Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH: KEPERAWATAN ANAK SAKIT KRONIS DAN TERMINAL

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA ANAK DENGAN PENYAKIT THALASEMIA
Oleh:
Kelompok 3
235170109111027 ATIYA ISNAINI RODIYAH
235170109111028 FADELLA PUTRI GIMNASTIAR
235170109111029 NATASYA PUTRI
235170109111030 CRISTIAN LASRIA R.U.S
235170109111031 NUR EKYAN RAHMA DUANI
235170109111032 VINI MULYATI
235170109111033 QONITA WIKAN AZIZAH
235170109111034 NIA CANTIKA PASARIBU
235170109111036 YUKA DYAH AYU M
235170109111037 HADIJAH
235170109111038 NIKEN AYU LESTARI
235170109111039 AUREL FENDI IRMAWAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
DEPARTEMEN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Thalassemia alfa banyak terjadi di populasi Asia dan Afrika, sedangkan talasemia beta leb
ih banyak terjadi di populasi Mediterania, meskipun penyakit ini juga relatif umum terjadi di
Asia Tenggara dan Afrika. Berdasarkan data dari Badan Organisasi Kesehatan dunia atau Wo
rld Health Organization (WHO) pada tahun 2021 menyatakan bahwa prevalensi thalassemia b
eta mayor di seluruh dunia diperkirakan mencapai 156,74 juta orang atau sekitar 20% dari tot
al populasi didunia (WHO, 2022). Pada tahun 2021 jumlah penderita thalassemia beta mayor
di Indonesia sebanyak 10.973 kasus atau sekitar 3,59% dari jumlah populasi anak (Kemenkes
RI, 2021).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara genetik yang terjadi ka
rena kurangnya zat pembentuk hemoglobin, sehingga mengakibatkan tubuh kurang mampu m
emproduksi sel darah merah yang normal. Hemoglobin berfungsi untuk mengangkut oksigen
dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh untuk menghasilkan energi. Produksi hemoglobin yan
g kurang atau tidak ada, mengakibatkan pasokan energi untuk tubuh tidak dapat terpenuhi dan
fungsi tubuh pun terganggu sehingga tidak mampu lagi menjalankan aktifitasnya secara norm
al (Behrman, 2012).
Anak yang memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan thalasemia inter
media yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan tranfusi dar
ah. Jenis thalasemia yang lebih berat adalah thalasemia major atau disebut juga dengan
Cooley’s Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan tranfusi darah dan perawatan yang
intensif. Anak- anak yang menderita thalasemia major mulai menunjukkan gejala-gejal
a penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu dan memp
unyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan pertumbuhannya terlambat (A
ngastiniotis & Lobitz, 2019).
Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan kepe

rawatan pada anak thalasemia, karena anak yang terkena thalasemia bukan

hanya mengalami gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas, sehing


ga perlu mendapatkan perhatian khusus agar anak tidak mengalami ganggu

an tumbuh kembang

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, dan fokus masalah di atas, maka dapat dirumu

skan suatu masalah yakni “Bagaimana langkah perawat dalam memberik

an asuhan keperawatan kepada anak dengan penderita thalasemia secara op

timal?”
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum

Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada

anak yang menderita thalasemia.

2. Tujuan khusus

a. Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia.

b. Mampu melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia.

c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita

thalasemia.

d. Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia.

e. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia.

f. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien thal

asemia.
BAB II

1. KONSEP THALASSEMIA

A. DEFINISI
Thalassemia adalah sekelompok kelainan genetik heterogen yang diakibatkan ole
h penurunan sintesis rantai alfa atau beta hemoglobin (Hb) (Bajwa & Sederhana, 2023). T
halasemia adalah kelainan darah karena kurangnya hemoglobin (Hb) yang normal pada se
l darah merah. Hemoglobin berfungsi sebagai komponen pembawa oksigen dalam sel dar
ah merah. Ini terdiri dari dua protein, alfa, dan beta.
Thalassemia alfa disebabkan oleh penghapusan gen alfa-globin yang mengakibat
kan berkurangnya atau tidak adanya produksi rantai alfa-globin. Thalassemia beta terjadi
akibat mutasi titik pada gen beta-globin. Ini dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan zigo
sitas mutasi gen beta. Mutasi heterozigot (thalassemia beta-plus) menyebabkan beta-thala
ssemia minor dimana rantai beta kurang diproduksi. Thalassemia beta mayor disebabkan
oleh mutasi homozigot (thalassemia beta-zero) pada gen beta-globin, yang mengakibatkan
tidak adanya rantai beta sama sekali.
B. PREVALENSI THALASEMIA
Thalassemia alfa banyak terjadi di populasi Asia dan Afrika, sedangkan talasemia
beta lebih banyak terjadi di populasi Mediterania, meskipun penyakit ini juga relatif umu
m terjadi di Asia Tenggara dan Afrika. Berdasarkan data dari Badan Organisasi Kesehata
n dunia atau World Health Organization (WHO) pada tahun 2021 menyatakan bahwa pre
valensi thalassemia beta mayor di seluruh dunia diperkirakan mencapai 156,74 juta orang
atau sekitar 20% dari total populasi didunia (WHO, 2022).
Prevalensi kasus thalassemia beta mayor di Indonesia meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan data dari profil kesehatan Indonesia pada tahun 2019 jumlah penderita thalas
semia beta mayor sebanyak 9.121 kasus atau sekitar 0,38% dari jumlah populasi anak (Ke
menkes RI, 2019). Pada tahun 2020 jumlah penderita thalassemia beta mayor di Indonesia
sebanyak 10.531 kasus atau sekitar 3,21% dari jumlah populasi anak (Kemenkes RI, 202
0). Serta pada tahun 2021 jumlah penderita thalassemia beta mayor di Indonesia sebanyak
10.973 kasus atau sekitar 3,59% dari jumlah populasi anak (Kemenkes RI, 2021). Berdasa
rkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Republik Indonesia tahun (2017) menun
jukan data penderita thalassemia beta mayor di Indonesia mencapai 3.452 kasus (Riskesda
s, 2007). Pada periode Riskesdas selanjutnya, prevalensi kasus thalaasemia beta mayor di
Indonesia mengalami peningkatan menjadi 6.647 kasus (Riskesdas, 2013). Pada tahun 20
18 prevalensi kasus thalassemia beta mayor kembali meningkat sehingga mencapai 7.029
kasus (Riskesdas, 2018).
C. ETIOLOGI
Thalassemia bersifat autosomal resesif, yang berarti kedua orang tuanya harus terk
ena penyakit atau menjadi pembawa penyakit agar dapat menularkannya ke generasi berik
utnya. Hal ini disebabkan oleh mutasi atau penghapusan gen Hb, yang mengakibatkan kur
angnya produksi atau tidak adanya rantai alfa atau beta. Ada lebih dari 200 mutasi yang di
identifikasi sebagai penyebab terjadinya thalassemia. Thalassemia alfa disebabkan oleh pe
nghapusan gen alfa-globin, dan talasemia beta disebabkan oleh mutasi titik pada situs sam
bungan dan daerah promotor gen beta-globin pada kromosom.
D. TANDA GEJALA
Tanda dan gejala yang dialami bergantung pada jenis dan tingkat keparahan. Tand
a dan gejala Thalassemia dapat meliputi (Mayo, 2023):
 Kelelahan
 Kelemahan
 Kulit pucat atau kekuningan
 Kelainan bentuk tulang wajah
 Pertumbuhan lambat
 Pembengkakan perut
 Urine berwarna gelap

Beberapa bayi menunjukkan tanda dan gejala thalassemia saat lahir; yang lain mengemba
ngkannya selama dua tahun pertama kehidupan. Beberapa orang yang hanya memiliki sat
u gen hemoglobin yang terpengaruh tidak memiliki gejala thalassemia.

E. PATOFISIOLOGI
Thalassemia

Kerusakan sel
Penurunan sintesis satu rantai
darah merah
polipeptida

Rantai Beta Umur eritrosit menjadi


Rantai alfa
lebih pendek

Kurangnya rantai beta dalam


rantai hemoglobin Gangguan struktural
pembentukan HB
Kompesator meningkat Penurunan kemampuan
dalam rantai alfa eritrosit membawa oksigen Hemoglobinopatia

Rantai beta memproduksi


secara terus menerus Pertahanan sekunder
tidak adekuat
Menghasilkan hemoglobin
defective Risiko infeksi

Ketidakseimbangan
polipeptida

Ketidakstabilan dan
disintegrasi

Sel darah merah menjadi


hemolisis
F. KOMPLIKASI
Thalassemia dapat menyebabkan komplikasi berikut :
 Penyakit kuning dan batu empedu akibat hiperbilirubinemia
 Penipisan kortikal dan distorsi tulang akibat hematopoiesis ekstrameduler
 Gagal jantung curah tinggi akibat anemia berat, kardiomiopati, dan aritmia - keterliba
tan jantung merupakan penyebab utama kematian pada pasien talasemia
 Hepatosplenomegali akibat hematopoiesis ekstrameduler dan penumpukan zat besi be
rlebih akibat transfusi darah berulang
 Kelebihan zat besi dapat menyebabkan temuan hemochromatosis primer seperti kelai
nan endokrin, masalah persendian, perubahan warna kulit, dll.
 Komplikasi neurologis seperti neuropati perifer
 Tingkat pertumbuhan yang lambat dan pubertas yang tertunda
 Peningkatan risiko infeksi parvovirus B19
G. PEMERIKSAAN
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap dapat memberikan beberapa petunjuk yan
g terkadang tidak jelas bagi pasien itu sendiri. Temuan berikut dapat dicatat:
a. Kulit
Kulit dapat terlihat pucat akibat anemia dan penyakit kuning akibat hiperbilirubinemia
akibat hemolisis intravaskular. Pasien biasanya melaporkan kelelahan akibat anemia s
ebagai gejala pertama yang muncul. Pemeriksaan ekstremitas dapat menunjukkan ada
nya ulserasi. Deposisi zat besi kronis akibat transfusi berulang kali dapat menyebabka
n kulit berwarna perunggu.
b. Muskuloskeletal
Perluasan hematopoiesis ekstrameduler menyebabkan kelainan bentuk tulang wajah d
an tulang rangka lainnya serta penampakan yang dikenal sebagai wajah tupai.

c. Jantung
Penumpukan zat besi pada miosit jantung akibat transfusi kronis dapat mengganggu ri
tme jantung, dan akibatnya adalah berbagai aritmia. Karena anemia kronis, gagal jantu
ng yang nyata juga bisa terjadi.
d. Perut
Hiperbilirubinemia kronis dapat menyebabkan pengendapan batu bilirubin empedu da
n bermanifestasi sebagai nyeri kolik khas kolelitiasis. Hepatosplenomegali dapat diseb
abkan oleh pengendapan zat besi kronis dan juga hematopoiesis ekstrameduler pada or
gan-organ ini. Infark limpa atau autophagy terjadi akibat hemolisis kronis karena hem
atopoiesis yang tidak diatur dengan baik.
e. Hati
Keterlibatan hati merupakan temuan umum pada thalassemia, terutama karena kebutu
han kronis akan transfusi. Gagal hati kronis atau sirosis dapat disebabkan oleh pengen
dapan zat besi kronis atau hepatitis virus terkait transfusi.
f. Tingkat Pertumbuhan yang Lambat
Anemia dapat menghambat laju pertumbuhan anak, dan talasemia dapat menyebabkan
keterlambatan pubertas. Perhatian khusus hendaknya terfokus pada pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai usianya.
g. Endokrinopati
Kelebihan zat besi dapat menyebabkan pengendapannya di berbagai sistem organ tubu
h dan mengakibatkan penurunan fungsi sistem tersebut. Penumpukan zat besi di pankr
eas dapat menyebabkan diabetes melitus; di kelenjar tiroid atau paratiroid masing-mas
ing dapat menyebabkan hipotiroidisme dan hipoparatiroidisme. Deposisi pada persend
ian menyebabkan artropati kronis. Di otak, zat besi lebih suka terakumulasi di substan
sia nigra dan bermanifestasi sebagai penyakit Parkinson dini dan berbagai masalah fisi
oterapi lainnya. Gejala-gejala ini termasuk dalam kelompok hemokromatosis yang lua
s
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan Thalassemia tergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakitnya.
a. Thalassemia ringan (Hb: 6 hingga 10g/dl):
Tanda dan gejala umumnya ringan pada thalassemia minor dan hanya memerlukan
sedikit pengobatan, jika ada. Kadang-kadang, pasien mungkin memerlukan transfu
si darah, terutama setelah operasi, setelah melahirkan, atau untuk membantu mena
ngani komplikasi thalassemia.
b. Thalassemia sedang hingga berat (Hb kurang dari 5 hingga 6g/dl):
 Transfusi darah yang sering: Bentuk thalassemia yang lebih parah seringka
li memerlukan transfusi darah secara teratur, mungkin setiap beberapa minggu.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan Hb pada kisaran 9 hingga 10 mg/dl
untuk memberikan pasien perasaan sejahtera dan juga untuk menjaga pemerik
saan eritropoiesis dan menekan hematopoiesis ekstrameduler. Untuk membata
si komplikasi terkait transfusi, direkomendasikan sel darah merah (sel darah m
erah) yang dicuci dan dikemas sekitar 8 hingga 15 mL sel per kilogram (kg) b
erat badan selama 1 hingga 2 jam.
 Terapi khelasi: Akibat transfusi kronis, zat besi mulai disimpan di berbagai
organ tubuh. Chelator besi (deferasirox, deferoxamine, deferiprone) diberikan
bersamaan untuk menghilangkan kelebihan zat besi dari tubuh.
 Transplantasi sel induk: Transplantasi sel induk, (transplantasi sumsum tula
ng), merupakan pilihan potensial pada kasus tertentu, seperti anak yang lahir d
engan thalassemia berat. Hal ini dapat menghilangkan kebutuhan akan transfu
si darah seumur hidup. Namun, prosedur ini memiliki komplikasinya sendiri,
dan dokter harus mempertimbangkan manfaatnya. Risikonya termasuk penyak
it cangkok vs. inang, terapi imunosupresif kronis, kegagalan cangkok, dan ke
matian terkait transplantasi.
 Terapi gen: Ini merupakan kemajuan terkini dalam penatalaksanaan thalasse
mia berat. Ini melibatkan pengambilan sel induk hematopoietik autologus (HS
C) dari pasien dan memodifikasinya secara genetik dengan vektor yang menge
kspresikan gen normal. Ini kemudian diinfuskan kembali kepada pasien setela
h mereka menjalani pengondisian yang diperlukan untuk menghancurkan HS
C yang ada. HSC yang dimodifikasi secara genetik menghasilkan rantai hemo
globin normal, dan terjadilah eritropoiesis normal.
 Teknik pengeditan genom: Pendekatan terbaru lainnya adalah mengedit per
pustakaan genom, seperti nuklease jari-seng, efektor mirip aktivator transkrips
i, dan pengulangan palindromik pendek antar spasi (CRISPR) yang diatur clus
ter dengan sistem nuklease Cas9. Teknik-teknik ini menargetkan lokasi mutasi
tertentu dan menggantinya dengan urutan normal. Keterbatasan teknik ini adal
ah menghasilkan gen terkoreksi dalam jumlah besar yang cukup untuk menye
mbuhkan penyakit.
 Splenektomi: Pasien dengan thalassemia mayor sering menjalani splenektomi
untuk membatasi jumlah transfusi yang diperlukan. Splenektomi adalah reko
mendasi umum ketika kebutuhan transfusi tahunan meningkat hingga atau lebi
h dari 200 hingga 220 mL sel darah merah/kg/tahun dengan nilai hematokrit 7
0%. Splenektomi tidak hanya membatasi jumlah transfusi yang diperlukan teta
pi juga mengendalikan penyebaran hematopoiesis ekstrameduler. Imunisasi pa
scasplenektomi diperlukan untuk mencegah infeksi bakteri, termasuk Pneumo
coccus , Meningococcus , dan Haemophilus influenzae . Sepsis pascasplenekto
mi mungkin terjadi pada anak-anak, sehingga prosedur ini ditunda hingga usia
6 hingga 7 tahun, kemudian diberikan penisilin untuk profilaksis hingga menc
apai usia tertentu.
 Kolesistektomi : Pasien dapat mengalami kolelitiasis karena peningkatan pem
ecahan Hb dan pengendapan bilirubin di kantong empedu. Jika timbul gejala,
pasien harus menjalani kolesistektomi bersamaan dengan menjalani splenekto
mi.
c. Diet dan olahraga:
Ada laporan bahwa minum teh membantu mengurangi penyerapan zat besi dari sal
uran usus. Jadi, pada pasien thalassemia, teh mungkin merupakan minuman yang s
ehat untuk dikonsumsi secara rutin. Vitamin C membantu ekskresi zat besi dari us
us, terutama bila digunakan dengan deferoxamine. Namun menggunakan vitamin
C dalam jumlah banyak dan tanpa penggunaan deferoxamine secara bersamaan, te
rdapat risiko lebih tinggi terjadinya aritmia yang fatal. Jadi, rekomendasinya adala
h menggunakan vitamin C dalam jumlah rendah bersamaan dengan pengkelat besi
(deferoxamine).

BAB III

1. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
a. Asal keturunan/kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti t
urki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pa
da anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak a
nak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya le
bih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.

c. Riwayat kesehatan anak


Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal
ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh k
embang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersif
at kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak a
dalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti t
idak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengala
mi penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan pe
rkembangan anak normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan
anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, kar
ena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang men
derita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya beri
siko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya per
lu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin diseb
abkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risik
o thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor res
iko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anakny
a nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
i. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
1) Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusi
anya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu k
epala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar. Mata dan k
onjungtiva terlihat pucat kekuningan. Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
3) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesara
n jantung yang disebabkan oleh anemia kronik.
4) Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hep
atosplemagali). Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kur
ang dari normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan a
nak-anak lain seusianya.
5) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas
Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan ram
but pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai ta
hap adolesense karena adanya anemia kronik.
6) Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi d
arah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
B. MASALAH KEPERAWATAN
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di
perlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
b. keletihan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb,
leukopenia atau penurunan granulosit.

C. INTERVENSI
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yan
g diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi palpitasi
b. Kulit tidak pucat
c. Membran mukosa lembab
d. Keluaran urine adekuat
e. Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
f. Tidak terjadi perubahan tekanan darah
g. Orientasi klien baik.
Rencana keperawatan / intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, das
ar kuku.
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan
hipotensi).
c. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
d. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingu
ng.
e. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
h. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
Keletihan berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuha
n.
Kriteria hasil :
Tenaga meningkat Kemampuan melakukan aktivitas rutin meningkat, lesu menurun, Frek
uensi napas membaik
Intervensi
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
c. Monitor pola dan jam tidur
d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
e. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)
f. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
g. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
h. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
i. Anjurkan tirah baring
j. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
k. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
l. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
m. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat: penuruna
n Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada demam
b. Tidak ada drainage purulen atau eritema
c. Ada peningkatan penyembuhan luka
Intervensi :
a. Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
b. Dorong perubahan ambulasi yang sering.
c. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
d. Pantau dan batasi pengunjung.
e. Pantau tanda-tanda vital.
f. Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.

ANALISA DATA

Analisa Data Etiologi Masalah


Ds: Thalasemia Perfusi Perifer Tidak Efektif
- Ibu pasien mengatakan (D.0009)
anaknya lemas Penurunan sintesis satu rantai
Do: polipeptida
- CRT 3 detik
- Konjungtiva anemis Rantai beta
- Lidah pucat
- Mukosa pucat Kurangnya rantai beta dalam
- Hb 5,8 g/dL (rendah) rantai hemoglobin
- Turgor kulit kurang ela
stis Penurunan kemampuan
eritrosit membawa oksigen

Rantai beta memproduksi


secara terus menerus

Menghasilkan hemoglobin
defective

Ketidakseimbangan
polipeptida

Ketidakstabilan dan
disintegrasi

Sel darah merah menjadi


hemolisis

Suplai oksigen ke jaringan


berkurang

Perfusi Perifer Tidak Efektif

Ds: Thalasemia Keletihan


- Ibu mengatakan pasien (D.0057)
mengeluh lemas Penurunan sintesis satu rantai
Do: polipeptida
- Klien tampak lemah
- Merasa tetap lemas set Rantai beta
elah bangun tidur
Kurangnya rantai beta dalam
rantai hemoglobin

Penurunan kemampuan
eritrosit membawa oksigen

Rantai beta memproduksi


secara terus menerus

Menghasilkan hemoglobin
defective

Ketidakseimbangan
polipeptida

Ketidakstabilan dan
disintegrasi

Sel darah merah menjadi


hemolisis

Suplai oksigen ke jaringan


berkurang

Ketidakseimbangan antara
suplai O2 kejaringan dan
kebutuhan tubuh

Keletihan
PRIORITAS DIAGNOSA

No Prioritas Diagnosa
1 Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d turgor kulit
menurun, CRT 3 detik, konjungtiva anemis, Hb rendah,

2 Keletihan b.d Kondisi fisiologis (thalasemia dan anemia) d.d klien tampak lemah,
merasa tetap lemas setelah bangun tidur
Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1 Perfusi Perifer Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
Tidak Efektif tindakan keperawatan (I.03116)
(D.0009) selama 2 x 24 jam
Observasi
diharapkan perfusi
perifer meningkat - Periksa tanda dan gejal
dengan kriteria hasil a hipovolemia (mis: fr
1. Kekuatan nadi ekuensi nadi meningka
perifer meningkat t, nadi teraba lemah, te
2. Warna kulit pucat kanan darah menurun,
menurun tekanan nadi menyem
3. Pengisian kapiler pit, turgor kulit menur
membaik un, membran mukosa
4. Akral membaik kering, volume urin m
5. Turgor kulit enurun, hematokrit me
membaik ningkat, haus, lemah)
- Monitor intake dan out
put cairan
Terapeutik

- Hitung kebutuhan cair


an
- Berikan posisi modifie
d Trendelenburg
- Berikan asupan cairan
oral
Edukasi
- Anjurkan memperbany
ak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari
perubahan posisi mend
adak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mi
s: NaCL, RL)
- Kolaborasi pemberian
produk darah
Edukasi Proses Penyakit
(1.12444)

Observasi
- Identifikasi kesiapan d
an kemampuan keluar
ga dalam menerima inf
ormasi
Terapeutik
- Sediakan materi dan m
edia pendidikan keseh
atan
- Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesep
akatan
- Berikan kesempatan p
ada keluarga untuk ber
tanya
Edukasi
- Jelaskan penyebab dan
faktor risiko penyakit
- Jelaskan proses patofis
iologi munculnya peny
akit
- Jelaskan tanda dan gej
ala yang ditimbulkan o
leh penyakit
- Jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi
- Ajarkan cara meredak
an atau mengatasi geja
la yang dirasakan
- Ajarkan cara meminim
alkan efek samping da
ri intervensi atau
- Informasikan kondisi
pasien saat ini
2 Keletihan Setelah dilakukan Manajemen energi (I.05178)
(D.0057) tindakan keperawatan Tindakan
selama 2 x 24 jam - Identifikasi gangguan
diharapkan tingkat fungsi tubuh yang men
keletihan membaik gakibatkan kelelahan
dengan kriteria hasil - Monitor kelelahan fisi
k dan emosional
1. Kemampuan mel
- Monitor pola dan jam t
akukan aktivitas
rutin meningkat idur
2. Verbalisasi Lela Terapeutik
h menurun - Sediakan lingkungan n
3. Lesu menurun yaman dan rendah sti
4. Pola istirahat me mulus (mis, cahaya, su
mbaik ara, kunjungan)
- Berikan aktivitas distr
aksi yang menyenangk
an
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan a
ktivitas secara bertaha
p
- Ajarkan strategi kopin
g untuk mengurangi ke
lelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahl
i gizi tentang cara men
ingkatkan asupan mak
anan

Dukungan pengambilan
keputusan (I.09265)
Observasi
- Identifikasi persepsi m
engenai masalah dan i
nformasi yang memicu
konflik
Tindakan
- Fasilitasi mengklarifik
asi nilai dan harapan y
ang membantu membu
at pilihan
- Diskusikan kelebihan
dan kekurangan dari se
tiap solusi
- Motivasi mengungkap
kan tujuan perawatan
yang diharapkan
- Fasilitasi pengambilan
keputusan secara kola
boratif
- Fasilitasi menjelaskan
keputusan kepada oran
g lain
- Fasilitasi hubungan an
tara pasien, keluarga, d
an tenaga Kesehatan la
innya
Edukasi
- Informasikan alternatif
solusi secara jelas
- Berikan informasi yan
g diminta pasien
DAFTAR PUSTAKA

Angastiniotis, M., & Lobitz, S. (2019). Thalassemias: An Overview. International

Journal of Neonatal Screening, 5(1), 16.

https://doi.org/10.3390/ijns5010016

Kliegman Behrman. (2012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa
Indonesia, A.SamikWahab. Jakarta : EGC

Bajwa, H., & Sederhana, H. (2023). Thalasemia. National Library of Medicine.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545151/

Kemenkes RI. (2021). Thalassemia. Retrieved from http://www.p2ptm.kemkes.go.


id/informasi-p2ptm/thalassemia

Mayo, C. (2023). Thalasemia [Medical]. https://www.mayoclinic.org/diseases-

conditions/thalassemia/symptoms-causes/syc-20354995?p=1

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Riset kesehatan dasar .Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_
20 18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf

World Health Organization (WHO). (2022). Data and Statistics Prevalence Thalas
semia in World Wide.

Anda mungkin juga menyukai