Oleh :
Preseptor :
Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan
senior di SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia.
Seiring rasa syukur atas terselesaikannya tugas ini, dengan rasa hormat dan
1. Pembimbing, dr. Afrina Zulaikha, Sp. KJ atas arahan dan bimbingan nya
Rumah Sakit umum daerah Cut Meutia, yang telah membantu dalam bentuk
Sebagai manusia yang tidak lepas dari kekurangan, saya menyadari bahwa
dalam penyusunan Referat ini masih jauh dari sempurna. Saya sangat
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
seperti orang normal, dengan perjalanan kronis ditandai dengan kekambuhan yang
terjadi secara berulang (Shaun M. Eack, 2015). Skizofrenia adalah penyakit yang
menyerang kurang lebih 1% dari populasi dan dimulai dari usia kurang dari 25
tahun, berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang dari semua kelas sosial. Di
Amerika Serikat, prevalensi skizofrenia seumur hidup sekitar 1% yang berarti lebih
dari 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia selama masa hidupnya.
selama bertahun-tahun sebagai suatu penyakit yang kronis dengan atau bahkan
tidak ada harapan untuk sembuh. Sekitar 98% dari pasien dengan Skizofrenia
pasien, dan manajemen dari penyakitnya sendiri (Soares, 2013). Defisit kognitif
pada pasien skizofrenia ditemukan terkait dengan domain neurokognisi dan kognisi
3
sosial. Fungsi neurokognitif yang paling menonjol adalah di bidang perhatian,
Defisit kognitif menjadi salah satu aspek sentral dan melemahkan dari
dan gambaran penurunan fungsi kognisi pada penderita skizofrenia, sehingga dapat
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Skizofrenia
1926) dan Eugen Bleuler (1857- 1939). Sebelumnya, Bennedic Morel (1809- 1873)
pasien dengan penyakit yang dimulai pada masa remaja yang mengalami
kemunduran intelegensi sebelum waktunya disertai gejala klinis berupa waham dan
berasal dari kata schizos (pecah-belah) dan phren (jiwa) menggantikan istilah
yang bervariasi. Psikopatologi ini meliputi aspek kognisi, emosi, persepsi, dan
perilaku lainnya, bervariasi antara pasien, dari waktu ke waktu, berlangsung lama
kronis dan memberikan kecacatan yang memiliki ciri khas terkait penurunan
kognitif, fungsi sehari-hari, dan penyesuaian (Soares, 2013). Hal ini mempengaruhi
baik dari sisi personal dan sosial dari penyakit ini adalah munculnya deteriorasi,
dan prognosis yang terus memburuk terkait kondisi yang tidak tertangani dengan
5
2.1.1 Definisi
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab
dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang bergantung pada
interaksi pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Sadock et al., 2015).
tempat tinggal, dan menegangnya hubungan dalam keluarga (Sadock et al., 2015).
2.1.2 Epidemiologi
dari 1000 orang populasi dewasa adalah pasien Skizofrenia. Skizofrenia terjadi di
seluruh dunia dengan angka kejadian 15,2 per 100.000 penduduk dan risiko
morbiditas seumur sebesar 7,2 per 1000 penduduk (Rini & Rochman Hadjam,
2016).
Riset Kesehatan dasar pada tahun 2013 menemukan fakta bahwa 1,7 per mil
atau 1- 2 orang dari 1000 orang mengalami gangguan jiwa berat, termasuk
skizofrenia. Gangguan jiwa berat terbanyak terjadi di Aceh dan Yogyakarta yaitu
sebesar 2,7 per mil. Prevalensi seumur hidup skizofrenia rata–rata mencapai 0,3 –
0,7 % meskipun angka tersebut bervariasi berdasarkan etnis, negara dan geografis
(Riskesdas, 2013).
Insidensi Skizofrenia pada pria maupun wanita setara. Awitan terjadi lebih
dini pada pria dibandingkan pada wanita. Rata-rata usia puncak onset pada pria
6
adalah 8- 25 tahun dan 25- 35 tahun pada wanita. Wanita memiliki dua puncak
distribusi usia dengan puncak kedua terjadi pada usia paruh baya yaitu sebesar 3-
10% terjadi pada usia lebih dari 40 tahun (Sadock et al., 2015).
semakin buruk. Skizofrenia biasanya dimulai di usia dewasa awal, antara usia 15
dan 25 tahun. Pria cenderung menderita Skizofrenia sedikit lebih awal daripada
perempuan, usia puncak onset pada pria 15-25 tahun, sedangkan wanita 25-35 tahun
korteks parietal, kortek orbital dan sistem limbik, termasuk hippocampus. Studi
putih serta terjadi peningkatan volume ventrikel di dalam otak baik pada
pasien skizofrenia dengan onset akut ataupun kronis (Sadock et al., 2015).
dan morfologi otak pada pasien skizofrenia, antara lain berupa berat otak rata-rata
lebih kecil 6% dari pada otak normal dan ukuran anterior-posterior 4% lebih
dan kelainan susunan seluler struktur saraf di kortek dan subkortek yang terjadi
saraf yang menyatakan bahwa perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal
7
kehidupan, akibat pengaruh genetik dan dimodifikasi oleh faktor maturasi dan
1. Sistem Dopaminergik
peningkatan kadar dopamin di area kortikal, dengan kenaikan yang terlihat pada
terlalu banyak. Teori itu berkembang dari dua pengamatan. Pertama, kemanjuran
dan potensi sebagian besar obat antipsikotik (yaitu, antagonis reseptor dopamin)
mekanisme ini. Pelepasan dopamin yang berlebihan pada pasien skizofrenia telah
8
Studi posisi emisi tomografi dari reseptor dopamin menjelaskan adanya
jumlah reseptor dopamin tipe 4 di korteks entorhinal. Jalur dopamin yang terlibat
tidak rinci disebutkan dalam teori ini, walaupun jalur mesokortikal dan mesolimbik
saraf pusat. Studi tersebut melaporkan adanya korelasi positif antara korelasi asam
hemovanilat prapengobatan yang tinggi dan dua faktor : keparahan gejala psikotik
Obat- obatan antipsikotik yang memiliki afinitas yang kuat pada reseptor
pemulihan fungsi sosial (Fett et al., 2011). Hal ini terlihat dalam penelitian Clinical
perbedaan yang signifikan dalam peningkatan kognitif dalam salah satu dari
9
kelompok perlakuan (yang menerima antipsikotik generasi pertama dan mereka
(Sadock et al., 2015). Dopamin telah terbukti target yang layak untuk memperbaiki
gejala positif. Namun, hanya menarget dopamin tidak cukup kuat untuk
2. Sistem Glutamatergic
karena ingesti akut fensiklidin, suatu antagonis glutamat, yang dapat menyerupai
pada fungsi kognitif. Disfungsi dari NMDA dapat secara signifikan mengganggu
3. Sistem Asetilkolin
terlibat dalam aspek pembentukan memori, afek, perilaku dan motivasi. Kesemua
10
perilaku tersebut dimodulasi oleh reseptor Achetilcholine α7. Oleh karena itu,
4. Aktivitas Serotonin
gejala positif dan negatif pada pasien skizofrenia. Aktivitas antagonis serotonin
yang kuat dari clozapine dan obat generasi kedua antipsikotik lainnya ditambah
dengan efektivitas clozapine untuk mengurangi gejala positif pada pasien kronis
telah berkontribusi pada validitas proposisi ini. Klozapin memiliki afinitas tertinggi
untuk reseptor histamin, dan kuetiapin berikatan erat dengan reseptor adrenergik-
sesuatu yang penting dalam mengurangi gejala psikotik dan meredakan timbulnya
5. Aktivitas Norepinefrin
11
noradrenergik mempredisposisikan pasien untuk mengalami relaps yang sering
terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Data yang tersedia sejalan dengan hipotesis
al., 2015).
ini juga terkait dengan patofisiologi dari Skizofrenia. Kelainan pada jalur
Pada akhir abad ke-20, para peneliti membuat suatu langkah signifikan
di korteks serebri, talamus, dan batang otak. Berkurangnya volume otak dilaporkan
secara luas pada otak skizofrenik terjadi akibat berkurangnya kepadatan akson,
dendrit, dan sinaps, yang memerantarai fungsi asosiatif otak (Sadock et al., 2015).
1. Sistem Limbik
adanya malfungsi pada sirkuit mesolimbik, sementara gejala negatif karena adanya
12
malfungsi di area mesokortek dan juga melibatkan area mesolimbik khususnya
yang melibatkan nucleus acumbens yang diperkirakan menjadi bagian dari sirkuit
reward dari otak, sehingga jika ada masalah dengan reward dan motivasi pada
Skizofrenia maka kelainannya diduga berasal dari area ini. Nucleus acumbens juga
akan teraktivasi karena penggunaan zat yang tampak pada pasien Skizofrenia.
Gejala positif bisa menumpuk dengan gejala negatif yang ditandai dengan mulai
pengamatan yang diambil dari studi pencitraan resonansi magnetik (MRI) pasien
2. Ganglia Basalis
Ganglia basalis telah menjadi pusat perhatian setidaknya untuk dua alasan.
Pertama, banyak pasien skizofrenia menunjukkan gerakan aneh, bahkan saat tidak
aneh tersebut dapat mencakup cara berjalan yang ganjil, seringai wajah, dan
pada gangglia basalis dikaitkan dalam patofisiologi skizofrenia. Kedua, dari semua
13
salah satu yang paling sering dikaitkan dengan psikosis pada pasien yang terkena
beragam dan inkonklusif mengenai hilangnya sel/ reduksi volume globus palidus
dan substansia nigra. Sebaliknya, banyak studi yang menunjukkan jumlah reseptor
kelompok pasien skizofrenia dengan kelompok subjek kontrol. Sebagai contoh uji
FSH-LH berhubungan dengan usia saat awitan dan lamanya sakit. Dua
sangat berhubungan dengan fungsi nyata di dunia, lebih kuat dibandingkan gejala
menunjukkan adanya gangguan pada salah satu atau beberapa domain yang telah
14
masalah-masalah pada aspek kognisi mereka yaitu: kemampuan memusatkan
episode pertama psikotik akut. Tanda- tanda ini belum termasuk bukti penurunan
kinerja akademis saat usia dini, yang menjadi lebih jelas selama sekolah menengah
dan lanjut. Pada masa remaja, tingkat IQ premorbid pada mereka yang kemudian
normal (Peyroux & Franck, 2014). Gangguan fungsi kognitif atau disfungsi kognitif
sering terjadi pada Skizofrenia. Angka kejadian gangguan ini cukup tinggi berkisar
antara 50-80 persen, tergantung pada keparahan penyakit (Alessandro Rossi, 2018).
gangguan afektif. Hal ini mengakibatkan masalah kognitif tetap ada bahkan saat
terdapat bagian dari otak yang berfungsi mengolah keterampilan kognitif, dan
seringkali tidak berfungsi secara normal pada Skizofrenia (Peyroux & Franck,
hippocampal dan lobus temporal medial, dimana area ini merupakan asal dari
15
Penurunan fungsi yang parah pada uji fungsi kognitif adalah tanda yang
amat jelas yang sangat penting untuk suatu defisit fungsi kognitif pada pasien
rendah. Hampir semua pasien Skizofrenia berfungsi lebih rendah dari yang
diharapkan pada saat mereka telah stabil tanpa gejala, dimana domain yang paling
timbulnya penyakit, dan tetap stabil atau menetap pada sisa perjalanan penyakit
pasien Skizofrenia yang telah mengalami riwayat sakit lama, maka pasien yang
pertama kali sakit, secara bermakna memiliki fungsi kognitif yang lebih baik. Pada
penelitian lain menyebutkan pada pasien yang baru pertama sakit, fungsi kognitif
cenderung tetap dan mengalami perubahan setelah beberapa tahun kemudian (Bora
et al., 2018).
(Sadock et al., 2015). Faktor tersebut dapat memengaruhi hasil tes fungsi kognitif
yang dilakukan oleh pasien Skizofrenia, dimana pada tes mengenai kemampuan
abstrak pasien lah yang paling dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut (Shaun M.
Eack, 2015).
16
Semakin lama perjalanan penyakit Skizofrenia semakin besar pengaruhya
terhadap penurunan fungsi kognitif (Alessandro Rossi, 2018). Begitu juga gejala
fungsi kognitif terutama memori dan perhatian. Jenis kelamin yaitu pada laki laki
ditemukan hubungan signifikan pada fungsi bahasa dan memori (Deckler et al.,
2018).
cingulata dan korteks parietal inferior dan penurunan aliran darah ke otak terutama
jangka pendek yang normal pada seseorang. Hipofungsi yang terjadi di jalur
mesokortek (salah satu dari jalur dopamin di otak) pada pasien Skizofrenia
diketahui sebagai penyebab utama terjadinya defisit fungsi kognitif dan munculnya
berat. Perburukan pada fungsi kognitif merupakan hal yang sangat memengaruhi
17
signifikan tidaknya disabilitas pasien Skizofrenia dalam hal pekerjaan, fungsi sosial
aspek penting dari kognitif manusia antara lain: perhatian, daya ingat, kemampuan
yang berkaitan erat dengan etiologi, neurobiologi dan patofisiologi dari penyakit
fungsi kognitif. Adapun indikator suatu fungsi kognitif adalah (Harvey & Penn,
2010):
membaca atau menonton televisi. Pada pasien skizofenia, kesulitan tadi berdampak
pada fungsi sosial, fungsi komunikasi dan hal-hal keterampilan lain (Mohn et al.,
2012).
waktu dan mengenali hal-hal yang telah diketahui sebelumnya. Secara umum
pasien menunjukkan defisit yang besar dalam hal mempelajari daripada mengingat.
18
Pengukuran untuk proses belajar melibatkan bagaimana mempelajari sejumlah kata
atau bagian dari suatu tulisan. Penelitian menyebutkan terdapat hubungan yang
jelas antara perburukan daya ingat verbal dan defisit fungsi sosial pada pasien
defisit visual learning tidak separah yang terjadi pada verbal learning. Beberapa
dan berkaitan paling kuat dengan kapasitas fungsional, sementara penelitian lain
5. Speed of Processing
informasi cepat dan hal ini berkaitan dengan gangguan dalam kecepatan memproses
informasi. Contoh tugas standar seperti mengkoding dimana tugas ini menunjukkan
defisit yang paling parah pada pasien Skizofrenia. Perburukan dalam memproses
19
informasi ini relatif menunjukkan korelasi dengan berbagai bentuk penting
6. Working Memory
Skizofrenia dan ini berkaitan dengan fungsi sosial seperti status pekerjaan dan masa
jabatan. Defisit pada pada domain ini memiliki hubungan kuat dengan perburukan
aspek lainnya di kemudian hari. Secara neuroanatomi peran sirkuit neural yaitu
bagian kortek prefrontal memediasi aspek fungsi working memory dan sirkuit ini
7. Social Cognition
dan beradaptasi agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Teori
tentang keterampilan berpikir dan persepsi sosial dan emosi telah menjadi fokus
umum pada fungsi kognisi sosial dalam Skizofrenia. Teori berpikirnya adalah
kemampuan untuk menduga maksud orang lain dan atau untuk mewakili status
20
Pemeriksaan neurokognitif sering menilai lebih dari satu domain dari fungsi
learning and memory, reasoning and problem solving, speed of processing, and
social cognition. Selanjutnya hasil dari pengukuran yang dilakukan oleh para ahli
dalam MATRICS telah diakui oleh Psychiatry Division of the Food and Drug
Administration sebagai penelitian yang tercatat terkait fungsi kognitif (Mohn et al.,
2012).
efek terapi terhadap disfungsi kognitif pada pasien Skizofrenia. Alat ini
pekerjaan atau pendidikan diprediksi dari performa working memory dan gejala
negatif, kemandirian diprediksi melalui skor verbal memory, dan fungsi sosial
et al., 2020).
Beberapa alat ukur atau alat skrining untuk menilai fungsi kognitif pada
21
dan yang paling berhubungan dengan luaran pasien Skizofrenia. BACS memiliki
reliabilitas yang tinggi (Bralet et al., 2008). Alat ukur lain seperti Screen for
Cognitive Impairment (SCIP) juga menunjukkan validitas yang kuat sebagai alat
skrining adanya defisit fungsi kognitif pada pasien Skizofrenia dan bipolar,
sementara suatu pengkodean simbol digit merupakan suatu alat ukur yang
2020).
Narrative of Emotions Task (NET) dari Buck adalah alat untuk mengukur
fungsi kognitif sosial. NET adalah suatu wawancara semistruktur dimana subjek
tahun 1996 dan telah divalidasi tahun 2005. MoCA merupakan alat skrining fungsi
kognitif yang cepat dikerjakan untuk gangguan fungsi kognitif ringan. MoCA
mengukur domain perhatian, dan konsentrasi, fungsi eksekutif, daya ingat, bahasa,
sebagai alat ukur defisit kognitif berkaitan dengan Skizofrenia dengan keuntungan
efektif untuk menilai fungsi kognitif pada gangguan mental dan mengkhusus
ditujukan untuk usia lanjut. Alat skrining lain yaitu Cognitive Assessment Interview
(CAI) adalah alat skrining berbasis wawancara semi struktur untuk menilai fungsi
22
kognitif. CAI memiliki tingkat konsistensi yang tinggi, korelasi yang tinggi per
salah satu alat ukur berbasis wawancara untuk menilai fungsi kognitif pada pasien
Skizofrenia. SCoRS terdiri dari 20 item penilaian dan membutuhkan waktu hanya
15 menit untuk melengkapinya. SCoRS memiliki reliabilitas yang baik dan terbukti
memiliki validitas yang baik serta berhubungan dengan fungsi sosial terutama pada
pasien Skizofrenia yang secara klinis telah stabil (Silberstein & Harvey, 2019).
mengambil suatu tindakan. Penurunan fungsi yang terjadi dapat bermakna 2 hal,
salah satu intervensi yang saat ini penting untuk dilakukan sebagai sebuah
pendekatan yang cukup baik pada terapi remediasi kognitif pada pasien dengan
dan fungsi sosial-kognitif terutama pada pasien onset dini skizofrenia, disaat studi
23
menunjukkan perkembangan yang terlalu baik terhadap kognitif sosial dan
awal hingga pertengahan 1990an sebagai pendekatan terintegrasi dari perbaikan ke-
skizofrenia dan terapi kognitif pada pasien cedera kepala (S M Eack et al., 2011).
Titik berat pelatihan ini begeser dari bentuk verbatim (pemrosesan informasi
kognitif secara kongkrit yang ditandai dengan lebih dini dan tidak terlalu rumit)
menjadi lebih ke arah inti atau pokok dan abstraksi spontan dari tema-tema yang
bukan lagi seorang remaja atau usia prapubertas (Peyroux & Franck, 2014).
24
Saat ini sangat banyak terapi-terapi remediasi kognitif yang digunakan pada
pasien skizofrenia kurang lebih sekitar 4 dekade terakhir. Mulai dari Integrated
Psychological Therapy (IPT) pada tahun 1970 yang menjadi dasar pengembangan
Therapy (INT), termasuk Cognitive Remediation (CR) (Roux et al., 2018). Namun,
CET memiliki kekhususan dibandingkan terapi remediasi kognitif yang lain. CET
tidak hanya kognitif umum saja yang diperbaiki, namun juga tentang kognitif sosial.
Dengan kombinasi tersebut, pemulihan atau recovery pasien bisa lebih baik dan
selain kognitif sosial dan non sosial, CET juga mengkombinasikan cara terapi yang
umum dengan program komputer atau pelatihan standar yang bersifat mendidik
dengan sebuah interaksi sosial baik secara individu ataupun kelompok. Adanya
interaksi sosial pada CET bertujuan agar pasien mendapatkan sebuah pengalaman
yang bisa digunakan dalam kehidupan (Stratigis et al., 2019). Selain itu, interaksi
sosial akan memberikan stresor untuk pasien dimana dengan begitu, pasien dapat
diperbaiki, kognitif sosial dan non sosial. Kognitif nonsosial yang dimaksud adalah
25
dilakukan setiap minggu sekali dengan durasi 2 kali 1-1,5 jam dalam sekali sesi.
ketentuan layanan dasar seperti, hak untuk makan, menggunakan pakaian yang
disabilitas pada skizofrenia melalui gejala yang ditunjukkan yang berkaitan dengan
domain kognitif yang mengalami kerusakan. Pada umumnya, gejala yang muncul
pada pasien skizofrenia terkait kerusakan kognitif yang mendasari. Metode yang
2019).
sebuah kelompok kecil dengan memulai latihan bersosialisasi dimana secara alami
kognitif nonsosial yang telah dilatih sebelumnya (kemampuan atensi, memori, dan
adalah atensi, memori, dan penyelesaian masalah (Deckler et al., 2018). Beberapa
literatur mengatakan bahwa fungsi kognitif ini merupakan dasar dari keahlian untuk
berinteraksi sosial dengan orang lain. Latihan ini dilakukan kurang lebih 2,5 jam
dalam 1 minggu selama 6 bulan kedepan. Metode ini diadaptasi dari Program
26
Rehabilitasi Benyishay untuk pasien dengan cidera kepala. CET yang dilakukan
yaitu selama 6 jam dalam satu sesi, 4 hari dalam seminggu dan selama 20 minggu.
CET pada skizofrenia hanya dilakukan selama 1,5 jam setiap sesi untuk mencegah
kelelahan yang terjadi pada pasien dikarenakan pasien skizofrenia lebih sensitif
selama 1,5 jam setiap pekan dan dilakukan selama kurang lebih 56 pekan.
Pasien skizofrenia yang masuk kategori pasien baru dengan durasi sakit
kurang lebih 2 tahun adalah termasuk pasien yang utama untuk mendapatkan CET.
Beberapa studi mengatakan bahwa CET sangat efektif sebagai sebuah intervensi
agar pemulihan pasien bisa lebih cepat dan lebih baik untuk kembali ke fungsi
kehidupan sehari-hari. Namun, pada pasien skizofrenia dengan durasi sakit lebih
dari 2 tahun pun, CET masih memberikan perbaikan yang signifikan. Sehingga,
CET dapat diberikan pada pasien dengan durasi sakit lama ataupun baru, meskipun
lebih baik digunakan sebagai sebuah intervensi dini pada gangguan kognitif pasien
27
BAB III
KESIMPULAN
disabilitas atau kecacatan. Sekitar 98% pasien dengan Skizofrenia tidak dapat
timbulnya penyakit, dan tetap stabil atau menetap pada sisa perjalanan penyakit.
Profil defisit kognitif pada pasien skizofrenia melibatkan dari beberapa aspek
penting dari kognitif antara lain: perhatian, daya ingat, kemampuan membuat alasan
28
DAFTAR PUSTAKA
Bora, E., Yalincetin, B., Akdede, B. B., & Alptekin, K. (2018). Duration of
untreated psychosis and neurocognition in first-episode psychosis: A meta-
analysis. Schizophrenia Research, 193, 3–10.
https://doi.org/10.1016/j.schres.2017.06.021
Bralet, M. C., Navarre, M., Eskenazi, A. M., Lucas-Ross, M., & Falissard, B.
(2008). [Interest of a new instrument to assess cognition in schizophrenia: The
Brief Assessment of Cognition in Schizophrenia (BACS)]. L’Encephale,
34(6), 557–562. https://doi.org/10.1016/j.encep.2007.12.005
Brown, E. C., Tas, C., Can, H., Esen-Danaci, A., & Brüne, M. (2014). A closer look
at the relationship between the subdomains of social functioning, social
cognition and symptomatology in clinically stable patients with schizophrenia.
Comprehensive Psychiatry, 55(1), 25–32.
https://doi.org/10.1016/j.comppsych.2013.10.001
Deckler, E., Hodgins, G. E., Pinkham, A. E., Penn, D. L., & Harvey, P. D. (2018).
Social cognition and neurocognition in schizophrenia and healthy controls:
Intercorrelations of performance and effects of manipulations aimed at
increasing task difficulty. Frontiers in Psychiatry, 9(AUG), 1–10.
https://doi.org/10.3389/fpsyt.2018.00356
29
Eack, Shaun M. (2015). Cognitive Enhancement Therapy. Social Cognition in
Schizophrenia, 9, 335–357.
https://doi.org/10.1093/med:psych/9780199777587.003.0014
Fett, A.-K. J., Viechtbauer, W., Dominguez, M.-G., Penn, D. L., van Os, J., &
Krabbendam, L. (2011). The relationship between neurocognition and social
cognition with functional outcomes in schizophrenia: a meta-analysis.
Neuroscience and Biobehavioral Reviews, 35(3), 573–588.
https://doi.org/10.1016/j.neubiorev.2010.07.001
Harvey, P. D., & Penn, D. (2010). Social cognition: the key factor predicting social
outcome in people with schizophrenia? Psychiatry (Edgmont (Pa. :
Township)), 7(2), 41–44.
Keshavan, M. S., Eack, S. M., Wojtalik, J. A., Prasad, K. M. R., Francis, A. N.,
Bhojraj, T. S., Greenwald, D. P., & Hogarty, S. S. (2011). A broad cortical
reserve accelerates response to cognitive enhancement therapy in early course
schizophrenia. Schizophrenia Research, 130(1–3), 123–129.
https://doi.org/10.1016/j.schres.2011.05.001
Mohn, C., Sundet, K., & Rund, B. R. (2012). The Norwegian standardization of the
MATRICS (Measurement and Treatment Research to Improve Cognition in
Schizophrenia) Consensus Cognitive Battery. Journal of Clinical and
Experimental Neuropsychology, 34(6), 667–677. https://doi.org/1
30
0.1080/13803395.2012.667792
Muth, V., Gyüre, T., & Váradi, E. (2015). [The cognitive paradigm in the
rehabilitation of schizophrenia - focusing on cognitive remediation].
Neuropsychopharmacologia Hungarica : a Magyar Pszichofarmakologiai
Egyesulet lapja = official journal of the Hungarian Association of
Psychopharmacology, 17(3), 129–140.
Roux, P., Urbach, M., Fonteneau, S., Berna, F., Brunel, L., Capdevielle, D.,
Chereau, I., Dubreucq, J., Faget-Agius, C., Fond, G., Leignier, S., Perier, C.-
C., Richieri, R., Schneider, P., Schürhoff, F., Tronche, A.-M., Yazbek, H.,
Zinetti-Bertschy, A., Passerieux, C., & Brunet-Gouet, E. (2018). Psychiatric
disability as mediator of the neurocognition-functioning link in schizophrenia
spectrum disorders: SEM analysis using the Evaluation of Cognitive Processes
involved in Disability in Schizophrenia (ECPDS) scale. Schizophrenia
Research, 201, 196–203. https://doi.org/10.1016/j.schres.2018.06.021
Sadock, B. J., Sadock, V. A., & Ruiz, P. (2015). Kaplan & Sadock’s Psychiatry.
Silberstein, J., & Harvey, P. D. (2019). Cognition, social cognition, and Self-
assessment in schizophrenia: prediction of different elements of everyday
31
functional outcomes. CNS Spectrums, 24(1), 88–93.
https://doi.org/10.1017/S1092852918001414
Stratigis, K. Y., Hoitomt, K. L., Hansen, N., & Michaels, N. A. (2019). The
effectiveness of cognitive enhancement therapy in a community-based
program. Journal of Prevention & Intervention in the Community, 1–10.
https://doi.org/10.1080/10852352.2019.1643582
32