Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FARMAKOTERAPI IV

SKIZOFRENIA PADA ANAK

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah farmakoterapi 4 yang diampu oleh dosen
pengampu Dhanang Prawira Nugraha S.Farm., Apt.

DISUSUN OLEH :

Luk Luil Maknun (1513206003)


Vony Intan Prasasti (1513206009)
Kartika Ayu Wulandari (1513206005)

PROGAM STUDI S1 FARMASI

STIKES KARYA PUTRA BANGSA TULUNGAGUNG

TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan dan hambatan itu bisa teratasi. Oleh
karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Kami sudah berusaha menyempurnakan isi makalah ini. Tapi menurut kami makalah
ini masih belum sempurna baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif
dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.Amin.

Tulungagung, 2Juni 2018

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 4

1.2 Rumusan Masalah5


1.3 Tujuan 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Skizofrenia Pada Anak 6
2.1.1 Epidemiologi 6
2.1.2 Etiologi 6
2.1.3 Prevalensi 7
2.1.4 Patofisiologi 7
2.2 Pengobatan dan Terapi Non Farmakologi Skizofrenia Pada Anak 8

2.2.1 Terapi Non Farmakologi 8


2.2.2 Terapi Farmakologi 9
2.3 Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Obat Anti Skizofrenia Pada Anak 10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 13
3.2 Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Skizofrenia merupakan penyakit yang melemahkan dan menghancurkan emosional


yang memiliki dampak jangka panjang pada kehidupan pasien.Banyak ahli menganggap
skizofrenia sebagai ekspresi psikopatologi yang paling berat, meliputi gangguan
pemikiran, persepsi, emosi, dan perilaku yang signifikan.Skizofrenia biasanya merupakan
disabilitas psikiatris seumur hidup.
Hubungan keluarga, fungsi sosial, dan pekerjaan sering terpengaruh, dan rawat
inap berkala sering terjadi (Koda-Kimble).Skizofrenia ditandai dengan penyimpangan
mengenai realitas, juga sering terlihat perilaku yang menarik diri dari interaksi social,
serta kekacauan dalam hal persepsi, pikiran, dan kognisi (Carson, dan Butcher dalam,
Wiramihardja, 2007). Skizofrenia biasanya berkembang pada masa remaja akhir atau
dewasa awal sekitar usia 20-25 tahunan. Pada masa tersebut usia onset skizofrenia mulai
berkembang ( Keith, Reiger, & Rae dalam Nevid, 2005). Menurut ( Sadock, 2007) pada
laki-laki lebih awal terkena skizofrenia daripada perempuan. Semakin muda seseorang
mengalami gangguan psikosis maka, prognosisnya semakin buruk.
Umumnya masyarakat memahami skizofrenia secara keliru dengan memberikan
label “gila” sehingga mengakibatkan penderitanya rentan mendapatkan stigma negative
(Widodo,2009).Manajemen skizofrenia melibatkan berbagai strategi untuk
mengoptimalkan kapasitas fungsional pasien, mengurangi frekuensi dan keparahan gejala
eksaserbasi, dan mengurangi morbiditas dan mortalitas secara keseluruhan dari gangguan
ini.Banyak pasien membutuhkan perawatan yang komprehensif dan berkelanjutan selama
hidup mereka (Koda-Kimble).
Pasien skizofrenia membutuhkan perhatian dari keluarganya, sehingga kehadiran
penderita cenderung dirasakan sebagai beban bagi keluarganya (Arif, 2006, h.
102).Terdapat dua beban yang dialami keluarga, yaitu beban objektif adalah stressor
eksternal yang nyata, seperti menyediakan keperluan setiap hari, menghadapi perselisihan
sehari-hari, stresor finansial, pekerjaan, dan kesibukan yang berlebihan.Sedangkan beban
subjektif biasanya tidak begitu jelas, bersifat individual, dan berhubungan dengan
perasaan, seperti malu, cemas, serta bersalah.

4
Beberapa masalah yang ditimbulkan pasien skizofrenia pada keluarga yang paling
sering muncul adalah ketidakmampuan untuk merawat diri, ketidakmampuan menangani
uang, social withdrawal, kebiasaan pribadi yang aneh, ancaman bunuh diri, gangguan
pada kehidupan keluarga seperti pekerjaan, sekolah, jadwal sosial, ketakutan atas
keselamatan baik pasien maupun anggota keluarga, serta blame and shame (Torrey dalam
Arif, 2006,h. 101).
Skizofrenia pada anak merupakan suatu gangguan psikiatrik berat yang
mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan anak. Adanya komorbiditas gangguan
kejiwaan yang lain juga dapat meningkatkan gejala-gejala skizofrenia pada anak.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana skizofrenia pada anak?
1.2.2 Bagaimana pengobatan Skizofrenia pada anak ?
1.2.3 Bagiamana monitoring dan evaluasi Skizofrenia pada anak ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui skizofrenia pada anak.
1.3.2 Mengetahui pola pengobatan Skizofrenia pada anak.
1.3.3 Mengetahui monitoring dan evaluasi Skizofrenia pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Skizofrenia Pada Anak
Skizofrenia merupakan gangguanperkembangan neurologis yang
ditandaiadanyadefisit kognitif, afek dan relasisosial.Gangguan ini ditandai denganadanya
gejala psikosis, seperti halusinasidan waham.Sedangkan, gangguankognisi atau gangguan
pengelolaaninformasi merupakan salah satu gejalayang dapat muncul namun kurang jelas.
(Sadock, 2007 &Frankenburg, 2013).
2.1.1 Epidemiologi
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik menetap yang mencakup
gangguan pada perilaku, emosi, dan persepsi(Jeffrey, Spencer, & Beverly, 2005).
Durand dan David (2007) menyatakan bahwa skizofrenia merupakan gangguan
psikotik yang merusak dan dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir
(delusi), persepsi (halusinasi), pembica-raan, emosi, dan perilaku.
2.1.2 Etiologi
Skizofrenia dapat terjadi pada masa anak dan remaja.Pada masa kecil
penyan-dang skizofrenia mengalami kekacauan parah yang melibatkan pikiran
dan perilaku sosial abnormal (Arif, 2006).Skizofrenia yang timbul di masa kecil,
dimulai antara umur sebelas tahun dan permulaan masa remaja. Data RSJD
Surakarta menyebutkan bahwa penyan-dang skizofrenia mulai pada usia 11-12
tahun yang masuk dalam tahap perkem-bangan remaja awal (Sheilla
Varadhila,2018).
Penyebab dari skizofrenia belum dapat dipastikan, namun beberapa teori
mengatakan skizofrenia pada anak disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan.
Selain itu juga diketahui bahwa adanya kelainan pada anatomi otak,
neurotransmiter, infeksi, dan trauma merupakan beberapa penyebab dari
skizofrenia. Kebanyakan anak-anak dengan skizofrenia memiliki gangguan
perilakudan kognisi sebelum onset gejala khaspsikosis. Sekitar sepertiga anak-
anakmenunjukkan gejala kurangnyaperhatian, hiperaktif, agresi,
ataukemarahan.Sebagian anak-anaksebelumnya telah didiagnosis denganautisme,
ADHD, dan gangguan kejiwaanyang lainnya. Pada salah satu studi,gejala psikosis
muncul rata-rata 2,5tahun setelah gejala awal, dan diagnosisskizofrenia
ditegakkan rata-rata 2 tahunsetelah onset psikosis (Sadock, 2007).

6
Skizofrenia terbentuk karena faktor genetik dan faktor keluarga yaitu
orang tua sebagai faktor psikososial yang berperan penting terhadap
perkembangan gangguan skizofrenia pada anak (Durand & David, 2007; Jeffrey,
Spencer, & Beverly, 2003; Kaplan & Sadock 2010). Gejala awal yang muncul
pada penyandang skizofrenia berupa perubahan perilaku, emosi, dan pikiran ke
arah negatif dan berlang-sung secara konstan dalam kurun waktu dua bulan
(Jeffrey, Spencer, & Beverly, 2003).
2.1.3 Prevalensi
Skizofrenia masa anak merupakansuatu gangguan psikiatrik berat
yangmempengaruhi hampir seluruh aspekkehidupan anak. Skizofrenia masa
anakmerupakan kasus yang jarang ditemukan,terutama pada anak di bawah usia
10tahun,namun jumlah kasus bertambahseiring dengan bertambahnya usiasampai
menjelang usia dewasa muda.Skizofrenia pada anak-anak ditandaidengan onset
gejala psikotik pada usia 12tahun (Sadock, 2007).
Skizofrenia tidak hanya dialami oleh orang dewasa namun juga anak-anak.
Data Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Tengah sampai bulan Desember tahun 2014
menunjukkan penyandang skizofrenia yang dirawat sebanyak 3.613 orang terdiri
dari rawat inap dan rawat jalan. Kasus skizofrenia merupakan kasus yang terba-
nyak dibandingkan kasus gangguan jiwa yang lain yaitu sebanyak 2.589 orang
(71,66%) dari total penyandang gangguan jiwa (Sheila Varadhila,2013).
Prevalensi skizofrenia pada anak-anakdilaporkan kurang dari 1 kasus
pada10.000 anak, sedangkan pada usia 13-18tahun, prevalensi skizofrenia
meningkat.Gejala-gejala skizofrenia yang munculpada onset anak-anak sama
denganremaja dan dewasa. Namun denganadanya komorbiditas gangguan
kejiwaan,termasuk gangguan pemusatan perhatiandan hiperaktivitas (Attention-
Deficit/Hyperactivity Disorder, ADHD),gangguan depresi, dan gangguan
cemasdapat meningkatkan fitur fenomenaskizofrenia tersebut (Sadock, 2007).
2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi skizofrenia dihubungkan dengan genetik dan lingkungan.
Faktor genetik dan lingkungan saling berhubungan dalam patofisiologi terjadinya
skizofrenia. Neurotransmiter yang berperan dalam patofisiologinya adalah DA,
5HT, glutamat, peptide, norepinefrine. Pada pasien skizofrenia terjadi
hiperaktifitas sistem dopaminergik hiperdopaminergia pada sistem mesolimbik,
berkaitan dengan gejala positif dan hipodopaminergia pada sisitem mesocrtis dan
nigostriatal yang bertanggung jawab terhadap genajala negatif dan gejala
ekstrapiramidal. Resptor dopamine yang terlibat adalah reseptor dopamine 2 (D2)
yang akan dijumpai peningkatan densitas reseptor D2 pada jaringan otak (Ikawati,
2009).
Peningkatan aktivitas sistem dopaminergik pada sistem mesolimbik yang
bertanggung jawab terhadap gejalan positif. Sedangkan peningkatan aktivitas
serotonergik pada sistem mesocortis yang bertanggung jawab terhadap gejalan
negatif (Ikawati, 2009).

2.2 Pengobatan dan Terapi Non Farmakologi Skizofrenia Pada Anak


Manajemen terapi pada pasien skizofrenia meliputi jenis terapi farmakologi dan
juga terapi nonfarmakologi.Terapi farmakologi merupakan sebuah terapi yang
menggunakan obat antipsikotik.Saat ini, obat antipsikotik merupakan terapi primer untuk
pasien skizofrenia.Golongan antipsikotik terdiri dari dua jenis, yaitu antipsikotik tipikal
dan antipsikotik atipikal.Umumnya antipsikotik tipikal potensi rendah (klorpromazin dan
tiondazin) lebih kecil kemungkinannya untuk menyebabkan gejala ekstrapiramidal
daripada antipsikotik tipikal potensi tinggi (trifluoperazin, flufenazin, haloperidol, dan
pimozid) (Cascade, 2010).
Munculnya efek samping tersebut menyebabkan peralihan pengobatan menjadi
menggunakan antipsikotik atipikal yang memiliki efek samping neurologis lebih ringan
daripada antipsikotik tipikal. Namun harus diperhatikan pula efek samping lain seperti
peningkatan berat badan (30–35%) dan masalah metabolik yang berhubungan dengan
meningkatnya resiko diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler (Cascade, 2010).
Obat antipsikotik kombinasi adalah kontributor utama bagi peresepan dosis tinggi,
terkait dengan efek samping yang meningkat dan terbatasnya kemampuan untuk
membentuk rejimen perawatan yang optimum bagi pasien.Efek samping adalah salah satu
hal yang dapat menghambat pengobatan pada pasien skizofrenia sehingga hal ini
menghambat kesembuhan pasien. Kesembuhan pasien dapat mempengaruhi lama rawat
inap pasien karena kesembuhan dipengaruhi oleh risiko munculnya efek samping obat dan
risiko kekambuhan (Barnes,1999).
Fase pengobatan pada skizofrenia terdiri atas fase akut, fase stabilisasi, dan fase
pemeliharaan. Pada fase akut akan dijumpai gambaran psikotik yang jelas (waham,

8
halusinasi, gangguan berpikir, dan lain-lain). Fase stabilisasi dan pemeliharaan dilakukan
untuk meningkatkan proses pemulihan dan memastikan bahwa kontrol gejala terus
berlanjut (Barnes,1999).
2.2.1 Terapi Non Farmakologi
Intervensi yang tepat dapatmencegah gejala psikosis akut
menjadikronis.Pasien dirawat di rumah sakitdengan indikasi tujuan
diagnositk,menstabilkan medikasi, keamanan pasienkarena gagasan ingin bunuh
diri ataumembunuh, serta perilaku yang sangatkacau termasuk
ketidakmampuanmemenuhi kebutuhan dasar (Oei, Merete, 2010).
Terapi pada skizofrenia menggunakan kombinasi antara farmakoterapi dan
psikoterapi.Salah satu psikoterapi yang diterapkan untuk keluarga penyandang
skizofrenia adalah Terapi Spiritual. Hasil penelitian Yusuf, Putra, Suhartono, &
Probowati (2012) menunjukkan bahwa terapi spiritual dapat meningkatkan coping
keluarga dalam merawat penyandang gangguan jiwa, namun aspek yang menga-
lami peningkatan adalah integritas keluar-ga, kerja sama, memandang situasi
dengan positif dan situasi medis, komunikasi dengan orang lain, serta konsultasi
dengan petugas kesehatan. Sementara aspek pemeliharaan dukungan sosial, harga
diri, dan stabilitas psikologis tidak mengalami perubahan.Oleh karena itu, terapi
spiritual dipandang kurang efektif bila digunakan untuk meningkatkan dukungan
sosial orang tua dalam merawat gangguan jiwa.
2.2.2 Terapi Farmakologi
Terapi medikamentosa yang dapatdiberikan pada anak dengan
skizofreniaadalah obat antipsikosis atipikal sebagailini pertama.Akan tetapi pada
kasus,didapatkan pasien mendapatkan terapiberupa obat anti psikosis tipikal
berupahaloperidol.Haloperidol adalah antipsikosisdari kelompok
butirofenondengan potensi tinggi.Suatu penelitian(1992) yang membandingkan
efektivitashaloperidol dibandingkan denganplasebo pada 16 anak yang
didiagnosisskizofrenia onset sangat dini padarentang umur 5-11
tahun.Haloperidoldilaporkan menurunkan gejala negativedan positif secara
signifikan dibandingkanplacebo (Oei, Merete, 2010).
Haloperidol sering memberikan efeksamping ekstra- piramidal.Oleh
sebabitu, trihexyphenidil diberikan sebagaipencegahan.Diazepam dapat
dikombinasikandengan obat anti psikosis pada faseakut.Hal ini bertujuan
untukmemperoleh efek sedasi pada pasienanak skizofrenia dengan gaduh gelisah
(Oei, Merete, 2010).
Ditinjau dari jenis antipsikotikyang digunakan pada penderita
Skizofreniayang paling banyak digunakan pada terapitunggal adalah
Risperidon.Risperidon merupakanderivat dari benzisoksazol yangdiindikasikan
untuk terapi skizofrenia baikuntuk gejala negatif maupun positif.Untukefek
sampingekstrapiramidal umumnyalebih ringan dibandingkan denganantipsikosis
tipikal (FKUI, 2007).
Klorpromazinmerupakan golongan potensi tinggi untukmengatasi sindrom
psikosis dengan gejaladominan apatis, hipoaktif, waham
danhalusinasi.Klorpromazin menimbulkanefek sedasi yang disertai acuh tak
acuhterhadap rangsang dari lingkungan.Timbulnya sedasi amat tergantung
daristatus emosional pasien sebelum minumobat (Yulia Maria,2013).

2.3 Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Obat Anti Skizofrenia Pada Anak
Pengobatan dengan obat antipsikotikdiindikasikan untuk hampir semua episode
psikosis akutpada pasien dengan skizofenia. Penggolonganantipsikotik ada dua, yaitu :
antipsikotik tipikal danantipsikotik atipikal [generasi kedua]. Perbedaan ke duagolongan
tersebut pada pengaruh efek samping yangtimbul.Ketepatan pengunaan antipsikotik
sangat pentinguntuk mempertahankan terapi pengobatan dan dapatmempengaruhi
kesediaan pasien untuk menerima danmelanjutkan pengobatan farmakologis
(Lehman,Anthony F, et al., 2010).
Penggunaan obat yang tidak rasional seperti tidak tepat indikasi, tidak tepat dosis,
tidak tepat obat, dan tidak tepat pasien sering kali dijumpai dalam praktek sehari-hari, baik
di pusat kesehatan primer [puskesmas], rumah sakit, maupun praktek swasta.
Ketidaktepatan indikasi, pemilihanobat, pasien dan dosis dapat menjadipenyebab
kegagalan terapi pengobatan skizofrenia(Rusdi, Numlil K., dkk., 2015).
Evaluasi penggunaan anti psikotik meliputi :
1. Tepat obat adalah pemilihan obat yang utama dansesuai untuk pasien. Salah satu cara
mengidentifikasitepat obat antipsikotik dengan cara mengetahui adanyainteraksi obat
atau potensi interaksi obat yang terjadi(Kuntarti, 2005).
Hasil evaluasi penggunaan antipsikotik kategoritepat obat yaitu sebanyak 45 orang
[77,6%]. Ketidaktepatan penggunaan obat berdasarkan potensi interaksiobat yang

10
digunakan terdapat pada 13 pasien [22,4%]dan sebanyak 14 kasus potensi interaksi
obat.Ketidaktepatan obat adalah salah satu yang palingberpotensi dalam kegagalan
terapi serta timbulnya efekyang tidak diinginkan (Fadilla, 2016).
2. Tepat pasien adalah ketepatan penggunaan obatdisesuaikan dengan kondisi pasien
ditinjau ada tidaknyakontraindikasi obat dengan kondisi pasien. Jika salahsatu obat
yang digunakan pasien terdapat kontraindikasi,maka dikatakan tidak memenuhi
kriteria tepat pasien(Kuntarti, 2005).
Kontraindikasi yang ditemukan yaitu antaraobat trihexyphenidyl dan diazepam dengan
pasienberpenyakit penyerta diabetes melitus. Penggunaantrihexyphenidyl dan
diazepam pada pasien diabetesmelitus menimbulkan kondisi retensi urin dan
overflowincontinence (Fadilla,2016).
3. Keberhasilan terapi ditentukan oleh ketepatanpemberian dosis. Pemberian dosis yang
berlebihan,khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yangsempit, akan selalu
beresiko timbulnya efek samping.Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan
menjamintercapainya kadar terapi yang diharapkan (Kuntarti,2005). Hasil evaluasi,
didapatkanpenggunaan antipsikosis yang tepat dosis pada sebanyak43 pasien [74,1%].
Ketidaktepatan dosis terjadi pada 15pasien [25,9%] yaitu dengan kondisi dosis kurang
daridosis lazim, walaupun pasien tidak dalam kondisi yangmemerlukan penyesuaian
dosis. Dosis kurang darirentang terapi yang telah ditetapkan menyebabkan terapiobat
kurang optimal karena kadar obat berada dibawahkadar minimum obat untuk dapat
menimbulkan efekterapi (Fadilla, 2016).
4. Tepat frekuensi adalah aturan pemakaian yangtelah ditentukan perharinya. Semakin
besar frekuensiyang diberikan, semakin besar kemungkinanketidakpatuhan pasien
dalam mengkonsumsi obat (Kuntarti, 2005). Data ketidaktepatan frekuensi diatas
berjumlah25 kasus dari 18 pasien skizofrenia. Ketidaktepatanfrekuensi paling banyak
yaitu pada penggunaanantipsikotik clozapine sebanyak 6 kasus [frekuensikurang dan
dosis kurang]. Dosis clozapine yangdigunakan adalah 100mg dengan frekuensi sehari
satukali setengah tablet sedangkan dosis lazimnya adalah150 – 600 mg 1-2 kali sehari
1 tablet.
Hal tersebutdengan melihat tidak terdapatnya kondisi pasien yangbutuh penyesuaian
dosis dan frekuensi.Ketidaktepatanfrekuensi penggunaan obat dapat menjadi salah
satupenyebab tidak efektifnya terapi antipsikotik pasienskizofrenia (Fadilla, 2014).
Aksi cepat antipsikotik injeksi umumnya digunakan pada pasien yang mengalami
riwayat agitasi, dan dibutuhkan efek antipsikotik yang cepat. Haloperidol digunakan lebih
banyak daripada Chlorpamazine, karena memeiliki efek menurunkan bloker adreenergik,
sehingga penurunan tekanan darah secara cepat dapat dihindari ( Natari et al, 2012 ).
Kombinasi antipsikotik tidak direkomendasikan pada pasien yang belum pernah
mengalami atau melakukan pengobatan antipsikotik (Moore et al, 2007 ; Corell et al,
2009). Moore et al, merekomendasikan terapi dengan enam tahapan terapi dan kombinasi
lanjutan apabila pengguanan antipsikotik yang lain sudah tidak lagi memiliki efek yang
optimal (Moore et al, 2007).
Clozapine tidak direkomendasikan untuk terapi awal, kecuali untuk kejadian yang
memiliki kecenderunagn ingin bunuh diri yang kuat, penyalahgunaan obat dan riwayat
kekerasan (Natari et al, 2012).
Pemberian triheksifenidil sebagai pencegahan, menurut para ahli adalah dengan
tujuan untuk mencegah efek samping yang ditimbulkan obat-obat antipsikotik
konvensional seperti gejala Parkinson, hipersalivasi serta kekakuan otot-otot alat gerak
yang biasa di sebut sindrom ekstra piramidal. Adanya sindromekstra piramidal inilah yang
bisa menyebabkanketidakpatuhan pasien minum obat, dan nantinyaberakibat pada
munculnya kekambuhan (Brati etal,2007).

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Skizofrenia merupakan gangguanperkembangan neurologis yang ditandaiadanyadefisit
kognitif, afek dan relasisosial. Gangguan ini ditandai denganadanya gejala psikosis,
seperti halusinasidan waham.
2. Manajemen terapi pada pasien skizofrenia meliputi jenis terapi farmakologi dan juga
terapi nonfarmakologi. Terapi non farmakologi meliputi pendekatan keluarga terhadap
pasien, dan terapi farmakologi meliputi penggunaan antipsikotik.
3. Monitoring dan evaluasi obat meliputi tepat obat, tepat pasien, keberhasilan terapi ,
tepat frekuensi. Sedangkan monitoring meliputi efek samping obat dalam penggunaan
secara kombinasi maupun tunggal.

3.2 Saran
1. Untuk Penulis
Hasiltelaah jurnal begitu maksimal, untuk itu perlu dilakukan latihan yang lebih lanjut
2. Untuk Pembaca
Kritik dan sarna yang membangun untuk mencapai kesempurnaan dalam penulisan
makalah ini sangat dibuthkan.
3. Untuk Keluarga Pasien
Dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pengetahuan bahwa pasien
dengan Skizofrenia layak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan
diperlakukan secara manusiawi.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, S., Skizofrenia Memahami Dinamika Pasien. Bandung: PT Refika Aditam 2006.

Barnes dan Marcus. (1999). Healing Garden: Therapeutic Benefits and Design
Recommendation. Diakses 12 Mei 2015 dari: http://www.amazon.com.
Bratti, I.M., Kane, J.M., Marder, S.R. (2007). Chronic Restlessness WithAntipsychotics.
AmPsychiatry.164, 1648-1654.
Cascade E, Kalali AH, Mehra S, Meyer JM. Real-world data on atypical antipsychotic
medication side effects.Psychiatry (Edgmont). 2010;7(7):9–12.
Correll CU, Rummel-Kluge C, Corves C, Kane JM,Leucht S, 2009, Antipsychotic
Combinations vsMonotherapy in Schizophrenia: Meta Analysis ofRandomized
Controlled Trials, SchizophreniaBulletin 35: 443 – 457.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta: Bagian Farmakologi FK UI.
Duran, V.M, Barlow, David.H. 2007. Essentials Of Abnormal Psycology. Yogyakarta :
Pustaka Belajar.
Fadilla, A. R. R. M. Puspitasari. Evaluasi Ketepatan PenggunaanAntipsikotikPada Pasien
Skizofrenia Rawat Inap. Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Institut Sains dan
Teknologi Nasional. ISSN : 2086 – 7816, Sainstech Farma Vol.9 No.1 201.
Ikawati, Zullies. 2009. Skizoprenia. Diunduh dari http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-
content/uploads/schizophrenia.pdf.diakses pada 1 Maret 2010.

Jeffry S. N, Spencer A. R, Beverly G. 2005. Psikologi Abnormal.Edisi ke-5 Jilid 2.Erlangga


.Jakarta.
Keith, S. J., Regier, D. A., & Rae, D. S.(1991). Schizophrenic disorders. Dalam Nevid, Jeffrey
S, dkk. 2005. Psikologi Abnormal edisi kelimaJilid 1. Jakarta: Erlangga.

Koda-Kimble, Mary Anne, et al. 2009.Applied Therapeutics :The Clinical Use ofDrugs 9th
edition. USA: Lippincot William and Wilkins.

Kuntarti, 2005 Tingkat penerapan prinsip enam tepatdalam pemberian obat.Jurnal


keperawatanIndonesia.9[1].Hal 19- 25.
Lehman A.F., Lieberman J.A., Dixon L.B., et al. 2004.Practice Guideline forThe Treatment
of Patients withSchizophrenia. (2nd ed.). Arlington: American Psychiatric Association.

Moore TA, Buchanan RW, Buckley PF, Chiles JA,Conley RR, Crismon ML, Essock SM,
Finnerty M,Marder SR, Miller DD, McEvoy JP, Robinson DG,Schooler NR, Shon SP,
14
Stroup TS, Miller AL, 2007,The TexasMedication Algorithm ProjectAntipsychotic
Algorithm for Schizophrenia: 2006update, Journal of ClinicalPsychiatry 68: 1752 –1762.
Natari, R. 2012. Evaluasi PenggunaanAntipsikotik pada PasienSkizofrenia Episode
PertamadiRSJD Provinsi Jambi.Bandung :ITB
Oei, Merete;Sundet, Kjetil; Rund,Bjørn Rishovd. NeurocognitiveDecline in Early-Onset
SchizophreniaCompared With ADHD and NormalControls: Evidence From a13-
YearFollow-up Study. SchizophreniaBulletin vol. 36 no. 3 2010:557–565.
Peristianto, Sheilla Varadhila & Sri Lestari.Peningkatan Dukungan Sosial Orang Tua dengan
Anak Skizofrenia melalui Solution Focused Therapy.Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.Jurnal Psikologi ISSN 0215-8884 (Print) Volume 45, Nomor
1,2018: 15 – 26 ISSN 2460-867X (Online).
Rusdi, Numlil K., dkk., 2015. Drug related problems antipsikotik pada pasien skizofrenia
paranoid akut di RS Jiwa X Jakarta. Farmasains.Vol 2.Hal 275-280.
Sadock BJ, et al., 2007. Synopsis of psychiatry-Behavioral sciences/ Clinical Psychiatry 10
thedition, LippincottWilliam & wilknis. USA.Hal 467- 497.
Sheilla V, 2013. Gambaran Perilaku Pengasuhan Orang Tua Pada Anak Yang Memiliki
Riwayat Gangguan Skizofreni skripsi.Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B, Suyatna FD (2012).
Farmakologi dan Terapi.Edisi ke 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, pp: 382.
Widodo R, 2009. Pemberian Makanan, Suplemen, dan Obat Pada Anak. Jakarta:
EGC.

Wiramihardja, Sutardjo A, 2007. Pengantar PsikologiAbnormal. Edisi Revisi. PT Refika


AditamaBandung.

Yulia Maria Jarut, Fatimawali, Weny I. Wiyono. Tinjauan Penggunaan Antipsikotik Pada
PengobatanSkizofrenia Di Rumah Sakit Prof. Dr. V. L.Ratumbuysang Manado Periode
Januari 2013-Maret 2013.Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi – Unsrat Vol. 2 No. 03
Agustus 2013 Issn 2302 – 2493.
Yusuf, Putra, Suhartono, & Probowati.PENINGKATAN COPING KELUARGA DALAM
MERAWAT PASIEN GANGGUAN JIWA MELALUI TERAPI SPIRITUAL DIRECTION,
OBEDIENCE, DAN ACCEPTANCE (DOA) (The Improvement of Family Coping in
Taking Care of Patient Mental Disorder with Spiritual Therapy; Direction, Obedience
and Acceptance (DOA).Media Jurnal Ners Volume : 7 - No. 2 Terbit : 10-2012

Anda mungkin juga menyukai