Anda di halaman 1dari 8

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

TERAPI DIGNITY
(TERAPY MARTABAT)

Definisi Terapi martabat adalah intervensi singkat dan individual yang


dirancang untuk menimbulkan rasa makna dan memberikan
kesempatan kepada pasien untuk berbicara tentang isu-isu
yang paling penting bagi mereka serta tentang aspek-aspek
kehidupan yang ingin mereka kenang (Rosenberg, M.D,
2018).
Tujuan Untuk meringankan penderitaan di akhir kehidupan pasien
serta mendokumentasikan kenangan penting dan menulis
pesan untuk dibaca oleh orang yang mereka cintai (Cuevas
dkk., 2021)
Manfaat Terapi dignity ini bermanfaat memberikan pasien kesempatan
untuk mencatat aspek-aspek bermakna dalam hidup mereka
dan meninggalkan apa yang dapat bermanfaat bagi orang yang
dicintai di masa depan.
Prosedur Kerja Persiapan :
Alat :
 Alat Tulis (Buku dan Bolpoin)
 Quisioner terapy dignity
Pasien :
 Memposisikan pasien senyaman mungkin dengan
posisi yang memudahkan untuk menulis (apabila
pasien dapat membaca dan menulis).
Lingkungan :
 Atur lingkungan dengan pencahayaan yang baik dan
tidak bising.
Fase Kerja :
1. Perawat memperkenalkan diri ke pasien
2. Perawat mengidentifikasi identitas pasien
3. Perawat menjelaskan kegiatan dan tujuan terapi
dignity (terapi martabat)
4. Perawat mempersiapkan alat tulis dan quisioner terapy
dignity.
5. Perawat memberikan alat tulis kepada pasien (bila
pasien dapat membaca dan menulis, apabila pasien
buta huruf)
6. Pasien diberikan serangkaian pertanyaan tentang
bagian-bagian kehidupan mereka yang paling mereka
ingat dan paling penting tentang kisah hidup mereka.
(Pertanyaan Terlampir)
7. Pasien diminta untuk menulis narasi tertulis formal
sesuai dengan pertanyaan yang diberikan (bila pasien
dapat membaca dan menulis. Apabila pasien buta
huruf, perawat akan membantu dalam menulis
jawaban pasien) Jawaban pasien akan direkam
menggunakan alat perekam.
8. Jawaban atas pertanyaan ini ditranskrip dan diedit
untuk mendapatkan hasil dokumentasi yang lebih
baik.
9. Hasil ini dapat diberikan kepada orang terdekat,
keluarga, dan teman-temannya
Referensi Chochinov, H. M., Hack, T., Hassard, T., Kristjanson, L. J.,
McClement, S., & Harlos, M. (2016). Dignity
Therapy: A Novel Psychotherapeutic Intervention for
Patients Near the End of Life. Journal of Clinical
Oncology, 23(24), 5520–5525.
https://doi.org/10.1200/JCO.2005.08.391
Cuevas, P. E., Davidson, P., Mejilla, J., & Rodney, T. (2021).
Dignity Therapy for End-of-Life Care Patients: A
Literature Review. Journal of Patient Experience, 8,
237437352199695.
https://doi.org/10.1177/2374373521996951
Rosenberg, M.D, S. (2018). Dignity Therapy. American
Journal of Psychiatry, 13(8).
https://doi.org/10.1176/appi.ajp-rj.2018.130803

Lampiran pertanyaan :

Sumber : (Chochinov dkk., 2016)


Tinjauan Kasus
Seorang lansia perempuan usia 79 tahun didiagnosa mengalami Ca Cerviks tahap akhir dengan
prognosa jelek dan status kesehatan fisik yang sudah melemah. Lansia tersebut selama ini tinggal
dengan keluarga anak perempuannya. Ketika semua prosedur pemeriksaan fisik dan prosedur
medis sudah dijalani selama dua minggu di RS tanpa menunjukkan gejala perbaikan, maka
keluarga memutuskan untuk merawat di rumah karena lansia meminta untuk pulang dan bisa
meninggal di rumah dikelilingi oleh keluarganya. Anak perempuannya juga mengatakan
kemungkinan ibunya akan lebih senang di rumah karena bisa ditemani cucunya yang masih usia
5 tahun dan sejak kecil dirawat oleh neneknya ini. Lansia sebelum dirawat merupakan muslimah
yang rajin menjalankan ibadah sholat dan membaca Al qur’an, serta rajin mengikuti atau
mendengarkan pengajian. Ketika di RS lansia masih menjalankan ibadah sholat dengan sambil
berbaring. Ketika dibawa pulang, kondisi fisik lansia lemah, wajah pucat, dan mengeluh mual
muntah.
1) Pada dimensi spiritualitas, buatlah beberapa pertanyaan yang bisa perawat berikan dalam
pengkajian
2) Pertanyaan/pengkajian tambahan apa saja yang dapat dilakukan perawat untuk melengkapi
data diatas ?
3) Rumuskan minimal diagnose keperawatan minimal 2 dan rumuskan perencanaan
keperawatan
4) Jelaskan aspek apa saja yang harus diperhatikan pada perawatan lansia tersebut ketika
dirawat dirumah? berikan contoh setting atau tindakan yang bisa dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan lansia
5) Identifikasi EBP/Jurnal yang dapat menjadi dasar bukti ilmiah untuk implementasi
keperawatan pada kasus diatas !
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengumpulan data merupakan langkah awal pengkajian dalam melaksanakan
asuhan keperawatan lansia. Dari hasil pengumpulan data pada lansia diperoleh
data-data sebagai berikut :
1) Riwayat Kesehatan

2) Identitas Klien

3) Status kesehatan

4) Aktivitas atau istirahat


5) Spiritual
6) Pengkajian psikologis

7) Pengkajian sosial ekonomi

8) Pemeriksaan Fisik

 Perawatan Di Rumah
Alternatif lainnya adalah meninggal di rumah. Untuk alternatif ini, beberapa faktor harus
dipertimbangkan karena perawatan teradap orang yang menjelang ajal di rumah menciptakan
ketegangan lebih bagi pemberi perawatan. Jika kebutuhan pasien lebih besar dari sumber-sumber
yang ada, maka pasien dan pemberi perawatan dapat merasakan pengalaman sebagai sesuatu
yang negatif. Banyak pertanyaan yang harus dijawab :
 Siapa yang akan memberikan perawatan?
 Apakah orang tersebut mampu mempertahankan kontinuitas asuhan?
 Adakah sumber pendukung yang lain, seperti teman-teman, layanan sosial, rumah
sakit terdekat, layanan hospice dan bantuan medis serta finansial?
Ke amanan dan keselamatan pasien serta dukungan pemberi perawatan harus mendapat
perawat yang seimbang (Stanley, 2006).
Perawatan di rumah sangat bergantung kepada besarnya komitmen dan kekuatan beberapa orang
mengkoordinasikan dan memberikan perawatan. Sebelum menjadi pemberi perawatan, refleksi
pribadi perlu dilakukan. Keyakinan dan kesungguhan yang baik bukan satu-satunya sifat karakter
yang diperlukan untuk memikul untuk tanggung jawab ini. Pemberi asuhan yang berpotensi
perlu mengkaji kekuatan pribadinya, kemampuan dan keterbatasan yang berkaitan dengan peran
baru tersebut. Inventaris pribadi meliputi survei introspektif yang jujur terhadap keterampilan
organisasional seseorang, umur, kesehatan, tingkat energi, fleksibilitas, dan kemampuan
menyelesaikan masalah. Jenis pemeriksaan diri ini akan membantu orang tersebut
mengidentifikasi sikap dan perspektif yang akan dibawa dalam situasi ketika memberikan
perawatan (Stanley, 2006).
Pemberi perawatan yang potensial dapat merasa siap untuk menerima tanggung jawab
tersebut. Namun, setelah ia dilibatkan dalam proses, dapat muncul berbagai kesulitan dalam
memberikan perawatan fisik dan emosional yang tepat. Kesulitan ini sudah diperkirakan
sebelumnya dan bersifat normal, dan dapat memerlukan rujukan kepada sistem pendukung
tambahan. Perawatan terhadap orang-orang yang menjelang ajal merupakan pengalaman yang
berharga, memuaskan dan melelahkan. Refleksi yang jujur yang kontinu terhadap keterbatasan,
kekuatan dan kebuthan pemberi perawatan diperlukan untuk mempertahankan hubungan yang
kohesif dan saling mengormati dengan pasien yang menjelang ajal (Stanley, 2006).
1. Perhatian Perawat
Pada saat perawat bekerja dengan pasien lansia yang menghadapi kematian, akan muncul
banyak isu yang memengaruhi perawat untuk merawat pasien lansia yang menjelang ajal tersebut
secara kompeten.
a. Dukungan Kolega
b. Rasa Nyaman
c. Caring
d. Pemberian Asuhan dan Tindakan
e. Pendidikan

2. Dukungan Pasien dan Pemberi Perawatan


Pemberi perawatan yang berasal dari keluarga yang melahirkan ketegangan lebih banyak
ketika memberi perawatan kepada pasien menunjukkan bahwa ia mengalami kesulitan yang
lebih besar dalam menyesuaikan diri terhadap kematian kerabat mereka. Lansia yang
menghadapai ajal dan kemati diyakini merasa takut terhadap pengalaman-pengalaman seputar
kematian seperti penolakan, kesepian, kehilangan ketetapan hati, dan isolasi daripada terhadap
kematian itu sendiri. Sering kali, pengasuh enggan membicarakan tentang ajal atau kematian
dengan lansia karena takut akan membuatnya terganggu.
Namun, biasanya diskusi-diskusi seperti ini tidak membuat lansia merasa terganggu.
Perawat perlu mengadakan konferensi keluarga. Perawat harus memiliki keberanian dan
ketrbukaan serta rasa nyaman dengan perasaan mereka sendiri agar mampu duduk dengan orang-
orang tersebut dan membiarkan mreka berbicara. Setiap pasien dan pemberi perawatannya
mendekati pengalaman ini harapan yang unik. Dengan dukungan keperawatan, semua yang
terlibat dapat tumbuh untuk meningkatkan kehidupan sampai terjadi kematian (Stanley, 2006).
a. Komunikasi : Verbal dan Nonverbal
Komunikasi efektif memerlukan latihan atau teknik dan keterampilan.Komunikasi di antara
pasien, pemberi perawatan dan perawat merupakan hal yang kritis untuk membentuk hubungan
saling percaya. Teknik komunikasi verbal seperti refleksi, pertanyaan sensitive, dan menjawab
pertanyaan langsung dan tidak langsung dengan informasi yang tepat dan jujur memungkinkan
perawat untuk meningkatkan hubungan perawatpasien-pemberi perawatan (Stanley, 2006).
Komunikasi nonverbal juga esensial. Senyuman, sentuhan, melakukan kontak mata,
mendengarkan, dan semua teknik nonverbal yang mengomunikasikan perhatian dan kepedulian
dan membantu dalam pembentukan hubungan. Komunikasi nonverbal dapat menjadi bentuk
komunikasi yang paling efektif jika perubahan fisik menyebabkan hilangnya pendengaran,
penglihatan atau perubahan neurologis seperti konfusi (Stanley, 2006).
3. Perhatian Pasien dan Pemberian Perawatan
Untuk pasien lansia dan pemberi perawatannya, proses menjelang ajal bersifat unik dan
merupakan pengalaman individual yang melibatkan banyak masalah. Setelah masalah ini diatasi,
pasien dapat menjalankan tugas-tugas hidupnya sampai ke titik kematian.
a. Berduka
b. Koping
c. Warisan
d. Kesepian
e. Nilai-Nilai
f. Budaya
g. Ketakutan dan Kecemasan
h. Nyeri dan Penderitaan
i. Kehilangan
j. Harapan
k. Penutupan
l. Cinta

4. Berbagi perhatian
Saling berbagi perhatian dapat memenuhi kebutuhan perawat dan tim
pasien – pemberi perawatan.
a. Hubungan saling percaya
b. Martabat
c. Kualitas Hidup dan Kematian
d. Sentuhan
e. Status Fungsional
5. Spiritualitas
Memenuhi kebutuhan spiritual pasien yang akan meninggal harus menjadi perhatian utama
bagi perawat, pasien dan keluarga. Membantu pasien mengenali dan mengungkapkan kebutuhan
spiritualnya dapat membantu meningkatkan kualitas dan makna hidup (Stanley, 2006).
Menurut Koezier & Wikinson, 1993 cit Hamid, 2000, dimensi spiritual adalah upaya untuk
mempertahankan keharmonisan atau keselarasan 34dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab
atau mendapat kekuatan ketika menghadapi stress emosional, penyakit fisik, penyakit terminal
sampai dengan kematian. Kekuatan yang timbul di luar kekuatan manusia.dimensi spiritual
berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang
untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional,
penyakit fisik, atau menjelang kematian (Padila, 2013).
Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan kekuatan yang timbul di luar kekuatan manusia
(Kozier, 2004). Spritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan
dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, dan dimensi
agama lebih berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa.
Spritualitas sebagai konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan tuhan atau
Yang Maha Tinggi yang menuntunj kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah
hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan lingkungan (Padila, 2013).
Kebutuhan spiritual (keagamaan) dapat memberikan ketenangan batiniah. Rasulullah
bersabda : “semua penyakit ada obatnya kecuali penyakit tua”. Sehingga religiusitas atau
penghayatan terhadap keagamaan besar pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik maupun
kesehatan mental, hal ini ditujkan dengan penelitian yang dilakukan oleh hawari (1997) yang
menyimpulkan bahwa lanjut usia yang religius akan tabah dan tenang menghadapi saat-saat
terakhir atau menghadapi fase terminal (kematian) daripada yang non religius (Padila, 2013).
Pada point spiritualitas hal apa saja yang bisa di tanyakan dan apa saja hal yang perlu di
perhatikan yaitu :
 Hal yang perlu di perhatikan :
1. Hindari hal atau pertanyaan yang dapat membuat pasien berduka
2. Hindari pertanyaan terbuka
3. Hindari hal hal sensitif yang membuat pasien merasa tidak berguna
4. Berikan pertanyaan yang tertutup dan dapat mudah di pahami
 Contoh yang dapat perawat tanyakan pada pasien :
1. Nek, selama ini apakah nenek masih ingat bahwa pertolongan tuhan itu pasti ada?
2. Apakah nenek masih ingat cara meminta pertolongan itu?
3. Apakah sampai sekarang nenek masih bisa untuk melakukan kewajiban nenek
sebagai hamba tuhan?
4. Apakah nenek ingin membaca Al qur’an?
5. Apakah nenek ingin mendengarkan suara atau lantunan Al qur’an saat ini?
\

Anda mungkin juga menyukai