PENDAHULUAN
rawatan pada anak thalasemia, karena anak yang terkena thalasemia bukan
an tumbuh kembang
timal?”
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
thalasemia.
asemia.
BAB II
1. KONSEP THALASSEMIA
A. DEFINISI
Thalassemia adalah sekelompok kelainan genetik heterogen yang diakibatkan ole
h penurunan sintesis rantai alfa atau beta hemoglobin (Hb) (Bajwa & Sederhana, 2023). T
halasemia adalah kelainan darah karena kurangnya hemoglobin (Hb) yang normal pada se
l darah merah. Hemoglobin berfungsi sebagai komponen pembawa oksigen dalam sel dar
ah merah. Ini terdiri dari dua protein, alfa, dan beta.
Thalassemia alfa disebabkan oleh penghapusan gen alfa-globin yang mengakibat
kan berkurangnya atau tidak adanya produksi rantai alfa-globin. Thalassemia beta terjadi
akibat mutasi titik pada gen beta-globin. Ini dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan zigo
sitas mutasi gen beta. Mutasi heterozigot (thalassemia beta-plus) menyebabkan beta-thala
ssemia minor dimana rantai beta kurang diproduksi. Thalassemia beta mayor disebabkan
oleh mutasi homozigot (thalassemia beta-zero) pada gen beta-globin, yang mengakibatkan
tidak adanya rantai beta sama sekali.
B. PREVALENSI THALASEMIA
Thalassemia alfa banyak terjadi di populasi Asia dan Afrika, sedangkan talasemia
beta lebih banyak terjadi di populasi Mediterania, meskipun penyakit ini juga relatif umu
m terjadi di Asia Tenggara dan Afrika. Berdasarkan data dari Badan Organisasi Kesehata
n dunia atau World Health Organization (WHO) pada tahun 2021 menyatakan bahwa pre
valensi thalassemia beta mayor di seluruh dunia diperkirakan mencapai 156,74 juta orang
atau sekitar 20% dari total populasi didunia (WHO, 2022).
Prevalensi kasus thalassemia beta mayor di Indonesia meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan data dari profil kesehatan Indonesia pada tahun 2019 jumlah penderita thalas
semia beta mayor sebanyak 9.121 kasus atau sekitar 0,38% dari jumlah populasi anak (Ke
menkes RI, 2019). Pada tahun 2020 jumlah penderita thalassemia beta mayor di Indonesia
sebanyak 10.531 kasus atau sekitar 3,21% dari jumlah populasi anak (Kemenkes RI, 202
0). Serta pada tahun 2021 jumlah penderita thalassemia beta mayor di Indonesia sebanyak
10.973 kasus atau sekitar 3,59% dari jumlah populasi anak (Kemenkes RI, 2021). Berdasa
rkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Republik Indonesia tahun (2017) menun
jukan data penderita thalassemia beta mayor di Indonesia mencapai 3.452 kasus (Riskesda
s, 2007). Pada periode Riskesdas selanjutnya, prevalensi kasus thalaasemia beta mayor di
Indonesia mengalami peningkatan menjadi 6.647 kasus (Riskesdas, 2013). Pada tahun 20
18 prevalensi kasus thalassemia beta mayor kembali meningkat sehingga mencapai 7.029
kasus (Riskesdas, 2018).
C. ETIOLOGI
Thalassemia bersifat autosomal resesif, yang berarti kedua orang tuanya harus terk
ena penyakit atau menjadi pembawa penyakit agar dapat menularkannya ke generasi berik
utnya. Hal ini disebabkan oleh mutasi atau penghapusan gen Hb, yang mengakibatkan kur
angnya produksi atau tidak adanya rantai alfa atau beta. Ada lebih dari 200 mutasi yang di
identifikasi sebagai penyebab terjadinya thalassemia. Thalassemia alfa disebabkan oleh pe
nghapusan gen alfa-globin, dan talasemia beta disebabkan oleh mutasi titik pada situs sam
bungan dan daerah promotor gen beta-globin pada kromosom.
D. TANDA GEJALA
Tanda dan gejala yang dialami bergantung pada jenis dan tingkat keparahan. Tand
a dan gejala Thalassemia dapat meliputi (Mayo, 2023):
Kelelahan
Kelemahan
Kulit pucat atau kekuningan
Kelainan bentuk tulang wajah
Pertumbuhan lambat
Pembengkakan perut
Urine berwarna gelap
Beberapa bayi menunjukkan tanda dan gejala thalassemia saat lahir; yang lain mengemba
ngkannya selama dua tahun pertama kehidupan. Beberapa orang yang hanya memiliki sat
u gen hemoglobin yang terpengaruh tidak memiliki gejala thalassemia.
E. PATOFISIOLOGI
Thalassemia
Kerusakan sel
Penurunan sintesis satu rantai
darah merah
polipeptida
Ketidakseimbangan
polipeptida
Ketidakstabilan dan
disintegrasi
c. Jantung
Penumpukan zat besi pada miosit jantung akibat transfusi kronis dapat mengganggu ri
tme jantung, dan akibatnya adalah berbagai aritmia. Karena anemia kronis, gagal jantu
ng yang nyata juga bisa terjadi.
d. Perut
Hiperbilirubinemia kronis dapat menyebabkan pengendapan batu bilirubin empedu da
n bermanifestasi sebagai nyeri kolik khas kolelitiasis. Hepatosplenomegali dapat diseb
abkan oleh pengendapan zat besi kronis dan juga hematopoiesis ekstrameduler pada or
gan-organ ini. Infark limpa atau autophagy terjadi akibat hemolisis kronis karena hem
atopoiesis yang tidak diatur dengan baik.
e. Hati
Keterlibatan hati merupakan temuan umum pada thalassemia, terutama karena kebutu
han kronis akan transfusi. Gagal hati kronis atau sirosis dapat disebabkan oleh pengen
dapan zat besi kronis atau hepatitis virus terkait transfusi.
f. Tingkat Pertumbuhan yang Lambat
Anemia dapat menghambat laju pertumbuhan anak, dan talasemia dapat menyebabkan
keterlambatan pubertas. Perhatian khusus hendaknya terfokus pada pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai usianya.
g. Endokrinopati
Kelebihan zat besi dapat menyebabkan pengendapannya di berbagai sistem organ tubu
h dan mengakibatkan penurunan fungsi sistem tersebut. Penumpukan zat besi di pankr
eas dapat menyebabkan diabetes melitus; di kelenjar tiroid atau paratiroid masing-mas
ing dapat menyebabkan hipotiroidisme dan hipoparatiroidisme. Deposisi pada persend
ian menyebabkan artropati kronis. Di otak, zat besi lebih suka terakumulasi di substan
sia nigra dan bermanifestasi sebagai penyakit Parkinson dini dan berbagai masalah fisi
oterapi lainnya. Gejala-gejala ini termasuk dalam kelompok hemokromatosis yang lua
s
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan Thalassemia tergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakitnya.
a. Thalassemia ringan (Hb: 6 hingga 10g/dl):
Tanda dan gejala umumnya ringan pada thalassemia minor dan hanya memerlukan
sedikit pengobatan, jika ada. Kadang-kadang, pasien mungkin memerlukan transfu
si darah, terutama setelah operasi, setelah melahirkan, atau untuk membantu mena
ngani komplikasi thalassemia.
b. Thalassemia sedang hingga berat (Hb kurang dari 5 hingga 6g/dl):
Transfusi darah yang sering: Bentuk thalassemia yang lebih parah seringka
li memerlukan transfusi darah secara teratur, mungkin setiap beberapa minggu.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan Hb pada kisaran 9 hingga 10 mg/dl
untuk memberikan pasien perasaan sejahtera dan juga untuk menjaga pemerik
saan eritropoiesis dan menekan hematopoiesis ekstrameduler. Untuk membata
si komplikasi terkait transfusi, direkomendasikan sel darah merah (sel darah m
erah) yang dicuci dan dikemas sekitar 8 hingga 15 mL sel per kilogram (kg) b
erat badan selama 1 hingga 2 jam.
Terapi khelasi: Akibat transfusi kronis, zat besi mulai disimpan di berbagai
organ tubuh. Chelator besi (deferasirox, deferoxamine, deferiprone) diberikan
bersamaan untuk menghilangkan kelebihan zat besi dari tubuh.
Transplantasi sel induk: Transplantasi sel induk, (transplantasi sumsum tula
ng), merupakan pilihan potensial pada kasus tertentu, seperti anak yang lahir d
engan thalassemia berat. Hal ini dapat menghilangkan kebutuhan akan transfu
si darah seumur hidup. Namun, prosedur ini memiliki komplikasinya sendiri,
dan dokter harus mempertimbangkan manfaatnya. Risikonya termasuk penyak
it cangkok vs. inang, terapi imunosupresif kronis, kegagalan cangkok, dan ke
matian terkait transplantasi.
Terapi gen: Ini merupakan kemajuan terkini dalam penatalaksanaan thalasse
mia berat. Ini melibatkan pengambilan sel induk hematopoietik autologus (HS
C) dari pasien dan memodifikasinya secara genetik dengan vektor yang menge
kspresikan gen normal. Ini kemudian diinfuskan kembali kepada pasien setela
h mereka menjalani pengondisian yang diperlukan untuk menghancurkan HS
C yang ada. HSC yang dimodifikasi secara genetik menghasilkan rantai hemo
globin normal, dan terjadilah eritropoiesis normal.
Teknik pengeditan genom: Pendekatan terbaru lainnya adalah mengedit per
pustakaan genom, seperti nuklease jari-seng, efektor mirip aktivator transkrips
i, dan pengulangan palindromik pendek antar spasi (CRISPR) yang diatur clus
ter dengan sistem nuklease Cas9. Teknik-teknik ini menargetkan lokasi mutasi
tertentu dan menggantinya dengan urutan normal. Keterbatasan teknik ini adal
ah menghasilkan gen terkoreksi dalam jumlah besar yang cukup untuk menye
mbuhkan penyakit.
Splenektomi: Pasien dengan thalassemia mayor sering menjalani splenektomi
untuk membatasi jumlah transfusi yang diperlukan. Splenektomi adalah reko
mendasi umum ketika kebutuhan transfusi tahunan meningkat hingga atau lebi
h dari 200 hingga 220 mL sel darah merah/kg/tahun dengan nilai hematokrit 7
0%. Splenektomi tidak hanya membatasi jumlah transfusi yang diperlukan teta
pi juga mengendalikan penyebaran hematopoiesis ekstrameduler. Imunisasi pa
scasplenektomi diperlukan untuk mencegah infeksi bakteri, termasuk Pneumo
coccus , Meningococcus , dan Haemophilus influenzae . Sepsis pascasplenekto
mi mungkin terjadi pada anak-anak, sehingga prosedur ini ditunda hingga usia
6 hingga 7 tahun, kemudian diberikan penisilin untuk profilaksis hingga menc
apai usia tertentu.
Kolesistektomi : Pasien dapat mengalami kolelitiasis karena peningkatan pem
ecahan Hb dan pengendapan bilirubin di kantong empedu. Jika timbul gejala,
pasien harus menjalani kolesistektomi bersamaan dengan menjalani splenekto
mi.
c. Diet dan olahraga:
Ada laporan bahwa minum teh membantu mengurangi penyerapan zat besi dari sal
uran usus. Jadi, pada pasien thalassemia, teh mungkin merupakan minuman yang s
ehat untuk dikonsumsi secara rutin. Vitamin C membantu ekskresi zat besi dari us
us, terutama bila digunakan dengan deferoxamine. Namun menggunakan vitamin
C dalam jumlah banyak dan tanpa penggunaan deferoxamine secara bersamaan, te
rdapat risiko lebih tinggi terjadinya aritmia yang fatal. Jadi, rekomendasinya adala
h menggunakan vitamin C dalam jumlah rendah bersamaan dengan pengkelat besi
(deferoxamine).
BAB III
C. INTERVENSI
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yan
g diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi palpitasi
b. Kulit tidak pucat
c. Membran mukosa lembab
d. Keluaran urine adekuat
e. Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
f. Tidak terjadi perubahan tekanan darah
g. Orientasi klien baik.
Rencana keperawatan / intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, das
ar kuku.
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan
hipotensi).
c. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
d. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingu
ng.
e. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
h. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
Keletihan berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuha
n.
Kriteria hasil :
Tenaga meningkat Kemampuan melakukan aktivitas rutin meningkat, lesu menurun, Frek
uensi napas membaik
Intervensi
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
c. Monitor pola dan jam tidur
d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
e. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)
f. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
g. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
h. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
i. Anjurkan tirah baring
j. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
k. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
l. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
m. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat: penuruna
n Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada demam
b. Tidak ada drainage purulen atau eritema
c. Ada peningkatan penyembuhan luka
Intervensi :
a. Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
b. Dorong perubahan ambulasi yang sering.
c. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
d. Pantau dan batasi pengunjung.
e. Pantau tanda-tanda vital.
f. Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.
ANALISA DATA
Menghasilkan hemoglobin
defective
Ketidakseimbangan
polipeptida
Ketidakstabilan dan
disintegrasi
Penurunan kemampuan
eritrosit membawa oksigen
Menghasilkan hemoglobin
defective
Ketidakseimbangan
polipeptida
Ketidakstabilan dan
disintegrasi
Ketidakseimbangan antara
suplai O2 kejaringan dan
kebutuhan tubuh
Keletihan
PRIORITAS DIAGNOSA
No Prioritas Diagnosa
1 Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d turgor kulit
menurun, CRT 3 detik, konjungtiva anemis, Hb rendah,
2 Keletihan b.d Kondisi fisiologis (thalasemia dan anemia) d.d klien tampak lemah,
merasa tetap lemas setelah bangun tidur
Intervensi Keperawatan
Observasi
- Identifikasi kesiapan d
an kemampuan keluar
ga dalam menerima inf
ormasi
Terapeutik
- Sediakan materi dan m
edia pendidikan keseh
atan
- Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesep
akatan
- Berikan kesempatan p
ada keluarga untuk ber
tanya
Edukasi
- Jelaskan penyebab dan
faktor risiko penyakit
- Jelaskan proses patofis
iologi munculnya peny
akit
- Jelaskan tanda dan gej
ala yang ditimbulkan o
leh penyakit
- Jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi
- Ajarkan cara meredak
an atau mengatasi geja
la yang dirasakan
- Ajarkan cara meminim
alkan efek samping da
ri intervensi atau
- Informasikan kondisi
pasien saat ini
2 Keletihan Setelah dilakukan Manajemen energi (I.05178)
(D.0057) tindakan keperawatan Tindakan
selama 2 x 24 jam - Identifikasi gangguan
diharapkan tingkat fungsi tubuh yang men
keletihan membaik gakibatkan kelelahan
dengan kriteria hasil - Monitor kelelahan fisi
k dan emosional
1. Kemampuan mel
- Monitor pola dan jam t
akukan aktivitas
rutin meningkat idur
2. Verbalisasi Lela Terapeutik
h menurun - Sediakan lingkungan n
3. Lesu menurun yaman dan rendah sti
4. Pola istirahat me mulus (mis, cahaya, su
mbaik ara, kunjungan)
- Berikan aktivitas distr
aksi yang menyenangk
an
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan a
ktivitas secara bertaha
p
- Ajarkan strategi kopin
g untuk mengurangi ke
lelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahl
i gizi tentang cara men
ingkatkan asupan mak
anan
Dukungan pengambilan
keputusan (I.09265)
Observasi
- Identifikasi persepsi m
engenai masalah dan i
nformasi yang memicu
konflik
Tindakan
- Fasilitasi mengklarifik
asi nilai dan harapan y
ang membantu membu
at pilihan
- Diskusikan kelebihan
dan kekurangan dari se
tiap solusi
- Motivasi mengungkap
kan tujuan perawatan
yang diharapkan
- Fasilitasi pengambilan
keputusan secara kola
boratif
- Fasilitasi menjelaskan
keputusan kepada oran
g lain
- Fasilitasi hubungan an
tara pasien, keluarga, d
an tenaga Kesehatan la
innya
Edukasi
- Informasikan alternatif
solusi secara jelas
- Berikan informasi yan
g diminta pasien
DAFTAR PUSTAKA
https://doi.org/10.3390/ijns5010016
Kliegman Behrman. (2012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa
Indonesia, A.SamikWahab. Jakarta : EGC
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545151/
conditions/thalassemia/symptoms-causes/syc-20354995?p=1
World Health Organization (WHO). (2022). Data and Statistics Prevalence Thalas
semia in World Wide.