Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

DISFUNGSI KOGNITIF PADA SKIZOFRENIA

Oleh:
Zaneta Fajar
112018019

Pembimbing:
Dr.Meiliana Lindawaty,Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN JAKARTA
PERIODE 19 OKTOBER – 22 NOVEMBER 2020
BABI I

Pendahuluan

Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan kesehatan di seluruh dunia
adalah skizofrenia. Para pakar kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan indsutrial
suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya, yang pada gilirannya
menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak mampu mengatasinya. Salah satu penyakit itu
adalah gangguan jiwa skizofrenia.1

Gangguan jiwa merupakan gangguan pada pikiran, perasaan, atau perilaku yang
mengakibatkan penderitaan dan terganggunya fungsi sehari-hari. Skizofrenia adalah sekelompok
gangguan psikotik dengan distorsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa
dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh,
gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan
autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak
terganggu.1

Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1% penduduk di


dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia
remaja akhir atau dewasa muda. Onset pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada
perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan
dengan perempuan. Onset setelah umur 40 tahun jarang terjadi.1
BAB II

Tinjauan Pustaka

Definisi

Skizofrenia adalah suatu sindroma klinis dari variabel psikopatologi yang melibatkan
fungsi kognitif, emosi, persepsi dan aspek-aspek lain dari perilaku yang manifestasinya
bervariasi.2

Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang diakibatkan oleh abnormalitas pada salah
satu atau lebih dari lima domain, yaitu delusi, halusinasi, disorganisasi dalam pikiran dan
percakapan, disorganisasi atau abnormalitas perilaku (termasuk katatonik) dan adalnya gejala-
gejala negative.3

Menurut PPDGJ III, gangguan skizofrenia merupakan sindrom dengan variasi penyebab
dan perjalananan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya, ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau
tumpul. Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.4

Epidemiologi

Dari hasil penelitian besar di Amerika Serikat, Eropa dan Australia, tentang prevalensi
gangguan jiwa didapatkan penurunan dari prevalensi skizofrenia pada 1 dekade terakhir. Pada
negara maju, prevalensi gangguan ini lebih besar di pusat kota yang padat daripada di pedesaan.
Hal ini dapat dikarenakan individu dengan gejala skizofrenia mempunyai ketidakmampuan
bersosialisasi, sehingga jatuh ke arah kelompok sosial miskin di daerah perkotaan yang kumuh.
Penemuan terbaru berpendapat bahwa individu yang lahir dan dibesarkan di kota mempunyai
risiko yang lebih besar untuk menderita skizofrenia. Prevalensi penderita skizofrenia pada pria
dan wanita hampir seimbang, hanya saja onset pada pria lebih muda bila dibandingkan wanita.
Hal ini mungkin disebabkan karena pada wanita adanya hormon estrogen sebagai faktor proteksi.
Onset pada pria adalah 10-25 tahun, sedangkan pada wanita 25-35 tahun. 2

Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 di Indonesia, ditemukan bahwa prevalensi psikosis


tertinggi berada di Daerah Istimewa Jogjakarta dan Aceh, yaitu sebesar 2,7% pada masing-
masing daerah, sedangkan prevalensi psikosis terendah di Kalimantan Barat, yaitu sebesar 0,7%.
Adapun prevalensi gangguan jiwa berat nasional adalah sebesar 1,7 per mil. 5

Etiologi dan Faktor Risiko

Etiologi dari skizofrenia belum diketahui dengan pasti, tetapi disimpulkan bahwa
skizofrenia merupakan gangguan multifaktorial. Dengan berkembangnya waktu, maka etiologi
skizofrenia terdiri dari berbagai macam penyebab yaitu aspek biologi (sistem neurotransmitter,
anatomi dan histologi otak), psikososial dan psikoanalisis dan lain sebagainya (Saddock BJ,
Saddock BJ dan Kaplan HI 2007). Beberapa faktor lain dapat menjadi faktor risiko terjadinya
skizofrenia seperti lingkungan (misalnya musim waktu kelahiran), genetik. Faktor genetik
mempunyai kontribusi yang kuat dalam risiko terjadinya skizofrenia, meskipun banyak juga
gangguan psikotik yang terjadi tanpa adanya riwayat keluarga. Komplikasi kehamilan dan
persalinan dengan hipoksia dan peningkatan usia ayah juga berhubungan dengan peningkatan
risiko skizofrenia. Gangguan pada masa prenatal dan perinatal, termasuk stres, infeksi,
malnutrisi, diabetes maternal dan kondisi medis umum lain dapat berperan dalam terjadinya
skizofrenia. 3

Gejala Klinis Skizofrenia

Gejala Skizofrenia secara umum dibagi menjadi tiga kategori, yaitu gejala positif, gejala
negatif dan gejala kognitif.6

1. Gejala positif

Gejala positif didefinisikan sebagai gejala yang timbul akibat adanya fungsi yang
berlebihan dari fungsi normal otak. Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita
Skizofrenia adalah sebagai berikut 2,6
a. Delusi atau waham.
b. Halusinasi.
c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya.
d. Gaduh gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan
gembira berlebihan.
e. Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya.
f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan–akan ada ancaman terhadap dirinya.
g. Menyimpan rasa permusuhan.

2. Gejala negatif
Secara umum gejala negatif digambarkan sebagai gejala yang timbul akibat berkurangnya
aktifitas yang dilakukan oleh penderita dibandingkan sebelum sakit. Aspek sindrom negatif
seperti apatis, anergia, avolition, afek datar, dan anhedonia tidak spesifik untuk Skizofrenia.
National Institutes of Mental Health (NIMH) mengusulkan 5 kategori umum dari gejala negatif
yang meliputi : 2,6
a. Avolition adalah ketidakmampuan untuk mengawali dan mempertahankan aktifitas
yang bertujuan. Avolition secara khusus dihubungkan dengan defisit dalam perawatan
diri dan higienis , secara serius mengganggu proses pendidikan dan pekerjaan.
b. Anhedonia adalah hilangnya kemampuan untuk menemukan kesenangan dari suatu
aktifitas atau hubungan.
c. Afek tumpul adalah ketidakmampuan untuk mengerti atau mengenali ekspresi emosi
orang lain dan ketidakmampuan untuk mengekspresikan emosi.
d. Penarikan diri secara sosial (social withdrawal) adalah ketidakpedulian untuk
menjalin hubungan sosial dan keinginan yang menurun untuk bersosialisasi.
e. Alogia adalah berkurangnya komunikasi verbal dan ditemukan pada lebih dari 25%
pada penderita skizofrenia.

Gejala negatif yang terjadi pada penderita skizofrenia harus dievaluasi, apakah
merupakan suatu proses primer dan idiopatik atau merupakan faktor sekunder dari proses
gangguan, misanya karena efek samping pengobatan, depresi dan kecemasan yang ada. 7

Teori Neurokimiawi dari Skizofrenia


Dalam 4 dekade terakhir, hipotesis teori dopamin (DA) merupakan teori neurokimiawi
yang berperan dalam skizofrenia. Pada skizofrenia terjadi disfungsi dopaminergik terutama pada
area mesolimbik, yang menyebabkan luasnya gejala dan hendaya fungsi kognitif pada penderita
skizofrenia. Selain itu, terdapat pula teori glutamatergik di mana adanya penurunan glutamat
(GLU) dapat mengakibatkan timbulnya abnormalitas fungsi otak yang berhubungan dengan
terjadinya skizofrenia. Akan tetapi, penurunan neurotransmiter glutamat ini juga diinduksi oleh
disfungsi dari dopamine. 6

Model teori DA mengakibatkan terjadinya gejala positif dan terjadinya disfungsi pada
korteks prefrontal, sedangkan pada model teori GLU mengakibatkan lebih banyaknya gejala
negatif dan hendaya pada fungsi neurofisiologi. 6

Kriteria Diagnosis

Diagnosa dari skizofrenia dibuat berdasarkan anamnesa (autoanamnesa dan


heteroanamnesa) dan pemeriksaan status mental. Belum ditemukan adanya tes laboratorium yang
spesifik untuk skizofrenia.2 Terdapat 2 rujukan kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia, yaitu
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III dan Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder fifth edition (DSM-5).

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.


Berdasarkan PPDGJ, diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria
berikut :2,4

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala-gejala tersebut kurang jelas) :

a. Though echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepala (tidak
keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda;
atau
 Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal);dan
 Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar, sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya

b. Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh sesuatu kekuatan


tertentu dari luar; atau

 Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan


tertentu dari luar; atau
 Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar. (tentang ”dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus);
 Delusional perception : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat
khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mujizat.

c. Halusinasi auditorik

 suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku penderita
 mendiskusikan perihal penderita di antara mereka sendiri (di antara berbagai suara
yang berbicara)
 jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua dari gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas :

e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme;
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
g. Gejala-gejala negatif, seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional
yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari
pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal
tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal). Harus ada suatu
perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa
aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder fifth edition (DSM-5). 8

Berdasarkan DSM-5 (2013), diagnosis skizofrenia dapat ditegakkan apabila memenuhi kriteria
berikut :

A. Dua atau lebih dari gejala-gejala berikut yang signifikan dan berlangsung selama 1
bulan (atau kurang jika sudah berhasil diobati). Paling sedikit harus ada salah satu (1),
(2), atau (3) :

1. Waham
2. Halusinasi
3. Pembicaraan yang tidak terorganisasi (misalnya asosiasi longgar atau inkoherensi)
4. Perilaku yang sangat tidak teratur atau perilaku katatonik
5. Gejala-gejala negatif (misalnya berkurangnya ekspresi emosional atau penurunan
kemauan yang dapat berupa penarikan diri secara sosial.

B. Sejak dimulainya onset gangguan, fungsi satu atau lebih dari bidang utama, yaitu
pekerjaan, hubungan interpersonal atau perawatan diri, yang secara bermakna
mengalami kemunduran (atau jika onset pada masa kanak-kanak atau remaja, terdapat
kegagalan mencapai fungsi optimal di bidang hubungan interpersonal, pendidikan dan
pekerjaan).
C. Gejala berlangsung paling sedikit selama 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus
mencakup 1 bulan (atau kurang jika berhasil diobati) dari gejala yang memenuhi
kriteria A (gejala-gejala pada fase aktif) dan dapat mencakup gejala-gejala pada
periode prodromal atau residual. Selama periode prodromal atau residual mungkin
ditandai oleh gejala-gejala negatif atau oleh dua atau lebih gejala pada kriteria A
dalam bentuk yang lebih ringan (misalnya keyakinan yang aneh, pengalaman yang
tidak lazim).
D. Gangguan skizoafektif dan gangguan depresi atau bipolar dengan gambaran psikotik
harus dapat disingkirkan karena

1. tidak ada episode depresi berat atau manik yang terjadi selama fase aktif

2. jika episode gangguan mood terjadi selama fase aktif, gejala- gejala tersebut
berlangsung ringan selama fase aktif, prodromal dan residual.

E. Gejala-gejala yang terjadi bukan akibat yang ditimbulkan oleh suatu zat (misalnya
oleh karena pengobatan atau penyalahgunaan zat) atau kondisi medis umum lainnya.
F. Jika terdapat riwayat gangguan autisme atau gangguan komunikasi dengan onset
masa kanak-kanak, tambahan diagnosis skizofrenia hanya dibuat jika terdapat waham
dan halusinasi yang dominan disamping gejala-gejala skizofrenia lainnya, dan
berlangsung paling sedikit 1 bulan (atau kurang jika berhasil diobati).

Jenis Skizofrenia
Berdasarkan gejala klinis yang dominan, skizofrenia dapat dibedakan menjadi 5 subtipe,
yaitu subtipe paranoid, hebefrenik, katatonik, tak terinci dan residual. 8,9

Skizofrenia paranoid

Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya penyakit.
Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukkan gejala-gejala
skizofrenia simplex, atau gejala-gejala hebefrenik dan katatonik bercampuran. Skizofrenia
paranoid memiliki perkembangan gejala yang konstan. Gejala-gejala yang mencolok adalah
waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Pemeriksaan secara
lebih teliti juga didapatkan gangguan proses pikir, gangguan afek, dan emosi.10
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin
subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat
digolongkan skizoid, mudah tersinggung, suka menyendiri dan kurang percaya pada orang
lain.Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia paranoid dapat didiganosis apabila terdapat butir-
butir berikut : 2,10
 Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
 Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
 Suara-suara halusinasi satu atau lebih yang saling berkomentar
tentang diri pasien, yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit,
mendengung, atau bunyi tawa.
 Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol.
 Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.
o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejalakatatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.

Pasien skizofrenik paranoid memiliki karakteristik berupa preokupasi satu atau lebih
delusi atau sering berhalusinasi. Biasanya gejala pertama kali muncul pada usia lebih tua
daripada pasien skizofrenik hebefrenik atau katatonik. Kekuatan ego pada pasien skizofrenia
paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan hebefrenik. Pasien skizofrenik paranoid
menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional, dan
perilakunya dibandingkan tipe skizofrenik lain.10

Pasien skizofrenik paranoid biasanya bersikap tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak
ramah.Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif.Pasien skizofrenik paranoid kadang-
kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi sosial.Kecerdasan
mereka tidak terpengaruhi oleh gangguan psikosis mereka dan cenderung tetap intak.10

Skizofrenia Hebefrenik

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau
antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan
dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia heberfenik. Waham
dan halusinasi banyak sekali.10
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia hebefrenik dapat didiganosis apabila terdapat
butir-butir berikut Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia.10
 Diagnosis hebefrenik biasanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset
biasanya mulai 15-25 tahun).
 Untuk diagnosis hebefrenik yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas
berikut ini memang benar bertahan :10
o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir
(self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa
menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks),
keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases);
o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren.
o Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak
lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

Skizofrenia Katatonik

Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului
oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik atau stupor katatonik. Stupor
katatonik yaitu penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya.
Gejala paling penting adalah gejala psikomotor seperti:10
1. Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup
2. Muka tanpa mimik, seperti topeng
3. Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari,
bahkan kadang sampai beberapa bulan.
4. Bila diganti posisinya penderita menentang : negativisme
5. Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga berkumpul dalam mulut dan meleleh
keluar, air seni dan feses ditahan
6. Terdapat grimas dan katalepsi
Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai
berbicara dan bergerak. Gaduh gelisah katatonik adalah terdapat hiperaktivitas motorik, tetapi
tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi rangsangan dari luar.10
Penderita terus berbicara atau bergerak saja, menunjukan stereotipi, manerisme, grimas
dan neologisme, tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin terjadi dehidrasi
atau kolaps dan kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih bila terdapat
juga penyakit lain seperti jantung, paru, dan sebagainya).10
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila terdapat
butir-butir berikut :2
 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
 Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
o Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
o Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
o Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
o Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
o Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
o Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
o Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
o Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
o Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.
Pasien dengan skizofrenia katatonik biasanya bermanifestasi salah satu dari dua bentuk
skizofrenia katatonik, yaitu stupor katatonik dan excited katatatonik. Pada katatonik stupor,
pasien akan terlihat diam dalam postur tertentu (postur berdoa, membentuk bola), tidak
melakukan gerakan spontan, hampir tidak bereaksi sama sekali dengan lingkungan sekitar
bahkan pada saat defekasi maupun buang air kecil, air liur biasanya mengalir dari ujung mulut
pasien karena tidak ada gerakan mulut, bila diberi makan melalui mulut akan tetap berada di
rongga mulut karena tidak adanya gerakan mengunyah, pasien tidak berbicara berhari-hari, bila
anggota badan pasien dicoba digerakkan pasien seperti lilin mengikuti posisi yang dibentuk,
kemudian secara perlahan kembali lagi ke posisi awal. Bisa juga didapati pasien menyendiri di
sudut ruangan dalam posisi berdoa dan berguman sangat halus berulang-ulang.

Pasien dengan excited katatonik, melakukan gerakan yang tanpa tujuan, stereotipik
dengan impulsivitas yang ekstrim. Pasien berteriak, meraung, membenturkan sisi badannya
berulang ulang, melompat, mondar mandir maju mundur.Pasien dapat menyerang orang
disekitarnya secara tiba-tiba tanpa alasan lalu kembali ke sudut ruangan, pasien biasanya
meneriakka kata atau frase yang aneh berulang-ulang dengan suara yang keras, meraung, atau
berceramah seperti pemuka agama atau pejabat.Pasien hampir tidak pernah berinteraksi dengan
lingkungan sekitar, biasanya asik sendiri dengan kegiatannya di sudut ruangan, atau di kolong
tempat tidurnya.

Walaupun pasien skizofrenia katatonik hanya memunculkan salah satu dari kedua diatas,
pada kebanyakan kasus gejala tersebut bisa bergantian pada pasien yang dalam waktu dan
frekuensi yang tidak dapat diprediksi.Seorang pasien dengan stupor katatonik dapat secara tiba-
tiba berteriak, meloncat dari tempat tidurnya, lalu membantingkan badannya ke dinding, dan
akhirnya dalam waktu kurang dari satu jam kemudian kembali lagi ke posisi stupornya.

Selama stupor atau excited katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang
ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis
mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.

Skizofrenia Simplex

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex adalah
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sulit
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan
sekali. Permulaan gejala mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau
mulai menarik diri dari pergaulan.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila terdapat butir-
butir berikut :10
 Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
o Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dandisertai
dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi
sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan
hidup, dan penarikan diri secara sosial.
o Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada
jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir
biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat.Jenis ini timbulnya
perlahan-lahan sekali.Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan
keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam
pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang
menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

Skizofrenia residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode
psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke arah gejala negatif yang lebuh menonjol.
Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpula afek, pasif
dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta
buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :3,10
 Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
 Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
 Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal)
dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
 Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis
atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk
memenuhi tipe lain skizofrenia.Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik,
pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe
residual.Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak
disertai afek yang kuat.

Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated).

Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe.PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria
diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:2

 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

Depresi Pasca-Skizofrenia

Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :2

 Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum


skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
 Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya); dan
 Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk
episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
 Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

Penatalaksanaan

Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang lama menimbulkan
kemungkinan lebih besar penderita menuju ke kemunduran mental.

1. Farmakoterapi

Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah untuk mengendalikan gejala
aktif dan mencegah kekambuhan. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama: antagonis
reseptor dopamin, dan antagonis serotonin-dopamin.

a. Antagonis Reseptor Dopamin

Antagonis reseptor dopamin efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap


gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya presentase kecil
pasien yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara bermakna.
Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping yang mengganggu dan
serius. Efek yang paling sering mengganggu aalah akatisia adan gejala lir-parkinsonian berupa
rigiditas dan tremor. Efek potensial serius mencakup diskinesia tarda dan sindrom neuroleptik
maligna.

2. Antagonis Serotonin-Dopamin

SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal ayng minimal atau tidak ada, berinteraksi
dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda di banding antipsikotik standar, dan
mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamat. Obat ini juga menghasilkan efek
samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani
gejala negatif skizofrenia. Obat yang juga disebut sebagai obat antipsikotik atipikal ini
tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibanding agen
antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini setidaknya sama efektifnya
dengan haloperidol untuk gejala positif skizofrenia, secara unik efektif untuk gejala negatif, dan
lebih sedikit, bila ada, menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa SDA yang telah disetujui
di antaranya adalah klozapin, risperidon, olanzapin, sertindol, kuetiapin, dan ziprasidon. Obat-
obat ini tampaknya akan menggantikan antagonis reseptor dopamin, sebagai obat lini pertama
untuk penanganan skizofrenia.

Pada kasus sukar disembuhkan, klozapin digunakan sebagai agen antipsikotik, pada
subtipe manik, kombinasi untuk menstabilkan mood ditambah penggunaan antipsikotik. Pada
banyak pengobatan, kombinasi ini digunakan mengobati keadaan skizofrenia.1,11,12

Kategori obat: Antipsikotik – memperbaiki psikosis dan kelakuan agresif.12

Nama Obat

Haloperidol Untuk manajemen psikosis. Juga untuk saraf motor dan suara pada anak
(Haldol) dan orang dewasa. Mekanisme tidak secara jelas ditentukan, tetapi
diseleksi oleh competively blocking postsynaptic dopamine (D2)
reseptor dalam sistem mesolimbic dopaminergic; meningkatnya
dopamine turnover untuk efek tranquilizing. Dengan terapi subkronik,
depolarization dan D2 postsynaptic dapat memblokir aksi antipsikotik.

Risperidone Monoaminergic selective mengikat lawan reseptor D2 dopamine


(Risperdal) selama 20 menit, lebih rendah afinitasnya dibandingkan reseptor 5-
HT2. Juga mengikat reseptor alpha1-adrenergic dengan afinitas lebih
rendah dari H1-histaminergic dan reseptor alpha2-adrenergic.
Memperbaiki gejala negatif pada psikosis dan menurunkan kejadian
pada efek ekstrpiramidal.

Olanzapine Antipsikotik atipikal dengan profil farmakologis yang melintasi sistem


(Zyprexa) reseptor (seperti serotonin, dopamine, kolinergik, muskarinik, alpha
adrenergik, histamine). Efek antipsikotik dari perlawanan dopamine
dan reseptor serotonin tipe-2. Diindikasikan untuk pengobatan psikosis
dan gangguan bipolar.

Clozapine Reseptor D2 dan reseptor D1 memblokir aktifitas, tetapi nonadrenolitik,


(Clozaril) antikolinergik, antihistamin, dan reaksi arousal menghambat efek
signifikan. Tepatnya antiserotonin. Resiko terbatasnya penggunaan
agranulositosis pada pasien nonresponsive atau agen neuroleptik klasik
tidak bertoleransi.

Quetiapine Antipsikotik terbaru untuk penyembuhan jangka panjang. Mampu


(Seroquel) melawan efek dopamine dan serotonin. Perbaikan lebih awal
antipsikotik termasuk efek antikolinergik dan kurangnya distonia,
parkinsonism, dan tardive diskinesia.

Aripiprazole Memperbaiki gejala positif dan negatif skizofrenia. Mekanisme


(Abilify) kerjanya belum diketahui, tetapi hipotesisnya berbeda dari antipsikotik
lainnya. Aripiprazole menimbulkan partial dopamine (D2) dan
serotonin (5HT1A) agonis, dan antagonis serotonin (5HT2A).

Nama Obat Sediaan Dosis Anjuran


Haloperidol (Haldol) Tab. 2 – 5 mg 5 – 15 mg/hari

Risperidone
Tab. 1 – 2 – 3 mg 2 – 6 mg/hari
(Risperdal)

Olanzapine (Zyprexa) Tab. 5 – 10 mg 10 – 20 mg/hari

Clozapine (Clozaril) Tab. 25 – 100 mg 25 – 100 mg/hari

Quetiapine (Seroquel) Tab. 25 – 100 mg


50 – 400 mg/hari
200 mg

Aripiprazole (Abilify) Tab. 10 – 15 mg 10 – 15 mg/hari

Disfungsi Kognitif pada Skizofrenia

Defisit neurokognitif pada skizofrenia sebagian besar terjadi karena masalah


perkembangan neurologis yang terus berlanjut dan meningkatkan risiko psikosis. Tingkat
keparahan defisit kognitif bervariasi antar individu, karena heterogenitas kondisi neurobiologis
masing-masing individu. Pada individu yang memiliki gangguan kognitif yang parah terutama
pada usia dini, akan berakibat lebih parah gangguan perkembangan saraf. Konektivitas sinaptik
cenderung menjadi abnormal bahkan pada individu dengan skizofrenia yang tidak memiliki
gejala penurunan kongnitif. Dalam sebuah studi dilakukan oleh Reichenberg dan Harvey, ada
gangguan dalam memori dan proses kontrol eksekutif terjadi pada penderita skizofrenia, yang
jumlahnya sama di seluruh dunia. 13

Fungsi Kognitif pada Pasien Skizofrenia

Fungsi kognitif pada Skizofrenia sangat penting untuk ditegakkan karena sangat berhubungan
dengan fungsi nyata di dunia, lebih kuat dibandingkan gejala negatif.

Batasan Fungsi Kognitif


Secara umum, kognitif atau kognisi merupakan suatu proses mental yang dihubungkan
dengan berpikir. Secara khusus, kognisi merujuk pada proses yang paling penting seperti
persepsi, perhatian, memori, rekognisi, bahasa, imajinasi, perencanaan dan pertimbangan. 14

Kognisi merupakan proses merabarasakan terhadap input sensoris, mengingat suatu


kejadian dan prosedur, melakukan generalisasi, analogi, membuat penjelasan dan membangun
makna komunikasi. Kognisi berhubungan dengan kemampuan berpikir, kemampuan intelektual
yang merasakan, menerima, memahami dan berespon terhadap informasi. Hal ini termasuk
kemampuan memusatkan perhatian, mengingat, mengatasi masalah, memproses informasi,
organisasi dan reorganisasi informasi, berkomunikasi dan bereaksi berdasarkan informasi yang
diperoleh. Semua keterampilan kognitif ini membuat seseorang mampu berfungsi dalam
lingkungan sehari-harinya. 14

Keterampilan kognitif berbeda dengan kemampuan akademis. Keterampilan akademis


termasuk pengetahuan tentang hal-hal berkaitan literatur, matematika dan sejarah. Keterampilan
kognitif mengacu pada kemampuan mental yang kita butuhkan untuk mempelajari hal-hal
berhubungan dengan akademik dan secara umum untuk dapat berfungsi dalam kehidupan sehari-
hari. Keterampilan kognitif adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki untuk dapat berpikir,
membaca, mengerti, mengingat, merencanakan dan mengorganisir.14

Defisit fungsi kognitif yang muncul pada pasien Skizofrenia menunjukkan adanya
gangguan pada salah satu atau beberapa domain yang telah disebutkan sebelumnya pasien
Skizofrenia sering mengalami masalah-masalah pada aspek kognisi mereka yaitu: kemampuan
memusatkan perhatian, kemampuan untuk mengingat dan mengingat kembali (recall) informasi,
kemampuan untuk memproses informasi dan merespon informasi dengan cepat, kemampuan
berpikir kritis, merencanakan, mengorganisir dan mengatasi masalah serta kemampuan untuk
memulai pembicaraan.14

Gangguan fungsi kognitif atau disfungsi kognitif sering terjadi pada Skizofrenia. Angka
kejadian gangguan ini cukup tinggi berkisar antara 50-80 persen, tergantung pada keparahan
penyakit. Disfungsi kognitif adalah gejala primer pada Skizofrenia dan beberapa gangguan
afektif. Hal ini mengakibatkan masalah kognitif tetap ada bahkan saat gejala-gejala lain
terkontrol. Penelitian menyebutkan terdapat bagian dari otak yang berfungsi mengolah
keterampilan kognitif, dan seringkali tidak berfungsi secara normal pada Skizofrenia. Gangguan
fungsi memori episodik menyebabkan disfungsi pada struktur hippocampal dan lobus temporal
medial, dimana area ini merupakan asal dari perubahan kognitif pada pasien Skizofrenia. Hal ini
mengindikasikan bahwa gangguan jiwa berat memengaruhi bagaimana otak bekerja yang
selanjutnya menyebabkan masalah pada fungsi kognitif seseorang. 14,15

Disfungsi kognitif ini dapat tampak jelas bahkan sebelum gejala psikotik dimulai dan
menyebabkan kemunduran dalam performa akademis atau pekerjaannya. Salah satu gejala
kognitif yang paling awal terjadi pada pasien Skizofrenia adalah berkurangnya kemampuan
memusatkan perhatian, namun kesulitan daya ingat dapat juga terjadi sebelum onset dari gejala
psikotik Penurunan fungsi yang parah pada uji fungsi kognitif adalah tanda yang amat jelas yang
sangat penting untuk suatu defisit fungsi kognitif pada pasien Skizofrenia. Sekitar 98% pasien
Skizofrenia menghasilkan hasil uji kognitif yang rendah. Hampir semua pasien Skizofrenia
berfungsi lebih rendah dari yang diharapkan pada saat mereka telah stabil tanpa gejala dimana
domain yang paling dipengaruhi adalah domain sosial. 14

Adapun penurunan fungsi kognitif pada Skizofrenia terjadi saat mulai timbulnya
penyakit, dan tetap stabil atau menetap pada sisa perjalanan penyakit. Hasil penelitian
menunjukkan jika dibandingkan antara pasien Skizofrenia yang telah mengalami riwayat sakit
lama, maka pasien yang pertama kali sakit, secara bermakna memiliki fungsi kognitif yang lebih
baik. Pada penelitian lain menyebutkan pada pasien yang baru pertama sakit, fungsi kognitif
cenderung tetap dan mengalami perubahan setelah beberapa tahun kemudian.14

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Fungsi kognitif

Fungsi kognitif seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, beberapa diantaranya yaitu
latar belakang pendidikan, tingkat intelegensi, gejala klinis, perjalanan penyakit, adanya penyakit
atau kelainan mental yang mengganggu fungsi normalnya, bahkan jenis antipsikotik yang
digunakan selama perawatan. Hal-hal tersebut dapat memengaruhi hasil tes fungsi kognitif yang
dilakukan oleh pasien Skizofrenia, dimana pada tes mengenai kemampuan abstrak pasien lah
yang paling dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. 14,15
Semakin lama perjalanan penyakit Skizofrenia semakin besar pengaruhya terhadap
penurunan fungsi kognitif. Begitu juga gejala negatif berhubungan secara signifikan
memengaruhi keparahan penurunan fungsi kognitif. Hasil penelitian menyebutkan gejala positif
juga berpengaruh terhadap fungsi kognitif terutama memori dan perhatian. Jenis kelamin yaitu
pada laki laki ditemukan hubungan signifikan pada fungsi bahasa dan memori. Halusinasi aktif
menganggu kemampuan dalam mempertahankan tugas, waham menyebabkan pasien salah
mengartikan tugas, gangguan berpikir formal mengganggu ekspresi verbal yang diperlukan
untuk menjawab pertanyaan test dan kemiskinan pembicaran dan perilaku amotivasional
menggangu partisipasi pasien dalam kerja sama suatu pekerjaan. 15

Faktor neurobiologi merupakan salah satu faktor yang juga memengaruhi fungsi kognitif.
Pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya terhadap hubungan antara gangguan pada ingatan
jangka pendek (working memory), gangguan integritas neuronal di area prefrontal, perubahan
struktur di area prefrontal, cingulata dan korteks parietal inferior dan penurunan aliran darah ke
otak terutama terjadi di area di hipocampus pada pasien Skizofrenia menjadi bukti adanya
kerusakan pada sirkuit neuron yang kemudian mengganggu kemampuan ingatan jangka pendek
yang normal pada seseorang. Hipofungsi yang terjadi di jalur mesokortek (salah satu dari jalur
dopamin di otak) pada pasien Skizofrenia diketahui sebagai penyebab utama terjadinya defisit
fungsi kognitif dan munculnya gejala negatif. 15

Efek terapi dengan penggunaan antipsikotik terhadap perkembangan fungsi kognitif


masih kontroversial. Beberapa penelitian menyatakan bahwa antipsikotik generasi kedua
(antipsikotik atipikal) memiliki kemampuan dalam perbaikan neurokognitif yang lebih baik
dibandingkan dengan antipsikotik generasi pertama. Hal yang berlawanan dikemukakan oleh
sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa perphenazine yang merupakan antipsikotik generasi
pertama menunjukkan peningkatan neurokognitif yang lebih baik dibandingkan dengan dua
antipsikotik atipikal lainnya. Secara keseluruhan, data dan hasil penelitan tersebut tetap
menunjukkan bahwa sampai saat ini, penggunaan antipsikotik dalam perbaikan neurokognitif
belum memberikan hasil yang cukup signifikan sehingga terapi nonfarmakologi masih menjadi
pilihan. Terapi remediasi kognitif merupakan contoh terapi nonfarmakologi yang baik untuk
perbaikan fungsi kognitif. 15
Indikator Fungsi Kognitif

Gangguan fungsi kognitif pada pasien Skizofrenia dapat ringan hingga berat. Perburukan
pada fungsi kognitif merupakan hal yang sangat memengaruhi signifikan tidaknya disabilitas
pasien Skizofrenia dalam hal pekerjaan, fungsi sosial atau ekonomi mereka. 14,15

Profil defisit kognitif pada pasien Skizofrenia melibatkan banyak dari beberapa aspek
penting dari kognitif manusia antara lain: perhatian, daya ingat, kemampuan membuat alasan
(reasoning) dan kecepatan memproses informasi. Berbagai usaha sedang dilakukan dalam rangka
mengidentifikasi aspek spesifik dari neurokognitif yang berkaitan erat dengan etiologi,
neurobiologi dan patofisiologi dari penyakit tersebut. Pengukuran-pengukuran neuropsikologis
yang standar menunjukkan sensitivitas yang besar terhadap fungsi-fungsi yang relevan terkait
perburukan fungsi kognitif. Adapun indikator suatu fungsi kognitif adalah :14,15,16

1. Vigilance and Attention

Mengacu pada kemampuan seseorang memusatkan perhatian setiap saat.


Perburukan dapat mengakibatkan kesulitan mengikuti pembicaraan dan
ketidakmampuan untuk mengikuti instruksi penting aktivitas sederhana seperti
membaca atau menonton televisi. Pada pasien skizofenia, kesulitan tadi
berdampak pada fungsi sosial, fungsi komunikasi dan hal-hal trampil lain.

2. Verbal Learning and Memory

Adapun kemampuan yang terlibat dalam fungsi memori termasuk


mempelajari informasi baru, mempertahankan informasi yang baru dipelajari
setiap waktu dan mengenali hal-hal yang telah diketahui sebelumnya. Secara
umum pasien menunjukkan defisit yang besar dalam hal mempelajari daripada
mengingat. Pengukuran untuk proses belajar melibatkan bagaimana mempelajari
sejumlah kata atau bagian dari suatu tulisan. Penelitian menyebutkan terdapat
hubungan yang jelas antara perburukan daya ingat verbal dan defisit fungsi sosial
pada pasien Skizofrenia.
3. Visual Learning and Memory

Visual learning tidak semudah verbal learning untuk diekspresikan, dan


defisit visual learning tidak separah yang terjadi pada verbal learning. Beberapa
penelitian menyebutkan visual memory berkaitan dengan status pekerjaan, masa
jabatan, keberhasilan rehabilitasi psikososial, fungsi sosial, tingkat kualitas hidup,
dan berkaitan paling kuat dengan kapasitas fungsional, sementara penelitian lain
mengatakan tidak ada hubungan signifikan.

4. Reasoning and Problem Solving

Kedua domain ini merupakan bagian fungsi eksekutif seseorang.


Kehidupan masyarakat termasuk kehidupan dunia kerja selalu mengalami
perubahan dimana kesusksesan seseorang dalam menghadapi perubahan ini
adalah dengan kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Pasien
Skizofrenia yang mengalami perburukan dalam fungsi eksekutifnya mengalami
kesulitan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang cepat di sekitar mereka.

5. Speed of Processing

Banyak uji neurokognitif mengharuskan seseorang melalui uji memproses


informasi cepat dan hal ini berkaitan dengan gangguan dalam kecepatan
memproses informasi. Contoh tugas standar seperti mengkoding dimana tugas ini
menunjukkan defisit yang paling parah pada pasien Skizofrenia. Perburukan
dalam memproses informasi ini relatif menunjukkan korelasi dengan berbagai
bentuk penting Skizofrenia seperti aktivitas sehari-hari, masa jabatan dan
kemandirian. Kemunduran dalam memproses informasi dengan cepat dapat
memperburuk kemampuan mempertahankan fokus pada tugas-tugas atau
pekerjaan. Hal tersebut sering dialami oleh pasien Skizofrenia.

6. Working Memory
Working memory merupakan komponen inti dari perburukan kognitif
pada Skizofrenia dan ini berkaitan dengan fungsi sosial seperti status pekerjaan
dan masa jabatan. Defisit pada pada domain ini memiliki hubungan kuat dengan
perburukan aspek lainnya di kemudian hari. Secara neuroanatomi peran sirkuit
neural yaitu bagian kortek prefrontal memediasi aspek fungsi working memory
dan sirkuit ini mengalami penurunan fungsi pada Skizofrenia.

7. Social Cognition

Kognisi sosial adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, memanipulasi,


dan beradaptasi agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Teori
tentang keterampilan berpikir dan persepsi sosial dan emosi telah menjadi fokus
umum pada fungsi kognisi sosial dalam Skizofrenia. Teori berpikirnya adalah
kemampuan untuk menduga maksud orang lain dan atau untuk mewakili status
kejiwaan seseorang. Kognisi sosial berhubungan dengan perburukan sosial dalam
Skizofrenia, bahkan setelah mengkontrol penampilan dalam tugas-tugas
neurokognitif.

Alat Ukur Fungsi Kognitif

Pemeriksaan neurokognitif sering menilai lebih dari satu domain dari fungsi sehari-hari
seseorang. Menurut para ahli yang tergabung dalam subkomite neurokognitif Measurement and
Treatment Research to Improve Cognition in Schizophrenia (MATRICS) bahwa domain penting
dalam defisit fungsi kognitif adalah working memory, attention/vigilance,verbal learning and
memory, visual learning and memory, reasoning and problem solving, speed of processing, and
social cognition. Selanjutnya hasil dari pengukuran yang dilakukan oleh para ahli dalam
MATRICS telah diakui oleh Psychiatry Division of the Food and Drug Administration sebagai
penelitian yang tercatat terkait fungsi kognitif. 15

Beberapa alat ukur dikembangkan dalam rangka mengukur fungsi kognitif. MATRICS
sebagai suatu subkomite neurokognitif telah menyusun suatu MATRICS Consensus Cognitive
Battery (MCCB), suatu instrumen untuk menilai efek terapi terhadap disfungsi kognitif pada
pasien Skizofrenia. Alat ini menunjukkan reliabilitas yang kuat serta korelasi yang signifikan
dengan pengukuran tentang kapasitas fungsi sehari-hari pada pasien Skizofrenia. Fungsi
pekerjaan atau pendidikan diprediksi dari performa working memory dan gejala negatif,
kemandirian diprediksi melalui skor verbal memory, dan fungsi sosial diprediksi melalui kognisi
sosial, perhatian dan gejala negatif. 15

Terdapat banyak alat ukur atau alat skrining untuk menilai fungsi kognitif pada pasien
Skizofrenia antara lain The Brief Assessment of Cognition in Schizophrenia (BACS) yang
menilai aspek-aspek kognisi yang paling mengakibatkan gangguan dan yang paling berhubungan
dengan luaran pasien Skizofrenia. BACS memiliki reliabilitas yang tinggi. Alat ukur lain seperti
Screen for Cognitive Impairment (SCIP) juga menunjukkan validitas yang kuat sebagai alat
skrining adanya defisit fungsi kognitif pada pasien Skizofrenia dan bipolar, sementara suatu
pengkodean simbol digit merupakan suatu alat ukur yang sederhana yang sangat reliabel dan
mudah dilakukan. 15,16

Narrative of Emotions Task (NET) dari Buck adalah alat untuk mengukur fungsi kognitif
sosial. NET adalah suatu wawancara semistruktur dimana subjek diminta untuk mendefinisikan
emosinya, untuk menggambarkan situasi yang mereka rasakan dan menjelaskan mengapa sitausi
tersebut membangkitkan emosinya. Montreal Cognitive Assessment (MoCA), disusun oleh
Nasreddine pada tahun 1996 dan telah divalidasi tahun 2005 oleh Nasreddine dan kawan-kawan.
MoCA merupakan alat skrining fungsi kognitif yang cepat dikerjakan untuk gangguan fungsi
kognitif ringan. MoCA mengukur domain perhatian, dan konsentrasi, fungsi eksekutif, daya
ingat, bahasa, proses berpikir konseptual, kalkulasi dan orientasi. Preda et al. (2011)
merekomendasikan MoCA sebagai alat ukur defisit kognitif berkaitan dengan Skizofrenia
dengan keuntungan cepat dan mudah dalam pengerjaannya. 16

Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan alat skrining yang efektif untuk
menilai fungsi kognitif pada gangguan mental dan mengkhusus ditujukan untuk usia lanjut.15,16
Alat skrining lain yaitu Cognitive Assessment Interview (CAI) adalah alat skrining
berbasis wawancara semi struktur untuk menilai fungsi kognitif. CAI memiliki tingkat
konsistensi yang tinggi, korelasi yang tinggi per item, reliabilitas test-retest yang sangat baik.16

Schizophrenia Cognition Rating Scale (SCoRS) oleh Richard Keefe adalah salah satu alat
ukur berbasis wawancara untuk menilai fungsi kognitif pada pasien Skizofrenia. SCoRS terdiri
dari 20 item penilaian dan membutuhkan waktu hanya 15 menit untuk melengkapinya. SCoRS
memiliki reliabilitas yang baik dan terbukti memiliki validitas yang baik serta berhubungan
dengan fungsi sosial terutama pada pasien Skizofrenia yang secara klinis telah stabil.16

Terapi Remidiasi Kognitif

Beratnya gangguan fungsi kognitif cukup memengaruhi fungsi sosial. Disfungsi kognitif
merupakan aspek sentral dan melemahkan pada Skizofrenia dan beberapa penelitian saat ini
menunjukkan bahwa perbaikan yang besar dan menetap dalam fungsi kognitif dapat dihasilkan
dari penanganan terhadap fungsi kognitif tersebut termasuk didalamnya penanganan terhadap
perilaku. 16

Remediasi Kognitif (Cognitive Remediation/CR) merupakan suatu intervensi perilaku


yang bertujuan memperbaiki proses kognitif dalam berbagai gangguan neuropsikiatri. CR
terutama bergantung pada prinsip-prinsip belajar, misalnya latihan tugas yang berulang dan
terindividualisasi, umpan balik yang tertata dan pengajaran metode kompensasi untuk mengatasi
masalah-masalah terkait fungsi kognitif. Terapi ini adalah terapi yang melibatkan pasien dalam
kegiatan belajar untuk meningkatkan keterampilan kognitif yang relevan sesuai tujuan
pemulihan yang mereka pilih. Pada Orang Dengan Skizofrenia (ODS) CR terbukti secara non
farmakologis efektif untuk penanganan gangguan fungsi kognitif yang terjadi. Adanya kesadaran
yang cukup luas tentang kesulitan kognitif pada orang-orang dengan Skizofrenia mendorong
diterapkannya intervensi pada domain kognitif ini pada Skizofrenia. Hingga kini pada berbagai
studi dalam jumlah yang relatif besar muncul di literatur, kajian sistematik dan meta analisis
menunjukkan bahwa CR memiliki efek yang bermanfaat baik pada kognisi dan fungsi sehari-
hari, dengan derajat efek kecil hingga sedang.15
Banyak model terapi remediasi kognitif yang tersedia. Model umum yang ditawarkan
adalah bagian dari program rehabilitasi kejuruan. Salah satu contoh remediasi kognitif adalah
terapi yang dikembangkan oleh Delahunty dan kawan-kawan pada tahun 2001. Terapi ini
menggunakan dua metode yaitu metode manual (dengan kertas kerja dan pensil) dan komputer.
Terapi ini menggunakan modul terapi, sebanyak 40 kali pertemuan/sesi pada penelitian lain
minimal 20 kali pertemuan, 1 jam tiap kali pertemuan/sesi, minimal 3 kali pertemuan dalam
seminggu. 14

Daftar Pustaka

1. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku ajar psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.h.170-94.

2. Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan HI (2007) Synopsis of psychiatry: Behavioral sciences
and clinical psychiatry. 10th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
3. PPDGJ
4. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (1993) Pedoman
penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen
Kesehatan R.I.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Republik Indonesia (2013)
Riset Kesehatan Dasar, Rikesda
6. Lieberman JA, Strop TS, Perkins DO (2006) Textbook of Schizophrenia. Washington,
DC: The American Psychiatric Publishing.
7. Strauss GP, Harrow M, Grossman LS, et al. (2010) Periods of recovery in deficit
syndrome schizophrenia: a 20-year multi-follow up longitudinal study. Schizophrenia
Bulletin. 36:788-799.
8. American Psychiatric Association (2013) Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders, 5th Edition,. Washington DC: American Psychiatry Association.
9. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P (2015) Synopsis of psychiatry: Behavioral sciences and
clinical psychiatry 10th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
10. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga University
Press; 2009.h.195-277.
11. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock BJ, Sadock VA.
Kaplan & sadock’s concise textbook of clinical psychiatry. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2010.h.147-75.
12. Safitri A, penyunting. Obat antipsikosis. Dalam: Neal MJ. Medical pharmacology at a
glance. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2006.h.60-1.

13. Kar SK, Jain M. Current understandings about cognition and the neurobiological
correlates in schizophrenia. J Neurosci Rural Pract. 2016; 7 (3): 412-8.
14. AK Susana, Setiawati Y.Cognitive disfunction in schizophrenia. Surabaya : Airlangga
University. Volume 9 no 2;2015
15. Medalia A. & Richardson R., 2005. What Predicts a Good Response to Cognitive
Remediation Interventions. Schizophrenia Bulletin, 31 (4), p : 942-53.
16. Medalia A. & Revheim N., 2002. Dealing with Cognitive Dysfunction Associated with
Psychiatric Disabilities, Mental Health Family Liaison Bureau, New York.

Anda mungkin juga menyukai