Anda di halaman 1dari 6

Skizofrenia

Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan mental yang terjadi dalam jangka panjang. Gangguan ini
menyebabkan penderitanya mengalami halusinasi, delusi atau waham, kekacauan berpikir, dan
perubahan perilaku. Gejala tersebut merupakan gejala dari psikosis, yaitu kondisi di mana
penderitanya kesulitan membedakan kenyataan dengan pikirannya sendiri.

Skizofrenia sering disamakan dengan psikosis, padahal keduanya berbeda. Psikosis hanya salah
satu gejala dari beberapa gangguan mental, di antaranya skizofrenia.

Berdasarkan WHO, diperkirakan lebih dari 21 juta orang di seluruh dunia menderita skizofrenia.
Penderita skizofrenia juga berisiko 2-3 kali lebih tinggi mengalami kematian di usia muda. Di
samping itu, setengah penderita skizofrenia diketahui juga menderita gangguan mental lain,
seperti penyalahgunaan NAPZA, depresi, dan gangguan kecemasan.

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2013, diperkirakan 1-2 orang tiap 1000 penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa
berat, termasuk skizofrenia, dan hampir 15 persen penderitanya mengalami pemasungan.

Terakhir diperbarui: 24 September 2018

Artikel Terkait

Gejala Skizofrenia
Gejala awal skizofrenia umumnya muncul di masa remaja. Oleh karena itu, gejala awal ini sering
disalahartikan, karena dinilai wajar terjadi pada masa remaja. Pada pria, gejala awal muncul di
usia 15-30 tahun. Sedangkan pada wanita, gejala biasanya menyerang kelompok usia 25-30
tahun.

Sejumlah gejala awal skizofrenia, yaitu:

 Cenderung mengasingkan diri dari orang lain.


 Mudah marah dan depresi.
 Perubahan pola tidur.
 Kurang konsentrasi dan motivasi.
 Kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah.

Gejala skizofrenia dibagi menjadi dua kategori, yaitu positif dan negatif. Gejala positif mengacu
pada perilaku yang tidak tampak pada individu yang sehat, meliputi:
 Halusinasi. Halunasi adalah perasaan mengalami sesuatu yang terasa nyata, namun
sebenarnya perasaan itu hanya ada di pikiran penderitanya. Misalnya, merasa mendengar
sesuatu, padahal orang lain tidak mendengar apapun.
 Delusi. Delusi atau waham adalah meyakini sesuatu yang bertolak belakang dengan
kenyataan. Gejalanya beragam, mulai dari merasa diawasi, diikuti, bahkan sedang
Sebagian besar penderita skizofrenia mengalami gejala ini.
 Kacau dalam berpikir dan berbicara. Gejala ini dapat diketahui dari kesulitan
penderita dalam berbicara. Penderita skizofrenia sulit berkonsentrasi, bahkan membaca
koran atau menonton televisi saja sangat kesulitan. Caranya berkomunikasi juga
membingungkan, sehingga sulit dimengerti oleh lawan bicaranya.
 Perilaku kacau. Perilaku penderita skizofrenia sulit diprediksi. Bahkan cara
berpakaiannya juga tidak biasa. Secara tidak terduga, penderita dapat tiba-tiba berteriak
dan marah tanpa alasan.

Gejala negatif mengacu pada hilangnya minat yang sebelumnya dimiliki oleh penderita. Gejala
negatif dapat berlangsung beberapa tahun, sebelum penderita mengalami gejala awal.

Seringkali, hubungan penderita dan keluarga rusak akibat gejala negatif. Hal ini karena gejala
negatif seringkali disalahartikan sebagai sikap malas atau tidak sopan. Gejala negatif umumnya
muncul bertahap dan memburuk seiring waktu, di antaranya adalah:

 Respons emosional yang ganjil, seperti ekspresi wajah dan nada bicara yang tidak
berubah (monoton).
 Sulit untuk merasa senang atau puas.
 Enggan bersosialisasi dan lebih memilih berdiam di rumah.
 Kehilangan minat dan motivasi pada berbagai aktivitas, seperti menjalin hubungan atau
berhubungan seks.
 Pola tidur yang berubah.
 Tidak nyaman berada dekat orang lain, dan tidak mau memulai percakapan.
 Tidak peduli pada penampilan dan kebersihan diri.

Skizofrenia

Penyebab Skizofrenia
Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan skizofrenia. Namun demikian, skizofrenia
dikaitkan dengan sejumlah faktor risiko, seperti:

Faktor genetik

Seseorang dari keluarga penderita skizofrenia, 10% lebih berisiko mengalami kondisi yang sama.
Risiko akan menjadi 40% lebih besar bila kedua orang tua sama-sama menderita skizofrenia.
Pada orang yang memiliki saudara kembar dengan skizofrenia, risiko meningkat hingga 50%.
Faktor kimia otak

Penelitian menunjukkan bahwa ketidakseimbangan kadar dopamin dan serotonin berisiko


menimbulkan skizofrenia. Dopamin dan serotonin adalah bagian dari neurotransmitter, zat kimia
yang berfungsi mengirim sinyal antar sel-sel otak.

Telah diketahui juga, terdapat perbedaan struktur dan fungsi otak pada penderita skizofrenia.
Sejumlah perbedaan tersebut, antara lain:

 Koneksi antar sel-sel otak yang lebih sedikit.


 Ukuran lobus temporalis yang lebih kecil. Lobus temporalis adalah bagian otak yang terkait
dengan ingatan.
 Ukuran ventrikel otak yang lebih besar. Ventrikel adalah bagian di dalam otak yang berisi cairan.

Komplikasi kehamilan dan persalinan

Sejumlah kondisi yang terjadi pada masa kehamilan diduga berisiko menyebabkan skizofrenia
pada anak yang dilahirkan. Di antaranya adalah kekurangan nutrisi, paparan racun dan virus,
preeklamsia, diabetes, serta perdarahan dalam masa kehamilan.

Komplikasi saat persalinan, juga berisiko menyebabkan skizofrenia pada anak. Misalnya
kekurangan oksigen saat dilahirkan (asfiksia), berat badan lahir rendah, dan lahir prematur.

Beberapa faktor risiko lainnya adalah:

 Peningkatan sistem kekebalan tubuh akibat penyakit autoimun dan peradangan.


 Cedera otak akibat jatuh atau kecelakaan, termasuk yang terjadi di masa kecil.
 Infeksi virus, terutama virus influenza dan polio.

Selain sejumlah faktor risiko di atas, ada yang disebut faktor pemicu skizofrenia. Pada orang
dengan faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, stres merupakan faktor psikologis paling
utama yang dapat memicu timbulnya skizofrenia. Stres bisa terjadi karena perceraian, kehilangan
pekerjaan atau tempat tinggal, dan ditinggal orang yang dicintai. Pelecehan seksual, atau
kekerasan fisik dan emosional juga dapat menyebabkan stres.

Penyalahgunaan NAPZA, seperti kokain, ganja dan amfetamin, juga dapat memicu skizofrenia
pada orang dengan faktor risiko di atas. Penelitian menunjukkan, pecandu ganja berisiko empat
kali lipat lebih tinggi untuk mengalami skizofrenia.

Terakhir diperbarui: 24 September 2018

Artikel Terkait

Skizofrenia
Diagnosis Skizofrenia
Untuk mendiagnosis skizofrenia, digunakan sejumlah kriteria berikut:

1. Pasien mengalami minimal dua dari sejumlah gejala berikut:


o Delusi atau waham
o Halusinasi
o Bicara kacau
o Perilaku kacau
o Gejala negatif

Setidaknya satu dari dua gejala yang harus ada adalah delusi, halusinasi, dan kacau dalam
berbicara.

2. Gejala di atas harus dialami pasien, setidaknya selama 6 bulan. Dan juga, pekerjaan serta
kehidupan sosialnya terganggu.

3. Gejala di atas bukan disebabkan oleh kondisi gangguan mental lain, seperti gangguan bipolar,
atau penyalahgunaan NAPZA.

Komplikasi Skizofrenia

Skizofrenia yang dibiarkan tidak tertangani, dapat memicu sejumlah komplikasi serius, seperti:

 Berpikir dan mencoba untuk bunuh diri.


 Depresi.
 Fobia.
 Melukai diri sendiri.
 Penyalahgunaan NAPZA dan kecanduan alkohol.
 Perilaku agresif dan gaduh gelisah.

Penderita skizofrenia juga dapat bermasalah dalam hubungan dengan keluarga dan lingkungan
sekitar, sehingga memilih untuk mengisolasi diri. Di samping itu, gejala yang dialami dapat
membuat penderita kesulitan untuk bekerja, sehingga berakibat buruk pada kondisi keuangannya.

Terakhir diperbarui: 24 September 2018

Pengobatan Skizofrenia
Sampai saat ini, belum ada obat untuk menangani sizofrenia. Metode pengobatan yang dilakukan
hanya sebatas mengendalikan dan mengurangi gejala pada pasien. Beberapa metode pengobatan
tersebut adalah:

Obat-obatan

Untuk menangani halusinasi dan delusi, dokter akan meresepkan obat antipsikotik dalam dosis
seminimal mungkin. Antipsikotik bekerja dengan menghambat efek dopamin dan serotonin
dalam otak. Pasien harus tetap mengonsumsi antispikotik untuk seumur hidupnya, meskipun
gejala yang dialami sudah membaik.

Obat antipsikotik dapat diberikan dalam bentuk tablet atau suntik. Bentuk obat yang diberikan
tergantung pada kemauan pasien untuk diobati. Pada pasien yang mudah diatur, dokter akan
memberikan antipsikotik bentuk tablet. Tetapi pada pasien yang sulit diberikan tablet
antipsikotik, dokter akan memberikan antipsikotik jenis suntik. Beberapa efek samping obat
antipsikotik yang dapat muncul:

 Berat badan bertambah


 Gairah seks menurun
 Kejang
 Mulut kering
 Penglihatan kabur
 Pusing
 Tremor
 Tardive dyskinesia

Antipsikotik terbagi dalam jenis tipikal (generasi lama) dan atipikal (generasi baru). Saat ini,
dokter lebih merekomendasikan antipsikotik atipikal, karena memiliki lebih sedikit efek samping
dibanding antipsikotik tipikal. Beberapa jenis antipsikotik tipikal adalah chlorpromazine,
fluphenazine, dan haloperidol. Sedangkan jenis antipsikotik atipikal antara lain aripiprazole,
clozapine, olanzapine, dan risperidone.

Psikoterapi

Psikoterapi untuk penderita skizofrenia bertujuan agar penderita dapat mengendalikan gejala
yang dialaminya. Terapi ini akan dikombinasikan dengan pemberian obat-obatan. Beberapa
metode psikoterapi, antara lain:

 Terapi individual. Pada terapi ini, psikiater akan mengajarkan keluarga dan teman pasien
bagaimana berinteraksi dengan pasien. Di antara caranya adalah dengan memahami pola pikir
dan perilaku pasien.
 Terapi perilaku kognitif. Terapi ini bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir pasien.
Kombinasi terapi perilaku kognitif dan obat-obatan, akan membantu pasien memahami pemicu
halusinasi dan delusi, serta mengajarkan pasien cara mengatasinya.
 Terapi remediasi kognitif. Terapi ini mengajarkan pasien cara memahami lingkungan sosial,
serta meningkatkan kemampuan pasien dalam memperhatikan atau mengingat sesuatu, dan
mengendalikan pola pikirnya.
Terapi elektrokonvulsif

Terapi elektrokonvulsif merupakan metode yang paling efektif, untuk meredakan keinginan
bunuh diri, mengatasi gejala depresi berat, dan menangani psikosis. Terapi dilakukan 2-3 kali
sepekan, selama 2-4 minggu, dan dapat dikombinasikan dengan psikoterapi dan pemberian obat.

Dalam terapi ini, pasien akan diberikan bius umum, dan obat untuk membuat otot pasien lebih
rileks. Kemudian, dokter akan memasang elektroda di ubun-ubun pasien. Arus listrik rendah
akan mengalir melalui elektroda, dan memicu kejang singkat di otak pasien.

Terakhir diperbarui: 24 September 2018

Anda mungkin juga menyukai