Anda di halaman 1dari 50

1

IDENTIFIKASI TELUR SOIL TRANSMITTED HELMINTHS


PADA LALAPAN MENTIMUNDIBERBAGAI WARUNG DI
WILAYAH TANETE KECAMATAN BULUKUMPA
MENGGUNAKAN METODE SEDIMENTASI

KTI

Oleh:

KIKI FATMASARI

NIM. E.17.02.040

Oleh:

DIVA LESTARI

NIM.E.17.02.019

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PANRITA HUSADA BULUKUMBA
2020
IDENTIFIKASI TELUR SOIL TRANSMITTED HELMINTHS
PADA LALAPAN MENTIMUN DIBERBAGAI WARUNG DI
WILAYAH TANETE KECAMATAN BULUKUMPA
MENGGUNAKAN METODE SEDIMENTASI

KTI
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai gelar Ahli Madya
Analis Kesehatan (Amd. Kes)
Pada Program DIII Analis Kesehatan
Stikes Panrita Husada Bulukumba

Oleh:

DIVA LESTARI

NIM : E.17.01.019

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
PANRITA HUSADA BULUKUMBA
2020
i
ii
iii
KATA PENGANTAR

ُ‫ال َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َوبَ َر َكاتُه‬

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya, sehingga

Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Identifikasi Soil Transmitted

Helminths pada mentimunyang terdapat pada lalapan diberbagai warung

diwilayah kecematan Bulukumpa kabupaten Bulukumba” dapat diselesaikan.

Penulisan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu syarat akademik

untuk memperoleh gelar Ahli Madya Analis Kesehatan Jurusan Analis Kesehatan

STIKes Panrita Husada Bulukumba.

Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada :

1. H. Idris Aman, S.Sos selaku Ketua Yayasan Panrita Husada Bulukumba yang

senang memberi semangatuntuk menyelesaikan Proposal KTI ini.

2. Dr. Muriyati, S.Kep,M.Kes selaku Ketua Stikes panrita Husada Bulukumba

yang telah memberi motivasi kepada penulis.

3. Dr. A. Suswani Makmur, S.Kep,Ns,M.Kes selaku Wakil Ketua 1 yang selalu

senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.

4. Subakir Salnus, S.Si, M.Si selaku Ketua Program Studi DIII Analis Kesehatan

yang telah membagi ilmu dan pengetahuan.

5. Rahmat Aryandi, S.ST,M.Kesselaku Pembimbing utama yang telah

meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, petunjuk, kritik, dan saran

dalam menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini.

iv
6. Fatimah, S.Si.,M.Si selaku Pembimbing Kedua yang dengan teliti, penuh

kesabaran, dan telah meluangkan waktu dan tenaga serta pikiran untuk

membimbing dan mengarahkan dalam menyelesaikan proposal ini.

Kepada semua pihak yang telah membantu, semoga mendapat imbalan

yang setimpal dari Allah SWT. Penulis berharap semoga Proposal Karya Tulis

Ilmiah ini dapat diteruskan sampai pada penelitian dan menjadi Karya Tulis

Ilmiah yang utuh. Selain itu, penulis berharap Proposal Karya Tulis Ilmiah ini

bermanfaat sebagai bahan masukan dan informasi bagi pembaca.

Bulukumba, Januari 2020

Penulis

v
ABSTRAK

DIVA LESTARI.E.17.02.019. IDENTIFIKASI TELUR SOIL TRANSMITTED


HELMINTHS PADA LALAPAN MENTIMUN DI BERBAGAI WARUNG
DIWILAYAH TANETE KECAMATAN BULUKUMPA MENGGUNAKAN
METODE SEDIMENTASI,(di bimbing oleh Rahmat Aryandi dan Fatimah)

Infeksi kecacigan merupakan suatu penyakit endemik dan kronik yang


diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi tidak mematikan ,tetapi
mengurangi kesehtan tubuh manusia, sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi
dan kesehatan masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada atau
tidaknya Soil Transmitted Helminths sayuran mentimun yang terdapat pada
lalapan menggunnakan metode sedimentasi dengan menggunakan NaOH 0,2%,
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan mentimun negatif
pada 16 jumlah sampel. Tidak ditemukan Soil Transmitted Helminths pada
mentimun di wilayah Tanete kecamatan Bulukumpa. Peneliti menyarangkan hasil
penelitian ini bisa dijadika sebagai referesi untuk mengaplikasikan kepada
masyarakat khususnya dalam bidang Analis Kesehatan.

Kata kunci : kecacingan, Telur cacing,Nematoda usus.

Daftar pustaka (13 Refensi 2005-2017)

vi
DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan................................................Error! Bookmark not defined.

Lembar Pengesahan................................................Error! Bookmark not defined.

Surat Pernyataan Keaslian Penelitian.....................Error! Bookmark not defined.

Kata Pengantar........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1

B. Rumusan masalah....................................................................................4

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................5

D. Manfaat penelitian...................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6

A. Tinjauan teori...........................................................................................6

1. Tinjauan umum tentang kecacingan.................................................6

2. Tinjauan umum sayuran.................................................................16

B.Kerangka Teori.........................................................................................18

C. Kerangka konsep...................................................................................19

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................20

A. Desain Penelitian...................................................................................20

B. Variabel penelitian.................................................................................20

D. Waktu dan lokasi penelitian..................................................................21

E. Populasi Dan Sampel.............................................................................21

F. Instrumen penelitian..............................................................................22

G. Alur Penelitian.......................................................................................23
H. Pengolahan dan analisis data.................................................................23

J. Jadwal penelitan....................................................................................25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................26

A. Hasil Penelitian......................................................................................26

B. Pembahasan...........................................................................................27

BAB V PENUTUP.................................................................................................32

A. Kesimpulan............................................................................................32

B. Saran......................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33

DOKUMENTASI PENELITIAN..........................................................................36

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................38

DAFTAR TABEL.....................................................................................................

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia masih memiliki banyak penyakit yang merupakan masalah

kesehatan, salah satu diantaranya ialah Cacingan yang ditularkan melalui

tanah, yaitu Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura (cacing

cambuk), dan Ancylostoma duodenale, Necator americanus, (cacing

tambang). Kecacingan mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,

kecerdasan sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian.

Cacingan menyebabkan hilangnya karbohidrat, protein serta kondisi

kesehatan, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia(Kementrian

Kesehatan 2017).

Infeksi kecacingan menurut (WHO) adalah salah satu infeksi cacing

parasit usus yang trdiri dari nematoda usus,sejumlah spesies menular melalui

tanah atau sering disebut dengan cacing jenis Ascaris lumbricoides,Nekator

americanus,Trichuris trichura dan Ancylostoma duodenale.Peyakit tersebut

kebanyakan menyerang masyarakat yang memiliki ekonomi lebah yang

ditemukan di berbagai golongan(WHO, 2020).

Berdasarkan data dari dinas kesehatan kabupaten Bulukumba tentang

jumlah kasus infeksi kecacingan di kabupaten Bulukumba yaitu berdaarkan

suspek pada tahun 2017 yaitu sekitar 397 orang yang terinfeksi

kecacingan,pada tahun 2018 jumlah jumlah kasus infeksi kecacingan menurut

sekitar 425 orang,dan pada tahun 2018 kasus infeksi kecacingan menurun

1
2

sekitar 181 orang, jumlah kasus infeksi kecacingan berdasarkan wilayah pada

tahun 2019,terdapat satu wilayah yang menduduki infeksi kecacingan tertinggi

di kabupaten Bulukumba yaitu wilayah Tanete kecamatan Bulukumpa yaitu

sekitar 39 orang yang terinfeksi kasus kecacingan.

Sayuran merupakaan menu pendaping yang sering ditemukan pada

makanan pokok kumpulan jenis sayuran biasanya disajikan pada lalapan,

Hasil dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat telur cacing

pada makanan berbahan sayuran mentah yang biasanya terdapat pada lalapan,

prevalensi kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths pada sayuran telah

banyak dilaporkan dibeberapa daerah di Indonesia. Hanum dan Nurhayati

(2017) menemukan kontaminasi telur cacing sebesar 27,3% pada sayuran

mentah yang disajikan pada lalapan dalam sajian kuliner di Banda Aceh.

Infeksi cacing usus ditularkan melalui tanah yangtercemar telur cacing,

tempat tinggal yang tidak bersih merupakan masalah kesehatan masyarakat, di

perdesaan dan di daerah perkotaan di Indonesia. Tinggirendahnya fekuensi

kecacingan berhubungan erat dengan kebersihan dan sanitasi lingkungan

menjadi sumber infeksi. Diantara cacing usus yang menjadi masalah

kesehatan adalah kelompok “Soil Ttransmitted Helminth” atau cacing yang

ditularkan melalui tanah, seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan

Ancylostoma sp (cacing tambang) (Tangel, dkk.,2006).

Pencemaran tanah merupakan terjadinya transmisi telur cacing dari

tanah melalui tangan yang mengandung telur cacing, masuk ke mulut

bersama makanan. Di Indonesia tingkat kecacingan masih tinggi antara 60% –


3

90 % tergantung pada lokasi dan kondisi sanitasi lingkungannya (Hairani,

2014).

Cara penularan telur cacing STH ke manusia menurut WHO, antara

lain memakan sayuran yang kurang matang, kurang bersih, tidak dicuci, serta

mengandung telur cacing. Meminum air yang terkontaminasi telur cacing,

dan telur cacing yang tertelan oleh anak-anak yang sering bermain di tanah

yang terkontaminasi dan makan tanpa mencuci tangan. Jalur penularan cacing

melalui sayuran mudah terkontaminasi dalam kehidupan sehari-hari sebab

sayur adalah makanan yang sangat diperlukan oleh tubuh setiap hari.

Lalap atau lalapan adalah makanan yang disajikan beserta sayuran.

Ciri khas lalapan adalah sayur dihidangkan dalam keadaan mentah dan biasa

dimakan bersama nasi dan lauk-pauk lainnya (ayam goreng, ikan goreng,

sambal, dan sebagainya) (Setiawan, 2017).

Sayur yang biasa disajikan pada lalapan antara lain selada, sawi, kubis,

mentimun, dan kemangi. Lalapan sangat baik untuk pencernaan karena

mengandung banyak serat. Lalapan selada bermanfaat membantu mengurangi

risiko kanker, dan stroke, meringankan insomnia dan mengurangi gangguan

anemia. Kemangi berguna untuk mengurangi diare, membantu

menyembuhkan sariawan, mengurangi bau badan, dan mengeluarkan gas dari

dalam perut (Setiawan, 2017).

Mentimun memiliki kandungan air, sehingga membantu

menghilangkan toksin dan asam urat dalam tubuh. Mentimun juga bermanfaat

sebagai pelangsing yang sempurna, karna sering di sajikan dengan makanan

lalapan sehingga memberi efek mengenyangkan dalam tubuh (Saptorin 2010).


4

Metode sedimentasi merupakan metode pemeriksaan telur cacing yang

menggunakan prinsip kerja berdasarkan gaya sentrifugal, sehingga telur

cacing (berupa endapan) akan terpisah dengan akuades (berupa supernatan)

Kecacingan sangat berpegaruh pada kesehatan manusia karna

kecacingan dapat ditularkan melalui tanah, kontaminasi tanah pada sayuran

dapat menyebabkan kecacingan biasanya pada lalapan memiliki sayuran

seperti sayuran mentimun. sangat berpegaruh adanya kontaminasi telur cacing

terkadang sayuran yang disajikan dengan mentah tanpa dibersihkan terlebih

dahulu.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti bermaksud untuk

melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi telur cacingSoil Transmitted

Helminthpada mentimun yang terdapat pada lalapan di berbagai warung di

wilayah Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba?

B. Rumusan masalah

Kecacingan disebabkan oleh kontaminasi tanah yang tercemar telur

cacing, seperti sayuran mentimun yg ditanam di daerah yg belum tentu

kebersihanya,mentimun juga sering ditemukan pada lalapan sebagai

pendamping makanan yang disajikan secara mentah tanpa dibersihkan terlebih

dahulu.oleh karena iturumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Apakah

terdapat telur cacing Soil Trasmitted Helminthspada mentimun yang terdapat

pada lalapan di berbagai warung di wilayah Kecamatan Bulukumpa

Kabupaten Bulukumba?
5

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengidentifikasi adanya telursoil transmitted helminths) pada

mentimun yang terdapat pada lalapan diberbagai warung diwilayah kecamatan

Bulukumpa Kabupaten Bulukumbadengan metode sedimentasi.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini di harapkan dapat menjadi informasi dan salah satu

sumber rujukan bagi pembaca atau peneliti lain terkait kontaminasi parasit

pada mentimun dan dampak bagi kesehatan.

2. Manfaat aplikatif

Mengembangkan pemahaman ilmu pengetahuan dan wawasan

pengalaman meneliti dalam hal bahan mentah pada sayur lalapan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori

1. Tinjauan umum tentang kecacingan

Salah satu masalah kesehatan penduduk di Indonesi yang berkaitan

dengan masalah status sosial ekonomi penduduk yang insidennya masih

tinggi adalah penyakit infeksi cacing.menurut World Heald

Organisation(WHO) diperkirakan 800 juta milyar penduduk terinfeksi

ascaris,700-900 juta terinfeksi cacing tambang, dan 500 juta terinfeksi

trichuris. Salah satu penyakit cancingan adalah penyakit cacing usus melalui

tanah atau sering disebut Soil Transmitted Helminths yang sering dijumpai

pada sekolah dasar dimana pada usia anak masih sering kontak dengan

tanah(Adisti Andaruni,2006)

Di Indonesia, kejadian kecacingan masih sangat tinggi di daerah

pedesaan maupun perkotaan. Angka terjadinya kecacingan di Indonesia

berada pada sekitar 28%. Beberapa faktor kecacingan yaitu iklim tropis,

sanitasi, dan higienitas masyarakat yang sangat kurang baik. Selain itu, NTB

termasuk prevalensi kecacingan yang tinggi yaitu mencapai angka 66,2%.55

Menurut survei Dinas Kesehatan provinsi NTB, prevalensi kecacingan dari

jenis cacing gelang (Ascaris lumbricoides) sebesar 63,57%, cacing cambuk

(Trichuris trichiura) sebesar 33,98%, dan cacing tambang (Necator

americanus dan Ancylostoma duodenale) sebesar 7,71%(Wibowo, 2019)

6
7

Berdasarkan hasil survei pemeriksaan tinja pada anak SD di 10

kabupaten/kota di Indonesia, 2011 diketahui dari sekitar 3.666 siswa di 64

SD, sekitar 829 anak mengidap cacingan atau prevalensinya sekitar 22,6

persen. Kecacingan sangat sulit di diketahui, karena tidak menimbulkan

gejala. Kecuali dalam sumlah yang banyak, maka menyebabkan mual,

kembung dan diare pada anak-anak sampai masalah anemia. Dampak

kecacingan ternyata tidak dapat diabaikan karena dapat menimbulkan

gangguan pertumbuhan fisik yang lambat, Dampak yang paling banyak

adalah anemia atau kadar haemoglobin (Hb) rendah. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kecacingan adalah kebersihan lingkungan, kebersihan pribadi,

penyediaan air bersih, kebersihan lantai rumah, penggunaan jamban sehat,

serta kebersihan makanan(Nuryani, 2017)Jenis jenis kecacingan,yaitu;

a. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

1) Morfologi dan Siklus Hidup

Siklus cacing jantan mempunyai panjang 10-30 cm dan cacing

betina 22-35 cm. Cacing betina dapat bertelur 100 000 - 200 000 butir

sehari, terdiri atas telur dibuahi dan telur tidak dibuahi. Tergantung

pada tanah yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk

infektif dalam waktu kurang lebih tiga minggu.


8

Bila telur infektif tertelan, telur bisa menetas menjadi larva di

usus halus. Larva akan menembus dinding usus halus darah atau

saluran limfe, maka akan terbawa aliran darah ke jantung dan paru-

paru.

Di paru, larva akan masuk menembus pembuluh darah, lalu ke

dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea

melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva akan menuju ke

faring dan akan menimbulkan rangsangan pada faring sehingga

penderita batuk, larva tertelan ke dalam esofagus, lalu ke usus halus.

Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa

bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan.

Gambar 2.1. Siklus Hidup Cacing Gelang


(Kementrian Kesehatan 2017)

2) Gejala Klinis

 Fase migrasi larva

Pada fase migrasi larva dapat menimbulkan reaksi pada

jaringan yang dilaluin. Antigen larva akan menimbulkan respons


9

inflamasi berupa infiltrat yang akan menghilang dalam waktu tiga

minggu. Terdapat gejala peneumonia atau radang paru seperti batuk

kering, demam dan pada infeksi berat dapat timbul dahak yang

disertai darah. Peneumonia yang disertai eosinofilia dan akan

meningkatan IgE disebut sindrom Loeffler. Larva yang mati di hati

dapat menimbulkan granuloma eosinofilia.

 Fase intestinal

Cacing dewasa yang hidup di saluran intestinal menimbulkan

gejala klinis. Jika terdapat gejala klinis biasanya yaitu mual, nafsu

makan berkurang, diare atau konstipasi, lesu, tidak bergairah, dan

kurang konsentrasi. Cacing Ascaris dapat menyebabkan intoleransi

laktosa, malabsorsi vitamin A dan mikronutrisi. Pada anak infeksi

kronis dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan akibat dari

penurunan nafsu makan, terganggunya proses pencernaan dan

malabsorbsi. Efek yang biasa muncul cacing menggumpal dalam usus

sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Selain itu cacing dewasa dapat

masuk ke lumen usus buntu dan dapat menimbulkan apendisitis

(radang usus buntu) akut atau gangren. Jika cacing dewasa masuk dan

menyumbat saluran empedu dapat terjadi kolik, kolesistitis (radang

kantong empedu), kolangitis (radang saluran empedu), pangkreatitis

dan abses hati. Selain ke bermigrasi ke organ, cacing dewasa juga

dapat bermigrasi keluar melalui anus, mulut atau hidung. Migrasi

cacing dewasa dapat terjadi karena rangsangan seperti demam tinggi

atau obat-obatan.
10

3) Diagnosis

Diagnosis di temukan telur Ascaris lumbricoides pada sediaan

basah tinja langsung. Penghitungan telur per gram tinja dengan teknik

katokatz dipakai sebagai pedoman untuk menentukan berat ringannya

infeksi. Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing dewasa keluar

sendiri melalui mulut, hidung atau anus.

4) Pengobatan

Albendazol dan mebendazol merupakan obat pilihan untuk

askariasis. Dosis albendazol untuk dewasa dan anak usia lebih dari 2

tahun adalah 400 mg per oral. WHO merekomendasikan dosis 200

mg untuk anak usia 12 – 24 bulan. Dosis mebendazol untuk dewasa

dan anak usia lebih dari 2 tahun yaitu 500 mg. Albendazol dan

mebendazol diberikan dosis tunggal. Pirantel pamoat dapat digunakan

untuk Ascariasis dengan dosis 10–11 mg/kg BB per oral, dosis

maksimum 1 gram.3Tindakan operatif diperlukan pada keadaan

gawat darurat akibat cacing dewasa menyumbat saluran empedu dan

apendiks.Pengobatan askariasis harus disertai dengan perubahan

perilaku hidup bersih sehat dan perbaikan sanitasi.

b. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

1) Morfologi dan siklus hidup

Cacing betina panjangnya ± 5 cm, sedangkan cacing jantan ± 4

cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya ± 3/5 dari

panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk;

pada cacing betina bulat tumpul sedangkan pada cacing jantan


11

melingkar dan terdapat satu spikulum. Seekor cacing betina

diperkirakan menghasilkan telur setiap hari sebanyak 3.000 -10.000

butir.

Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja.

Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu

dalam lingkungan yang sesuai, yaitu di tanah yang lembab dan teduh.

Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk

infektif.

Bila telur matang tertelan, larva akan keluar melalui dinding

telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing

akan turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama

sekum. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum dengan

bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa

usus. Trichuris trichiura tidak mempunyai siklus paru. Masa

pertumbuhan mulai dari telur tertelan sampai cacing dewasa betina

bertelur ± 30 - 90 hari
12

Gambar 2.2. Siklus Hidup Cacing Cambuk

2) Patofisiologi dan gejala klinis

Trichuris trichiura menyebabkan penyakit yang disebut

trikuriasis. Trikuriasis biasanya tidak memberikan gejala klinis yang

jelas atau sama sekali tidak memiliki gejala. Pada infeksi terutama

pada anak, cacing akan tersebar di seluruh kolon dan rektum sehingga

dapat menimbulkan prolapsus rekti (keluarnya dinding rektum dari

anus) akibat sering timbul pada waktu defekasi. Selain itu Penderita

dapat mengalami diare yang diselingi sindrom disentri atau kolitis

kronis, sehingga berat badan turun. Bagian anterior cacing yang

masuk ke dalam mukosa usus menyebabkan trauma yang

menimbulkan peradangan dan pendarahan. Trichuris trichiura juga

mengisap darah hospes, sehingga mengakibatkan anemia.

3) Diagnosis

Diagnosis trikuriasis ditegakkan dengan menemukan telur

pada sediaan basah tinja langsung atau menemukan cacing dewasa


13

pada pemeriksaan kolonoskopi. Telur Trichuris trichiura memilki

karakteristik seperti tempayan dengan semacam benjolan yang jernih

di kedua kutub sehingga mudah untuk diidentifikasi. Penghitungan

telur per gram tinja dengan teknik katokatz dipakai sebagai pedoman

untuk menentukan berat ringannya infeksi.

4) Pengobatan

Obat untuk trikuriasis adalah albendazol 400 mg selama 3 hari

ataumebendazol 100mg 2x sehari selama 3 hari berturut-turut.

c. Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

1) Morfologi dan Siklus Hidup

Dua spesies utama cacing tambang yang menginfeksi manusia

adalah Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Cacing

betina berukuran panjang ± 1 cm sedangkan cacing jantan berukuran

± 0,8 cm. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks. Bentuk badan

Necator americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan

Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C.

Necator americanus tiap hari bertelur 5.000-10.000 butir,

sedangkan Ancylostoma duodenale 10.000-25.000 butir. Rongga

mulut Necator americanus mempunyai benda kitin, sedangkan

Ancylostoma duodenale mempunyai dua pasang gigi yang berfungsi

untuk melekatkan diri di mukosa usus.

Telur dikeluarkan bersama feses dan pada lingkungan yang

sesuai telur menetas mengeluarkan larva rabditiform dalam waktu 1 -

2 hari. Larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform dalam


14

waktu ± 3 hari. Larva filariform bertahan hidup 7 - 8 minggu di tanah

dan dapat menembus kulit. Infeksi terjadi bila larva filariform

menembus kulit. Infeksi Ancylostoma duodenale juga dapat terjadi

dengan menelan larva filariform.

Bila larva filariform menembus kulit, larva akan masuk ke

kapiler darah dan terbawa aliran darah ke jantung dan paru. Di paru

larva menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus,

kemudian masuk rongga alveolus, dan naik ke trakea melalui

bronkiolus dan bronkus menuju ke faring. Di faring larva akan

menimbulkan rangsangan sehingga penderita batuk dan larva tertelan

masuk ke esofagus. Dari esofagus, larva menuju ke usus halus dan

akan tumbuh menjadi cacing dewasa.

2) Patofisiologi dan Gejala Klinis

 Stadium larva

Apabila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit,

maka terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch yaitu reaksi

lokal eritematosa dengan papul-papul yang disertai rasa gatal.Infeksi

larva filariform Ancylostoma duodenale secara oral menyebabkan

penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi faringeal, batuk,


15

sakit leher, dan suara serak. Larva cacing di paru dapat menimbulkan

pneumonitis dengan gejala yang lebih ringan dari pnemonitis Ascaris.

Gambar 2.3. Siklus hidup cacing tambang


(Kementrian Kesehatan 2017)
 Stadium dewasa

Manifestasi klinis infeksi cacing tambang merupakan akibat

dari kehilangan darah karena invasi parasit di mukosa dan submukosa

usus halus. Gejala tergantung spesies dan jumlah cacing serta keadaan

gizi Penderita. Seekor Necator americanus menyebabkan kehilangan

darah sebanyak 0,005 - 0,1 cc/hari, sedangkan Ancylostoma

duodenale 0,08 - 0,34 cc/hari. Biasanya terjadi anemia hipokrom

mikrositer dan eosinofilia. Cacing tambang biasanya tidak

menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi

kerja turun.

3) Diagnosis

Telur biasanya ditemukan pada tinja segar, sedangkan pada

tinja yang lama akan ditemukan larva. Penghitungan telur per gram

tinja dengan teknik katokatz dipakai sebagai pedoman untuk

menentukan berat ringannya infeksi


16

4) Pengobatan

Obat untuk infeksi cacing tambang adalah albendazol,

mebendazol 2X100mg/hari, atau pirantel pamoat 11 mg / kgBB,

maksimum 1 gram. Mebendazol dan pirantel pamoat diberikan

selama 3 hari berturut-turut. WHO menyarankan pada dosis

albendazol yaitu 200 mg untuk anak usia 12 – 24 bulan. Dan untuk

meningkatkan kadar haemoglobin perlu diberikan asupan makanan

bergizi dan suplementasi zat besi.

2. Tinjauan umum sayuran

Sayur merupakan bahan pangan yang sangat memberi manfaat bagi

tubuh.terutama untuk mendukung kebutuhan akan vitamin. Vitamin

merupakan senyawa organik yang tidak termasuk dalam golongan protein,

karbohidrat maupun lemak. disamping itu, vitamin adalah senyawa organik

yang mudah rusak oleh pengolahan dan penyimpanan karnanya jumlah

asupan sayuran inin relatif tinggi agar orang mendapatkan manfaatnya.

karbohidrat pada sayur merupakan sumber energi yang sangat berfariasi.

sayur sangat rentang terhadap kerusakan, hal ini terjadi karna setelah dipanen

maka sayuran masing melakukan kegiatan metabolisme dengan

menggudakan cadangan makanan yang masih tersisa.

Mentimun termasuk tanaman semusim yang batangnya menjalar atau

memanjat dengaaan perantara pemegang berbentuk pilin kemudian daun

mentimun berbentuk bulat lebar,persegi mirip jantung,permukaanya

kasar.tanaman mentimun dapat tumbuh baik ndi daerah dengan suhu yang

ideal(Saptorin 2010)
17

3. Tinjauan tentang pemeriksaan cacing metode sedimentasi

Metode sedimentasi merupakan metode pemeriksaan telur cacing

yang menggunakan prinsip kerja berdasarkan gaya sentrifugal, sehingga telur

cacing (berupa endapan) akan terpisah dengan akuades (berupa supernatan)

Metode sedimentasi menggunakan larutan dengan berat jenis yang

lebih rendah dari organisme parasit, sehingga parasit dapat mengendap di

bawah. Metode sedimentasi biasa yang hanya memanfaatkan gaya gravitasi,

dan metode sedimentasi Formol-Ether (Ritchie) yang mengunakan gaya

sentrifugal dan larutan formalin-eter pada prosedur kerjanya. metode

sedimentasi menggunakan larutan yang memiliki berat jenis lebih rendah dari

organisme parasit, sehingga organisme berkonsentrasi dalam sedimen.

Adapun prosedur kerja pemeriksaan Soil Transmitted

Helminthsmenggunakan sampel sayuran mentimun yang terdapat pada

lalapan dengan menggunakan metode sedimentasi, yaitu:

 Mentimun direndam dalam larutan NaOH 0,2% selama 30 menit lalu

diangkat

 Air sisa rendaman mentimun di masukkan ke dalam tabung

sedimentasi kemudian endapkan selama 1 jam.

 Mengambil endapan sebanyak 10-15 ml lalu dicentrifuge dengan

kecepatan 1500 rpm selama 5 menit.

 Supernaatan akan terpisah dengan endapannya,endapan akan di pipet

lalu di simpan di atas objek glass dan di tutup dengan deck glas.

 Dilalukan pemeriksaan mikroskopis dengan perbesaran 10-40 kali.


18

Telur cacing (STH) di identifikasi dengan meyusuaikan bentuk dari

telur cacing (STH)yang ditemukan dengan bentuk pada atlas

parasitologi.

B.Kerangka Teori

Lalapan pada warung

Mentimun Kemangi Kacang panjang Kol

Menurunnya
kondisi
Pengolahan yang kurang baik kesehatan
Gizi,
Karbohidrat,
Protein, serta
kehilangan
Identifikasi jenis-jenis darah
telur STH

Ascaris Trichiuris Ancylostoma


lumbricoides trichiura Deudenale

Metode
Sedimentasi

Keterangan : Variabel Yang Dipilih


19

C. Kerangka konsep

Kecacingan

Identifikasi telur cacing pada mentimun

Ascaris Necator Trichiuris


lumbricoide americanus trichiura
s

Positif /negatif
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu deskripsi (deskriktif)yaitu

metode yang memilikitujuan utama memberi gambaran situasi atau fenomena

secara jenis dan rinci tentang apa yang terjadi.Metode ini digunakan untuk

mengidentifikasi telur nematoda usus (Soil Transmitted Helminths)pada

mentiun yang ada pada lalapan di warung yang tersebar di Kecamatan

Bulukumpa kabupaten Bulukumba

B. Variabel penelitian

1. Variabel terikat(dependen) adalah jenis telur cacing Soil Transmitted

Helminth pada mentimun yang terdapat pada lalapan sampel mentimun

pada lalapan yang ada di wilayah Tanete Kacamatan Bulukumpa.

2. Variabel bebas(independen) adalah sampel mentimun pada lalapan yang

ada di wilayah Tanete Kacamatan Bulukumpa.

C. Defenisi Operasional

1. Mentimun adalah sejenis sayuran yang sering ditemukan pada

lalapan,mentimun yg sering ditemukan pada lalapan biasanya hanya di

potong langsung tampa dibersihkan terlebih dahulu.

20
2. Metode sedimentasi adalah metode yang digunakan untuk pemeriksaan

telur cacing pada sampel mentimun menggunakan prinsip kerja

berdasarkan gaya sentrifugal.

21
21

3. Soil Transmitted Helmint(STH) adalah sekelompok cacing parasit yang

dapat menyebabkan infeksi pada manusia melalui kontak dengan telur

ataupun larva parasit itu sendiri, proses pemeriksaan yang menjadi fokus

penelitian yaitujenis dan telur cacing yang menginfeksi telur cacing

Ascaris lumricoides, Necator amerikanus,dan Trichuris trichiura.

D. Waktu dan lokasi penelitian

1. Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2020

2. Tempat penelitian

Pegambilan sampel di lakukan di Kecamatan Bulukumpa kabupaten

Bulukumba dan pemeriksaan dilakukan di Laboratorium analis kesehatan

STIKES panrita Husada Bulukumba.

E. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2011 : 80) populasi merupakan wilayah terdiri

dari objek dan subjek yang memiliki generalisasi yang kualitas dan

karakteristik. Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh penjual

lalapan yang terdapat di kecamatan Bulukumpa kabupaten Bulukumba.

2. Sampel

Sugiyono (2011 : 81) menyatakan bahwa sampel adalah bagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik

pengambilan sampel dimana jumlah sampel pada penelitian ini adalah 16

warung lalapan sama dengan populasi.


22

F. Instrumen penelitian

1. Alat dan Bahan

 Alat

Adapun alat yang digunakan pada peneli

tian ini yaitu Baskom(wadah tempat mentimun),Tabung

sentrifuge,Sentrifuge, Pipet tetes,Rak tabung,Pinset,Objek

Gelas,Deck glass, dan mikroskop.

 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu NaOH

0,2%,Eosin 2%,dan Mentimun.

2. prosedur kerja

a) Mentimun direndam dalam larutan NaOH 0,2% sebanyak 25 ml

selama 30 menit lalu diangkat

b) Air sisa rendaman mentimun di masukkan ke dalam tabung

sedimentasi kemudian diendapkan selama 1 jam.

c) Mengambil endapan sebanyak 10-15 ml lalu dicentrifuge dengan

kecepatan 1500 rpm selama 5 menit.

d) Supernatan akan dibuang dengan cara satu kali tuang dan endapan

akan di pipet lalu di simpan di atas objek glass di tutup menggunakan

deck glas.

e) Dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan perbesaran 10×40

kali.Telur cacing (STH) di identifikasi dengan meyusuaikan bentuk

dari telur cacing (STH)yang ditemukan dengan bentuk pada atlas

parasitologi.
23

3. Interpretasi hasil :

1) Positif (+) : Ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides, telur

Necator amerikanus, dan telur cacing Trichuris trichiura, pada

sampel mentimun

2) Negatif (-) : Tidak ditemukan telur cacing Ascaris lumbriciodes,

telur Necator amerikanus, dan telur cacing Trichuris

trichiura,pada sampel mentimun

G. Alur Penelitian

Penentuan populasi dan

Persiapan alat dan bahan

Pengambilan sampel
mentimun

Sampel mentimun di rendam

Metode
sedimentasi

Pemeriksaan telur cacing

Pelaporan hasil

Gambar 3.1 Alur Penelitian

H. Pengolahan dan analisis data

1. Pengelolaan Data
24

Setelah data dikumpulkan, maka data tersebut diolah melalui

tahapan sebagai berikut:

a) Coding adalah pembuatan kode pada sampel.

b) Editing adalah pemeriksaan atau pengkoreksian data yang telah

dikumpulkan.

c) Tabulating adalah data yang disusun dalam bentuk tabel agar dapat

dibaca dengan mudah.

2. Analisa Data

Data yang telah diolah selanjutnya dianalisa dengan jenis hipotesis,

yaitu hipotesis kompratif yang mencari perbedaan, hubungan, atau

identifikasi.

I. Etika penelitian

1. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti menggunakan nomor atau

kode sampel

2. Confidentiality (kerahasiaan)

Dilakukan dengan menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik

informasi maupun masalah-masalah lainnya. Informasi yang dikumpulkan

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

J. Jadwal penelitan

Bulan 2020
25

Jenis Jan M A Mei J Jjul Agst Sept


Kegiatan ma
r Apr Jun i
Pengajuan
Judul Acc
Bimbingan
penyusunan
proposal
Ujian
proposal
Revisi

Penelitian

Bimbingan
hasil
Penelitian
Ujian
hasil/Revisi
Monoskrip
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran lokasi penelitian

Pengambilan sampel pada penelitian ini sebanyak 16 sampel

lalapan mentimun di berbagai warung di wilayah Tanete Kecamatan

Bulukumpa. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap

identifikasi Telur Soil Transmitted Helmints dengan menggunakan

metode sedimentasi. Selain itu kondisi tanaman sayuran mentimun

biasanya berada di atas tanah, hal ini tanpa disadari dapat memicu

melekatnya kotoran yang mengandung telur cacing pada sayuran

mentimun di Kelurahan Tanete. Pada pemeriksaan telur Soil Transmitted

Helminths ini dilakukan di Laboratorium Analis Kesehatan STIKES

Panrita Husada Bulukumba pada bulan Agustus 2020.

2. Data Penelitian

Hasil pemeriksaan Telur Soil Trasmitted Helminths dengan sampel

lalapan mentimun di berbagai warung di wilayah Tanete Kecamatan

Bulukumpa Metode pengendapan (sedimentasi) digunakan untuk

mengetahui ada atau tidaknya telur cacing pada lalapan mentimun di

berbagai warung di wilayah Tanete kecamatan Bulukumpa.

26
Tabel 4.1 Hasil telur Soil Transmitted Helminths pada mentimun yang terdapat di
berbagai warung.

27
27

No Hasil Pemeriksaan Telur Soil Transmitted


Kode Sampel Helminths
1 A -
2 B -
3 C -
4 D -
5 E -
6 F -
7 G -
8 H -
9 -
10 -
11 K -
12 L -
13 M -
14 N -
15 O -
16 P -
Sumber:data primer,2020

Tabel 4.1menunjukkan hasil pemeriksaan telur Soil Transmitted

Helmints pada sampel lalapan mentimun bahwa tidak ditemukan adanya

kontaminasi telur Soil Transmitted Helmintspada mentimun.

B. Pembahasan
Infeksi cacing adalah masalah kesehatan yang masih banyak

ditemukan pada negara berkembang salah satunya Indonesia. Infeksi

cacing yang paling banyak ditemukan adalah infeksi cacing Soil

Transmitted Helmints (STH), jalur penularan cacing biasanya melalui

mengkonsumsi sayuran. Sayuran mengandung serat,vitamin,dan mineral.

Para penjual lalapan sering memanfaatkan sayuran dalam bentuk lalapan


28

segar maupun dicampur dalam makanan lainnya, seperti halnya gado-

gado,mie ayam,dan dara ayam goreng di warung pinggir jalan juga biasa

menyajikan mentimun,sayur kumis,dan kemangi. Penggunaan sayuran

mentah pada lalapan akan beresiko memberikan kontribusi penularan

cacing dan akan mempengaruhi kesehatan masyarakat (Adrianto

Hebert,2017).

Penelitian dilakukan terhadap 16 sampel dengan menggunakan

metode sedimentasi pada bulan Agustus 2020. Sampel yang berasal dari

warung-warung penjual lalapan di kelurahan Tanete kecamatan

Bulukumba.Pada pemeriksaannya Mentimun tersebut direndam dalam

larutan NaOH 0,2% sebanyak 25 ml selama 30 menit lalu diangkat, Air

sisa rendaman mentimun di masukkan ke dalam tabung sedimentasi

kemudian diendapkan selama 1 jam. Mengambil endapan sebanyak 10-15

ml lalu dicentrifuge dengan kecepatan 1500 rpm selama 5

menit.Supernatan akan dibuang dengan cara satu kali tuang dan endapan

akan di pipet lalu di simpan di atas objek glass di tutup menggunakan deck

glas. Dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan perbesaran 10×40

kali.Telur cacing (STH) di identifikasi dengan meyusuaikan bentuk dari

telur cacing (STH)yang ditemukan dengan bentuk pada atlas parasitologi.

Sayuran segar dapat menjadi tempat transmisi kista protozoa, larva

dan telur cacing. Sayuran mentah atau dimasak ringan akan meningkatkan

adanya infeksi parasit. Makanan biasanya menjadi potensi utama infeksi

kecacingan pada manusia, oleh kontaminasi selama produksi,

pengumpulan, persiapan atau pengolahan. Sumber kontaminasi biasanya


29

melalui tinja, tanah atau air. Namun sayuran diprediksi sebagai sumber

utama infeksi telur cacing karena dikonsumsi setiap hari. Hasil dari

penelitian Hanna Mutiara yang di lakukan pada sayuran mentah yang

dijajakan kantin sekitar kampus Universitas Lampung Bandar Lampung

pada tahun 2015 terdapat infeksi telur Soil Transmitted Helmints pada

sayuran kubis, yakni dengan jenis telur Ascaris lumbricoides,Trihuris

Trihura dan cacing Tambang(Mutiara Hanna,2015).

Lalapan dapat menjadi media penularan cacing, namun bukan

berarti kita tidak boleh mengkonsumsi lalapan. Upaya yang dilakukan

dalam pencegahan penularan penyakit yaitu dengan cara mencuci sayuran

yang akan dikunsumsi. Dalam penelitian ini dari 16 sampel lalapan

mentimun di Wilayah Tanete Kecamatan Bulukumpa tidak ditemukan

adanya infeksi Soil Transmitted Helmints. Penelitian ini juga sejalan

dengan hasil penelitian Setiawan,dkk yang dilakukan di warung makan di

jalan Abdul Kadir kota Makassar pada tahun 2017, tidak ditemukannya

telur Soil Transmitted Helmints pada sayuran mentimun

(Setiawan,dkk,2017)

Prevalensi kecacingaan di Indonesia sekitar 58% yang terdiri dari

30,4% terinfeksi Ascaris lumricoides (cacing gelang), 21,2% Trichuris

trichiura (cacing cambuk), dan 6,5% Necator americanus (cacing

tambang). Tingginya prevalensi kecacingan tidak terleps dari kondisi

tanah yang subur yang merupakan lingkungan yang paling disenangi

cacing sebagai tempat berkemang biak, di samping itu tidak jarang

masyarakat melihat cacing yang masih hidup keluar bersama tinja dan
30

dianggap ini sebagai hal yang bisa. Hal ini menunjukkan kurangnya

perhatian masyarakat terhadap infeksi cacing, penyakit ini sangat besar

kaitannya dengan masalah lingkungan, perilaku manusia, dan

menipulasinya terhadap lingkungan(Kusmi,dkk,2015)

Di Wilayah Tanete Kecamatan Bulukumpa, masyarakat

melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, mencuci pakaian, mencuci

sayuran atau makanan pokok lainnya menggunakan air bersih. Proses

pencucian sayuran menggunakan air mengalir sehingga kotoran atau telur

cacing tidak menempel lagi pada sayuran mentimun selain itu penggunaan

wadah yang bersih juga berpengaruh penting terhadap telur cacing pada

sayuran sehingga dalam penelitian ini tidak ditemukan kontaminasi Soil

Transmitted Helminths pada sayuran mentimun.

Faktor yang mempengarui tidak ditemukan adanya telur Soil

Transmitted Helminths pada sayuran mentimun yang terdapat pada lalapan

yaitu mentimun yang diteliti dalam keadaan segar dan besih, dan pada saat

pengambilan sampel tempat pencucian mentimun dalam keadaan bersih.

Sehinggah telur cacing tidak ada yang menempel lagi pada

mentimun,adapun pengolahan sampel pada penelitian ini hanya seperdua

dari mentimun yang direndam, maka pada pemeriksaan tersebut tidak

memiliki hasil positif.

Lingkungan yang beriklim tropis basah dan sanitasi yang buruk

biasanya sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, terutama pada

lingkungan yang kurang memadai atau dalam kategori sanitasi buruk.

dalam bertani iklim tropis sangat cocok juga dalam pertumbuhan sayuran.
31

Sayur dapat beresiko tercemar telur cacing karena banyak faktor , yaitu

jatuh kelantai yang terinfeksi telur cacing, dihinggapi oleh lalat, kecoa

sehingga terjadi perpindahan telur cacing dari tubuhnya ke sayuran, cara

mencuci dan mengelolah sayur belum benar bersih sehingga telur cacing

masih tertempel, dan sayuran yang tidak dimasak dengan matang.

Prinsip metode sedimentasi yaitu dengan adanya gaya sentrifuge

dapat memisahkan antara suspensi dan supernatannya sehingga telur dapat

terendapkan, kelebihan dari metode sedimentasi yaitu mampu menemukan

jumlah telur lebih banyak, lebih efesien dalam mencari protozoa dan

berbagai macam telur cacing, sedangkan kekurangan metode sedimentasi

yaitu memerlukan waktu yang cukup lama.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium

Analis Kesehatan Panrita Husada Bulukumba tentang Identifikasi Telur Soil

Transmitted Helminths pada lalapan mentimun di berbagai warung di wilayah

Tanete kecamatan Bulukumba, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan Telur

Soil Transmitted Helminths menggunakan metode sedimentasi tidak ada

ditemukan hasil positif pada 16 sampel mentimun.

B. Saran

Penulis mengharapkan pada peneliti selanjutnya agar melanjutkan

penelitian ini mengenai kontaminasi telur Soil Transmitted Helminths pada

mentimun yang terdapat pada lalapan menggunakan metode flotasi.

32
DAFTAR PUSTAKA

Adisti Andaruni Sari Fatimah Bangun Simangunsong. 2006. “Gambaran Faktor-


Faktor Penyebab Infeksi Cacingan Pada Anak Di Sdn 01 Pasirlangu
Cisarua.” Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran, 1–15.

Adrianto, Hebert, Jurnal Balaba. 2017. "Kontaminasi Telur Cacing Pada Sayur
dan Upaya Pencegahan. " Fakultas Kedoktean Universitas Ciputra", 105-
114

Andri Setiawan, Andi Indrawati, Jurnal Syarif. 2017. “Identifikasi telur Soil
Transmitted Helminths Pada Lalapan Mentimun Di Warung Makan Jalan
Abdul Kadir Kota Makassar.” Jurnal Media Laboran 7: 16–21.

Budi Hairani . Lukman Waris . Juhairiyah. 2014. “Prevalence of Soil-Transmitted


Helminths ( Sth ) in Primary School Children in Subdistrict of Malinau
Kota , District of Malinau , East Kalimantan Province Prevalensi Soil
Transmitted Helminth ( Sth ) Pada Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan
Malinau Kota Kabu.” Jurnal Buski 5 (1): 43–48.

Hildya Kusmi, Nuzulia Irawati, Husni Kadri. 2015. "Hubungan Saitasi


Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Askariasis dan Trikuriasis pada Siswa
SD N 29 Purus Padang." Jurnal Kesehatan Andalas 5:4(3)

Hanum, F. dan Nurhayati, 2017, "Identifikasi Kontaminasi Cacing Usus Pada


Makanan Siap Saji Di Kota Banda Aceh", Sel Jurnal Penelitian Kesehatan,
4(2), 65-72.

Hanna Mutiara, 2015, "Identifikasi Kontaminasi Telur Soil Transmitted


Helminths Pada Makanan Berbahan Sayuran Mentah Yang Disajikan Kantin
Sekitar Kampus Universitas Lampung Bandar Lampung." Jurnal Media
Laboran5:5-9 .

Dina Dwi Nuryani, Ima Yustitia. 2017. “Hubungan Personal Hygiene Dengan
Penyakit Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Dusun Pangkul Tengah
Desa Mulang Mayang Kecamatan Kotabumi Selatan, Kabupaten Lampung
Utara.” Jurnal Dunia Kesmas 6 (April): 97–103.

Kementrian Kesehatan. 2017. “Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 15 Tahun 2017 Tentang Penanggulangan Cacingan.” KEMENKES,
1–78.

Saptorin. 2010. “Mentimun (Cucumis Sativus L.) Pada Kombinasi Perlakuan


Bhokashi Dan Pupuk NPK.” JURNAL AGRINIKA 2 (1): 27–40.
Tangel, Finka, Josef S. B. Tuda Victor D. Pijoh, and Kandidat. 2016. “Infeksi
Parasit Usus Pada Anak Sekolah Dasar Di Pesisir Pantai Kecamatan Wori

33
Kabupaten Minahasa Utara.” Jurnal E-Biomedik (eBm) 4 (1).

WHO. 2020. “WHO Recommends Large- Scale Deworming to Improve Children


’ S Health and Nutrition.” WHO, 1–2.

Wibowo, Ruth Christina, Yudhi Kurniawan, and Eva Triani. 2019. “Hubungan
Kejadian Kecacingan Dengan Anemia Defisiensi Besi Pada Anak-Anak
Pengrajin Gerabah Di Lombok Barat.” Jurnal Kedokteran 8 (3): 27–32.

34
DOKUMENTASI PENELITIAN

35
36
LAMPIRAN
Lampiran 1.Surat Permohonan Pengumpulan Data Awal

37
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian Dari Kesbangpol

38

Anda mungkin juga menyukai