Klirens kreatinin pada urine digunakan sebagai pengukur (Laju Filtrasi Glomerulus)
f. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah
g. Kadar albumin, darah lengkap (Hb, leukosit, trombosit dan erytrosit) adanya anemia.
3. Pemeriksaan kultur tenggorok
Untuk menentukan jenis mikroba adanya streptokokus
4. Pemeriksaan
Antisterptozim, ASTO, antihialuronidase dan anti Dnase
5. Pemeriksaan radiologi
Foto thorak adanya gambaran edema paru atau payah jantung
6. IVP (intra venous Pyelograf)
Menunjukkan abnormalitas pada system penampungan ginjal (Ductus koligents)
7. ECG
Adanya gambaran gangguan jantung

J. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Indentitas klien
Nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, usia, alamat, nomor telepon, status
pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan, agama, suku, bangsa, nama penanggung
jawab klien dan tanggal masuk rumah sakit.
2. Keluhan utama
Keluhan utama pada glomerulonephritis akut yang sering dikeluhkan bervariasi
meliputi keluhan nyeri pada pinggang atau kostovertebra, miksi berdarah, wajah atau
kaki bengkak, pusing atau keluhan badan cepat lelah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengeluh bengkak seluruh tubuuh, kencing berwarna seperti cucian daging atau
berdarah , tidak nagfsu makan, mual, muntah, dan diare. Badan panas saat hari pertama
sakit.
4. Riwayat Penyakit Keluarga 
Adakah keluarga pasien yang memiliki penyakit serupa.
5. Riwayat adanya factor-faktor risiko
Penyeakit kompleks imun seperti sistemik lupus eriematosus dan scleroderma
6. Pemajanan terhadapa obat nefrotoksik atau bahan seperti antimikrobal, agen anti
inflamasi, kemotherapy, media kontras, pestisida, obat narkotika atau logam berat
7. Infeksi tenggorokan dan kulit sebelumnya yang disebabkan oleh streptococcus beta
hemoliticus group A atau hepatitis
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum klien biasanya lemah dan terlihat sakit berat
2. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran biasanya kompos metis, tetapi akan berubah apabila system saraf
puast mengalami gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan
kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolitdan uremia
3. Tanda-tanda vital
Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, pada fase awal sering didapatkan:
a. Suhu tubuh meningkat
b. Frekuensi denyut nadi meningkat
c. Frekuensi pernapasan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut
nadi.
d. Tekanan darah dapat terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat
4. Pemeriksaan sistem pernapasan
Biasanya terjadi gangguan pada pola napas dan jalan napas yang merupakan tespon
terhadap edema pulmonal dan adanya sindrom uremia. Bunyi nafas bronchi dan
biasanya didapatkan pada kedua paru.
5. Pemeriksaan sistem kardiovaskuler
Adanya tanda pericarditis disertai friksi pericardial dan pulsus paradokus (pembedahan
tekanan darah lebih dari retansi natrium dan air yang memberikan dampak pada fungsi
sistem kardiovaskuler dimana akan terjadi penurunan perfusi jaringan akibat tingginya
beban sirkulasi. Pangkal vena mengalami distensi akibat cairan yang berlebihan.
Kardiomegali, irama gallop dan tanda gagal jantung kongesif lain dapat terjadi.
6. Pemeriksaan sistem persepsi sensorik
Klien mengalami konfusi dan memperlihatkan rentang perhatian yang menyempit. Pada
retina ditemukan hemoraghie, adanya eksudat, anteriol menyempit dan berliku-liku,
serta papilledema, Neuropati perifer disertai hilangnya reflex tendon dan perubahan
neurosensory muncul setelah penyakit terjadi. Klien beresiko kejang sekunder
gangguan elektrolit
7. Pemeriksaan sistem perkemihan
Biasanya didapatkan tanda dan gejala insufiensi renal dan gagal ginjal kronik.
Penurunan warna urine output seperti berwarna kola, proteinuria, silinderuri dan
hematuria.
8. Pemeriksaan sistem pencernaan
Adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau mulut ammonia,
peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
9. Pemeriksaan sistem musculoskeletal
Klien tampak sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan dan terjadi edema
perifer (dependen) dan periorbital. Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala,
kram otot, nyeri kaki, kulit gatal dan adanya infeksi berulang. Pruritus, demam (sepsi,
dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit dan keterbatasan gerak sendi. Didapatkan
adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi
perifer dari hipertensi. Dan klien mengeluh sering cepat lelah saat melakukan aktifitas
sehari-hari

c. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan
natrium
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia, pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis
4. Resiko kerusakan integritas kulit b.d. perubahan metabolism dan sirkulasi tubuh
5. Gangguan Keseimbangan Asama basa b.d. Uremia dan kegagalanmenegluarkan ureum
dalam urine
6. Hipertermi b.d. respon inflamasi

d. Intervensi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan
natrium
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan kelebihan
volume cairan teratasi dengan KH :
a. Klien tidak sesak nafas
b. Pitting edema ( - )
c. Produksi urine > 600 ml/hari

Intervensi Rasional
1. Kaji tekanan darah. 1. Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan
jumlah cairan yang dapat diketahui dengan
meningkatkan beban kerja jantung yang dapat
diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
2. Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel
2. Kaji distensi vena jugularis. kanan yang dapat dipantau melalui pemeriksaan
tekanan vena jugularis.
3. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
3. Ukur intake dan output perfusi ginjal, retensi natrium atau air, dan penurunan
urine output.
4. Kolaborasi :
4. Kolaborasi dalam : a. Natrium meningkatkan retensi cairan dam
a. Berikan diet tanpa garam meningkatkan volume plasma yang berdampak
terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan
meningkatkan demand miokardium.
b. Berikan diet rendah b. Diet rendah protein untuk menurunkan insufisiensi
protein tinggi kalori renal dan retensi nitrogen yang akan meningkat
BUN. Diet tinggi kalori untuk cadangan energi dan
mengurangi katabolisme protein.

c. Berikan diuretik : c. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume

furosemide, sprinolakton, plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan

hidronolakton sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.


d. Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.

d. Pantau data laboratorium


elektrolit kalium

ii. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia, pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa mulut
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan klien dapat
memepertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat dengan criteria hasil:
a. Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)
b. IMT normal (18-22)
c. Tidak mual dan muntah
d. Berat badan stabil
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bising usus. 1. Immobilitas dapat menutunkan bising usus.
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering. 2. Membantu mencegah distensi gaster atau
ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
3. Dorong pasien untuk memandang 3. Kalori dan protein diperlukan untuk
diet sebagai pengobatan dan untuk mempertahankan berat badan dan meningkatkan
membuat pilihan makanan / penyembuhan.
minuman tinggi kalori/protein.
4. Lakukan oral hygiene sebelum 4. Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa dan
makan. nafsu makan yang baik.
5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam 5. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
pemberian nutrisi.

iii. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur dialisis
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan klien dapat
meningkatkan toleransi aktivitas dengan criteria hasil:
a. Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan / diperlukan
b. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi Rasional
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas 1. Parameter menunjukan respon fisiologis
dengan menggunakan parameter : frekwensi pasien terhadap stress, aktivitas dan
nadi 20 x per menit diatas frekwensi indicator derajat pengaruh kelebihan
istirahat, catat peningkatan TD, dipsnea, kerja
atau nyeri dada, kelelahan berat dan / jantung.
kelemahan, berkeringat, pusing atau pingsan.

2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas 2. Stabilitas fisiologis pada istirahat


contoh : penurunan kelemahan / kelelahan, penting untuk memajukan tingkat
TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan aktivitas individual.
perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi 3. Konsumsi oksigen miokardia selama
perawatan diri. berbagai aktivitas dapat meningkatkan
jumlah
oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas
bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung.
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan
4. teknik penghematan energi menurunkan
anjurkan penggunaan kursi mandi,
penggunaan energi dan sehingga
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan
membantu keseimbangan suplai dan
sebagainya.
kebutuhan oksigen.
5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam
5. Seperti jadwal meningkatkan toleransi
memilih periode aktivitas.
terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan

iv. Resiko kerusakan integritas kuit b.d. perubahan metabolism.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam integritas kult dan membrane
mukosa utuh.
Criteria hasil:
a. Elastisitas dalam rentang normal
b. Hidrasi dalam rentang normal
c. Warna dan kelembapan dalam rentang normal

Intervensi Rasional
1. Inspeksi kulit dan membrane mukosa 1. Untuk mengetahui adanya kerusakan kulit
terhadap adanya kemerahan, panas,atau dan tingkat kerusakannya.
cairan
2. Monitor adanya tanda-tanda kerusakan 2. Mewaspadai agar dapat mempersiapkan
integritas kulit, warna kulit, temperature tindakan sedinimungkin.
kulit.
3. Catat adanya perubahan kulit dan 3. Mendokumentasikan setiap perubahan
membrane mukosa. yang terjadi.
4. Berikan perawatan kulit khusunya daerah 4. Perianal dan mulut merupaakn daerah
perianal dan mulut. tercepat terkena kotoran dan merupakan
port de entry kuman.
5. Ganti posisi dengan sering. 5. Mencegah terjadinya kompresi dan
tertekan terlalu lama.
6. Anjurkan intake cairan dan nutrisi sesuai 6. Menjaga asupan nutrisi yang sesuai.
order dokter.
v. Gangguan keseimbangan Asam basa b.d. uremia

Setelah dialkukan asuhan keerawatan … x 24 jam tidak ada tanda gangguan keseimbangan
asam basa.
Criteria hasil:
a. Klien dapat menjelaskan diet nutriri dan cairan
b. Kadar ureum dalam darah normal

Intervensi Rasional
1. Monitor tekanan darah, frekuensi nadi dan 1. Memantau status hemodinamik
ritmenya
2. Jaga kebersihan mulit dengan kumur 2. Memberikan rasa nyaman
cairan bikarbonat, lemon atau .boraks
glserin 3. Untyk mengetahui tingkat Ph dan
3. Monitor analisa gas darah penangan yang dapat di persiapkan
4. Meringankan kerja jantung dan ginjal
4. Berikan cairan sesuai indikasi
5. ,Mengkaji adanya penambahan volume
5. Monitor intake dan output serta berat cairan tubuh
badan setiap hari.

6. Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi


Tujuan : suhu tubuh dalam rengtang normal 37oc
Kh :
- suhu tubuh tetap normal 37oc
- keseimbangan cairan tetap stabil
- pasien menyatakan peningkatan kenyamanannya
Intervensi Rasional
1. ukur suhu setiap 4 jam untuk menyakinkan perbandingan data
yang akurat
Mempengaruhi pada penurunan perfusi
2. pantau dan catat denyut dan irama nadi,
jaringan
tekanan vena sentral, tekanan darah,
frekuensi napas, tingkat responsive, dan
Suhu ruangan harus diubah untuk
suhu kulit min 4jam. mempertahankan suhu mendekati
3. Pantau suhu lingkungan Berikan normal.
Dapat membantu mengurangi demam.
Digunakan untuk mengurangi demam
4. kompres air hangat
5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
SINDROM NEFROTIK

A. PENGERTIAN
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai
oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari),
hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, 
Hiperkoagulabilitas.  Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer
(idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak
diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu. (Suzanne C,
2005)
Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hyperkolesterolemia.
( Ngastiyah,2005)
Nefrotik sindrom merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya
injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria,
hypoproteinemia, hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suryadi, 2001)
Jadi, Sindrom nefrotik adalah merupakan kumpulan gejala yang disebabkan
oleh adanya injury glomerular ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia dan
edema.

B. ANATOMI FISIOLOGI

Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses


penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak digunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air
kemih).
Sistem perkemihan terdiri dari:
5. Dua ginjal (ren) yang menghasilkan urine
6. Dua ureter yang membawa urine dari ginjal ke kandung kemih
7. Satu vesika urinaria (VU) tempat urine dikumpulkan
8. Satu urethra saluran urine dikeluarkan dari vesika urinaria
a. Ginjal

Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostatis cairan tubuh secara
baik. Terletak di rongga abdomen, retroperitorenal primer kiri dan kanan kolumna vertebra.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi
vertebra thorakalis ke 12 sampai lumbalis ke-3. Ginjal berbentuk seperti kacang tanah,
panjang 11,5 cm, lebar 3,5 berat 130 gram.

Sumber: http:/chyrun.com/seputar-sindrom-nefroti/

1. Nefron
Nefron adalah unit fungsional sistem perkemihan. Setiap ginjal mempunyai sekitar 1
juta nefron. Selama 24 jam dapat menyaring 10 liter darah, arteri renalis membawa darah
murni dari aorta ke ginjal. Satu nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, ansa henle
dan tubulus distal yang tersambung pada duktus koligentes.

Sumber:
Legacy/college/tortora/0470565101/hearthis_ill/pap13e_ch26/stimulations/hear/glomerular.ht
ml

2. Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam kapsula
berwarna bowman dan menerima darah dari arteriol aferen dan meneruskan darah ke sistem
vena melalui arteriol eferen. Natrium secara bebas difiltrasi dalam glomerulus sesuai dengan
konsentrasi dalam plasma, kalium juga difiltrasi secara bebas.
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari
arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua
arteriola itu disebut kutub vaskuler. Diseberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan
tubulus contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut,
ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel
mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar.

Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma
yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas
membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau
“foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel
dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement
membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan
mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari
arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, laminadensa dan lamina rara externa.
Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitelparietal yang gepeng, yang
terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan
membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler
pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang
berproliferasi membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau
sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
3. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar
korteks.
4. Glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian
dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan
merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan slut.

Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai


penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang
sangat tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 A.
Membran basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel
endotel dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :

4. Lamina dense yang padat (ditengah)


5. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
6. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel

Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan
sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-
tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A.
Pori-pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium (sel-sel
mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus dan membentuk bagian
medial dinding kapiler. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan
mungkin bereran dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada
glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-
saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.
Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus
menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel
endotel,membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion
negatif yang kuat. Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-
sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam daragh relatif memiliki
isoelektrik yang rendah dan membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh
dinding kapiler gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.

Sumber: http:/chyrun.com/seputar-sindrom-nefroti/

3. Tubulus kontortus proksimal


Panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku. Pada permukaan yang menghadap
lumen tubulus ini terdapat sel-sel epitel kuboid yang kaya akan mikrovilus (brush border)
dan memperluas area permukaan lumen tempat terjadinya reabsorbsi.

4. Ansa Henle.
Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa Henle yang masuk ke
dalam medula, membentuk lengkungan jepit yang tajam (lekukan) dan membalik ke atas
membentuk tungkai asenden ansa Henle.

5. Tubulus Kontortus Distal


Tubulus yang juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 mm dan membentuk segmen
terakhir nefron.
- Di sepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding arterio aferen.
Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel-sel termodifikasi
yang disebut macula densa. Macula densa berfungsi sebagai suatu kemoreseptor
dan distimulasi oleh penurunan ion natrium.
- Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan macula densa mengandung sel-
sel otot polos termodifikasi yang disebut sel juktaglomerular. Sel ini distimulasi
melalui penurunan tekanan darah untuk memproduksi renin.
- Macula densa, sel juktaglomerular, dan sel mesangium saling bekerja sama untuk
membentuk aparatus juktaglomerular yang penting dalam pengaturan tekanan
darah.

6. Duktus Koligentes
Karena setiap tubulus koligentes berdesenden di korteks, maka tubulus tersebut akan
mengalir ke sejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk duktus
pengumpul besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang
mengalirkan urin ke dalam kaliks minor. Kaliks minor bermuara ke dalam pelvis ginjal
melalui kaliks mayor. Dari pelvis ginjal, urin dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung
kemih (vesika urinaria).

b. Sistem Peredaran Darah Pada Ginjal


Darah yang mengalir ke ginjal normalnya sekitar 22% dari curah jantung, atau 1100
ml/menit. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian bercabang- cabang
secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis, arteri
aferen yang menuju kapiler glomerulus tepat sejumlah besar cairan dan zat terlarut kecuali
protein plasma. Difiltrasi untuk memulai pembentukan urin.

c. Sistem Persarafan Ginjal


Kandung kemih mendapat persarafan utama dari nervus pelvikus, yang berhubungan
dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama dengan sekmen sacral dua dan
tiga medula spinalis. Dalam nervus pelvikus terdapat 2 jenis saraf yaitu serat saraf sensorik
dan serat saraf motoric. Serat sensorik mendeteksi derajat tegangan regangan dalam dinding
kandung kemih. Sinyal-sinyal regangan khususnya dari uretra posterior merupakan sinyal
yang kuat dan berperan untuk memicu reflex pengosongan kandung kemih. Persarafan
motoric yang dibawa dalam nervus pelvikus merupakan serat parasimpatis. Saraf ini berakhir
di sel ganglion yang terletak didalam dinding kandung kemih. Kemudian saraf post yang
pendek akan mempersarafi otot detrusor.
Selain saraf pelvis terdapat 2 jenis persarafan yang mengatur fungsi kandung kemih.
Saraf yang paling penting adalah saraf motoric skeletal yang di bawa melalui nervus
pudendus ke spingter eksternal kandung kemih. Saraf ini merupakan serat saraf somatic yang
mempersarafi dan mengatur otot rangka folunter spingter tersebut. Kandung kemih juga
mendapat persarafan simpatis melalui nervus hipogastrik yang behubungan dengan segmen
lumbal 2 medula spinalis. Saraf simpatis ini merangsang pembuluh darah dan memberi
sedikit efek terhadap proses kontraksi kandung kemih.

C. ETIOLOGI

Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, namun akhir-akhir ini
dianggap sebagai penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen terhadap antibodi.
Umumnya etiologi dibagi menjadi:
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resistensi
terhadap semua pengobatan.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
 Malaria kuartana atau parasit lainnya
 Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid
 Glomerulonephritis akut atau kronik
 Thrombosis vena renalis
 Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air
raksa
 Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hpokomplementemik
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut juga sindrom nefrotik primer.
4. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang tampak adalah sclerosis glomerulus, yang sering disertai
atrofi tubulus.
D. PATOFISIOLOGI
Adanya peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria
massif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya, tekanan onkotik plasma menurun
karena adanya pergeseran cairan dari intravascular ke interstitial. Volume plasma,
curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi
natrium. Kadar albumin plasma akan merangsang sintesa protein di hati, disertai
peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.
1. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin,
tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke
dalam intervaskuler. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan
intravaskuler berkurang sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena
hipovolemi.
2. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan
merangsang produksi renin-angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretic
hormon (ADH) dan sekresi aldosterone yang kemudian terjadi retensi natrium dan
air. Retensi natrium dan air inilah yang menyebabkan edema
3. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik
plasma.
4. Adanya hyperlipidemia akibat meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang
timbul karena kompensasi hilangnya protein dan jumlah lemak akan banyak
dalam urin (lipiduria).
5. Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi zink.

E. MANIFESTASI KLINIS
1. Proteinuria > 3,5 gram/hari
2. Hipoalbuminemia < 30 gram/l
3. Edema anasarka
4. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
5. Rentan infeksi sekunder
6. Kadar fibrinogen tinggi
7. Hiperkoagulitas, yang akan meningkatkan risiko thrombosis vena dan arteri
8. Hematuria, hipertensi
9. Glukosuria tanpa hiperglikemia
10. Pada kasus berat ditemukan gagal ginjal

F. KOMPLIKASI
1. Infeksi sekunder, terjadi karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
2. Shock, terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (<1 gram/100ml) yang
menyebabkan hypovolemia berat sehingga menyebabkan shock
3. Thrombosis vaskuler, terjadi akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
4. Malnutrisi
5. Kegagalan ginjal

G. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai ± 1
gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan
menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretic,
biasanya furosemide 1 mg/kgBB/hari. Bergantung beratnya edema dan respon
pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan dihidroklortiazid (25-50
mg/hari); selama pengobatan diuretic perlu dipantau kemungkinan hipokalemi,
alkalosis metabolic dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
3. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan International Cooperative Study of
Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut
 Selama 28 hari prednisone diberikan per oral dengan dosis 60mg/hari luas
permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80mg/hari
 Kemudian dilankutkan dengan prednisone selama 28 hari dengan dosis 40
mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum
60mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan maka pengobatan ini
dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
4. Bila terdapat infeksi, cegah infeksi dengan antibiotik
5. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital

H. TEST DIAGNOSTIK
1. Uji urin
 Protein urin  meningkat
 Urinalisis  cast hialin dan granular, hematuria
 Dipstick urin  positif untuk protein dan darah
 Berat jenis urin  meningkat
2. Uji darah
 Albumin serum  menurun
 Kolesterol serum  meningkat
 Hemoglobin dan hematokrit  meningkat (hemokonsentrasi)
 Laju Endap Darah (LED)  meningkat
 Elektrolit serum  bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
3. Uji diagnostik : biopsi ginjal merupakan uji diagnostic yang tidak dilakukan
secara rutin

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Umunya 90% dijumpai pada kasus anak-anak. Enam kasus per tahun setiap
100.000 anak terjadi pada usia 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2:1.
Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi nefrotik syndrome.
b. Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama : Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan
menurun.
 Riwayat penyakit dahulu: Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA
dan GNK, terpapar bahan kimia.
 Riwayat penyakit sekarang : Badan bengkak, muka sembab, muntah,
napsu makan menurun, konstipasi, diare, urin menurun.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan
terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah
kelahiran.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan.
e. Riwayat kesehatan lingkungan
Edemik malaria sering terjadi kasus Nefrotik Sindrom.
f. Imunisasi
Tidak ada hubungan
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Berat badan (BB) = (umur (th) X 2) + 8
Tinggi badan (TB) = 2 X TB lahir
Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri
meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang
bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda, oedipus kompleks untuk anak
laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih
dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiatif versus
rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru.
Jika usahanya diomeli atau dicela, anak akan merasa bersalah dan menjadi anak
peragu.
Perkembangan kognitif : masuk tahap pra operasional yaitu mulai
mempersentasikan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan al;at-
alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan
kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut
hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan
besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,
keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang
tua, teman.
h. Riwayat nutrisi
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status
gizinya adalah dihitung dengan rumus.

BB terukur
x 100%
BB standar

(BB terukur dibagi BB standar) X 100%, dengan interpretasi <60% (gizi buruk),
<30% (gizi sedang) dan >80% (gizi baik).
i. Pengkajian per sistem
Sistem pernapasan : Frekuensi pernapasan 15-32x/menit, rata-rata 18xmenit, efisu
pleura karena distensi abdomen.
Sistem kardiovaskuler : Nadi 70-110x/menit, tekanan darah 95/65-100/60 mmHg,
hipertensi ringan bisa dijumpai.
Sistem persarafan : dalam batas normal.
Sistem perkemihan : Urin/24 jam 600-700ml, hematuri, proteinuria, oliguria.
Sistem pencernaan : Diare, nafsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri
daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.
Sistem muskulokelatal : dalam batas normal.
Sistem integumen : Edema periobital, ascites.
Sistem endokrin : Dalam batas normal.
Sistem reproduksi : Dalam batas normal.
j. Persepsi orang tua
Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema dan imobilitas
2) Resiko infeksi berhubungan dengan imunopresi
3) Gangguan perfusi jaringan perifer berhungan dengan hipertensi
4) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
penyakit
5) Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan proses penyakit

3. Intervensi
1) Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema dan
imobilitas
Hasil yang diharapkan: Anak tidak memperlihatkan tanda atau gejala
kerusakan kulit yang ditandai oleh tidak ada kemerahan, iritasi, dan kelelahan
otot.

Intervensi Rasional
1. Bantu anak mengubah posisi 1. Pengubahan posisi yang sering
tubuhnya setiap 2 jam dapat mencegah kerusakan kulit,
dengan cara meniadakan tekanan
di permukaan tubuh.

2. Lakukan perawatan kulit yang 2. Perawatan kulit yang baik dapat


tepat, termasuk mandi harian menjaga kulit bebas dari bahan
dengan menggunakan sabun pengiritasi dan membantu
pelembab, mesase, pengubahan mencegah kerusakan kulit.
posisi dan penggantian serta
pakaian kotor.

3. Kaji kulit anak untuk melihat 3. Pengkajian yang sering


bukti iritasi dan kerusakan seperti memungkinkan deteksi dini dan
kemerahan, edema, dan abrasi intervensi yang tepat ketika
setiap 4- 8 jam sekali dibutuhkan.

4. Topang atau tinggikan area-area 4. Meninggikan atau menopang


yang mengalami edema, seperti daerah yang edema dapat
edema lengan, tungkai, dan mengurangi edema. Menggunakan
skrotum, dengan menggunakan bedak dapat mengurangi
bantal atau linen tempat tidur. kelembapan dan gesekan yang
Gunakan bedak pada area ini. ditimbulkan ketika permukaan
tubuh saling bergesek.
5. Tingkatkan jumlah aktivitas anak, 5. Peningkatan aktivitas membantu
sering edema mereda. mencegah kerusakan kulit akibat
tirah baring yang lama.

2) Resiko infeksi berhubungan dengan imunopresi

Hasil yang diharapkan : anak tidak mengalami infeksi yang ditandai dengan
suhu tubuh kurang dari 37,80C dan tidak ada drainase purulen, batuk dan nyeri
tenggorokan.

Intervensi Rasional
1. Jangan izinkan seorangpun yang 1. Keadaan imunosupresi membuat
mengidap penyakit infeksi akut anak rentan terhadap infeksi
untuk mengunjungi anak.

2. Beri obat antibiotik sesuai 2. Anak yang kekebalan tubuhnya


program. menurun biasanya menerima obat
antibiotik profilatik untuk
mencegah infeksi

3. Pantau anak setiap hari untuk 3. Pemantauan memastikan


deteksi tanda serta gejala infeksi, pengenalan dini terapi terhadap
termasuk batuk, demam, hidung infeksi
tersumbat, drainase purulen dan
nyeri tenggorokan.

3) Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi


Hasil yang diharapkan: anak dapat mempertahankan perfusi jaringan yang
normal yang ditandai oleh tekanan darah sesuai usia, tidak ada sakit kepala dan
kejang, serta waktu pengisian kembali kapiler selama 3-5 detik.

Intervensi Rasional
1. Pantau tekanan darah anak setiap 4 1. Pemantauan memastikan pengenalan
jam dini dan terapi hipertensi yang tepat
2. Lakukan kewaspadaan serangan 2. Hipertensi berat dan hipoksia
kejang berikut : serebral meningkatkan resiko kejang
 Pertahankan jalan nafas
melalui mulut dan
persiapkan peralatan
pengisapan dekat sisi tempat
tidur anak.
 Sematkan tanda diatas tempat
tidur anak dan dipintu kamar,
yang berisi peringatan untuk
semua petugas kesehatan
tentang status kejang anak
 Catat status kejang anak pada
catatan anak.

3. Beri obat antihipertensi, sesuai 3. Anak mungkin membutuhkan obat


program antihipertensi untuk mengurangi
tekanan darah dan mengurangi
resiko komplikasi, termasuk kejang,
stroke, gagal jantung, dan sakit
kepala.

4) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan


penyakit

Hasil yang diharapkan : anak mengalami asupan nutrisi yang ditandai oleh
mengkonsumsi makanan, sekurang-kurangnya 80% porsi makanan setiap kali
makan

Intervensi Rasional
1. Tawarkan anak makanan porsi kecil, 1. Seorang anak yang mengalami
tetapi frekuensi sering. penyakit ini biasanya secara khas
mengalami penurunan nafsu makan.
Mengkonsumsi makanan dalam
porsi kecil dan frekuensi sering akan
mencegah anak lelah dan terlalu
kenyang. Pastikan pula bahwa ia
mengkonsumsi makanna lebih
banyak setiap kali duduk.

2. Beri anak beberapa makanan 2. Anak lebih cenderung


kesukaan, namun tetap dalam mengkonsumsi lebih banyak porsi
restiksi diet. makanan jika ia diberikan bebrapa
makanan kesukaannya.

5) Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan proses penyakit


Hasil yang diharapkan: anak tidak memperlihatkan tanda-tanda kelebihan
volume cairan, yang dibutuhkan dan haluaran urin 1-2 ml/kg/jam

Intervensi Rasional
1. Timbang berat badan anak pada 1. Menimbang berat bada setiap hari,
waktu yang sama setiap hari, dengan menbanti menentukan fluktuasi
menggunakan timbangan dan stastus cairan anak.
pakaian yang sama.

2. Pantau asupan dan haluaran cairan 2. Pemantauan membantu menentukan


anak dengan cermat status cairan anak.

3. Programkan anak pada diet rendah 3. Suatu diet rendah natrium dapat
natrium selama fase edema mencegah retensi cairan.

4. Beri obat diuretik, sesuai program 4. Obat diuretik dapat mengeliminasi


cairan dari tubuh anak. Namun, obat
ini kadang-kadang tidak efektif pada
anak penderita nefrosis
5. Pantau anak untuk melihat 5. Penurunan berat jenis urin
penurunan berta jenis urin mengindikasikan diuresis

6. Kaji integritas kulit dan lakukan 6. Edema akibat kelebihan cairan dapat
perawatan kulit. meningkatkan resiko kerusakan
kulit.

4.Implementasi
5.Evaluasi
1) Anak tidak memperlihatkan tanda atau gejala kerusakan kulit
2) Anak tidak mengalami infeksi
3) Anak dapat mempertahankan perfusi jaringan yang normal
4) Anak mendapat asupan nutrisi yang baik

Daftar Pustaka

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8. Jakarta: EGC.
Cotran, dkk. 2004. Buku Ajar Patologi. Robbins Volume 2. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C. dan J.E. Hall. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, ed. 12. Jakarta:
EGC
Yuli, Reni. 2015.Buku Ajar Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan Aplikasi NANDA, NIC, dan NOC. Jakarta: CV. Trans Info Media

www.academia.edu/25727617/glomerulonefritis

Anda mungkin juga menyukai