Makalah Kel Kep Anak
Makalah Kel Kep Anak
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thalassemia alfa banyak terjadi di populasi Asia dan Afrika, sedangkan talasemia beta
lebih banyak terjadi di populasi Mediterania, meskipun penyakit ini juga relatif umum terj
adi di Asia Tenggara dan Afrika. Berdasarkan data dari Badan Organisasi Kesehatan duni
a atau World Health Organization (WHO) pada tahun 2021 menyatakan bahwa prevalensi
thalassemia beta mayor di seluruh dunia diperkirakan mencapai 156,74 juta orang atau sek
itar 20% dari total populasi didunia (WHO, 2022). Pada tahun 2021 jumlah penderita thala
ssemia beta mayor di Indonesia sebanyak 10.973 kasus atau sekitar 3,59% dari jumlah pop
ulasi anak (Kemenkes RI, 2021).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diturunkan secara genetik yang terjad
i karena kurangnya zat pembentuk hemoglobin, sehingga mengakibatkan tubuh kurang ma
mpu memproduksi sel darah merah yang normal. Hemoglobin berfungsi untuk mengangk
ut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh untuk menghasilkan energi. Produksi he
moglobin yang kurang atau tidak ada, mengakibatkan pasokan energi untuk tubuh tidak da
pat terpenuhi dan fungsi tubuh pun terganggu sehingga tidak mampu lagi menjalankan akt
ifitasnya secara normal (Behrman, 2012).
Anak yang memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan thalasemia i
ntermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan tran
fusi darah. Jenis thalasemia yang lebih berat adalah thalasemia major atau disebut ju
ga dengan Cooley’s Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan tranfusi darah dan p
erawatan yang intensif. Anak- anak yang menderita thalasemia major mulai menunju
kkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat p
ucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan pert
umbuhannya terlambat (Angastiniotis & Lobitz, 2019).
Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan ke
as, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus agar anak tidak menga
secara optimal?”
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
ta thalasemia.
halasemia.
BAB II
1. KONSEP THALASSEMIA
A. DEFINISI
Thalassemia adalah sekelompok kelainan genetik heterogen yang diakibatkan
oleh penurunan sintesis rantai alfa atau beta hemoglobin (Hb) (Bajwa & Sederhana, 20
23). Thalasemia adalah kelainan darah karena kurangnya hemoglobin (Hb) yang norm
al pada sel darah merah. Hemoglobin berfungsi sebagai komponen pembawa oksigen
dalam sel darah merah. Ini terdiri dari dua protein, alfa, dan beta.
Thalassemia alfa disebabkan oleh penghapusan gen alfa-globin yang mengak
ibatkan berkurangnya atau tidak adanya produksi rantai alfa-globin. Thalassemia bet
a terjadi akibat mutasi titik pada gen beta-globin. Ini dibagi menjadi tiga kategori berd
asarkan zigositas mutasi gen beta. Mutasi heterozigot (thalassemia beta-plus) menyeba
bkan beta-thalassemia minor dimana rantai beta kurang diproduksi. Thalassemia beta
mayor disebabkan oleh mutasi homozigot (thalassemia beta-zero) pada gen beta-globi
n, yang mengakibatkan tidak adanya rantai beta sama sekali.
B. PREVALENSI THALASEMIA
Thalassemia alfa banyak terjadi di populasi Asia dan Afrika, sedangkan talase
mia beta lebih banyak terjadi di populasi Mediterania, meskipun penyakit ini juga relat
if umum terjadi di Asia Tenggara dan Afrika. Berdasarkan data dari Badan Organisasi
Kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) pada tahun 2021 menyataka
n bahwa prevalensi thalassemia beta mayor di seluruh dunia diperkirakan mencapai 15
6,74 juta orang atau sekitar 20% dari total populasi didunia (WHO, 2022).
Prevalensi kasus thalassemia beta mayor di Indonesia meningkat setiap tahunn
ya. Berdasarkan data dari profil kesehatan Indonesia pada tahun 2019 jumlah penderit
a thalassemia beta mayor sebanyak 9.121 kasus atau sekitar 0,38% dari jumlah popula
si anak (Kemenkes RI, 2019). Pada tahun 2020 jumlah penderita thalassemia beta may
or di Indonesia sebanyak 10.531 kasus atau sekitar 3,21% dari jumlah populasi anak
(Kemenkes RI, 2020). Serta pada tahun 2021 jumlah penderita thalassemia beta mayor
di Indonesia sebanyak 10.973 kasus atau sekitar 3,59% dari jumlah populasi anak (Ke
menkes RI, 2021). Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Republik
Indonesia tahun (2017) menunjukan data penderita thalassemia beta mayor di Indonesi
a mencapai 3.452 kasus (Riskesdas, 2007). Pada periode Riskesdas selanjutnya, preval
ensi kasus thalaasemia beta mayor di Indonesia mengalami peningkatan menjadi 6.647
kasus (Riskesdas, 2013). Pada tahun 2018 prevalensi kasus thalassemia beta mayor ke
mbali meningkat sehingga mencapai 7.029 kasus (Riskesdas, 2018).
C. ETIOLOGI
Thalassemia bersifat autosomal resesif, yang berarti kedua orang tuanya harus t
erkena penyakit atau menjadi pembawa penyakit agar dapat menularkannya ke genera
si berikutnya. Hal ini disebabkan oleh mutasi atau penghapusan gen Hb, yang mengaki
batkan kurangnya produksi atau tidak adanya rantai alfa atau beta. Ada lebih dari 200
mutasi yang diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya thalassemia. Thalassemia alfa
disebabkan oleh penghapusan gen alfa-globin, dan talasemia beta disebabkan oleh mut
asi titik pada situs sambungan dan daerah promotor gen beta-globin pada kromosom.
D. TANDA GEJALA
Tanda dan gejala yang dialami bergantung pada jenis dan tingkat keparahan. T
anda dan gejala Thalassemia dapat meliputi (Mayo, 2023):
Kelelahan
Kelemahan
Kulit pucat atau kekuningan
Kelainan bentuk tulang wajah
Pertumbuhan lambat
Pembengkakan perut
Urine berwarna gelap
Beberapa bayi menunjukkan tanda dan gejala thalassemia saat lahir; yang lain menge
mbangkannya selama dua tahun pertama kehidupan. Beberapa orang yang hanya mem
iliki satu gen hemoglobin yang terpengaruh tidak memiliki gejala thalassemia.
E. PATOFISIOLOGI
Thalassemia
Kerusakan sel
Penurunan sintesis satu rantai
darah merah
polipeptida
Ketidakseimbangan
polipeptida
Ketidakstabilan dan
disintegrasi
Ketidakseimbangan antara
Suplai oksigen ke jaringan
suplai O2 kejaringan dan
berkurang
kebutuhan tubuh
F. KOMPLIKASI
Thalassemia dapat menyebabkan komplikasi berikut :
Penyakit kuning dan batu empedu akibat hiperbilirubinemia
Penipisan kortikal dan distorsi tulang akibat hematopoiesis ekstrameduler
Gagal jantung curah tinggi akibat anemia berat, kardiomiopati, dan aritmia - keterl
ibatan jantung merupakan penyebab utama kematian pada pasien talasemia
Hepatosplenomegali akibat hematopoiesis ekstrameduler dan penumpukan zat bes
i berlebih akibat transfusi darah berulang
Kelebihan zat besi dapat menyebabkan temuan hemochromatosis primer seperti k
elainan endokrin, masalah persendian, perubahan warna kulit, dll.
Komplikasi neurologis seperti neuropati perifer
Tingkat pertumbuhan yang lambat dan pubertas yang tertunda
Peningkatan risiko infeksi parvovirus B19
G. PEMERIKSAAN
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap dapat memberikan beberapa petunjuk
yang terkadang tidak jelas bagi pasien itu sendiri. Temuan berikut dapat dicatat:
a. Kulit
Kulit dapat terlihat pucat akibat anemia dan penyakit kuning akibat hiperbilirubine
mia akibat hemolisis intravaskular. Pasien biasanya melaporkan kelelahan akibat a
nemia sebagai gejala pertama yang muncul. Pemeriksaan ekstremitas dapat menun
jukkan adanya ulserasi. Deposisi zat besi kronis akibat transfusi berulang kali dapa
t menyebabkan kulit berwarna perunggu.
b. Muskuloskeletal
Perluasan hematopoiesis ekstrameduler menyebabkan kelainan bentuk tulang waja
h dan tulang rangka lainnya serta penampakan yang dikenal sebagai wajah tupai.
c. Jantung
Penumpukan zat besi pada miosit jantung akibat transfusi kronis dapat menggangg
u ritme jantung, dan akibatnya adalah berbagai aritmia. Karena anemia kronis, gag
al jantung yang nyata juga bisa terjadi.
d. Perut
Hiperbilirubinemia kronis dapat menyebabkan pengendapan batu bilirubin empedu
dan bermanifestasi sebagai nyeri kolik khas kolelitiasis. Hepatosplenomegali dapat
disebabkan oleh pengendapan zat besi kronis dan juga hematopoiesis ekstramedule
r pada organ-organ ini. Infark limpa atau autophagy terjadi akibat hemolisis kronis
karena hematopoiesis yang tidak diatur dengan baik.
e. Hati
Keterlibatan hati merupakan temuan umum pada thalassemia, terutama karena keb
utuhan kronis akan transfusi. Gagal hati kronis atau sirosis dapat disebabkan oleh p
engendapan zat besi kronis atau hepatitis virus terkait transfusi.
f. Tingkat Pertumbuhan yang Lambat
Anemia dapat menghambat laju pertumbuhan anak, dan talasemia dapat menyebab
kan keterlambatan pubertas. Perhatian khusus hendaknya terfokus pada pertumbuh
an dan perkembangan anak sesuai usianya.
g. Endokrinopati
Kelebihan zat besi dapat menyebabkan pengendapannya di berbagai sistem organ t
ubuh dan mengakibatkan penurunan fungsi sistem tersebut. Penumpukan zat besi d
i pankreas dapat menyebabkan diabetes melitus; di kelenjar tiroid atau paratiroid m
asing-masing dapat menyebabkan hipotiroidisme dan hipoparatiroidisme. Deposisi
pada persendian menyebabkan artropati kronis. Di otak, zat besi lebih suka teraku
mulasi di substansia nigra dan bermanifestasi sebagai penyakit Parkinson dini dan
berbagai masalah fisioterapi lainnya. Gejala-gejala ini termasuk dalam kelompok h
emokromatosis yang luas
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan Thalassemia tergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakitnya.
a. Thalassemia ringan (Hb: 6 hingga 10g/dl):
Tanda dan gejala umumnya ringan pada thalassemia minor dan hanya memerlu
kan sedikit pengobatan, jika ada. Kadang-kadang, pasien mungkin memerlukan
transfusi darah, terutama setelah operasi, setelah melahirkan, atau untuk memb
antu menangani komplikasi thalassemia.
b. Thalassemia sedang hingga berat (Hb kurang dari 5 hingga 6g/dl):
Transfusi darah yang sering: Bentuk thalassemia yang lebih parah serin
gkali memerlukan transfusi darah secara teratur, mungkin setiap beberapa
minggu. Tujuannya adalah untuk mempertahankan Hb pada kisaran 9 hing
ga 10 mg/dl untuk memberikan pasien perasaan sejahtera dan juga untuk
menjaga pemeriksaan eritropoiesis dan menekan hematopoiesis ekstramed
uler. Untuk membatasi komplikasi terkait transfusi, direkomendasikan sel
darah merah (sel darah merah) yang dicuci dan dikemas sekitar 8 hingga 1
5 mL sel per kilogram (kg) berat badan selama 1 hingga 2 jam.
Terapi khelasi: Akibat transfusi kronis, zat besi mulai disimpan di berbag
ai organ tubuh. Chelator besi (deferasirox, deferoxamine, deferiprone) dibe
rikan bersamaan untuk menghilangkan kelebihan zat besi dari tubuh.
Transplantasi sel induk: Transplantasi sel induk, (transplantasi sumsum
tulang), merupakan pilihan potensial pada kasus tertentu, seperti anak yang
lahir dengan thalassemia berat. Hal ini dapat menghilangkan kebutuhan ak
an transfusi darah seumur hidup. Namun, prosedur ini memiliki komplika
sinya sendiri, dan dokter harus mempertimbangkan manfaatnya. Risikonya
termasuk penyakit cangkok vs. inang, terapi imunosupresif kronis, kegagal
an cangkok, dan kematian terkait transplantasi.
Terapi gen: Ini merupakan kemajuan terkini dalam penatalaksanaan thala
ssemia berat. Ini melibatkan pengambilan sel induk hematopoietik autolog
us (HSC) dari pasien dan memodifikasinya secara genetik dengan vektor y
ang mengekspresikan gen normal. Ini kemudian diinfuskan kembali kepad
a pasien setelah mereka menjalani pengondisian yang diperlukan untuk me
nghancurkan HSC yang ada. HSC yang dimodifikasi secara genetik mengh
asilkan rantai hemoglobin normal, dan terjadilah eritropoiesis normal.
Teknik pengeditan genom: Pendekatan terbaru lainnya adalah mengedit
perpustakaan genom, seperti nuklease jari-seng, efektor mirip aktivator tra
nskripsi, dan pengulangan palindromik pendek antar spasi (CRISPR) yang
diatur cluster dengan sistem nuklease Cas9. Teknik-teknik ini menargetkan
lokasi mutasi tertentu dan menggantinya dengan urutan normal. Keterbatas
an teknik ini adalah menghasilkan gen terkoreksi dalam jumlah besar yang
cukup untuk menyembuhkan penyakit.
Splenektomi: Pasien dengan thalassemia mayor sering menjalani splenekt
omi untuk membatasi jumlah transfusi yang diperlukan. Splenektomi adala
h rekomendasi umum ketika kebutuhan transfusi tahunan meningkat hingg
a atau lebih dari 200 hingga 220 mL sel darah merah/kg/tahun dengan nilai
hematokrit 70%. Splenektomi tidak hanya membatasi jumlah transfusi yan
g diperlukan tetapi juga mengendalikan penyebaran hematopoiesis ekstram
eduler. Imunisasi pascasplenektomi diperlukan untuk mencegah infeksi ba
kteri, termasuk Pneumococcus , Meningococcus , dan Haemophilus influen
zae . Sepsis pascasplenektomi mungkin terjadi pada anak-anak, sehingga p
rosedur ini ditunda hingga usia 6 hingga 7 tahun, kemudian diberikan peni
silin untuk profilaksis hingga mencapai usia tertentu.
Kolesistektomi : Pasien dapat mengalami kolelitiasis karena peningkatan
pemecahan Hb dan pengendapan bilirubin di kantong empedu. Jika timbul
gejala, pasien harus menjalani kolesistektomi bersamaan dengan menjalani
splenektomi.
c. Diet dan olahraga:
Ada laporan bahwa minum teh membantu mengurangi penyerapan zat besi dari
saluran usus. Jadi, pada pasien thalassemia, teh mungkin merupakan minuman
yang sehat untuk dikonsumsi secara rutin. Vitamin C membantu ekskresi zat b
esi dari usus, terutama bila digunakan dengan deferoxamine. Namun menggun
akan vitamin C dalam jumlah banyak dan tanpa penggunaan deferoxamine sec
ara bersamaan, terdapat risiko lebih tinggi terjadinya aritmia yang fatal. Jadi, re
komendasinya adalah menggunakan vitamin C dalam jumlah rendah bersamaa
n dengan pengkelat besi (deferoxamine).
C. INTERVENSI
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi palpitasi
b. Kulit tidak pucat
c. Membran mukosa lembab
d. Keluaran urine adekuat
e. Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
f. Tidak terjadi perubahan tekanan darah
g. Orientasi klien baik.
Rencana keperawatan / intervensi :
a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa,
dasar kuku.
b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien den
gan hipotensi).
c. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
d. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bi
ngung.
e. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat ses
uai indikasi.
f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.
g. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
h. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
Keletihan berhubungan degnan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutu
han.
Kriteria hasil :
Tenaga meningkat Kemampuan melakukan aktivitas rutin meningkat, lesu menurun, F
rekuensi napas membaik
Intervensi
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
c. Monitor pola dan jam tidur
d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
e. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya, suara, kunjunga
n)
f. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
g. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
h. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
i. Anjurkan tirah baring
j. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
k. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
l. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
m. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat: penuru
nan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada demam
b. Tidak ada drainage purulen atau eritema
c. Ada peningkatan penyembuhan luka
Intervensi :
a. Pertahankan teknik septik antiseptik pada prosedur perawatan.
b. Dorong perubahan ambulasi yang sering.
c. Tingkatkan masukan cairan yang adekuat.
d. Pantau dan batasi pengunjung.
e. Pantau tanda-tanda vital.
f. Kolaborasi dalam pemberian antiseptik dan antipiretik.
BAB III
Pengkajian Dasar Keperawatan Anak
A. Identitas klien
Nama : An. D No. Register : 1180xxxx
Agama : Islam
a. Tidak 0 0
b. Ya 1
Total skor 0
Diare kronik (lebih dari 2 minggu) Kelainan anatomi daerah mulut yang
(Tersangka) penyakit jantung menyebabkan kesulitan makan
bawaan (musal: bibir sumbing)
(Tersangka) Infeksi Human Trauma
Immnunodeficiency Virus (HIV) Kelainan metabolik bawaan (inborn
(Tersangka) kanker error metabolism)
Penyakit hati kronik Retardasi mental
Penyakit ginjal kronik Keterlambatan perkembangan
TB Paru Rencana / pasca operasi mayor
Luka Bakar luas (missal: laparotomi, torakotomi)
Lain-lain (berdasarkan Terpasang stoma
pertimbangan dokter)
Intepretasi skor: 0 (Resiko rendah)
Resiko rendah 0
Resiko sedang :
1-3 Resiko berat :
4-5
Sudah dibaca dan diketahui oleh dietician / diberitahukan pada dokter
ya, pukul…..
tidak
H. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
1. Pertumbuhan
Status pertumbuhan berdasarkan MTBS, dilihat dari penambahan berat badan dan tinggi
badan, An. D masih berada pada status pertumbuhan overweight (+2SD sampai +3SD)
a. Panjang badan : 92 cm
b. Berat Badan : 16,34 kg
c. Lingkar Kepala : 46 cm
2. Perkembangan
a. Saat ini klien berusia 5 tahun 11 bulan usia pra sekolah
b. Hasil KPSP usia 72 bulan didapatkan total skor 8 berarti meragukan M
c. Hasil Denver bahwa perkembangan anak sesuai dengan usianya
I. Riwayat keluarga
Ibu mengatakan bahwa keluarga tidak memiliki riwayat sakit seperti yang dialami o
leh pasien dan tidak memiliki penyakit turunan
Genogram :
J. Lingkungan Rumah
1. Kebersihan : kondisi bersih disapu 1 kali sehari
2. Bahaya kecelakaan : tidak ada risiko bahaya di dalam rumah
3. Polusi : tidak polusi udara dan tidak ada keluarga yang merokok
4. Ventilasi : cukup memadai dan setiap hari selalu dibuka
5. Pencahayaan : cukup baik dengan penerangan lampu cukup dan jendela
K. Pola aktivitas
Jenis Rumah Rumah Sakit
M. Pola eliminasi
1. BAB
Jenis Rumah Rumah Sakit
2. BAK
Jenis Rumah Rumah Sakit
Warna/bau Kuning jernih, bau khas urin Kuning jernih, bau khas urin
Kenyamanan setelah tidur Anak tidur dengan pulas Anak tidur dengan pulas
2. Tidur malam
Jenis Rumah Rumah Sakit
Mandi
Frekuensi
2 x/hari 1 x/hari seka air hangat
Menggunakan sabun Ya Tidak
Keramas
Frekuensi
3 x/minggu Belum keramas
Penggunaan shampoo Ya
Menggosok gigi
Frekuensi
2 x/hari Belum gosok gigi
Palpasi : Tidak teraba massa di leher, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada pembesaran nodus limfa
3. Thorak dan dada
a. Jantung
Inspeksi : Dada kanan dan kiri simetris, penggunaan otot bantu napas
(-), retraksi dinding dada (-), bentuk dada normal (diameter antero posterio
r 1:2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
Perkusi : Terdengar dullness di area jantung
Auskultasi : Terdengar S1dan S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
b. Paru
Inspeksi : Dada kanan dan kiri simetris, penggunaan otot bantu napas
(-), retraksi dinding dada (-), bentuk dada normal (diameter antero posterio
r 1:2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada area sekitar dada, taktil fremi
tus (-) Perkusi : Terdengar bunyi sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Tidak ada suara napas tambahan
Ronkhi - - Wheezing - - Ves √ √
- - - - √ √
- - - - √ √
HEMATOLOGI
Golongan Darah B
Rhesus Positif
Index
Differential
U. Terapi
Terapi Indikasi
Transfusi darah PRC/12 Modalitas terapi yang hanya mengandung sel darah
jam merah untuk pasien anemia, gagal ginjal kronik,
keganasan dan thalasemia
Kesimpulan
TB: 92 cm
BB: 16,34 kg
IMT = 19,17
Usia anak = 5 tahun 11 bulan
IMT/U = overweight (+2SD sd +3SD)
Psikologis Nyeri dan DS: Ibu px mengatakan tidak ada keluhan di organ
kenyamanan reproduksi anak
Perilaku Kebersihan diri DS: Ibu mengatakan anak sudah bisa membaca
dengan mengeja, menulis, dan mewarnai
ANALISA DATA
Menghasilkan hemoglobin
defective
Ketidakseimbangan
polipeptida
Ketidakstabilan dan
disintegrasi
Penurunan kemampuan
eritrosit membawa oksigen
Menghasilkan hemoglobin
defective
Ketidakseimbangan
polipeptida
Ketidakstabilan dan
disintegrasi
Ketidakseimbangan antara
suplai O2 kejaringan dan
kebutuhan tubuh
Keletihan
PRIORITAS DIAGNOSA
No Prioritas Diagnosa
1 Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d turgor kulit
menurun, CRT 3 detik, konjungtiva anemis, Hb rendah,
2 Keletihan b.d Kondisi fisiologis (thalasemia dan anemia) d.d klien tampak lemah,
merasa tetap lemas setelah bangun tidur
Intervensi Keperawatan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mi
s: NaCL, RL)
- Kolaborasi pemberian
produk darah
Observasi
- Identifikasi kesiapan d
an kemampuan keluar
ga dalam menerima inf
ormasi
Terapeutik
- Sediakan materi dan m
edia pendidikan keseh
atan
- Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesep
akatan
- Berikan kesempatan p
ada keluarga untuk ber
tanya
Edukasi
- Jelaskan penyebab dan
faktor risiko penyakit
- Jelaskan proses patofis
iologi munculnya peny
akit
- Jelaskan tanda dan gej
ala yang ditimbulkan o
leh penyakit
- Jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi
- Ajarkan cara meredak
an atau mengatasi geja
la yang dirasakan
- Ajarkan cara meminim
alkan efek samping da
ri intervensi atau
- Informasikan kondisi
pasien saat ini
Dukungan pengambilan
keputusan (I.09265)
Observasi
- Identifikasi persepsi m
engenai masalah dan i
nformasi yang memicu
konflik
Tindakan
- Fasilitasi mengklarifik
asi nilai dan harapan y
ang membantu membu
at pilihan
- Diskusikan kelebihan
dan kekurangan dari se
tiap solusi
- Motivasi mengungkap
kan tujuan perawatan
yang diharapkan
- Fasilitasi pengambilan
keputusan secara kola
boratif
- Fasilitasi menjelaskan
keputusan kepada oran
g lain
- Fasilitasi hubungan an
tara pasien, keluarga, d
an tenaga Kesehatan la
innya
Edukasi
- Informasikan alternatif
solusi secara jelas
- Berikan informasi yan
g diminta pasien
Implementasi
Tanda
Tanggal No.Dx Kep Pukul Implementasi Keperawatan Evaluasi
tangan
30 (D.0009) Perfusi 10.00 Memeriksa tanda dan gejala hypovolemia Evaluasi setelah 1 shift asuhan
November Perifer Tidak WIB keperawatan
2021 Efektif 10.25 S: Ibu pasien mengatakan
WIB Memonitor intake dan output cairan anaknya lemas dan perut sedikit
10.30 membuncit
WIB Menghitung kebutuhan cairan O:
10.55 Mengkolaborasi pemberian cairan IV isotonis - Nadi 110x/menit
WIB - Frekuensi BAK 5-6 kali/hari
11.00 dan
WIB Memberikan asupan cairan oral - frekuensi BAB 1 kali//hari.
11.05 Menganjurkan memperbanyak asupan cairan A: Masalah belum teratasi
WIB oral P: Intervensi dilanjutkan
12.00 Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan I: Memonitor cairan pasien
WIB keluarga dalam menerima informasi E: Perfusi perifer pasien mulai
12.05 Menjadwalkan pendidikan kesehatan sesuai membaik, dapat dirasakan dari
WIB kesepakatan akral yang mulai hangat dan
dilihat warna kulit pucat dari
pasien mulai menurun
(D.0057) 10.00 Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang Evaluasi setelah 1 shift asuhan
Keletihan WIB mengakibatkan kelelahan keperawatan
10.10 Memonitor kelelahan fisik dan emosional S: Ibu pasien mengatakan
WIB anaknya sudah mulai merasakan
10.15 Memonitor pola dan jam tidur kenyaman namun terkadang
WIB terbangun
10.20 Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah O:
WIB stimulus jam kunjungan dibatasi - Nadi 110x/menit
10.10 Menganjurkan tirah baring - RR 24x/menit
WIB - suhu 35,2 ℃
12.10 Mengkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara - SpO2 99%
WIB meningkatkan asupan makanan - Tampak kelelahan menurun
- Tampak lesu menurun
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
I: Kolaborasi menu dengan ahli
gizi untuk memenuhi kebutuhan
energy pasien
E: Tingkat keletihan pasien mulai
menurun dilihat pasien sudah
tampak tidak lesu hanya saja
waktu istirahat ibu pasien
mengtakan anaknya masih sering
terbangun dan rewel
31 (D.0009) Perfusi 08.00 Memeriksa tanda dan gejala hypovolemia Evaluasi setelah 1 shift asuhan
November Perifer Tidak WIB keperawatan
2021 Efektif 09.00 Memonitor intake dan output cairan S: Ibu pasien mengatakan pasien
WIB sudah tidak pucat dan tampak
09.00 Memberikan asupan cairan oral sehat
WIB O:
10.00 Menyediakan materi dan media pendidikan - Pasien tampak tidak anemis
WIB kesehatan - Nadi 100 x/menit, denyut ku
10.10 Menjelaskan penyebab dan faktor risiko at
WIB penyakit - CRT <2 detik
10.15 Memberikan kesempatan pada keluarga untuk A: Masalah teratasi
WIB bertanya P: Intervensi dihentikan
10.20 Mengajarkan cara meredakan atau mengatasi I: menyediakan materi dan media
WIB gejala yang dirasakan pendidikan kesehatan
10.25 Mengajarkan cara meminimalkan efek samping E: Perfusi perifer meningkat
WIB dari intervensi ditandai dengan kekuatan nadi
12.00 Menginformasikan kondisi pasien saat ini perifer meningkat, warna kulit
WIB pucat menurun, dan pengisian
kapiler membaik
D.0057) 08.00 Memonitor kelelahan fisik dan emosional Evaluasi setelah 1 shift asuhan
Keletihan WIB keperawatan
08.10 Mengidentifikasi persepsi mengenai masalah S: Ibu pasien mengatakan pasien
WIB dan informasi yang memicu konflik sudah dapat beraktivitas dan
08.20 Mendiskusikan kelebihan dan kekurangan dari bermain seperti biasanya
WIB setiap solusi O:
08.25 Memfasilitasi mengklarifikasi nilai dan - Pasien tampak aktif bermain
WIB harapan yang membantu membuat pilihan - Lesu tampak menurun
08.30 Memotivasi mengungkapkan tujuan perawatan - Klien tampak tidak pucat
WIB yang diharapkan A: Masalah teratasi
08.35 Memfasilitasi i pengambilan keputusan secara P: Intervensi dihentikan
WIB kolaboratif I: Informasikan alternatif solusi
08.37 Fasilitasi hubungan antara pasien, keluarga, secara jelas
WIB dan tenaga Kesehatan lainnya E: Tingkat keletihan menurun
12.00 Informasikan alternatif solusi secara jelas ditandai dengan pasien dapat
WIB beraktivitas seperti biasanya dan
tampak tidak lemas
DAFTAR PUSTAKA
Kliegman Behrman. (2012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia,
A.SamikWahab. Jakarta : EGC
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545151/
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/thalassemia/symptoms-causes/syc-
20354995?p=1
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Riset kesehatan dasar .Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_20 18/Hasil
%20Riskesdas%202018.pdf
World Health Organization (WHO). (2022). Data and Statistics Prevalence Thalassemia in W
orld Wide.