HALUSINASI
A.Pengertian
B. Rentang Respon Neurobiologis
Trimelia (2011) menyatakan bahwa berbagai respon perilaku klien yang terkait
dengan fungsi otak disebut dengan respon neurobiologist. Gangguan respons neurobiologist
ditandai dengan gangguan sensori persepsi halusinasi. Gangguan respons neurobiologist atau
respons neurobiologist yang maladatif ini terjadi karena adanya:
1. 1.Lesi pada area frontal, temporal, dan limbik sehingga mengakibatkan terjadinya
gangguan pada otak dalam memproses informasi.
2. Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus
3. Ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter lainnya.
Rentang respon neurobiologist pada gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Respon Adaptif
Respon Adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, adapun bagian dari responadaptif
meliputi:
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b) Persepsi Akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari pengalaman ahli.
d) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
2. Respon Psikososial
Respon psikososial meliputi:
a) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-
benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
c) Emosi berlebihan atau berkurang.
d) Perilaku tidak biasa adalah sikap atau tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain.
3. Respon Maladatif,
Respon maladatif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yangmenyimpang da
ri norma-norma social budaya dan lingkungan, adapun respon maladatif meliputi :
a) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupuntidak
diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social
b) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yangtidak
realita atau tidak ada.
c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d) Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.
e) Isolasi social adalah upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan
oranglain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatanuntuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan.
C. Etiologi
a) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi: faktor
perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis dan genetic.
Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasadisingkirkan, sehingga o
rang tersebut merasa kesepian di lingkungan yangmembesarkannya.
Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami stress yang berlebihan maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu
zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti buffofenon dandimethytranferase (DMP).
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan yang ser
ing diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stressdan kecemasan yang tinggi dan
berakhir pada gangguan orientasi realitas.
b). Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk menghadapinyaAdanya
rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak
berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi
sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi.
Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan
zat halusinogenik.
1. Bicara sendiri
2. Senyum sendiri
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Penggerakan mata yang cepat.
6. Respon verbal yang lambat.
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkata denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang (Damaiyanti, 2012)
Halusinasi berkembang melalui empat fase menurut (Kusumawati, 2012) yaitu sebagai
berikut:
1. Fase PertamaDisebut juga dengan fase Comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
tahapini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristiknya: Klien mengalami
stress,cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak
dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan,
cara ini hanya menolong sementara.Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak
sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakkan mata cepat, respons verbal yang
lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua Disebut dengan fase Condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi
dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu,
dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system
syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasi nya dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase KetigaAdalah fase Controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi
halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa
dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku Klien : Kemauan dikendalikan
halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa
klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat Adalah fase Conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah menjadi
mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang
control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
5. Perilaku Klien: perilaku terror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadap perintah
kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif pada
kliendengan halusinasi menurut (Direja, 2011).
Menurut (Maramis, 2005) Pengobatan harus secepat mungkin, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapat perawatan RSJ dan klien dinyatakan boleh pulang
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat.
1. Farmakoterapi
a) Neuroleptika dengan dosis efektif rendah bermanfaat pada penderita Schizofreniayang
menahun, hasilnya lebih baik jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
b) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi lebih bermanfaat pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi Kejang Listrik / Electro Convulsion Therapy (ECT)
Cara kerja elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas, dapat dikatakan bahwa
terapi konvulsi dapat memperpendek serangan Schizofrenia dan mempermudah kontak
dengan klien.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan dengan
maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik
untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter.
Diharapkan klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang
baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama,seperti therapy
modalitas yang terdiri dari:
1) Terapi Aktivitas
1) Terapi Musik Fokus pada: mendengar, memainkan alat music, bernyanyi yaitu
menikmatidengan relaksasi jenis music yang disukai klien.
2) Terapi Seni Fokus: untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan
seni.Terapi menariFokus: untuk mengekspresikan perasaan klien melalui gerakan tubuh.
3) Terapi Relaksasi Fokus: belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok Rasional:
Meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
4) Terapi Sosial Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain.
5) Terapi kelompok
Group Therapy (Terapi kelompok)
Terapeutik Group (Terapi terapeutik)
Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas Kelompok)
6) Terapi LingkunganSuasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga ( home li
ke atmosphere).
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a) Identitas klien dan penanggung jawab Pada identitas mencakup nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan, dan hubungan klien dengan penanggung.
Alasan dirawat
b) Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit keluhan utama berisi
tentang sebab klien atau keluarga datang kerumah sakit dan keluhan klien saat pengkajian.
Pada riwayat penyakit terdapat faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Pada faktor
predisposisi mencakup factor yang mempengaruhi jenisdan sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress (factor pencetus/penyebab utama
timbulnya gangguan jiwa). Faktor presipitasi mencakup stimulus yang dipersepsikan oleh
individu sebagai tantangan, ancaman atautuntutan dan memerlukan energi ekstra untuk
mengatasinya/ faktor yangmemberat/meperparah terjadinya gangguan jiwa (Azizah,
2011).
c) Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ tubuh /dengan caraobservasi,
auskultasi, palpasi, perkusi, dan hasil pengukuran (Azizah, 2011).
d) Pengkajian psikososial:
1) GenogramGenogram dapat dikaji melalui 3 jenis kajian (Azizah, 2011) yaitu :
Kajian Adopsi yang membandingkan sifat antara anggota keluarga biologis/satu
keturunan dengan keluarga adopsi.
Kajian Kembar yang membandingkan sifat antara anggota keluarga yangkembar
identik secara genetik dengan saudara kandung yang tidak kembar.
Kajian Keluarga yang membandingkan apakah suatu sifat banyak kesamaan antara
keluarga tingkat pertama (seperti orang tua, saudarakandung) dengan keluarga
yang jail.
2) Konsep diri
Citra Tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari terhadap tubuhnya termasuk persepsi
masa lalu/ sekarang, perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi
dirinya.
Ideal diri
Perspesi individu tentang bagaimana seharusnya ia berprilaku berdasarkan standar
aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu.
Harga diri
Penelitian tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisaseberapa baik
prilaku seseorang sesuai dengan ideal dirinya. Harga diri tinggi merupakan
perasaan yang berakar dalam menerima dirinya tanpasyarat, meskipun telah
melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, iatetap merasa sebagai orang
yang penting dan berharga
Penampilan peran
Serangkaian prilaku yang di harapkan oleh lingkungan social berhubungan dengan
fungsi individu diberbagai kelompok sosial.
Identitas diri
Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawabterhadap
kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu(Azizah, 2011).
3) Hubungan social
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari luasnya dunia kehidupan
klien, memahami pentingnya kekuatan sosial dan budaya bagi klien, mengenal
keunikan aspek ini dan menghargai perbedaan klien. Berbagai faktor sosial budaya
klien meliputi usia, suku bangsa, gender, pendidikan, penghasilan dan sistem
keyakinan.
Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data untuk
merumuskan masalah-masalah yang dihadapi klien. Data tersebut diklasifikasikan menjadi data
subyektif dan obyektif:
1) Data Subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak nyata, tidak percaya
terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat memusatkan perhatian dankonsentrasi, rasa
berdosa, menyesal dan bingung terhadap halusinasi, perasaantidak aman, merasa cemas,
takut dan kadang-kadang panik kebingungan.
2) Data Obyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, pembicaraan kacau kadang tidak
masuk akal, sulit membuat keputusan, tidak perhatian terhadap perawatan dirinya, sering
manyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari adanya masalah, ekspresi wajah sedih,
ketakutan atau gembira, klien tampak gelisah, insight kurang, tidak ada minat untuk makan.
3. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
2) Gangguan sensori persepsi: halusinasi penglihatan
3) Kerusakan interaksi sosial: menarik diri
4) Harga diri rendah
4. Pohon masalah
Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan
5. Intervensi Keperawatan
TUK 1: Intervensi
1. Klien dapat menyebutkan waktu, 1. Adakan kontak sering dan singkat secara
isi, frekuensi timbulnya halusinasi bertahap
2. Klien dapat mengungkapkan 2. Observasi tingkah laku terkait dengan
perasaan terhadap halusinasinya halusinasinya : bicara dan tertawatanpa
stimulus , memandang ke kiri / kanan / depan
seolah-olah ada teman bicara.
3. Bantu klien mengenal halusinasinya:
Tanyakan apakah ada suara yang di
dengar.
Jika ada, apa yang dikatakan.
Katakan bahwa perawat percaya klien
mendengar suara itu , namun perawat,
sendiri tidak mendengarnya ( dengan nada
bersahabat tanpamenuduh atau
menghakimi).
Katakan bahwa perawat akan membantu
klien.
4. Diskusikan dengan klien :
Situasi yang menimbulkan / tidak
menimbulkan halusinasi.
Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi
(pagi,siang,sore dan malam atau jika
sendiri, jengkel / sedih).
Diskusikan dengan klien apa yang
dirasakan jika terjadi halusinasi(marah /
takut, sedih, senang) beri kesempatan
mengungkapkan perasaan.
TUK 2: Klien dapat mengontrol Intervensi :
halusinasinya. Kriteria Evaluasi: 1. Identifikasi bersama klien tindakan yang
1. Klien dapat menyebutkan dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
tindakan untuk mengendalikan marah, menyibukkan diri, dll).
halusinasinya. 2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan
2. Klien dapat menyebutkan cara klien.
baru. 3. Diskusikan cara baru untuk memutuskan /
3. Klien dapat memilih cara mengontrol timbulnya halusinasinya:
mengatasi halusinasi seperti Katakan: “saya tidak mau dengar kamu”
yang telah didiskusikan dengan (pada saat halusinasinya terjadi)
klien. Menemui orang lain (perawat / teman /
4. Klien dapat melaksanakan cara anggota keluarga) untuk bercakap-cakap
yang telah dipilih untuk atau mengatakan halusinasi yang di
mengendalikan halusinasinya. dengar.
5. Klien dapat mengikuti terapi Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar
aktivitas kelompok halusinasi tidak sempat muncul.
Meminta keluarga / teman / perawat,
menyapa jika tampak bicara sendiri.
Bantu klien memilih dan melatih cara
memutus halusinasi secara bertahap.
Beri kesempatan untuk melakukan cara
yang telah dilatih.
TUK 3: Klien dapat dukungan dari Intervensi:
keluarga dalam mengontrol 1. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga
halusinasinya. Kriteria Evaluasi: jika mengalami halusinasi.
1. Keluarga dapat membina hubungan 2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat
saling percaya dengan perawat. keluarga berkunjung / pada saat kunjungan
2. Keluarga dapat menyebutkan rumah)
pengertian, tanda dan tindakan Gejala halusinasi yang dialami klien.
untuk mengendalikan halusinasi Cara yang dapat dilakukan klien dan
keluarga untuk memutushalusinasi.
Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi di rumah: berikegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama,
berpergian bersama.
Beri informasi waktu follow up atau
kapan perlu mendapat bantuan:
halusinasi tidak terkontrol dan resiko
mencederai orang lain
TUK 4: Klien dapat memanfaatkan Intervensi:
obat dengan baik. Kriteria Evaluasi : 1. Diskusikan dengan klien dan keluarga
1. Klien dan keluarga dapat tentang dosis, frekuensi dan manfaat
menyebutkan manfaat, dosis, dan obat.
efek samping obat. 2. Anjurkan klien minta sendiri obat pada
2. Klien dapat mendemonstrasikan perawat dan merasakan manfaatnya.
penggunaan obat dengan benar. 3. Jelaskan cara menggunakan obat dengan
3. Klien dapat informasi tentang prinsip 5 benar (obat, pasien,cara, waktu
penggunaan obat pemberian, dan dosis).
6. Implementasi
Pasien Keluarga
SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 1. Mendiskusikan masalah yangdirasakan
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien keluarga dalam merawat pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi halusinasi, dan jenis halusinasi yang
pasien dialami pasien beserta proses terjadinya.
5. Mengidentifikasi situasi yang 3. Menjelaskan cara – cara merawat pasien
menimbulkan halusinasi halusinasi
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap
halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik
halusinasi
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
menghardik halusinasi ke dalam jadwal
kegiatan harian
SP II p SP II k
1.Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1.Melatihkeluarga mempraktikkan
pasien2.Melatih pasienmengendalikan caramerawat pasien
halusinasi dengan cara bercakap-cakap halusinasi2.Melatihkeluarga melakukan cara
dengan orang lain3.Menganjurkan pasien merawatlangsung kepada pasien halusinasi
memasukkan kegiatan bercakap-cakap ke
dalam jadwal kegiatan harian
SP III p SP III k
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 1. Membantu keluarga membuat jadwal
aktivitas termasuk minum obat.
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi
dengan melakukan kegiatan (kegiatan
yang biasa dilakukan pasien di rumah)
3. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan untuk mengendalikan halusinasi
ke dalam jadwal kegiatan harian
4. Menjelaskan follow up pasien
SP IV p SP IV k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Mendiskusikan dengan klien dan keluarga
pasien tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
2. Memberikan pendidikan Kesehatan 2. Menjelaskan cara menggunakan obat
tentang penggunaan obat secara teratur dengan prinsip 5 benar (obat, pasien,cara,
3. Menganjurkan pasien memasukka waktu pemberian, dan dosis).
naktivitas minum obat ke dalam jadwal
kegiatan harian (Keliat, 2014)
7. Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien. evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiapselesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan denganmembandingkan
antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Direja, 2011). Evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir:
A : Analisis ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkanapakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada datakontra indikasi dengan masalah yang
ada, dapat juga membandingkanhasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada responklien yang terdiri
dari tindak lanjut klien dan perawatPada Klien dengan Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi , evaluasi keperawatan yangdiharapkan sebagai berikut :
Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Edisi 1. Yogyakarta:
Refika Aditama.Direja, Ade Herman Surya Asuhan Keperawatan Jiwa, Samarinda :. 2011.
Nuha Medika.Fitria, Nita. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: 2012.
Keliat, Budi Anna Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.
Kusumawati & Hartono Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course)
.Maramis, W.F Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. 2005.
Press.Trimelia Ilmu Kedokteran Jiwa (Edisi 9). Surabaya: Airlangga University. 2011.