DI RS Banyumas
Tanggal 22 Juni 2015
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing
(................................)
Tempat
: RS Banyumas
Ruang
: Bima
Mahasiswa
(..................................)
A. PENDAHULUAN
Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional
didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia
sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif
yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan
diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa ( komunikasi terapeutik dan terapi
modalitas keperawatan kesehatan jiwa ) melalui pendekatan proses
keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan
memulihkan masalah kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok
komunitas ).
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha
untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat
berfungsi utuh sebagai manusia.
Prinsip keperawatan jiwa terdiri dari empat komponen yaitu
manusia, lingkungan, kesehatan dan keperawatan.
Manusia
Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi
dan bereaksi dengan lingkungan secara keseluruhan. Setiap individu
mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting. Setiap individu
mempunyai harga diri dan martabat. Tujuan individu adalah untuk
tumbuh, sehat, mandiri dan tercapai aktualisasi diri. Setiap individu
mempunyai kemampuan untuk berubah dan keinginan untuk mengejar
tujuan personal. Setiap individu mempunyai kapasitas koping yang
bervariasi. Setiap individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam
Lingkungan
Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam
dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas. Dalam
berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan
strategi
koping
yang
efektif
agar
dapat
beradaptasi.
Hubungan
Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
menunjukkan salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu,
setiap individu mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama
melalui perawatan yang adekuat.
Keperawatan
Proses
Keperawatan
Kesehatan
Jiwa
Pemberian
asuhan
B. ISI
1. Cara perawat melakukan pengkajian
Perawat membawa pasien dari ruangan untuk menemui
mahasiswa , perawat mempersilahkan pasien untuk bersalaman
dengan mahasiswa .
Perawan duduk 45 dari pasien . Perawat mengawali percakapan
dengan salam , perawat menyampaikan tujuan , kontrak waktu
dan membina hubungan yang terapeutik dengan pasien .
Selama percakapan perawat bersikap terbuka tetapi
perawat tidak memperhatikan kontak mata pasien yang tidak fokus
dalam pembicaraan .
Hasil pengkajian yang bisa didapat dari percakapan perawat dan
pasien I
A. Identitas Klien
Nama
: Tn . I
Umur
:23 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tgl masuk
: 12 Juni 2015
Identitas penanggungjawab :
Nama
: Ny.D
Umur
: 48 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
B. Alasan masuk
Mengamuk
C. Faktor Presipitasi
Kakak pasien mempunyai banyak hutang dan pasien ikut stress dan tertekan
memikirkan masalah keluarganya . pasein merasa mendengar suara
gunjingan dari masyarakat tentang kakaknya yang punya banyak hutang
D. Faktor predisposisi
1.
) Ya
2.
) Tidak
Pengobatan sebelumnya :
( ) Berhasil
3.
( ) kurang berhasil
( ) Tidak berhasil
Trauma :
Tidak di kaji oleh perawat
4.
) Ada
( ) Tidak
5.
Tanda Vital
S:36C
HR:90 x/menit
RR:24 x/menit
2.
Keluhan fisik
Pasien kesulitan berjalan karena terdapat kelainan pada kakinya sejak
kecil.
F. Psikososial
1.
Genogram
Keterangan :
: perempuan
:laki-laki
:meninggal
:pasien
//
: bercerai
Jelaskan (deskripsi) :
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara , pasien tinggal
dengan keluarga dan kakaknya . kakak pertama sudah meninggal dunia ,
kakak kedua sudah menikah dan mempunyai anak tetapi bercerai .
pasien tinggal serumah dengan kakak dan bapak ibunya .
Konsepsi diri :
a)
Citra tubuh
Identitas
Peran
Ideal diri
d)
Harga diri
Pasien tidak merasa malu dengan kakinya yang tidak normal karena
pasien menganggap masyarakat sekitar sudah memaklumi kakinya
yang tidak normal sejak lahir
2.
Hubungan sosial
a)
b)
3.
Spiritual
a)
b)
Kegiatan ibadah :
Sebelum di Rs , pasien kadang tidak menjalankan sholat dikarenakan
lupa dan ketiduran. Selama di Rs pasien tidak menjalankan sholat
dengan alesan dingin.
G. Status Mental
1.
Penampilan
Penampilan pasien cukup rapi ,
2.
( ) Curiga
Persepsi
Halusinasi/ilusi
( ) Pendengar
Penghidu
Pasien mengalami halusinasi pendengaran , pasien mendengar suara
gunjingan masyarakat tentang hutang kakaknya .
2. Pemberian psikofarmaka
1. HALOPERIDOL
- Jenis obat : Obat antipsikotik
- Manfaat : Meredakan gejala skizofrenia dan
masalah
-
perilaku,
atau
emosional,
serta
3. Clozapin
4.
25 mg 3x1
Heximer
2 mg 3x1 ( warna kuning )
3. Pemberian Terapi
Pasien dijadwalkan terapi ECT 6x , baru dilaksanakan 3x
ELEKTRO CONVULSIF THERAPIE (ECT)
ELEKTRO CONVULSIF THERAPIE (ECT)
1. Pengertian
ECT adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan
menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Tindakan ini
adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda
yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang grandmall.
2. Indikasi
Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manik
depresi, klien schizofrenia stupor katatonik dan gaduh gelisah katatonik. ECT
lebih efektif dari antidepresan untuk klien depresi dengan gejala psikotik (waham,
paranoid, dan gejala vegetatif), berikan antidepresan saja (imipramin 200-300
mg/hari selama 4 minggu) namun jika tidak ada perbaikan perlu dipertimbangkan
tindakan ECT. Mania (gangguan bipolar manik) juga dapat dilakukan ECT,
terutama jika litium karbonat tidak berhasil. Pada klien depresi memerlukan
waktu 6-12x terapi untuk mencapai perbaikan, sedangkan pada mania dan
katatonik membutuhkan waktu lebih lama yaitu 10-20x terapi secara rutin. Terapi
ini dilakukan dengan frekuensi 2-3 hari sekali. Jika efektif, perubahan perilaku
mulai kelihatan setelah 2-6 terapi.
3. Kontraindikasi
ECT merupakan prosedur yang hanya digunakan pada keadaan yang
direkomendasikan. Sedangkan kontraindikasi dan komplikasi dari tindakan ECT,
adalah sebagai berikut:
a. Kontraindikasi
1) Peningkatan tekanan intra kranial (karena tumor otak, infeksi SSP).
2) Keguguran pada kehamilan, gangguan sistem muskuloskeletal (osteoartritis
berat, osteoporosis, fraktur karena kejang grandmal).
3) Gangguan kardiovaskuler: infark miokardium, angina, hipertensi, aritmia dan
aneurisma.
4) Gangguan sistem pernafasan, asma bronkial.
5) Keadaan lemah.
b. Komplikasi
1) Luksasio dan dislokasi sendi
2) Fraktur vetebra
3) Robekan otot rahang
4) Apnoe
5) Sakit kepala, mual dan nyeri otot
6) Amnesia
7) Bingung, agresif, distruktif
8) Demensia
4. Peran Perawat
Perawat sebelum melakukan terapi ECT, harus mempersiapkan alat dan
mengantisipasi kecemasan klien dengan menjelaskan tindakan yang akan
dilakukan.
5. Persiapan Alat
Adapun alat-alat yang perlu disiapkan sebelum tindakan ECT, adalah
sebagai berikut:
a. Konvulsator set (diatur intensitas dan timer)
b. Tounge spatel atau karet mentah dibungkus kain
c. Kain kasa
d. Cairan Nacl secukupnya
e. Spuit disposibel
f. Obat SA injeksi 1 ampul
g. Tensimeter
h. Stetoskop
i. Slim suiger
j. Set konvulsator
6. Persiapan klien
a. Anjurkan klien dan keluarga untuk tenang dan beritahu prosedur tindakan yang
akan dilakukan.
b. Lakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya
kelainan yang merupakan kontraindikasi ECT
c. Siapkan surat persetujuan
d. Klien berpuasa 4-6 jam sebelum ECT
e. Lepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau penjepit rambut yang mungkin
dipakai klien
f. Klien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan defekasi
g. Klien jika ada tanda ansietas, berikan 5 mg diazepam IM 1-2 jam sebelum
ECT
h. Jika klien menggunakan obat antidepresan, antipsikotik, sedatif-hipnotik, dan
antikonvulsan harus dihentikan sehari sebelumnya. Litium biasanya dihentikan
beberapa hari sebelumnya karena berisiko organik.
d.
Memfokuskan
memfokuskan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik
dan dimengerti.
e. Memberi penghargaan
memberikan pujian kepada pasien
f.
jiwa
harus
menjalin
hubungan
saling
percaya
D. Penutup
Dari field trip yang dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa untuk
melakukan tindakan kepada pasien gangguan jiwa harus menjalin
hubungan saling percaya terhadap pasien
sehingga pasien
A.
DEFINISI
MACAM-MACAM HALUSINASI
1.
Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang
klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang
mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar
perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat
membahayakan.
2.
Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
3.
Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya baubauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke,
tumor, kejang, atau dimensia.
4.
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5.
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6.
Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine
7.
Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C.
FAKTOR PREDIPOSISI
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1.
Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a.
b.
c.
2.
Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi
psikologis
klien.
Salah
satu sikap
atau
keadaan
yang
dapat
Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
D.
FAKTOR PRESIPITASI
Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2.
Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3.
Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
E.
MANIFESTASI KLINIK
1.
masih
mampu
mengotrol
kesadarnnya
dan
mengenal
denyut
jantung
dan
tekanan
darah.
Klien
asyik
dengan
klien.
Klien
menjadi
terbiasa
dan
tidak
berdaya
terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan
tidak mampu mematuhi perintah.
4.
Gejala klinis :
a.
b.
c.
d.
Bicara lambat
e.
Gejala klinis :
a.
Cemas
b.
Konsentrasi menurun
c.
Gejala klinis :
a.
b.
c.
d.
Gejala klinis :
a.
b.
c.
d.
F.
1.
Memperlihatkan permusuhan
2.
3.
4.
5.
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak lingkungan (resiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini terjadi jika halusinasi
sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic dan perilakunya
dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan
penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan
bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak lingkungan. Tanda dan
gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi,
berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas
makanan, memukul jika tidak senang
G.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1.
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi
instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang diberikan betul ditelannya,
serta reaksi obat yang diberikan.
3.
4.
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5.
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien agar
ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila sedang sendirian ia sering
mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suarasuara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar klien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain
agar tidak membiarkan klien sendirian dan saran yang diberikan tidak
bertentangan.
Farmako:
1.
Anti psikotik:
a.
b.
c.
Stelazine
d.
Clozapine (Clozaril)
e.
Risperidone (Risperdal)
2.
Anti parkinson:
a.
Trihexyphenidile
b.
Arthan