B. Faktor presipitasi
Stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
menghadapinya.Adanya rangsangan dari lingkungan seperti partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek
yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepi atau terisolasi sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi.Hal tersebut dapat
meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.
C. Jenis-jenis halusinasi
1. Halusinasi dengar
Klien mendengarkan suara/bunyi yang tidak ada hubungannya
dengan stimulus yang nyata/lingkungan.
2. Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas/samar terhadap adanya stimulus
yang nyata dari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya.
3. Halusinasi penciuman
Klien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata.
4. Halusinasi pengecapan
Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan
rasa makanan yang tidak enak.
5. Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang
nyata.
6. Halusinasi kinestetik
Klien merasa badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota
badannya bergerak.
7. Halusinasi visceral
Perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya.
D. Tahapan halusinasi
1) Tahap I (Non-psikotik)
Pada tahap ini, halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada
klien, tingkat orientasi sedang.Secara umum pada tahap ini
halusinasi merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
b. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan
kecemasan.
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol
kesadaran.
Perilaku yang muncul :
a. Tersenyum dan tertawa sendiri.
b. Menggerakkan bibir tanpa suara.
c. Pergerakan mata yang cepat.
d. Respons verbal lambat, diam dan berkonsentrasi.
2) Tahap II (Non-psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan
mengalami tingkat kecemasan berat.Secara umum halusinasi yang
ada dapat menyebabkan antipati.
Karakteristik :
a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalaman tersebut.
b. Mulai merasa kehilangan kontrol.
c. Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul :
a. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan
darah.
b. Perhatian terhadap lingkungan menurun.
c. Konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun.
d. Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinasi
dan realita.
3) Tahap III (Psikotik)
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat
kecemasan berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik :
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
b. Isi halusinasi menjadi atraktif.
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul :
a. Klien menuruti perintah halusinasi.
b. Sulit berhubungan dengan orang lain.
c. Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat.
d. Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata.
e. Klien tampak tremor dan berkeringat.
4) Tahap IV (Psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien
terlihat panik.
Perilaku yang muncul :
a. Resiko tinggi mencederai.
b. Agitasi/kataton.
c. Tidak mampu merespons rangsangan yang ada.
E. Rentang respon
Rentang Respon Neurobiologis
Respon Adaptif Respon
Maladaptif
1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca
indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu
sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
3. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau
afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya
berlangsung tidak lama.
4. Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
penyelesaian
5. masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya
umum yang berlaku.
6. Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis
menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan
kelompok dalam bentuk kerjasama.
7. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari
persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang
memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak
kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami
sebelumnya.
8. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek
keluar berlebihan atau kurang.
9. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa
tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh
norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.
10. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-
norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
11. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
12. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial
dalam berinteraksi
F. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dan
pengalaman yang manakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologik yaitu:
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk menaggulangi ansietas , hanya mempunyai sedikit energi
yang tertinggal untuk aktivitas sehari-hari.
2. Proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
3. Menarik diri.
III. A. Pohon Masalah
Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan
GSP : Halusinasi
Isolasi Sosial
(Terlampir)
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan Strategi
Pelaksanaan. Jakarta: Salemba Medika.
III. Jenis
1. Kurang perawatan diri: mandi / kebersihan diri
Gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi atau
kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri: mengenakan pakaian / berhias
Gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas
berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : makan
Gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri: toileting
Gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas toileting sendiri.
(Nurjannah : 2004, 79)
Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan Strategi
Pelaksanaan. Jakarta: Salemba Medika
Isolasi Sosial
A. Faktor Predisposisi
1. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembang individu ada tugas
perkembangan yang harus di penuhi agar tidak terjadi
perkembangan yang harus di penuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam hubungan social.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka
akan menghambat fase perkembangan social nantinya akan dapat
menimbulkan masalah.
Tahap Perkembangan Tugas
Masa Bayi Menetapkan rasa percaya
Masa Bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku
mandiri
Masa Prasekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung
jawab, dan hati nurani
Masa Sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan
berkompromi
Masalah Praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman
sesama jenis kelamin
Masa Remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau
bergantung pada orang tua
Masa Dewasa Muda Menjadi saling bergantung antara orang tua
dan teman, mencari pasangan, menikah, dan
mempunyai anak
Masa Tengah Baya Belajar menerima hasil kehidupan yang
sudah dilalui
Masa Dewasa Tua Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan keterikatan
dengan budaya
2. Faktor Komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan social. Dalam
teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga
menimbulkan ketidak jelasan (double bind) yaitu suatu keadaan di
mana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling
bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan
dengan lingkungan di luar keluarga.
4. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu factor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan social. Organ tubuh yang
dapat memengaruhi terjadinya gangguan hubungan social adalah
otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami struktur
perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah
kortikal.
B. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan social yang dapat menimbulkan oleh
factor internal dan eksternal seseorang factor stresorpresipitasi dapat
di kelompokan sebagai berikut.
1. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor social budaya, yaitu stress yang di
timbulkan oleh factor social budaya seperti keluarga.
2. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat
ansistensi yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasi. Ansietas ini
dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau tidak terpenuhi kebutuhan individu.
C. Rentang Respon
Respon Adaptif ResponMaladaptif
Saling ketergantungan
Berikut ini akan di jelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi social
1 Respons Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat di terima oleh norma-
norma social budaya secara umum yang berlaku. Dengan kata lain
individu masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut
ini adalah sikap yang termasuk respon adaptif.
a. Solitude adalah respon yang dibutuhkan seseorang untuk
menentukan apa yang telah dilakukan, dilindungi sosialnya
dan merupakan suatu cara untuk menentukan langkah
selanjutnya.
b. Otonomi adalah kemampuan individu untuk menentukan
dan menyampaikan ide-ide pikiran dan perasaan dalam
berhubungan social
c. Kebersamaan adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling
memberi dan menerima
d. Saling Ketergantungan adalah ketergantungan antara
individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal
2. Respon Maladaptife
Respon maladaptive adalah respon yang menyimpang dari norma sosial
dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk
respon maladaptife.
a. Manipulasi
1. orang lain diperlakukan seprti objek
2. hubungan terpusat pada masalah pengendalian
3. individu berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan
berorientasi pada orang lain
b. Narkisisme
1. harga diri yang rapuh
2. secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian
3. sikap egosentris
4. pencemburu
5. marah jika orang lain tidak mendukung
c. Impulsif
1. tidakmampu merencanakan sesuatu
2. tidak mampu belajar dari pengalaman
3. penilaian yang buruk
4. tidak dapat diandalkan
D. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) individu yang mengalami respon
sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya
untuk mengatasi ansietas.Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua
jenis masalah hubungan yang spesifik yaitu sebagai berikut:
1. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
antisocial
a. Proyeksi merupakan keinginan yang tidak dapat ditoleransi,
mencurahkan emosikepada orang lain karena kesalahan
sendiri. (Rasmun, 2004, hlm. 35)
b. Spliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam
menginterpretasikan dirinya dalam menilai baik buruk.
(Rasmun, 2004, hlm. 36)
2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang
a. Splitting
b. Formasi reaksi
c. Proyeksi
d. Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan
diri dari lingkungan dan orang lain. (Rasmun, 2004, hlm. 32)
e. Idealisasi orang lain
f. Merendahkan orang lain
g. Identifikasi proyeksi
Resiko Gsp:HALUSINASI
ISOLASI SOSIAL
Data Objektif :
a. Kurang spontan
b. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
e. Isolasi diri
f. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
g. Asupan makanan dan minuman terganggu
h. Retensi urine dan feses
i. Aktifitas menurun
j. Kurang berenergi atau bertenaga
k. l. Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus atau janin
(khususnya pada posisi tidur)
I. Masalah Utama
Gangguan Proses Pikir: Waham
Pengertian
a. Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara
kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita normal ( Stuart dan Sundenn, 1998).
b. Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan,
tetapi dipertahan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain.
Kenyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan
kontrol (Depkes RI, 2000).
c. Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan peniliaian
realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespons
stimulus internal dan eksternal melalui proses intraksi atau informasi
secara akurat (Budi Ana Keliat,1999).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa waham adalah
suatu keyakinan yang salah atau tidak sesuai dengan kenyataan tetapi
tetap dipertahankan.
B. Faktor Presipitasi
Faktor predisposisi dibagi menjadi 3 bagian: (1) Faktor sosial budaya, (2)
Faktor biokimia, (3) Faktor psikologis. Biasanya yang memicu terjadinya
waham adalah karena ada perpisahan dengan orang berarti atau bisa saja
karena diasingkan dari suatu kelompok, kecemasan yang memanjang dan
terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga terkadang
seseorang menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan juga bisa
mengakibatkan waham. Obat-obatan seperti dopamin, norepineprin dan zat
halusinogen lainnya juga menjadi penyebab waham pada seseorang.
C. Jenis-jenis Waham
a. Waham Agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyatanaan.
Contoh:
“Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih
setiap hari,” atau klien mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan yang
dapat mengendalikan makhluknya.
b. Waham Kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus
atau berlebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-
ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh:
“Saya ini pejabat di Departemen Kesehatan lho...”
“Saya punya tambang emas!”
c. Waham Curiga
Keyakinan bahwa seseorang atau sekelompok orang berusaha
merugikan atau mencederai diriya, diucapkan berulang-ulang tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh:
“Saya tahu... semua saudara saya ingin menghancurkan hidup saya
karena mereka semua iri dengan kesuksesan yang saya alami.”
d. Waham Somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggau
atau terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
Contoh:
Klien selalu mengatakan bahwa dirinya sakit kanker namun setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan adanya sel kanker
pada tubuhnya.
e. Waham Nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh:
“Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh.”
D. Fase-fase
Proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
1. Fase lack of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara
fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada
orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya
klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang
salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi
kesenjangan antara realiti dengan self ideal sangat tinggi.
2. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara
self ideal dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta dorongn
kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah
melampaui kemampuannya.
E. Rentang Respon
Respon Adaptif Maladaptif
F. Mekanisme Koping
a. Denial : Menghindari kenyataan yang tidak diinginkan.
b. Proyeksi : Mengatakan harapan, pikiran, perasaan, motivasi sendiri
sebagai harapan.
c. Disosiasi : Memisahkan diri dari lingkungan.
III. A. Pohon Masalah
Causa
Harga diri Rendah
Sumber: Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP).
Jakarta: Salemba Medika
Keliat, Budi Anna. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Keliat, Budi Anna. 1999. Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial : Menarik
Diri. Jakarta : FIK UI
Hartono, Yudi. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi faktor internal dan
eksternal.Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan
kelemahan, menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang control,
dll. Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang
dicintai, krisis.
Menurut Shives hal – hal yang dapat menimbulkan perilaku
kekerasan atau penganiayaan yaitu Kesulitan kondisi sosial ekonomi,
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu, Ketidaksiapan seorang
Ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannyadalam
menempatkan diri sebagai orang yang dewasa., Pelaku mungkin
mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obatdan alkohol
serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi
rasafrustasi, Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan,perubahan sikap perkembangan atau perubahan tahap
perkembangankeluarga
Keterangan :
1. Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang
Lain dan memberikan ketenangan.
2. Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat
marah dan tidak
dapat menemukan alternative.
3. Pasif : Individu dapat mengunkapkan perasaannya.
4. Agresif : Perilaku yang menyertai marah, terdapat
dorongan untuk
menuntut tetapi masih terkontrol.
5. Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilangnya
kontrol.
E. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga
dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan kemarahnnya.Mekanisme koping
yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti
displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial, dan reaksi formasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh orang yang
dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut
tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri (harga
diri rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidkmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan
memunculkan halusinasi berupa suara – suara atau bayangan yang
meminta klien untuk melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut dapat
berdampak pada kesehatan dirinnya dan orang lain (risiko tinggi
mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan).
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan
keluarga yang kurang baik dalam menghadapi kondisi klien dapat
memepengaruhi perkembangan klien (koping keluarga tidak efektif).
Hal ini tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau
menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal
(regimen terapeutik inefektif).
Perilaku Kekerasan
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan Strategi
B. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan
yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian
hidup yang memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus
adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu
yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
C. Jenis
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006) :
1. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang
yang ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal
bahwa dia tidak akan berada disekitar kita lebih lama lagi atau
mengkomunikasikan secara non verbal
2. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika
tidak dicegah.
3. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan
yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan pada tepat
waktunya.
Sementara itu, yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis
bunuh diri :
1. Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang
didasari oleh faktor lingkungan yang penuh tekanan (stresful)
sehingga mendorong untuk bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalh tindakan bunuh diri yang berkaitan
dengan kehormatan seseorang ketika dalam melaksanakan
tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang
diakibatkan faktor dalam diri seseorang putus cinta atau putus
harapan
D. Rentang Respon
E. Mekanisme Koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme
koping yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk
denial, rasionalization, regression, dan magical thinking. Mekanisme
pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa
memberikan koping alternatif.
Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping.
Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri
yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif
pada diri seseorang.
Keputusasaan
Objektif :
1) Impulsif.
2) Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
3) Ada riwayat penyakit mental (depresi, psikosis, dan penyalahgunaan
alkohol).
4) Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal).
5) Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan
dalam karier).
6) Umur 15 – 19 tahun atau diatas 45 tahun.
7) Status perkawinan yang tidak harmonis.
D. Mekanisme Koping
Mekanisme koping pada masalah gangguan konsep diri harga
diri rendah meliputi pertahanan jangka pendek dan pertahanan
jangka panjang serta mekanisme ego untuk melindungi diri sendiri
dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan ( Stuart dan
Sundeen, 1998 )
1. Pertahanan Jangka Panjang
a) Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari
krisis identitas, misalnya menonton televisi terus menerus,
bekerja keras.
b) Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti
sementara, misalnya ikut serta dalam aktivitas kelompok
sosial, keagamaan atau politik.
c) Aktivitas yang secara sementara menguatkan perasaan diri,
misalnya ikut pertandingan olahraga secara kompetitif,
pencapaian akademik, kontes mendapatkan popularitas.
d) Aktivitas mewakili upaya jangka pendek untuk membuat
masalah identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan
individu, misalnya penyalahgunaan obat.
2. Pertahanan Jangka Pendek
a) Penutupan identitas, yaitu cepat mengadopsi identitas yang
disenangi orang-orang yang berarti tanpa memperhatikan
keinginan, aspirasi dan potensi.
b) Identitas negatif, yaitu penilaian negatif yang bertentanagn
dengan nilai dan harapan masyarakat.
3. Pertahanan Ego
a) Fantasi, yaitu kemampuan menggunakan tanggapan –
tanggapan yang dimiliki untuk menetapkan tanggapan baru.
b) Disosiasi, yaitu respon yang tidak sesuai dengan stimulus.
c) Isolasi, yaitu menarik diri dari interaksi dengan dunia luar.
d) Projeksi, yaitu kelemahan diri sendiri dilontarkan pada
orang lain.
e) Displacement, yaitu mengeluarkan perasaan perasaan yang
tertekan pada orang yang kurang mengancam atau kurang
menimbulkan reaksi emosi.
III. A. Pohon masalah
Isolasi sosial
Objektif
1. Mengkritik diri sendiri
2. Perasaan tidak mampu
3. Pandangan hidup yang pesimistis
4. Tidak menerima pujian
5. Penolakan terhadap kemampuan diri
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP Dan SP).Jakarta:
Salemba Medika
Keliat, Budi Anna. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. Jakarta:
EGC
Yani, Hamid Achir. 2008. Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC