Anda di halaman 1dari 15

LEMBAR PENGESAHAN

Lembar Pendahuluan Praktek Klinik Jiwa Psikososial

Oleh :

Judul :

Telah disetujui dalam rangka mengikuti Praktik Klinik Keperawatan PK Jiwa Psikososial
Mahasiswa D III Keperawatan Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Ngawi. Pada
tanggal 2 Januari – 13 Januari 2024.

Surakarta, 2024

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

( ) ( )

Penyusun

( )
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

DISUSUN OLEH :

PROGRAM STUDI D – III KEPERAWATAN


AKPER PEMKAB NGAWI
2024
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

I. Kasus (Masalah Utama)


Halusinasi

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah salah satu gejala gangguan
jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan.
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami perubahan pada pola stimulus yang mendekat (yang diprakarsai
secara internal dan eksternal) disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan
atau kelainan berespons terhadap stimulus.
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi
dapat meliputi : faktor perkembangan, sosio kultural, biokimia, psikologis
dan genetik.
a. Faktor perkembangan. Jika tugas perkembangan mengalami hambatan
dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami
stress dan kecemasan.
b. Faktor sosiokultural. Berbagai faktor di masyarakat dapat
menyebabkan seseorang merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut
merasa kesepian di lingkungan yang membesarkannya.
c. Faktor biokimia. Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan
jiwa. Jika seseorangmengalami stress yang berlebihan maka di dalam
tubuhnya akan dihasilkansuatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dandimethytranferase (DMP).
d. Faktor psikologis. Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta
adanya peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang
akan mengakibatkan stressdan kecemasan yang tinggi dan berakhir
pada gangguan orientasi realitas.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien
dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di
lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus
terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
C. Rentang respon
Berbagai respon perilaku klien yang terkait dengan fungsi otak disebut dengan
respon neurobiologist. Gangguan respons neurobiologist ditandai dengan
gangguan sensori persepsi halusinasi. Gangguan respons neurobiologist atau
respons neurobiologist yang maladatif ini terjadi karena adanya :
1. Lesi pada area frontal, temporal, dan limbik sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada otak dalam memproses informasi.
2. Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus
3. Ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter lainnya
Respon adaptif Respon
Maladaptif

 Pikiran logis  Kadang – kadang  Waham


 Persepsi akurat proses pikir  Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu  Kerusakan
dengan  Ilusi proses emosi
pengalaman  Emosi berlebihan  Perilaku tidak
 Perilaku yang terorganisir
 Perilaku cocok
tidak biasa  Isolasi sosial
 Hubungan sosial
 Menarik diri
harmonis
Rentang respon neurobiologist pada gambar tersebut dapat di jelaskan sebagai
berikut :
1. Respon adaptif. Adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal
jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut,
adapun bagian dari respon adaptif meliputi :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi Akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalamanahli.
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
2. Respon psikososial
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap atau tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
3. Respon maladaptif. Aadalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yangmenyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan , adapun
responmaladatif meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupuntidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yangtidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.
e. Isolasi social adalah upaya menghindari suatu hubungan komunikasi
dengan oranglain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan.
D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi sebagai berikut :
1. Bicara sendiri
2. Senyum sendiri
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Penggerakan mata yang cepat.
6. Respon verbal yang lambat.
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkata denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang
E. Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu sebagai berikut :
1. Fase Pertama disebut juga dengan fase comporting, yaitu fase yang
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristiknya : Klien mengalami stress,cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakkan mata cepat, respons verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua disebut dengan fase condemming yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman
sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan
berfikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas.
Klien tidak ingin oranglain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinyadan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase Ketiga adalah fase controlling yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan, suara,
isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien
menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku Klien : Kemauan dikendalikan halusinasi , rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat,
tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat adalah fase conquering atau panic, yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik : halusinasinya
berubah menjadi mengancam, memerintah, danmemarahi klien. Klien
menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan
secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku Klien : perilaku terror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu
orang.
F. Jenis – jenis halusinasi
Berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif pada
klien dengan halusinasi
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Dengar 1. Bicara atau tertawa 1. Mendengar suara-
sendiri. suara atau
(Klien mendengar 2. Marah kegaduhan.
suara/bunyi yang tidak 3. marah tanpa sebab. 2. Mendengar suara
ada hubungannya dengan 4. Mendekatkan yang mengajak
stimulus yang telinga kearah bercakap-cakap.
nyata/lingkungan). tertentu. 3. Mendengar suara
5. Menutup telinga menyuruh
melakukan sesuatu
yang berbahaya
Halusinasi Penglihatan 1. Menunjuk-nunjuk Melihat bayangan,
kearah tertentu. sinar, bentuk
(Klien melihat gambaran 2. Ketakutan pada geometris, kartun,
yang jelas/samar sesuatu yang tidak melihat hantu, atau
terhadap adanya stimulus jelas. monster
yang nyata dari
lingkungan dan orang
lain tidak melihatnya)
Halusinasi Penciuman 1. Mengendus – endus Membaui bau-bauan
seperti sedang seperti bau darah,
(Klien mencium suatu membaui bau – urine, feses, dan
bau yang muncul dari bauan tertentu. terkadang bau- bau
sumber tertentu tanpa 2. Menutup hidung tersebut menyenangkan
stimulus yang nyata) bagi klien
Halusinasi Pengecapan 1. Sering meludah. Merasakan rasa seperti
2. Muntah darah, urine, atau feses.
(Klien merasakan sesuatu
yang tidak nyata,
biasanya merasakan rasa
makanan yang tidak
enak)
Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk - Mengatakan
permukaan kulit adaserangga di
(Klien merasakan sesuatu permukaankulit.
pada kulitnya tanpa ada - Merasa seperti
stimulus yang nyata). tersengatlistrik.
Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya yang Mengatakan badannya
dianggapnya bergerak melayang di udara.
(Klien merasakan sendiri
badannya bergerak dalam
suatu ruangan atau
anggota badannya
bergerak)
Halusinasi Viseral Memegang badannya Mengatakan perutnya
yang dianggapnya menjadi mengecil
(Perasaan tertentu timbul berubah bentuk dan tidak setelah minum soft
dalam tubuhnya) normal seperti biasanya. drink
G. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medik
1. Farmakoterapi
a) Neuroleptika dengan dosis efektif rendah bermanfaat pada penderita
Schizofreniayang menahun, hasilnya lebih baik jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit.
b) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi lebih bermanfaat pada
penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi Kejang Listrik / Electro Convulsion Therapy (ECT). Cara kerja
elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas, dapat dikatakan bahwa
terapi konvulsi dapat memperpendek serangan Schizofrenia dan
mempermudah kontak dengan klien.
b. Penatalaksanaan keperawatan
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat,
selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan
orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Diharapkan klien tidak
mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik,
dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti
therapy modalitas yang terdiri dari terapi aktivitas
a. Terapi musik. Fokus pada : mendengar, memainkan alat musik,
bernyanyi yaitu menikmati dengan relaksasi jenis music yang disukai
klien.
b. Terapi seni. Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai
pekerjaan seni.
c. Terapi menari. Fokus : untuk mengekspresikan perasaan klien melalui
gerakan tubuh.
d. Terapi relaksasi. Fokus : belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok.
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam
kehidupan.
e. Terapi Sosial. Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain.
f. Terapi kelompok
1) Group Therapy (Terapi kelompok)
2) Terapeutik Group (Terapi terapeutik)
3) Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas Kelompok)
g. Terapi Lingkungan. Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam
keluarga (home likeatmosphere).

III. Pohon Masalah


Risiko Tinggi perilaku
Effect
kekerasan

Gangguan persepsi
Core problem sensori : Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

IV. Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahapan awal dalam proses asuhan keperawatan, dengan tujuan
mengumpulkan informasi dan data-data pasien agar dapat mengidentifikasi masalah –
masalah, kebutuhan kesehatan dan perawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan wawancara pada
klien dan keluarga pasien. Pengkajian awal mencakup :
a. Keluhan atau masalah utama
b. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
c. Riwayat pribadi dan keluarga
d. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau komunitas
e. Kegiatan sehari-hari
f. Kebiasaan dan keyakinan Kesehatan
g. Pemakaian obat yang diresepkan
h. Pola koping
i. Keyakinan dan nilai spiritual
Selanjutnya dalam pengkajian untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan
gangguan persepsi sensori halusinasi dapat ditemukan dengan melakukan wawancara
yaitu:
1. Jenis Halusinasi. Data ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui jenis dari halusinasi yang dialami oleh klien.
2. Isi Halusinasi. Data ini didapatkan melalui wawacara dengan tujuan untuk
mengetahui isi atau bentuk halusinasi yang dialami oleh klien.
3. Waktu Halusinasi. Data ini didapatkan melalui wawacara dengan tujuan untuk
mengetahui kapan saja halusinasi tersebut muncul.
4. Frekuensi Halusinasi. Data ini didapatkan melalui wawacara dengan tujuan
untuk mengetahui seberapa sering halusinasi tersebut muncul pada klien.
5. Respon terhadap Halusinasi. Data ini didapatkan melalui wawacara dengan
tujuan untuk mengetahui respon dari klien saat mengalami halusinasi.

V. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi

VI. Rencana Tindakan Keperawatan


TUM : klien tidak mengalami halusinasi
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria Hasil : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, adakontak
mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau
duduk berdampingandengan perawat, mau mengutarakan masalah yangdihadapi.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan prinsip terapeutik
2. Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal
3. Perkenalkan diri dengan sopan
4. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
5. Jelaskan tujuan pertemuan
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Beri perhatian pada klien dan penuhi kebutuhan klien

TUK 2 : klien dapat mengenal halusinasinya


Kriteria Hasil :
1. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi.
2. Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
Intervensi :
1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2. Observasi tingkah laku terkait dengan halusinasinya : bicara dan tertawatanpa
stimulus , memandang ke kiri/ kanan/depan seolah – olah ada teman bicara.
3. Bantu klien mengenal halusinasinya :
a. Tanyakan apakah ada suara yang di dengar
b. Jika ada, apa yang dikatakan
c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat,
sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi).
d. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
4. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau
jika sendiri, jengkel/sedih).
c. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi(marah /
takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.


Kriteria Hasil :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya.
2. Klien dapat menyebutkan cara baru.
3. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan
dengan klien.
4. Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasinya.
5. Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi :
1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah , menyibukkan diri, dll).
2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien.
3. Diskusikan cara baru untuk memutuskan / mengontrol timbulnya halusinasinya :
a. Katakan : “saya tidak mau dengar kamu” (pada saat halusinasinya terjadi)
b. Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk bercakap-
cakap atau mengatakan halusinasi yang di dengar.
c. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempatmuncul
d. Meminta keluarga /teman / perawat, menyapa jika tampak bicara sendiri
4. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.
5. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.

TUK 4 : klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.


Kriteria Hasil :
1. Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2. Keluarga dapat menyebutkan pengertian , tanda dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi.
Intervensi :
1. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung/pada saat kunjungan
rumah)
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutushalusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : berikegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan bersama , berpergian bersama
d. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan
:halusinasi tidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.

TUK 5 : klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.


Kriteria Hasil :
1. Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat
2. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
3. Klien dapat informasi tentang penggunaan obat.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi danmanfaat obat.
2. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
3. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (obat, pasien, cara,
waktu pemberian, dan dosis).

VII. Strategi pelaksanaan


Fase Orientasi
“Assalamu’alaikum, selamat pagi pak/bu, perkenalkan saya mahasiswa poltekkes
kemenkes semarang yang akan merawat bapak/ibu. Nama saya Romy Layinul Fuad
sering dipanggil Romy. Nama bapak/ibu siapa? Senang dipanggil siapa?” “Bagaimana
perasaan bapak/ibu hari ini? Apa keluhan bapak/ibu hri ini? Baiklah, bagaimana kalau
kita bercakap cakap tentang suara yang selama ini bapak/ibu dengar tapi tak nampak
wujudnya? Dimana kita lakukan? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30
menit?”
Fase Kerja
“Apakah bapak/ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dilakukan suara
itu? Apakah terus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan suara itu paling sering
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?” “Apakah yang bapak/ibu rasakan pada saat
mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana
kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul? Bapak/ibu, ada 4
cara untuk mencegah suara- suara itu muncul.”
Pertama dengan cara menghardik suara itu. Kedua dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketiga melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah terjadwal dan
yang ke empat dengan cara minum obat secara teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar yang pertama dulu atau satu cara dulu yaitu
menghardik halusinasi. Caranya sebagai berikut: saat bapak/ibu tidak mau dengar
suara yang muncul itu langsung bilang. Pergi saya tidak mau dengar-saya tidak mau
dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai tidak terdengar suara lagi.
Coba bapak/ibu peragakan. Nah begitu... bagus! Coba! Lagi! Nah bapak/ibu sudah
bisa.”
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak/ibu, setelah latihan tadi? Kalau suara itu muncul lagi,
silahkan lakukan cara yang tadi”. “Bagaiman kalau kita buat jadwal latihannya. Mau
jam berapa saja latihannya?”. “Besok saya akan kesini lagi untuk melatih cara yang
kedua yaitu bercakap – cakap dengan orang lain. Bapak/ibu mau latihan jam berapa?
Bagaimana kalau jam 8 lagi. Mau dimana? Bagaimana kalau disini saja. Baiklah,
sampai jumpa besok. Assalamu’alaikum.
VIII. Daftar pustaka
Azizah, L.M. 2011.Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik.Edisi 1. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Damaiyanti, M. 2012.Asuhan Keperawatan Jiwa, Samarinda : Refika Aditama.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:
NuhaMedika.
Fitria, Nita. 2012.Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.Keliat,
Budi Anna. 2014.Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course).Jakarta:
EGC
Kusumawati & Hartono. 2012.Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba
Medika.Maramis,
W.F. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa (Edisi 9). Surabaya: Airlangga University Press.
Trimelia. 2011.Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi.Jakarta: Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai