Disusun oleh :
P1337430120022
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI
Rentang respon neurobiologist pada gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Respon Adaptif
Respon Adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social budaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut , adapun bagian dari respon
adaptif meliputi:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi Akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman
ahli.
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
2. Respon Psikososial
Respon psikososial meliputi :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap atau tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
3. Respon Maladatif
Respon maladatif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan , adapun respon
maladatif meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.
e. Isolasi social adalah upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang
lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan.
Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon
persepsi yang maladaptive. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan
perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indera walaupun sebenarnya stimulus tidak ada.
C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi (Fitria, 2012)
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh
baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi : faktor
perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis dan genetic.
a) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
b) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang
membesarkannya.
c) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stress yang berlebihan maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan
dimethytranferase (DMP).
d) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress
dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Maramis, 2005) Pengobatan harus secepat mungkin, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapat perawatan RSJ dan klien dinyatakan boleh pulang
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat.
1. Farmakoterapi
1. Neuroleptika dengan dosis efektif rendah bermanfaat pada penderita Schizofrenia
yang menahun, hasilnya lebih baik jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
2. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi lebih bermanfaat pada penderita dengan
psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi Kejang Listrik / Electro Convulsion Therapy (ECT)
Cara kerja elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas, dapat dikatakan bahwa
terapi konvulsi dapat memperpendek serangan Schizofrenia dan mempermudah
kontak dengan klien.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan
dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja
sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan
dokter. Diharapkan klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama,
seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
a) Terapi Aktivitas
1) Terapi Musik
Fokus pada : mendengar, memainkan alat music, bernyanyi yaitu menikmati
dengan relaksasi jenis music yang disukai klien.
2) Terapi Seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.
Terapi menari
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan klien melalui gerakan tubuh.
3)Terapi Relaksasi
Fokus : belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
4)Terapi Sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain.
5)Terapi kelompok
(a) Group Therapy (Terapi kelompok)
(b) Terapeutik Group (Terapi terapeutik)
(c) Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas Kelompok)
6)Terapi Lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga ( home like
atmosphere).
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
7) Tingkat kesadaran
Kemampuan individu melakukan hubungan dengan lingkungan dan dirinya
(melalui panca indra), mengatakan pembatasan terhadap lingkungan/dirinya
(melalui perhatian). Kesadaran yang baik biasanya dimanifestasikan dengan
orientasi yang baik dalam hal waktu, tempat, orang dan lingkungan sekitarnya
(Azizah, 2011).
8) Memori (Daya Ingat)
Bagaimana daya ingat klien atau kemampuan meningkatkan hal-hal yang telah
terjadi (jangka panjang/pendek/sesaat) dan apakah ada gangguan pada daya
ingat. Gangguan ini dapat terjadi pada salah satu diantara komponen daya
ingat yaitu pencatatn/registrasi, penahanan/retensi atau memanggil
kembali/recall sesuatu yang terjadi sebelumnya (Azizah, 2011).
9) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan selama
wawancara/kontrak dan kalkulasi. Kalkulasi adalah kemampuan klien untuk
mengerjakan hitungan baik sederhanan maupun kompleks. Bagaimana klien
berkonsentrasi dan kemampuannya dalam berhitung, apakah normal atau ada
gangguan seperti mudah beralih, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu
berhitung sederhana ataulainnya (Azizah, 2011).
10) Kemampuan penilaian/Mengambil keputusan
Penilaian melibatkan pembuatan keputusan yang konstruktif dan adaptif,
kemampuan mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan. (Azizah,
2011).
11) Daya tilik diri
Daya tilik diri/penghayatan, merujuk pada pemahaman klien tentang sifat
suatu penyakit/gangguan. Penghayatan ini biasanya mengalami gangguan pada
kelainan mental organik, prikosis dan retardasi mental (Azizah, 2011).
B. Diagnosa keperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari pengkajian
setelah pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
aktual atau potensial individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan
klien/proses kehidupan (Direja, 2011).
Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien dengan Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi adalah : ( Fitria, 2012).
1. Risiko Mencederai diri sendiri dan orang lain.
2. Gangguan sensori persepsi : halusinasi.
3. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri.
4. Harga diri rendah.
C. Intervensi Keperawatan
Dalam menyusun rencana keperawatan terlebih dahulu dirumuskan prioritas
diagnosa keperawatan.
Adapun prioritas diagnosa keperawatan adalah :
1) Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi.
Tujuan Umum : Klien tidak mengalami halusinasi.
Tujuan Khusus :
a) TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada
kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan
nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik :
(a)Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
(b)Perkenalkan diri dengan sopan.
(c)Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
(d)Jelaskan tujuan pertemuan.
(e)Jujur dan menepati janji.
(f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
(g)Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar.
b) TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.
Kriteria Evaluasi :
(1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi.
(2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Intervensi :
(1)Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
(2)Observasi tingkah laku terkait dengan halusinasinya : bicara dan tertawa
tanpa stimulus , memandang ke kiri / kanan / depan seolah-olah ada teman
bicara.
(3)Bantu klien mengenal halusinasinya :
(a) Tanyakan apakah ada suara yang di dengar.
(b) Jika ada, apa yang dikatakan.
(c) Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat, sendiri tidak mendengarnya ( dengan nada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi).
(d) Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
(4)Diskusikan dengan klien :
(a) Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.
(b) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi,siang,sore dan malam
atau jika sendiri, jengkel / sedih).
(c) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah / takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan
perasaan.
c) TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria Evaluasi :
(1) Klien dapat menyebutkan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya.
(2) Klien dapat menyebutkan cara baru.
(3) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah di
diskusikan dengan klien.
(4) Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasinya.
(5) Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi :
(1) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah , menyibukkan diri, dll ).
(2) Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien.
(3) Diskusikan cara baru untuk memutuskan / mengontrol timbulnya
halusinasinya :
(a) Katakan : “saya tidak mau dengar kamu” ( pada saat halusinasinya
terjadi )
(b) Menemui orang lain ( perawat / teman / anggota keluarga) untuk
bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang di dengar.
(c) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat
muncul.
(d) Meminta keluarga / teman / perawat, menyapa jika tampak bicara
sendiri.
(4) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.
(5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan
telinga kea rah tertentu, dan menutup telinga. Klien mengatakan mendengar suara-
suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajaknya bercakap-cakap, dan
mendengar suara menyuruh melakukan sesuatau yang berbahaya.
B. Diagnosis Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
C. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria sebagai berikut.
1) Ekspresi wajah bersahabat
2) Menunjukkkan rasa senang
3) Klien bersedia diajak berjabat tangan
4) Klien bersedia menyebutkan nama
5) Ada kontak mata
6) Klien bersedia duduk berdampingan dengan perawat
7) Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapinya.
b. Membantu klien mengenal halusinasinya
c. Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasi
D. Intervensi Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar klien.
b. Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi halusinasi,
frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi
c. Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik. Tahapan
tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.
1) Jelaskan cara menghardik halusinasi
2) Peragakan cara menghardik halusinasi
3) Minta klien memperagakan ulang
4) Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien yang
sesuai
5) Masukkan dalam jadwal kegiatan klien
Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi, assalamualaikum………….. Boleh Saya kenalan dengan Ibu?
Nama Saya………….. boleh panggil Saya……… Saya Mahasiswa Akper
Muhammadiyah Kendal, Saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB
sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh Saya tahu nama Ibu
siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada
keluhan tidak?”
c. Kontrak
1) Topik
“Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu
sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang
suara dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak
wujudnya?”
2) Waktu
“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa?”
3) Tempat
“Di mana kita akan bincang-bincang ???
Bagaimana kalau di ruang tamu saya ???
2. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu atau orang atau bayangan atau mahluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus-menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan
agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat dengan teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya seperti ini:
1) Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang dalam hati, “Pergi Saya
tidak mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan!
Nah begitu………….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
2) Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi Saya tidak
mau lihat………………. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-
ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah
begitu……….. bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak
dengan latihan tadi?”
b. Evaluasi objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi.”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak
muncul lagi.”
c. Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba cara
tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya?”
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian klien, Jika ibu melakukanya secara mandiri makan ibu menuliskan M,
jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau teman maka
ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu
mengerti?).
d. Kontrak yang akan datang
1) Topik
“Ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara
dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
2) Waktu
“Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB,
bisa?”
3) Tempat
“Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai
jumpa besok.
Wassalamualaikum,……………
A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan mendengar ada suara-suara tapi suara itu tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi
C. Tujuan
Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
D. Intervensi Keperawatan
Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain.
b. Fase kerja
”kalau mas mendengar suara yang kata mas kemarin mengganggu dan membuat
mas jengkel. Apa yang mas lakukan pada saat itu? Apa yang telah saya ajarkan
kemarin apakah sudah dilakukan?”
”cara yang kedua adalah mas langsung pergi ke perawat. Katakan pada perawat
bahwa mas mendengar suara. Nanti perawat akan mengajak mas mengobrol
sehingga suara itu hilang dengan sendirinya.
c. Fase terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama. Saya
senag sekali mas mau berbincang-bincang denagan saya. Bagaimana perasaan
mas setelah kita berbincang-bincang?”
Evaluasi obyektif : ”jadi seperti yang mas katakan tadi, cara yang mas pilih
untuk mengontrol halusinasinya adalah......
Tindak lanjut : ”nanti kalau suara itu terdengar lagi, mas terus praktekkan cara
yang telah saya ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai pikiran mas.”
A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi
C. Tujuan
Agar klien dapat memahami tentang cara mengontrol halusinasi dengan melakukan
aktifitas / kegiatan harian.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas harian klien.
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi :
Salam terapeutik : ” Selamat pagi, bu? Masih ingat saya ?
Evaluasi validasi : ”ibu tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari
ini ? sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan
kita tadi, apa itu ? apakah mas masih mendengar suara- suara yang kita
bicarakan kemarin
Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang
tentang suara- suara yang sering mas dengar agar bisa dikendalikan engan
cara melakukan aktifitas / kegiatan harian.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Ibu setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana mas setuju?”
2. Fase Kerja
”cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi
tentang cara pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi
yaitu caar ketiga adalah mas menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan
yang bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”
”jika mas mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan diri
dengan kegiatan seperti menyapa, mengepel, atau menyibukkan dengan
kegiatan lain.”
F. Fase Terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama,
saya senag sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana
perasaan mas setelah berbincang-bincang?”
Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi cara mengontrol halusinasi
yang ketiga?
Tindak lanjut : ”tolong nanti mas praktekkan cara mengontrol halusinasi
seperti yang sudah diajarkan tadi?
Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang keempat yaitu dengan patuh obat.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam 08.00? ibu setuju?”
Tempat :
”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Terimakasih mas
sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”
A. Kondisi klien
DO : Klien tenang
DS : Klien mengatakan sudah lebih mendengar suara-suara yang tidak jelas
B. Diagnosa Keperawatan : halusinasi
C. Tujuan: Agar klien dapat mengontrol halusinasi dengan patuh obat.
D. Intervensi Keperawatan
Ajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh obat yaitu penggunaan obat
secara teratur (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek samping)
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
F. Fase Orientasi :
Salam terapeutik : ” Selamat pagi, mas? Masih ingat saya ???
Evaluasi validasi : ”mas tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari ini ?
sudah siap kita berbincang bincang ? masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa
itu ? apakah mas masih mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin.
Kontrak
Topik :
”Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang
obat-obatgan yang mas minum.”
Tempat :
”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalu di ruang tamu? mas setuju?”
Waktu :
”kita nanti akan berbincang kurang lebih ..... menit, bagaimana mas setuju?”
2. Fase Kerja
”ini obat yang harus diminum oleh mas setiap hari. Obat yang warnanya....ini
namanya....dosisnya.....mg dan yang warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini
diminum....sehari siang dan malam, kalau yang warna...minumnya....kali sehari. Obat
yang warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang sering mas dengar
sedangkan yang warnanya putih agar mas tidak merasa gelisah. Kedua obat ini
mempunyai efek samping diantaranya mulut kering, mual, mengantuk, ingin meludah
terus, kencing tidak lancar. Sudah jelas mas? Tolong nanati mas sampaikan ke dokter apa
yang mas rasakan setelah minum obat ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Kemudian mas jangan berhenti minum obat
tanpa sepengetahuan dokter, gejala seperti yang mas alami sekarang akan muncul lagi,
jadi ada lima hal yang harus diperhatikan oleh mas pada saat mionum obat yaitu beanr
obat, benar dosis, benar cara, benar waktu dan benar frekuensi. Ingat ya mas..?!!”
3. Fase Terminasi
Evaluasi subyektif : ”tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senag
sekali mas mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan mas setelah
berbincang-bincang?”
Evaluasi obyektif : ”coba mas jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi? Kemudian
berapa dosisnya?
Tindak lanjut : ”tolong nanti mas minta obat ke perawat kalau saatnya minum
obat.”
Kontrak yang akan datang
Topik:
”bagaimana mas kalau kita akan mengikuti kegiatan TAK (Terapi Aktifitas
Kelompok) yaitu menggambar sambil mendengarkan musik.”
Waktu :
”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau jam .....? mas setuju?”
Tempat :
”Besok kita akan melakukan kegiatan di ruang makan. Terimakasih mas sudah mau
berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”
E. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau formatif yang
dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum
yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir:
S : Respon subyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepada
klien tentang tindakan yang telah dilakukan.
O : Respon obyektif klien terhadap tindakankeperawatan yang telah
dilakukan. Dapat diukur dengan mengobservasi prilaku klien pada saat
tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa yang telah
dilaksanakan atau member umpan balik sesuai dengan hasil observasi.
A : Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data
kontra indikasi dengan masalah yang ada, dapat juga membandingkan
hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon
klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan perawat
Pada Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi , evaluasi keperawatan yang
diharapkan sebagai berikut :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengenal halusinasi.
3. Klien dapat mengontrol halusinasi.
4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Edisi 1. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Keliat, Budi Anna. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course).
Jakarta: EGC
Kusumawati & Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Maramis, W.F. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa (Edisi 9). Surabaya: Airlangga University Press.
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: Trans Info Media.